Share

7

Penulis: Cerita Racan
last update Terakhir Diperbarui: 2021-03-29 23:48:07

Bel sekolah berbunyi berulang kali menggelegar di setiap sudut ruangan kelas. Pertanda bahwa waktu belajar telah usai dan saatnya untuk segera berkemas pulang ke rumah masing-masing.  Di dalam kelasnya kini, Lisa, Jenni dan juga Rose sedang membereskan buku-buku dan alat-alat menulis lainnya yang nampak sangat berantarakan di meja mereka masing-masing. Guru yang mengajar dijam terakhir pun pamit dengan para siswa lalu bergegas keluar dari ruang kelas XI IPA-3. Melihat guru telah keluar, Lisa dan teman-temannya pun segera memasukkan buku-bukunya ke dalam tas dan bergegas keluar dari sana. Situasi yang sudah sejak tadi ia impi-impikan.

Hari ini ketiga sejoli itu memiliki agenda untuk nongkrong di salah satu cafe tempat yang biasa mereka singgahi sebelum kembali ke rumah masing-masing. Salah satu ritual yang kerap kali mereka lakukan sebelum akhirnya sibuk dengan ujian maupun tugas-tugas sekolah. Tentu saja di tempat tersebut mereka menghabiskan dengan canda dan tawa bahagia.

Ketiganya telah sampai di depan salah satu cafe internet yang dekat dengan perpustakaan umum. Berhubung karena hari ini adalah hari sabtu sehingga cafe itu cukup ramai dikunjungi orang. Ketika masuk ke dalam cafe, hanya tersisa satu kursi yang belum terisi dan kursi tersebut berada pada ujung kanan pojok yang dekat dengan bagian dapur. Selain tak ada pilihan lain terpaksa mereka mengambil tempat duduk tersebut.

Saat telah tiba di tempat duduknya, Lisa segera memanggil pelayan dan segera memesan makanan beserta minumnya. Setelah memesan minuman dan makanan mereka pun duduk dan meletakkan tas masing-masing di dekat kursi tempat duduk mereka.

“Hari ini padat banget yah, sumpek gue,” keluh Jenni seraya mejatuhkan badannya di kursi.

“Iya nih. Banyak warga asing yang nongol,” jawab Lisa.

“Ya banyak lah, orang hari ini hari sabtu. Banyak makhluk-mahkluk kasmaran yang gentayangan,” lanjut Rose.

“Sumpah yah hari ini gue kesal banget, dasar bajingan-bajingan sialan. Berani-beraninya mereka menilai orang seenak jidat. Dasar berandalan itu...” belum sempat Jenni melanjutkan ucapannya, Lisa langsung mengeluarkan beberapa gantungan tas yang lucu-lucu sehingga membuat fokus Jenni beralih pada gantungan tersebut.

“Tadaaa,” ucap Lisa sambil meletakkan gantungannya di meja.

“Astaga lucu banget, mirip gue Lis, emmm cuuukaaa!” ucap Jenni dengan manja sambil memeluk Lisa karena bahagia dengan hadiah gantungan yang diberikan kepadanya.

“Apa ini Lis,” sambung Rose penasaran.

Belum sempat Lisa menjawab pertanyaan Rose, Jenni pun langsung bereaksi mengambil semua gantungan yang terletak di meja. “Kalian kok menggemaskan sekali sihh, gue harus ambil yang mana nih.”

“Gue beli buat kita bertiga, biar samaan lagi. Cantik kan ?”

“Seriusan Lis buat gue ?”

“Nggak jadi deh, buat Rose sama gue aja. Yang satunya gue mau kasi ke mba yang anter makanan aja,” ucap Lisa sengaja menggoda Jenni agar bertambah jengkel.

Dengan semangat Rose meraih gantungan tas yang sedang di pegang Jenni. “Gue mau yang ini Lis,”

“Aaahhh Lisssa lo jahat banget sih, kok gue nggak dikasi beneran. Ah nggak asyik banget lo.”

“Hahahaha, nih buat lo nyonya bawel,” sambil menyodorkan satu gantungan ke Jenni.

Sambil melirik gantungan yang diambil Rose, Jenni pun segera mengambil gantungan yang diberikannya itu. “Gue suka yang ini kok. Makasih yah Lisa sayang”

“Oh iya Lis kemarin gue abis beli lipstik baru, soalnya lipstik yang lo kasi ke gue tempo hari udah habis. Sumpah gue suka banget sama warna lipstik ini. Makasih banget lo buat hadiahnya tempo hari, gue jadi ada rekomendasi lipstik yang bagus untuk gue pake sehari-hari,” ucap Rose sambil mengeluarkan lipstik yang disimpannya di dalam tas milikinya.

Mendengar hal itu membuat Lisa tersenyum riang kepada Rose, namun tiba-tiba terhenti ketika mengingat pembicaraan teman kelasnya tadi di toilet. Lisa pun memperhatikan barang-barang yang terletak di meja. Ada beberapa barang mereka yang mirip karena memang ia sengaja membelinya agar bisa samaan dengan ketiga temannya itu.

“Lipstik itu benar-benar lagi populer sih, kakak gue aja yang udah kuliah malah pake lipstik merek yang kayak gitu. Tapi memang bagus sih menurut gue soalnya bisa membuat wajah jadi cerah gitu kalau abis pake lipstik. Kakak gue juga ngomong kalau lipstik itu susah banget didapatnya karena selalu habis terjual. So thanks banget yah Lisa sayang udah beliin gue sama Rose lipstik itu. Jadi makin sayang deh.”

“Jadi lo masih pake lipstik ini juga Jen?” tanya Rose.

“Yoi dong kan rekomendasinya Lisa juga” jawab Jenni sambil menunjuk menggunakan dagunya ke arah Lisa.

“Bagus bukan ?” sambung Lisa.

Keduanya pun menganggukkan kepala tanda setuju dengan ucapan Lisa. “Mungkin ada bagusnya kita bertiga nanti daftar kuliah bareng aja biar bisa kuliah sama-sama, gimana?” ucap Jenni dengan sangat antusias.

“Iya, mari kuliah bareng aja yah nanti,” jawab Rose dengan penuh semangat.

“Eh tapi bagaimana bisa lo ngomong kayak gitu, gue nggak percaya kalau seorang siswa berprestasi barusan ngomong ke gue tentang hal-hal tak senonoh kayak yang gue dengar  tadi,” jawab Jenni sambil memperagakan cara bicara pak Edo yang sangar.

Lisa hanya tersenyum mendengar lelucon Jenni yang kerap kali membuat ricuh diantara ketiganya.

“Bukannya lo mau jadi perenang profesional Jen? Pokoknya kalau umur kita 20 tahun nanti kita bakal jadi teman sekamar dan kuliah bareng di universitas ternama. Keren kan ?” ucap Rose sambil tersenyum seolah meyakinkan kedua temannya.

Mendengar hal itu tiba-tiba ekspresi wajah Jenni berubah menjadi murung. “Entahlah, gue nggak yakin Rose. Gue nggak tahu gimana nanti kedepannya. Gue nggak tahu apakah ibu gue bakal ngizinin buat masuk kuliah dan ngambil jurusan olahraga biar gue bisa mewujudkan cita-cita gue ataupun menjadi teman sekamar dengan kalian. Gue benar-benar nggak yakin soal itu. Oh iya, besok ada konseling lagi bukan. Gue benar-benar pusing dengan itu. Ahhh beranjak dewasa ternyata serumit ini.”

“Setidaknya, lo punya cita-cita Jen!” jawab Rose menyemangati.

Mendengar hal itu membuat Lisa yang tadinya tunduk langsung menoleh ke arah Rose, dirinya seolah menemukan harapan baru.

“Apa bedanya coba, bagaimanapun tingginya cita-cita gue tetap aja gue nggak bisa melakukan apapun itu.” Jawab Jenni putus asa.

“Menurut lo lebih buruk mana, nggak melakukan apa yang lo mau atau lo mau melakukan sesuatu yang tidak bisa lo lakukan sama sekali?”

Mendengar pertanyaan Lisa yang tiba-tiba seserius itu membuat Jenni dan Rose terdiam dan seolah berpikir akan jawaban dari pertanyaan tersebut.

“Bukannya itu sama aja Lis,” jawab Jenni memecah keheningan. “Apa ada sesuatu yang ingin lo lakuin Lis?” lanjutnya lagi.

“Emm nggak kok.”

***

Bab terkait

  • Bed Friend   8

    Suara riuh kantin menjelajahi setiap sudut-sudut ruangan. Segerombolan pemuda pemudi nampak sibuk berbincang sambil meneguk minumannya serta memakan makanan yang sudah tersedia di depan meja masing-masing. Jam istrahat memang sudah berlangsung sejak 10 menit yang lalu. Tidak kalah dengan kawanan yang anak lainnya, kini Lisa dan gengnya pun sudah duduk santai di tengah-tengah kursi makan yang ada di kantin itu. Makanan mereka sudah nampak habis tak bersisa. Hanya beberapa sampah saja serta piring kotor yang tergeletak sembarangan di sisi meja panjang itu. Setelah menikmati makan siangnya di kantin sekolah, Jimmy, Vie, Rey, Jenni, Rose beserta Lisa langsung beranjak pergi meninggalkan tempat itu. di tengah terik mentari yang membakar kulit, mereka akhirnya memutuskan untuk duduk-duduk santai di sekitaran lapangan basket sekolah. Selain tempat di sana lumayan teduh, mereka pun masih enggan untuk kembali ke kelas masing-masing. Sebab jika berada di dalam kelas yang akan mereka rasakan ha

    Terakhir Diperbarui : 2021-03-29
  • Bed Friend   9

    Banyak hal di dunia ini yang terkadang ingin diceritakan kepada orang lain namun tertahan oleh ketidaksanggupan bibir untuk mengucapkannya. Karena terkadang bahkan kebanyakan mereka tidak mengerti ketika kita mengatakan “Aku ingin”. Dan hal itu membuat orang yang merasakannya menjadi cemas dan berujung pada kata percuma yang selalu lebih mampu menemukan kata-kata untuk mereka kenakan. Bagi yang setengah-tengah atau yang berada di tengah-tengah, keinginan hanya menjadi jembatan yang seolah-olah ada. Sedangkan banyak hal yang terengah-engah, tidak mampu menyeberang keluar ke ujung lidahnya hingga terpaksa menjadi rahasia dan itu justru membuatnya merasa bersalah. Hari ini adalah jadwal konseling untuk siswa kelas XI IPA-3. Seperti biasa, siswa menunggu giliran untuk di panggil ke ruangan yang cukup menegangkan itu. Dan justru banyak siswa yang menghindar agar tidak masuk ke ruangan konseling atau biasa disebut oleh sebagian siswa sebagai ruang kandang macan. Alih-alih menghindar, tetapp

    Terakhir Diperbarui : 2021-04-02
  • Bed Friend   10

    Banyak hal di dunia ini yang terkadang ingin diceritakan kepada orang lain namun tertahan oleh ketidaksanggupan bibir untuk mengucapkannya. Karena terkadang bahkan kebanyakan mereka tidak mengerti ketika kita mengatakan “Aku ingin”. Dan hal itu membuat orang yang merasakannya menjadi cemas dan berujung pada kata percuma yang selalu lebih mampu menemukan kata-kata untuk mereka kenakan. Bagi yang setengah-tengah atau yang berada di tengah-tengah, keinginan hanya menjadi jembatan yang seolah-olah ada. Sedangkan banyak hal yang terengah-engah, tidak mampu menyeberang keluar ke ujung lidahnya hingga terpaksa menjadi rahasia dan itu justru membuatnya merasa bersalah. Hari ini adalah jadwal konseling untuk siswa kelas XI IPA-3. Seperti biasa, siswa menunggu giliran untuk di panggil ke ruangan yang cukup menegangkan itu. Dan justru banyak siswa yang menghindar agar tidak masuk ke ruangan konseling atau biasa disebut oleh sebagian siswa sebagai ruang kandang macan. Alih-alih menghindar, tetapp

    Terakhir Diperbarui : 2021-04-02
  • Bed Friend   11

    Pagi ini Lisa lagi lagi harus berangkat lebih awal karena harus mengikuti jadwal ayahnya yang sedang ada meeting lebih awal dengan kliennya hari ini. Sesampainya di kelas ternyata Jenni dan juga Rose belum juga datang. Dan untuk menghilangkan rasa bosannya, Lisa akhirnya memutuskan untuk berdiri di depan kelasnya sambil melihat-lihat siswa yang lalu lalang di lapagan. Di ambilnya handphone miliknya yang di simpan di saku bajunya. Setelahnya, Lisa membuka laman instagramnya dan memeriksa pemberitahuan yang masuk. Ternyata ada begitu banyak like dari foto yang diunggahnya semalam. “Yaaa kita ketemu lagi,” ucap Jimmy sambil menghampiri Lisa yang sedang sibuk dengan handphonenya. Mendengar hal itu, Lisa pun menghentikan aktifitasnya di i*******m dan beralih melihat ke arah Jimmy. “Sudah gue bilang kan Lis kalau kita itu benar-benar jodoh,” ucapnya lagi sambil memamerkan deretan gigi putihnya. “Jodoh apaan coba Jim, maksud lo apaan sih ? bukannya emang tiap hari lo lewat kelas gue sebelum

    Terakhir Diperbarui : 2021-04-02
  • Bed Friend   12

    “Nggak banyak sih. Hanya apa yang akan gue lakukan dan jurusan apa yang bakal gue ambil nanti di universitas. Hanya hal-hal biasa kayak gitu kok.” “Terus? Lo mau jadi apa kedepannya Lis?” “Ha ? Gue ? Lo kan tahu sendiri sebenarnya...” Belum sempat Lisa melanjutkan jawabannya tiba-tiba Rose berteriak memanggilnya. “Liss, Liss, Lisa. Sumpah gue capek banget lari buat ngejar lo.” Ucap Rose sambil mengatur nafasnya yang tak beraturan karena kelelahan berlari. “Lihat nih si calon mahasiswa jurusan seni. Yang selalu menonjol seperti biasanya.” ucap Jimmy sambil melihat ke arah Rose yang sedang ngos-ngosan. “Hei, lo itu harus hati-hati yah dengan ucapan lo. Siswa yang lainnya nanti ada yang nggak suka atau bisa saja tersinggung,” jawab Rose masih dengan napas yang tidak beraturan. “Lo berdua mau kemana ?” tanya Lisa. “Seperti biasa gue mau ke tempat les, dan rencananya sih gue mau mampir ke tempat les seni sekalian lihat-lihat dulu kalau oke gue mau ambil kelas seni buat persiapan mas

    Terakhir Diperbarui : 2021-04-02
  • Bed Friend   13

    Seperti linglung seolah berjalan tanpa arah. Orang-orang datang lalu pergi dengan mudahnya seperti permisi ke jamban saja. Menciptakan rasa cemas sekaligus takjub. Hidup dalam segala pengharapan benar-benar bagaikan menggali lubang kubur sendiri. Tak ada yang sungguh setia selain kesedihan. Meski dia menyakitkan namun tidak seperti kesenangan yang kerap kali datang lalu tiba-tiba hilang tanpa pamit. Hari yang cukup panjang untuk sebuah hubungan yang akhirnya berakhir di tengah jalan. Lagi dan lagi sungguh tak ada yang benar-benar abadi di dunia ini. Segalanya selalu saja berputar pada rotasinya, menunggu giliran untuk akhirnya di tinggalkan ataupun meninggalkan. Jenni yang baru saja diputuskan oleh kekasihnya atau lebih tepatnya diselingkuhi oleh kekasihnya hari ini masih saja merenungi nasibnya yang sedikit sial itu. Masih pagi-pagi sekali, tapi wajahnya sudah sangat tampak suram karena terlalu banyak menangis sehingga menjadikan matanya bengkak dan memerah. Melihat keadaan Jenni, t

    Terakhir Diperbarui : 2021-04-03
  • Bed Friend   14

    “Tuh kan gue lagi, gue lagi.” Rey pun mulai mengatur posisi yang menurutnya bagus. Di ikuti teman-temannya yang lain serta Jenni yang sedang sibuk mengatur angel yang menurutnya cantik. “Satu, dua, Tiga cekret cekret cekret” “Lagi dong” pinta Jenni dengan wajah manjanya. “Satu dua tiga.” “Eh udah, kayaknya udah cukup deh. Capek juga yah padahal kan hanya berfose doang,” ucap Lisa. “Gue lihat hasilnya dong Rey.” “Tunggu Rose, ini juga gue mau lihat dulu.” “Wah yang ini lucu nih,” ucap Jenni. “Yang ini juga,” sambung Rose. “Gue yakin sih tanpa lihat fotonya pasti hasilnya bakalan lucu karena ada gue di situ” ucap Jimmy kepedean. “Idih najiss,” ejek Jenni. Jenni menzoom foto tersebut dan alhasil mendapati muka Lisa yang sedang bergaya lucu. Dengan mata yang membelalak lengkap dengan bibir yang disengaja dimonyongkan. Melihat hal itu, Jenni langsung tertawa terbahak-bahak. Ia sungguh tidak sanggup melihat wajah memalukan Lisa itu. “Liat deh ekspresinya Lisa di foto. Sumpah gue

    Terakhir Diperbarui : 2021-04-03
  • Bed Friend   15

    “Ahhhh sumpah gue senang banget pake ngeeet ngeeet deh pokoknya. Tuh cowok ganteng abis, gila sih. Kayaknya Tuhan lagi ngirim dia buat gue deh,” ucap Jenni sambil memegang kedua pipinya dan membayangkan lelaki yang dilihatnya tadi. Rey yang tadinya sibuk dengan gamenya langsung melongo kaget melihat perubahan suasana hati Jenni. Setelah membeli eskrim bersama Lisa dan Rose ia terlihat begitu bahagia. “Apa yang terjadi, teman lo ini enggak kesurupan kan di dalam sana ? kali aja hantu centil yang nyangkut di toko malah hinggap di tubuh Jenni,” ucap Rey kebingungan. Lisa dan Rose hanya tersenyum menyaksikan kehebohan Jenni serta kebingungan Rey. Keduanya terus saja menyantap es krimnya tanpa sedikit pun memberikan penjelasan kepada temannya. “Rey lo tahu jungkook ?” tanya Jenni dengan wajah berseri. “Enggak, emang itu apaan. Makanan model baru yah ?” “Whattt apa lo bilang ? makanan ? bisa-bisanya lo sama-samain jungkook sama makanan. Lo kira apaan. Makanya update dong, jangan game

    Terakhir Diperbarui : 2021-04-29

Bab terbaru

  • Bed Friend   32

    Hari jumat adalah hari nerakanya bagi siswa dan siswi SMA NUSANTARA. Di sekolah telah ditetapkan aturan baru. Untuk hari jumat di adakan kegiatan bersih-bersih. Atau istilah kerennya adalah jumat bersih. Setiap siswa dan siswi di haruskan untuk membersihkan kelas dan juga halaman sekolah sebelum melaksanakan kegiatan ekstrakulikuler sekolah.Dan untuk hari jumat kali ini Rey dan juga Vie mendapatkan tugas untuk membersihkan kelasnya. Keduanya tengah memegang sapu di tangannya masing-masing. Dengan telaten Vie menyapu lantai kelasnya itu. Rey pun mencoba untuk membantu.Melihat Vie yang begitu semangat membersihkan membuat sikap jail Rey bangkit. Dengan jailnya ia berjalan mengikuti cara berjalan doraemon, mendekat ke arah Vie dan menunjuknya dengan menggunakan sapu yang di pegangnya tadi.“Sapu kejujuran. Pertanyaan kali ini terkait dengan klub basket. Yahh pemain fenomenal Vie. Gue dengar lo berubah pikiran yah dengan turnamen yang gue bilang tempo hari ? apakah itu benar adanya ?”Vi

  • Bed Friend   31

    Jenni menyantap mie ayam pesanannya. Hari ini ia benar-benar sangat lapar karena kelelahan berolahraga tadi pagi dan belum sempat makan. Istrahat kali ini ia hanya bersama dengan Rose. “Lihatlah, Lisa lagi lagi melewatkan makan siangnya dan hanya tertidur. Gue jadi sebbel sendiri kalau liat dia akhir-akhir ini tahu nggak Rose. Bukan apa-apa sih tapi gue khawatir dia kenapa-napa.”“Itu karena dia kelelahan aja Jen.”“Bukan kelelahan Rose tapi karena dia terlambat tidur dan harus bangun pagi-pagi. Dia seharusnya tidur terlambat dan datang terlambat juga. Jadi tidak mengantuk gitu di sekolah.”“Tapi Lisa kan nggak mau telat lagi Jenn.”Tidak, tidak se...”Pembicaraan Jenni berhenti ketika ada seorang siswa lelaki yang datang menghampirinya.“Jenni!”“Apaan sih, bikin kaget aja lo.”Lelaki itu lantas duduk di kursi samping tempat duduk Rose, berhadapan dengan Jenni.“Ini tentang temanmu itu lo.”“Siapa ? dia ?” menunjuk Rose dengan matanya.“Bukan, bukan dia. Temanmu yang satu lagi.”“Ohhh

  • Bed Friend   30

    "Kenapa tidak ?”“Pokoknya tidak ada alasan apapun,” ucap Vie tegas.“Ayolah aku mohon,” ucap Rey dengan wajah yang memelas.“Gue nggak mau pergi Rey. Lo maksa mulu yah.”“Lo kan udah janji sama gue Vie. Gimana sih. Lo ngeselin deh lama-lama,” ucap Rey kesal dengan sikap acuh Vie kepadanya. “Untuk memberitahu gue kenapa lo main basket sendirian,” lanjutnya.Vie menoleh, melihat ke arah Rey. Menatapnya dengan tatapan penuh tanya. “Kapan gue berjanji.”Ucapan Vie barusan sontak membuat Rey melihat ke arah Vie dengan ekspresi kaget. Matanya melotot sempurna. “Astaga! Lihatlah orang ini. Sekarang malah pura-pura lupa segalanya.” Rey menggeleng-gelengkan kepala, heran dengan tingkah Vie.“Gue sebenarnya nggak suka tim,” jawab Vie akhirnya.“Apa ?”“Gue nggak suka tim. Ada batasan dan semuanya benar-benar rumit. Lo harus siap untuk bersaing diantara teman lo sendiri,” ucapnya sambil terus fokus dengan buku yang terletak di mejanya.“Hei, itu hanya sebuah klub. Itu bukan dunia mereka sendiri.

  • Bed Friend   29

    Pukul 07.15 pagi, Lisa sudah berjalan memasuki gerbang sekolahnya. Sedangkan Vie menunggunya di lapangan. Berbeda dari hari sebelumnya, kali ini ia datang lebih awal. Malahan, sangat awal dari biasanya. Berkat Vie yang menerornya pagi-pagi sehingga Lisa yang biasanya telat bangun hari ini dapat datang ke sekolah lebih cepat dari sebelumnya.Dengan sedikit lari-lari kecil, ia menghampiri Vie yang tengah duduk di kursi taman sekolah. Menyadari keberadaan Lisa, membuat Vie bangkit dari tempat duduknya dan berjalan menyelaraskan langkah dengan Lisa.Kali ini Vie tidak langsung menuju ke kelasnya. Ia mengikuti Lisa yang masuk ke kelasnya. Meliriknya yang sembari duduk di kursi. Lisa yang menyadari dirinya sedang diperhatikan, akhirnya mencoba melihat ke arah lain. Bertingkah biasa saja.Lima menit telah berlalu, namun Vie tetap saja bolak balik di dekat papan tulis kelasnya. Mencoba melihat-lihat isi ruangan itu. Dan jika tak di perhatikan oleh Lisa, ia mencuri-curi pandang hanya untuk meny

  • Bed Friend   28

    “Mungkin akan lebih keren lagi jika kalian berdua dicap sebagai siswa yang putus sekolah,” Rey pun ikut nimbrung. “Benar juga, putus sekolah kayaknya terdengar bagus, Rey. thanks yah untuk saran yang lo kasih buat kita,” ucap Lisa sambil menunduk melihat ujung sepatunya. Rey menunjuk Lisa dengan telunjuknya, melihat ke arahnya. “Kayaknya lo harus berangkat sekolah dengan Vie. Dia kan tidak pernah terlambat. Bahkan sekalipun tidak pernah.” Menyadari dirinya sedang disebut-sebut sontak membuat Vie menoleh ke arah Rey dengan mata melotot. Namun Rey hanya tersenyum manis seolah tak membuat kesalahan sedikit pun. “Oh ya ? emang iya Vie ?” tanya Lisa penasaran sambil menatap Vie dengan begitu serius, seolah menunggu jawaban darinya. Vie hanya menganggukkan kepala, malu dengan tatapan mata Lisa barusan. “Pak disiplin gitu lo,” puji Rey lagi. pelan-pelan ia menepuk bahu Vie. Lisa yang mendengar hal itu hanya tertawa kecil, lucu melihat Vie yang tampak begitu malu-malu padanya. Sungguh l

  • Bed Friend   27

    Pertanyaan Jenni sontak membuat Vie terdiam sejenak. Mencoba mencari alasan yang tepat. “Komputer di rumah lagi di pake sama kakak gue, makanya gue akhirnya memutuskan untuk main di sini aja.” “Lo punya kakak ?” ucap Rey dan juga Jenni kompak sambil melototkan matanya. Kaget. Vie berpaling, melihat ke samping menyaksikan temannya yang begitu heboh. Dengan lugunya Vie menganggukkan kepala. “Ya,” jawabnya. Setelah mendapatkan jawaban, Rey akhirnya mengadari tindakannya barusan. Mendadak ia baru ingat kekesalannya kepada Vie, dengan cepat ia beralih fokus ke komputernya dan melanjutkan permainan. “Ehem.” Menyadari kecanggungan antara keduanya. “Vie lo masuk yah, udah gue undang.” “Sudah gue bilang, biar gue yang kerumah tingkat dua itu,”ucap Rey kesal. “Pokoknya siapa cepat dia dapat,” Jenni membalas dengan ketus. “Oke pistol mitraliur.” Sambil tertawa tanggung Rey kembali mengejek Jenni. “Lo suka sampah yang seperti itu ?” ucapnya. “Lalu, apa yang udah lo temuin.” Sambil menoleh

  • Bed Friend   26

    “Sorry yah karena gue sudah memasukkan orang yang begitu amat hebat ke dalam tim. Gue selalu membiarkan kalian tiap kali menjailiku...” Belum sempat Rey menyelesaikan ucapannya, Vie langsung mendonggakkan kepalanya, pandangannya melihat ke arah Rey. “Lo pikir gue bakal diam aja ? Lo nggak bisa dengar yah ? Diam bangsat,” teriak Vie sambil berjalan maju mengampiri Rey dan menarik kerah bajunya dengan kasar. Baru saja Vie akan melayangkan tinjunya ke wajah Rey, tiba-tiba guru olahraga datang menengahi perkelahian itu. “Hei apa yang kalian lakukan ?” teriaknya sambil berlari memisahkan Rey dan juga Vie yang sudah emosi. “Ada latihan futsal, berkemaslah. Ini bukan tempat untuk uji kekuatan tinju,” lanjutnya. Vie akhirnya meninggalkan ruangan itu, Jimmi mengejarnya dari belakang. Sedangkan Rey bersiap untuk latihannya. Jimmi berlari menghampiri Vie yang sedang duduk di taman sekolah sambil meminum kopi dinginnya. Dengan senyuman khasnya ia mencoba menghampiri, duduk di samping Vie

  • Bed Friend   25

    Dengan langkah cepat Vie berjalan menuju ruang guru. “Permisi pak!” ucapnya setelah membuka pintu dengan pelan. Sambil melihat ke sekeliling ruangan, ia lalu berjalan menuju meja guru olahraga di mana guru yang sedang sibuk dengan pekerjaannya yang menumpuk di atas meja. “Hei, ada perlu apa ?” tanya guru olahraga yang tengah sibuk menulis laporan ujian siswa. Dengan penuh keyakinan Vie akhirnya mengucapkan kalimat yang sudah lama dikonsepnya ketika dalam perjalanan menuju ke ruang guru itu. “Hapus namaku dari daftar tim futsal Pak!” ucapnya dengan begitu terburu-buru. Hening. Guru itu hanya memandangi Vie dengan ekspresi kebingungan. Begitu lama berpikir hingga guru itu memberikan respon. “Ya nggak bisa lagi, harusnya sebelum di kumpulkan itu harus di hapus jika memang tidak mau ikutan. Daftrar pemainnya sudah bapak kumpul ke panitianya. Memang apa masalahnya dengan itu ?” tanya guru penasaran. “Jadi saya harus ikut pertandingan pak ?” ucapnya dengan nada yang semakin menurun. “Iy

  • Bed Friend   24

    Kini ujian telah benar-benar berlalu. Banyak cerita suka dan duka yang membekas di sana. Namun di antara semua yang berlalu itu tentu takkan bisa kembali lagi. Hanya bisa di simpan di dalm ingatan untuk kemudian menjadi sebuah pengalaman hidup. Kita, takkan pernah percaya betapa hebat dan kuatnya kita, sebelum melewati segalanya sendiri. Dan kini Lisa percaya bahwa pelajaran terbaiknya selama menjadi manusia adalah pengalaman hidup. Rey baru saja keluar dari ruang guru, baru saja habis menemui guru olahraga. Satu minggu kedepan akan diadakan PERSENI sekolah. Sekumpulan perlombaan olahraga antar kelas. Kali ini Rey mendaftarkan diri untuk ikut kompetisi futsal. Rey tersenyum entah kepada siapa. Ia berjalan pelan sambil bersiul ria menuju kelasnya. Ternyata belum banyak siswa yang datang. Dengan entengnya ia menarik kursinya dengan menggunakan kaki kanannya. Lalu kemudian duduk. Dengan senyum manisnya Rey memutar punggungnya dan melihat ke arah suara yang memanggilnya. Tampak jelas di

Pindai kode untuk membaca di Aplikasi
DMCA.com Protection Status