Pagi-pagi sekali Dara sudah menggerutu di toilet, pasalnya baju olahraga yang dia tinggalkan di loker tiba-tiba sudah basah dan bau amis, padahal baju tersebut pagi ini akan dia gunakan untuk mengikuti pelajaran olahraga. Jelas sekali kalau ini adalah perbuatan jahil dari orang lain.
Satu hal yang tidak orang-orang ketahui, Dara selama ini tidak seceria dan sebahagia yang terlihat. Dia mungkin sangat bahagia karena di sayangi oleh orang tuanya dan juga keluarganya yang sangat kaya. Tapi, tidak semua orang di sekolahnya menerima dia dengan baik. Diam-diam selalu ada yang merundung nya meski secara tidak langsung.
"Tampaknya kebencian orang-orang sudah semakin dalam." sindir seorang anak perempuan yang baru saja masuk kedalam toilet dan melihat apa yang tengah Dara lakukan.
"Bukan urusanmu." jawab Dara ketus.
"Tentu." jawabnya enteng. "Aku sarankan kau harus berhenti berpura-pura menjadi orang yang paling bahagia." sebuah tawa mengejek ditunjukkan anak itu untuk Dara.
"Tutup mulutmu Jenny!" desis Dara yang semakin kesal setelah mendengar ucapan Jenny.
"Entah kenapa ku rasa aku punya firasat kalau di masa depan kita akan terus bertentangan." tanpa menunggu dengan apa yang akan Dara katakan selanjutnya. Jenny segera keluar dari toilet.
Setengah jam kemudian, semua anak-anak sudah masuk kedalam kelas karena jam pelajaran akan segera di mulai termasuk Dara dan Jenny. Dara membeli baju baru di koperasi sekolah karena bajunya benar-benar tidak bisa di gunakan lagi.
Sebelum mereka mulai olahraga di lapangan, Seorang guru meminta kelas Dara untuk masuk kelas terlebih dahulu karena ada pengumuman yang akan disampaikan. Guru tersebut mulai menjelaskan tentang Program Kerja Lapangan (PKL) yang akan mereka laksanakan mulai minggu depan. Sebagai informasi tambahan sekolah X-1 yang merupakan sekolah swasta punya aturan dan standar sendiri. Anak-anak kelas X, pada semester 2 akan melakukan PKL selama 3 bulan. Hal itu dilakukan agar proses belajar mereka seimbang antara teori dan praktik. 3 hari mereka di sekolah, dan 3 hari lainnya mereka langsung praktik di lapangan.
Sistem sekolah X-1 memang berbeda dengan kebanyakan sekolah pada umumnya karena sekolah tersebut hanya di khususkan untuk anak-anak dari kalangan atas dan anak-anak dengan otak cerdas. Mereka punya kurikulum tersendiri yang hampir 100% berbeda dengan kurikulum sekolah sederajat. X-1 lebih berperan seperti 'pabrik' ketimbang sekolah, hanya saja jika pabrik memproduksi barang sementara X-1 memproduksi kemampuan manusia untuk mempersiapkan para penerus bisnis keluarganya.
Masing-masing dari mereka akan ditempatkan sesuai dengan minat, bakat dan latarbelakang mereka tapi keputusan terbesar tetap bergantung pada hasil akademik. Latar belakang menjadi hal yang sangat penting, jika nilai akademik mereka tidak mendukung latar belakang keluarganya, maka anak tersebut diwajibkan untuk mengikuti kelas tambahan untuk mengejar standar yang ditetapkan. Namun ada beberapa murid yang akan mendapat hak istimewa. Diantaranya murid yang masuk 5 peringkat terbaik dan juga murid yang merupakan donatur terbesar sekolah. Mereka bebas memilih dengan siapa dan akan dimana mereka melakukan PKL.
Jenny dan Dara adalah salah dua diantara anak-anak istimewa itu. Dara karena ayahnya merupakan donatur terbesar sekolah, sedangkan Jenny adalah keduanya. Dia si nomer dua peringkat sekolah dan nomer 3 donatur.
"Nah anak-anak kalian sudah paham bukan aturan-aturan nya? Satu posisi kosong pemilik hak istimewa adalah milik Juni, tetapi karena dia sedang melakukan pertukaran pelajar, maka penggantinya lah yang akan menempati posisi tersebut. Dan Juni sudah meminta pihak sekolah untuk menempatkannya di kelompok Jenny dan Dara dengan kata lain kalian bertiga akan satu kelompok." jelas sangat guru.
"Tapi Mr., Dara sudah memilih perusahaan dan aku juga tidak mau sama Jenny." protes Dara sambil menunjuk Jenny yang masih anteng di pojok kelas.
"Maaf Dara, tapi Juni ada di nomer 1 baik secara prestasi maupun donatur. Dan permintaannya adalah yang paling utama yang harus kami turuti. Kalian akan PKL di hotel Produce milik tuan Dareen Tucker." jelas sang guru.
"Astaga, pergi ya pergi saja. Kenapa sih si Juni itu harus meninggalkan amanat yang gak masuk akal." gerutu Dara yang masih tetap belum nerima keputusan sekolah. Ditambah lagi tempatnya PKL adalah perusahaan milik ayahnya sendiri. Sepertinya ayahnya benar-benar serius dengan keputusannya. Dareen memang tidak pernah main-main dengan perkataanya.
Sedangkan Jenny hanya menghela nafas malas. "Ck. Tunggu saja saat kau kembali Juni sialan."
"Baiklah. Jenny, Dara, Elfredo, Minie dan terakhir Khesa kalian akan satu kelompok." ucap sang guru.
Poor untuk Jenny, yang dia dihindari justru ada di kelompoknya semua.
"Mr., siapa itu Khesa?" tanya Minie yang sejak tadi hanya merebahkan kedua kakinya diatas kedua kursi yang disatukan.
Pandangan semua orang kini mengarah kepada Minie. Mereka baru menyadari kalau ada nama asing yang disebutkan. Nama tersebut juga terdengar seperti nama Asia.
"Khesa Devano, dia siswa pertukaran, penggantinya Juni. Hari ini kalian akan bertemu dengannya, dia masih berada di ruang kepala sekolah." jawab sang guru, yang sekaligus menjawab kebingungan anak-anak di kelas tersebut. "Mr. harap kalian akan akrab dengannya."
Dengan berakhirnya pengumuman tersebut, maka kelas merekapun segera berhamburan keluar menuju lapangan olahraga.
✿✿✿✿✿
Dara dan Emma kini tengah menikmati makan siang di kantin, sejak tadi wajahnya masih merengut kesal akibat keputusan sepihak gurunya.
"Sudahlah ra, lagipula di sana ada Edo," Emma sedikit iba, pasalnya Dara akan satu kelompok dengan Jenny yang selalu mengatakan kata-kata menusuk padanya, dan juga Minie yang sering mengganggu mereka.
"Tidak bisa begitu, maaa. Aku tidak mau bersama mereka." rengek Dara sambil mengacak-ngacak makanan.
"Kamu pikir aku mau satu kelompok dengan anak manja yang bisanya hanya merengek dan menangis?" gebrak Minie di meja yang Dara dan Emma tempati.
"Yak sialan. Kau ini tidak punya sopan santun sekali!" teriak Dara yang tidak terima acara makannya di ganggu.
"Sopan santun? Dara Tucker yang terhormat, aku bukan anak konglomerat sepertimu, sorry kalau aku tidak kenal sopan santun." Minie tersenyum miring kepada Dara.
"Minie, jangan mengganggu Dara," Emma memberanikan diri untuk bicara.
"Well, si cupu sedang mencoba menjadi pahlawan kesiangan?" Minie tertawa mengejek. "Aku tidak mengganggunya." jawabnya dengan sedikit menyebalkan. "Yang seperti ini baru disebut mengganggu." Minie menumpahkan jus pisang ke baju Dara. Lalu tertawa puas.
"Sudah puas?" ucap seseorang yang baru saja berdiri diantara mereka.
Minie menatap orang di sampingnya dengan nyalang. "Kau berbicara padaku?" tanyanya sarkas.
"Kau tidak harus menjadi kaya untuk tahu sopan santun, ku rasa rumah dan sekolah sudah mengajarkan itu." jawabnya tanpa peduli dengan Minie yang sudah menggertakkan giginya.
"Siapa kau? Berani sekali ikut campur." desis Minie yang mencoba mendorong orang tersebut namun berhasil di tahan. "Aku? Namaku Esa, ah maksudku Khesa Devano." ucap Esa datar kemudian menyerahkan sapu tangan kepada Dara. "Bersihkan bajumu."
"Oh, kau murid transferan itu. Hahha, lucu sekali ternyata aku akan satu kelompok dengan sampah-sampah seperti kalian." ucap Minie dengan tawa yang di buat-buat.
"Kau!" tunjuk Dara pada Minie saking kesalnya.
"Sudahlah hentikan. Sebaiknya kita pergi dari sini." Esa menarik tangan Dara untuk meninggalkan kantin. Dia tidak mau semakin menjadi tontonan orang-orang karena kini kantin sedang ramai. Dara yang hendak protes pun mengurungkan niatnya dan mengikuti Esa.
Sesuatu dalam dadanya berdenyut mendapati Esa yang peduli padanya, belum lagi saat melihat senyuman Esa untuk pertama kalinya membuat pipi Dara tiba-tiba memerah. Selama ini Dara tidak pernah mendapat pembelaan seperti itu dari orang lain, Emma satu-satunya teman dekat dia tidak mampu memberikan perlawanan kepada orang-orang yang mengganggunya, karena Emma sendiri lebih butuh perlindungan daripada Dara.
Diujung kantin seseorang yang sejak tadi menonton drama mereka hanya tersenyum miring. "Kita bertemu lagi."
✿✿✿✿✿
"Kak
aku minta maaf harus meninggalkanmu seperti ini, aku benar-benar khawatir tentang Esa," ucap Anna yang kini sibuk memasukkan pakaiannya kedalam koper."Aku tidak apa-apa Na. Aku justru mengkhawatirkan mu, kau benar tidak apa-apa ke Btistol sekarang?" tanya Tomo dengan nada khawatir.
"Aku akan baik-baik saja. Lagipula dengan penampilanku yang seperti ini, tidak akan ada orang yang akan mengenaliku." Anna tersenyum dan mengedipkan sebelah matanya untuk menggoda Tomo.
"Hentikan tingkahmu, aku geli." Tomo melempar bantal kearah Anna.
"Hey, aku sekarang Na Yuta seorang pria single daddy yang memiliki satu putra. Pria tampan pemilik toko roti." Anna tertawa puas.
"Hentikan sialan, kau benar-benar membuatku mual." Tomo menutup mulut Anna.
"Tapi kak, menurutmu bagaimana penampilanku? Aku serius." tanya Anna yang saat ini memang sedang menggunakan kemeja sedikit kebesaran dipadukan dengan celana bahan yang tingginya sebatas mata kaki.
"Emmm, cukup baik. Aku akui kau tampak seperti pria tapi bukan pria tampan melainkan pria manis. Tapi berhenti menatapku dengan tatapan seperti itu, serius aku mual." Tomo meringis.
"Baiklah." Anna tertawa sambil merangkul bahu Tomo seperti seorang pria pada umumnya.
"Akan aku bunuh kau sialan." Tomo menjambak rambut pendek Anna dengan keras.
Dan terjadilah aksi saling jambak antara dua sahabat tersebut.
✿✿✿✿✿
Raiden memasuki ruangan Dareen dengan setumpuk berkas di tangannya.
"Ini adalah berkas anak-anak yang akan PKL di hotel kita." ucap Raiden dan meletakkan berkas tersebut di meja Dareen.
"Kau sudah memeriksanya?" tanya Dareen yang masih setia menatap layar komputer dihadapannya.
"Ya, termasuk punya Dara. Kurasa mereka tidak akan menyulitkan, mengingat prestasi dan latar belakang mereka. Ah ada satu murid transfer, dia pengganti anak tuan Hans. Prestasinya cukup menakjubkan dan dari fotonya dia sangat tampan."
"Aku tidak butuh informasi yang terakhir itu." ujar Dareen ketus.
"Visual juga merupakan point plus bos." canda Raiden yang masih terkekeh. Tapi sebenarnya tidak salah, karena untuk bekerja di hotel sepertinya wajah punya nilai tersendiri terlebih jika ditempatkan di bagian pelayanan atau receptionist.
"Terserah. Kau urus saja semua, jadwalkan aku untuk bertemu mereka lusa nanti."
"Oke, aku akan mengatur semuanya. Tapi kenapa aku ingin bertanya serius, bolehkah?" Raiden meminta ijin Dareen.
"Apa?"
"Kenapa kau tiba-tiba membuka PKL di hotel kita? Bahkan selama ini kita tidak pernah membuka magang sama sekali. Apa semua ini karena Dara?"
Dareen menghela nafas pelan. "Benar, aku melakukan semuanya untuk putriku. Aku harus mengawasi dia secara langsung. Tidak hanya fisik, tapi aku juga harus mengetahui secara langsung kemapuan Dara." jawaban Dareen masih sama seperti tempo hari saat Raiden bertanya.
"Dara baru 15 tahun, kurasa kau tidak perlu terlalu terburu-buru untuk mempersiapkannya. Dan hey, sejak kapan seorang CEO turun langsung hanya untuk siswa PKL? Kau akan menjadi perbincangan hangat bos." ucap Raiden.
Dareen memutar bola matanya. "Dan kau pikir aku peduli?"
"Baiklah, aku tidak akan pernah bisa bicara denganmu jika sudah menyangkut Dara." Raiden menyerah, bos sekaligus sahabatnya itu memang sangat overprotective terhadap sang putri.
*
**- T B C -
With Love : Nhana
Sudah 15 tahun Anna tidak pernah menginjakan kaki di sini, di tempat kelahirannya, Bristol, Inggris. Terakhir kali dia berada di sini, tepat sebulan setelah dirinya tahu sedang mengndung Khesa.Anna menatap sekeliling bandara, sebuah senyuman samar menghiasi wajah manisnya. "Benar-benar sudah berubah banyak ya." gumamnya pelan.Anna menyeret koper yang di bawanya dan masuk kedalam taksi yang sudah dipesankan oleh kedua orang tuanya. Niatnya untuk tidur sepanjang perjalanan terganggu begitu ingatan masa lalu mengambil alih pemikirannya.*Flashback"By, mau tahu satu rahasia?" tanya Anna yang sedang tidur di paha suaminya. By adalah panggilan sayang yang Anna berikan untuk suaminya."Apa itu?" tanya Dareen yang masih sibuk dengan buku bacaannya. "Aku mencintaimu, sangat." Anna terkekeh sendiri dengan kerecehannya."Ck, aku tahu." jawab Dareen acuh. "Kau tidak asik by." Anna memanyun
Dan disini lah mereka sekarang. Di sebuah restoran mewah yang terletak di sebrang hotel milik Dareen. Tidak hanya mereka berempat, kini Raiden juga sudah ikut bergabung bersama."Sa, kenapa makanannya hanya kau pandangi saja? " Tanya Edwin yang sadar sejak tadi Esa tidak kunjung makan."Em, itu. Sebenarnya aku tidak suka bawang. " Jawab Esa ragu. Dia takut akan menyinggung orang yang sudah memberinya makanan tersebut.Mendengar jawaban Esa, Dareen sedikit melirik pada anak itu. "Kau bisa pesan yang lain. " Ucapnya tenang."Wahh Esa seperti daddy, dia juga sangat membenci bawang. " Ledek Dara pada ayahnya."Kalau begitu biar paman pesan kan yang lain, Esa kau mau apa? " Tanya Edwin begitu perhatian. Edwin memang seperti itu, sangat lembut dan penuh kasih sayang pada semua orang."Pesan yang sama saja, tapi tanpa bawang paman. " Jawab Esa yang merasa tidak enak karena sudah merepotkan Edwin. Hari ini, dia terlalu banyak merasa t
Semenjak mengetahui kebenaran tentang Khesa dari Hana, diam-diam Edwin selalu memperhatikan anak itu. Dan melalui bantuan Hana pula, Edwin juga sudah membuktikan jika Esa adalah anaknya Anna. Bahkan ia sudah melakukan tes DNA terhadap Esa dan Dareen yang hasilnya 99% positif."Jika Hana tidak menutup-nutupi keberadaan mereka, pasti sejak dulu aku dan Dareen sudah menemukannya dan pekerjaanku akan menjadi sangat mudah. " Keluh Edwin yang masih setia pada posisinya memandangi foto seorang perempuan manis yang tengah menggendong seorang anak laki-laki kira-kira berusia dua tahun."Sekarang, meski aku sudah tahu semuanya. Aku justru tidak yakin akan memberi tahu Dareen atau tidak, mengingat bagaimana Hana sangat apik dalam menyembunyikan mereka, itu berarti Anna memang tidak ingin keberadaannya diketahui. " Gumam Edwin kepada dirinya sendiri.Dareen tiba-tiba masuk kedalam ruangan Edwin tanpa mengetuk pintu terlebih dahulu, hal itu membuat Edwin dengan buru-buru men
Tubuh Anna menegang begitu matanya menatap lurus objek yang sedang duduk dihadapannya. Mata mereka bertemu, mencari-cari sebuah jawaban dari rasa penasaran yang tiba-tiba melingkupi. Sepercik amarah iba-tiba menyala di mata biru Anna, sedangkan lawannya menyipit seolah mencari kejelasan melalui indranya.Sedetik kemudian Anna segera memutus kontak mata tersebut kemudian beralih kepada sang guru. "Jadi bisa jelaskan apa yang terjadi disini? Aku sepenuhnya yakin jika anakku hanya korban. " Tanya Anna yang tidak terima karena anaknya menjadi satu-satunya yang mendapat luka."Papa. " Ucap Esa berniat menghentikan ibunya. Esa tahu ibunya akan susah diajak berdamai jika sudah menyangkut keselamtannya.Wenda mendengus pelan. "Berlebihan sekali. "Anna memutar bola matanya jengah. Ucapan Wenda yang terdengar di telinganya sedikit membuat emosinya meningkat. Kate yang mencium aroma keributan lanjutan menghela nafas panjang dan mulai menjelaskan semuanya.
BRAKSebuah pintu baru saja dibuka dengan kasar sehingga menimbulkan bunyi debaman yang sangat keras. Semua orang yang sedang berada dalam ruangan pun terperanjat kaget. Sementara sang pelaku sudah melempar tubuhnya keatas sofa.Wenda baru saja membuka pintu ruangan kerja Dareen dengan kasar dan penuh emosi membuat Dareen dan Raiden yang berada dalam ruangan sontak terkejut."Wenda! " Desis Dareen begitu mendapati sang pelaku sudah duduk di sofa tanpa merasa berdosa."Wen, kau membuat umurku berkurang satu tahun lebih cepat. " Dengus Raiden yang masih mengelus dadanya akibat terkejut."Diam Rai! Aku sedang tidak ingin bicara denganmu. " Bentak Wenda."Ada apa denganmu? Datang dengan emosi yang meledak-ledak dan menerobos kedalam kantorku dengan tidak sopan. " Dareen berkata dengan mata dan tangan yang masih fokus pada kerjaannya."Serius! Ada apa dengan kalian semua? Kenapa hari ini kalian menyebutku tidak sopan. "
Anna tidak mengurungkan diri untuk mengantarkan berkas tersebut kepada pemilik hotel Produce tersebut. Beruntung dia lebih dulu bertemu dengan Edwin dan mengetahui tentang semuanya dari sepupunya itu. Edwin juga yang membantu Anna agar berkas yang dia bawa sampai ke tangan Dareen tanpa harus bertatapan langsung dengannya.Tapi keberuntungan Anna hanya sebatas itu. Setelahnya dia mendapati Esa tengah menikmati waktu istirahat dengan bercanda gurau bersama Dara di ruang rapat yang kosong. Dara bahkan sesekali terlihat memasukkan snack kedalam mulut Esa, meski Esa terus berusaha menolaknya.Anna geram, sangat. Pasalnya dia sudah menyuruh Esa maupun Dara untuk tidak berdekatan, tapi ternyata mereka mengabaikan itu. Kekesalannya bertambah saat Anna mendapat informasi jika Esa kembali dikucilkan akibat rumor tentang asal-usulnya. Dan dari pengakuan Esa, dia hanya menceritakannya pada Dara.Dengan langkah cepat Anna memasuki ruangan tersebut yang memang pintunya terbuka.
PLAKSatu buah tamparan yang sangat keras berhasil Wendy layangkan di pipi mulus putranya. Emosinya kini sudah berada pada puncaknya. Setelah mendengar informasi tentang keributan yang terjadi di kantor Dareen, Wendy bergegas menemui putranya.Dan disinilah mereka sekarang, di ruangan Daeen yang kedap suara bersama Wenda dan juga Dara. Keadaan mereka tampak kacau, tak ada satupun dari mereka berempat yang baik-baik saja. Terutama Dareen. Dareen masih tampak linglung, dia belum sepenuhnya menerima jika yang baru saja terjadi adalah sebuah kenyataan bukan mimpi apalagi halusinasi.
Seminggu setelah kejadian tersebut, Dareen terus berusaha menghubungi Edwin. Namun pria itu lagi-lagi menolak panggilannya. Tidak hanya itu, penjaga rumah Edwin juga tidak mengijinkan siapapun masuk ke rumah tersebut kecuali keluarga mereka dan keluarga Anna tentu saja.Sebenarnya Anna sudah tidak ada di rumah Edwin, keesokan pagi setelah insiden itu pun Anna dan Esa pulang ke rumah Daniel untuk menghindari kecurigaan dari kedua orang tua Anna. Iya, Jessica dan Daniel tidak tahu apa yang sudah terjadi kepada Anna dan Esa.Edwin sengaja menghindari Dareen dan bersikap seolah menjauhinya agar Dareen tidak mencari Anna di tempat lain dan hanya fokus untuk mencarinya di tempat Edwin. Edwin tahu betul jika sahabatnya itu adalah orang yang keras kepala tapi dia juga
Brenda membolak-balikan kertas yang ada di tangannya untuk membaca secara berulang kali informasi yang tertulis diatasnya. Sudah hampir satu jam Brenda bertahan dengan posisi tersebut dan mengabaikan lawan bicaranya yang duduk bersebrangan dengannya di sofa. Kerutan di kening Brenda tidak hilang sama sekali sejak pertama ia membaca kertas tersebut sampai akhirnya sebuah desahan keras terdengar. "Oke, cukup! Aku rasa aku tidak akan pernah mengerti meski aku baca sampai kertas ini robek sekalipun." Brenda menjatuhkan tubuhnya dan memijat keningnya yang mulai pusing. "Lalu apa yang akan dr. lakukan sekarang?" tanya lawan bicara Brenda yang masih duduk anteng dan memaklumi rasa frustasi yang di perlihatkan oleh seniornya itu.
Wenda menatap punggung Raiden yang sedang membuat sarapan. Tatapan matanya begitu fokus seolah ada sesuatu yang menarik dari punggung lebar milik suami nya itu. Ekspresi Wenda pun berubah-ubah, terkadang dia terlihat bahagia, namun sesaat kemudian berubah menjadi kecewa, sedih, dingin bahkan tidak terbaca sama sekali. Sudah 2 minggu Wenda dan Raiden kembali tinggal bersama. Kondisi kejiwaan Wenda juga mulai stabil, setidaknya dirinya tidak pernah lagi mencoba untuk bunuh diri. Tapi walaupun begitu hubungan mereka tidak membaik seperti yang diharapakan karena Raiden tidak pernah benar-benar menganggap keberadaan Wenda meski mereka tinggal bersama. "Makanlah," ujar Raiden dingin saat menyodorkan sepiring sandwich dihadapan Wenda. Wenda
Dona menatap lekat sebuah album foto yang dia temukan di ruang baca milik keluarga Tucker. Tatapannya begitu fokus saat lembar demi lembar dia buka secara perlahan. Namun semakin lama, semakin banyak lembaran yang terbuka, ekspresi wajahnya justru semakin tidak terbaca. Ada kerutan di keningnya yang menandakan sebuah kebingungan. "Kak Dareen?" gumamnya penuh tanya. "Tapi kenapa fotonya di simpan di akhir, tidak berurutan seperti yang sebelumnya?" Dona mengambil salah satu foto yang tersimpan di bagian akhir album. Album foto yang sedang Dona lihat adalah album yang berisi foto-foto masa kecil Dareen. Mulai dari foto bayi hingga foto saat Dareen memasuki sekolah dasar. Semua tersusun dengan rapi dan berurutan di dalam album tersebut. Tapi ada satu foto ya
Edwin membolak-balik berkas-berkas yang akan dia gunakan untuk menuntut Wenda. Sudah berhari-hari dirinya disibukkan dengan hal yang sama, tapi tidak sedikitpun dia merasa lelah atau putus asa. Wenda memang masih dalam perawatan medis akibat depresi berat, tapi Edwin akan tetap memastikan perempuan tersebut masuk kedalam penjara dan menerima semua balasan dari perbuatannya. "Hah, aku benar-benar tidak mengerti," desah Edwin pelan. "Kali ini apa?" tanya Hanna yang setia mendampingi suaminya di ruang kerja. "Zayn Boseman dan Richard Clay.""Bukankah sudah jelas kenapa mereka saling serang, lalu bagian mana yang membuatmu ma
Dona keluar dari rumah sakit dengan wajah lelah. Sudah beberapa hari ini dia memiliki banyak jadwal operasi. Selain itu, dirinya juga disibukkan dengan pemikiran tentang Jesfer, Jeffrey dan kabar Jeno yang masih abu-abu.Hari ini Dona meminta ijin untuk pulang lebih cepat karena ingin mencari informasi tentang keberadaan Ten, sahabatnya dan satu-satunya orang yang ingin dia mintai penjelasan.Sebelum pergi menuju tempat parkiran mobil, Dona memilih untuk membeli minuman kaleng dan meneguk nya dengan kasar di bangku yang tidak jauh dari parkiran.Dona mendesah kasar begitu cairan tersebut melewati tenggorokannya. "Aku benar-benar bisa gila," desisnya pelan sambil meremat kaleng yang tidak berdosa tersebut hingga tidak berbentuk lagi dan membuangnya asal."Kenapa mereka mempermainkan ku? Siapa yang harus aku percaya sekarang?!" tanyanya pada dirinya sendiri."Maaf tante, ini sampahnya," seor
Ten berlari bagai orang kesetanan. Semua mata para penjaga rumahnya menatap bingung kearah majikannya yang tiba-tiba saja masuk rumah dengan terus berteriak."Mark!" panggil Ten dengan panik."Mark!" lagi Ten memanggil nama putranya.Para maid yang sedang bekerja pun segera menuju sumber suara untuk mengetahui apa yang sedang terjadi."Dimana Mark?" tanya Ten masih dengan nada panik."Mohon maaf nyonya, tuan muda Mark tidak berada di rumah," jawab salah satu Maid yang menunduk takut."What? Lalu dimana Mark? Siapa yang mengijinkan dia keluar?"emosi Ten seketika naik."Maaf nyonya, sepertinya tuan besar Track yang mengijinkan.""Ten, ada apa?" Track keluar dari ruang kerjanya dan menghampiri Ten yang tengah menatap para maid nya dengan tajam."Mana anakku?" desis Ten tajam.
Dareen mengerang frustasi saat menyaksikan layar laptop yang berada di meja sofa ruang rawat kamar Anna. Bagaimana tidak, di depannya sekarang tengah ada adegan live putra kesayangannya tengah berciuman dengan mesra di atas tempat tidur rumah sakit.Ya, dikamar Esa ada CCTV yang terhubung ke laptop yang sengaja dia letakkan dikamar Anna agar memudahkan Dareen untuk mengawasi keduanya sekaligus.Anna yang juga ikut menyaksikan adegan tersebut hanya bisa meringis. Bagaimanapun dirinyalah yang memberi ijin kepada Jenny untuk menemui Esa, dan sekarang dia harus mendengarkan omelan suaminya.Anna sendiri tidak pernah menyangka hal seperti ini akan terjadi dia bahkan masih tidak percaya jika putranya mampu melakukan hal berani seperti itu, oh Anna sepertinya lupa jika Esa dan Jenny pernah melakukan hal yang lebih berani dari pada itu.
Anna menatap kedua putranya dengan gemas. Sampai saat ini dia masih belum sepenuhnya percaya bahwa dirinya telah melahirkan dua orang bayi yang sangat menggemaskan ini dengan keadaan sehat dan sempurna tanpa kekurangan sesuatu apapun. Meski mereka lahir prematur, dan terkesan lahir karena 'paksaan' tapi beruntung keduanya bayi beserta ibunya sehat.Anna tersenyum lembut saat melihat salah satu putranya masih terjaga. Sepertinya Subin senang bertemu dengan ibunya sehingga dia memilih untuk tetap membuka mata setelah kenyang menyusu. Sementara Yuvin sedang tidur dengan nyenyak. "Subin kenapa belum bobo hm?" tanya Anna dengan gemas saat putranya begitu intens menatap kearahnya.Subin dan Yuvin masih dalam perawatan sehingga Anna hanya bisa menjenguk mereka sesekali saat akan menyusui saja selebihnya dia harus bersabar karena hanya mampu melihat kedua putranya melalui layar kaca."Apa Su
Dareen menatap Esa yang tengah tertidur pulas setelah meminum obatnya. Ada gurat kesedihan yang tampak jelas di wajah tampan pria yang baru saja siuman dari pingsan itu.Satu jam yang lalu Dareen siuman, begitu dia bangun hal pertama yang dia tanyakan adalah keadaan istri dan anak-anaknya terutama Esa yang belum sempat dia temui sama sekali.Lama menatap Esa dalam diam, Dareen kembali mendesah pelan untuk kesekian kalinya. Pembicaraannya dengan Henry beberapa waktu lalu membuatnya frustasi. Esa harus segera di operasi, tapi permasalahannya siapa yang akan menjadi donor untuk putranya itu. Saat ini satu-satunya orang yang belum melakukan pemeriksaan hanya Anna.Sebagai ibu kandung Esa, Anna memiliki persentase kecocokan yang lebih besar dengan Esa, tapi Dareen tidak mau berharap terlebih Anna baru saja melahirkan dan kondisinya sekarang bahkan masih belum sadar