Tiga hari berlalu, dan selama tiga pagi pun Rae menyantap sarapan paginya di meja makan. Hidupnya sedikit tenang karena ia sama sekali tidak melihat kemunculan Gerardo dimana pun. Tapi sebaik apa pun ia berusaha, tetap saja ia merasa penasaran denga keberadaan pria itu.
Pagi ini, Rae kembali ke maja makan dengan santai. Gerardo masih belum kembali, bahkan Dnate ikut menghilang bagaikan di telan bumi. Rae berjalan melewati beberapa pelayan sampai akhir duduk dan langsung di sambut pelayan yang khusus melayaninya di meja makan.
“Nyonya, tuan masih belum kembali. Beliau menitipkan pesan ini untuk anda,” pelayan tersebut memberikan secarik kertas, seperti surat tapi leboh cocok di sebut sebuah note.
“Ya! Aku akan melihatnya setelah aku memiliki waktu.”
Ia melanjutkan sarapannya, tapi tiba-tiba saja Rae mendengar seorang pelayan berbisik-bisik mengenai sorang pria yang semalam di bawa Dante dengan di seret paksa dalam keadaan mabuk bera
Malam ini bulan menyala dengan begitu terang, Rae berdiri di balkon kamarnya menikmati keindahan tersebut. Rae merasa bosan, seharian ia berusaha untuk menyusun rencana, tapi semuanya berujung dan bertumpu pada satu titik yang sama—yaitu Gerardo.Itulah sebabnya Rae ingin membersihkan isi kepalanya dengan melihat cahaya bulan. Semakin lama, semakin terang.Sampai tiba-tiba deru mesin mobil membuat fokus Rae terpecah. Ia melihat pada gerbang di bawah sana. Dua orang penjaga membuka gerbang dan masuklah mobil mewah tersebut, Rae bisa melihat dengan jelas siapa pengemudinya.Ia tersenyum, Rae lantas bergegas menuju bawah, ia setengah berlari untuk menyambut kedatangan Gerardo.Sungguh manis, tapi itu bukan gaya dari seorang Rae Catalina.“Tunggu!!” Rae berteriak dari atas anak tangga pada pelayan yang berniat membuka pintu. Rae setengah berlari menuruni tangga, “Pergi!! Biar aku yang membuka pintu untuknya.”&ldquo
Rae saat ini sedang diam di dalam kamarnya, ia kembali membuat sebuah rencana. Meskipun kepalanya sangat sulit untuk berpikir, tapi ia berusaha mengingat Claretta dan membangkitkan amarahnya.Karena tanpa Rae sadari, Ia sudah bermain hati dan ini tidak baik untuknya. Ia selalu saja menggunakan hati dalam setiap tindakkan yang akan dilakukannya, dan itu sangat bersebrangan dengan jiwa Rae.“Apa yang sedang kau lakukan?” suara Gerardo terdengar jelas di ambang pintu.“Apa kau tidak bisa mengetuk pintu sebelum masuk? Jangan lupa, jika ini kamar milikku, Tuan Gerardo.”“Baiklah, apa aku harus mengulang? Keluar, mengetuk pintu dan menunggu jawaban dari istriku?” katanya sambil melangkah masuk.Rae hanya mendelik sebal, rasanya selalu sulit untuk bisa kembali menjadi dirinya. Terlalu banyak berpura-pura dihadapan Gerardo membuat ia semakin nyaman dengan sikapnya sendiri, yang terkesan benci dan jaul mahal.Tidak
Rae berniat untuk pergi, tapi sayangnya yang terjadi adalah Rae jsutru di bawa menuju ruangan gelap yang sama dengan cara yang begitu romantis. Gerardo menggendong Rae dengan gaya bridal style, membuat beberapa orang terkejut, sedangkan Dante, dia hanya tersenyum.“Turunkan aku!!” bisik Rae dengan penuh penekanan.“Ini adalah pelajaran pertama untukmu! Jadi ingat, jangan pernah lagi membantah atau pergi sebelum aku selesao bicara.”Rae terpaksa mengangguk, ia tidak ingin terus ada dalam pelukan Gerardo dan menjadi bahas tertawaan. Meskipun sebenarnya tidak ada yang berani menertawakannya.Setelah berhasil menginjak lantai, Rae dengan cepat menjaga jarak dengan Gerardo. Tapi sosok dengan kepala terbungkus kain hitam itu membuat jantung Rae berdegup begitu kencang.‘Teo?’ batin Rae.Tanpa sadar, ia terus melangkah dan mendekati kursi dimana pria itu berada. Dengan gerakan cepat, Rae menarik penutup kepalanya
Rae memperhatikan reaksi semua orang dengan seksama. Dua pria yang ada di antara mereka bersikap santai, tapi Star sebaliknya. Tangan gadis itu gemetar ketakutan saat melihat Rey tidak sadarkan diri dan Ia mulai mendekatinya perlahan.“Lemah!” cibir Rae dengan suara keras.Tapi sayang tidak ada yang peduli akan hal itu.“Apa menurutmu ini sudah cukup?” Gerardo tiba-tiba saja mendekati Rae dan memeluk pinggangnya dengan begitu posesif, seakan ia sedang mempropokasi Rae untuk berbuat lebih jauh.“Jangan mencuri kesempatan dalam kesempitan, Tuan Gerardo!” ujarnya dengan tegas.Gerado lantas mengangkat tangannya dan tersenyum nakal pada Dante yang setia memperhatikan interaksinya dengan Rae.“Habisi dia!” pinta Rae.“Biar Star yang melakukan itu, dia yang ingin melakukannya!” timpal Gerardo cepat.Rae memalingkan wajahnya, melirik Gerardo dan menatapnya dengan lekat. Rae t
“Selamat pagi, tuan.” “Ya! Dimana Dante? Katakan padanya aku ingin bicara, aku tunggu dia sekarang juga!” “Maaf tuan, tapi Dante kemarin pergi dan ia meminta izin untuk kembali besok.” Gerardo hanya diam tak berkata apa-apa. Ia ingat, mungkin Dante tidak meminta izinnya karena memang dia masih tidak sadarkan diri karena mabuk kemarin malam. “Baiklah, siapkan sarapannya!” “Apa saya harus memanggil nyonya sekarang?” Gerakan tubuh Gerardo terhenti saat ia mendengar pelayan itu menyebut ‘nyonya’ dan Gerardo tahu siapa nyonya yang mereka maksudkan. “Cepat, siapkan sarapan untukku!!” serunya. Pelayan itu melayani Gerardo dengan hati-hati. Ia bisa melihat jika pagi ini sang tuan seperti tidak bersahabat. Roti panggang dengan selai kacang menjadi sarapannya pagi ini. “Silahkan tuan.” Dengan begitu malas, Gerardo memotong rotinya. Bahkan terlihat sangat sulit, seperti ia sedang memotong daging alot di atas piring
Seorang pria dengan pakaian perlente saat ini sedang berdiri bersama para jajaran pria-pria kaya yang sama sekali tidak pernah kekurangan uang dalam hidup mereka. Tapi sayangnya kehadiran pria itu tidak lain hanya menjadi sebuah parasit, yang tidak pernah diinginkan.Alex—pria itu bernama Alex. Dia adalah pria kelas bawah yang berada diantara mereka, manusia yang bergelimang harta.Dengan begitu pintar Alex bergaul, menunjukkan sebuah kualitas kelas atas untuk menutupi dari mana ia berasal. Sampai akhirnya, saat mereka sadar jika Alex hanya sebuah parasit, maka semua sudah terlambat.“Aku sudah menjarah semua isi dompet dan tas milik pria kaya itu, hahah...” ia tertawa karena malam ini begitu beruntung, uang yang ia dapatkan alangkah begitu banyak. Lantas Alex melempar tas dan dompet itu kesembarang arah.Katakan saja jika saat ini Alex selalu beruntung. Dari mereka yang sudah ia ambil harta bendanya, sama sekali tidak pernah mengusut sa
“Hallo?”“Dimana kau?”“Aku sudah mengatakan jika aku akan pulang pada pelayan setiamu. Aku kira dia akan menyampaikannya padamu,” suara Dante begitu santai, seakan ia sedang berada dalam hati yang gembira, berbanding terbalik dengan Gerardo yang saat ini seperti benang kusut dan belum menemukan titik untuk bisa kembali sesuai dengan keinginannya.“Jam dua siang aku tunggu di Mansion!”“Tapi Ger...”Tuttt....Panggilan itu diputus secara sepihak, tentu saja Gerardo yang melakukan hal itu. Jika dulu ada dua orang yang bisa Ia andalkan—Teo dan Dante, sekarang ia hanya memiliki Dante.Banyak anak buah yang bisa Ia jadikan orang kepercayaannya, tapi sangat sulit untuk bisa percaya pada mereka. Bahkan Teo, yang sudah jelas lama bersamanya ternyata adalah mata-mata dan bodohnya Gerardo tidak pernah tahu hal itu.“Tuan, kita akan kemana?”“Kemba
Gerardo terus saja menghentak inti tubuhnya. Ia sama sekali tidak peduli dengan Rae yang saat ini sama sekali tidak merespon dan terus berusaha untuk menunjukkan jika ia kuat, bagaimanapun Gerardo memperlakukannya.“Aku akan membuatmu mengerti! Aku sudah memberi sebuah kesempatan untuk bisa bebas dari tempat ini,” katanya dengan tersengal.“Tapi kau memilih untuk tetap di sini bersama ku!”“A-aku tidak akan menyerah!” balasnya dengan berani, Rae sudah tidak bisa merasakan lagi menahan dirinya, sebaik apa pun ia bertahan lelah dan perih pada bagian inti tubuhnya mulai terasa.“Tidak ada kesempatan kedua! Mulai detik ini kau sudah kehilangan hak atas hidupmu sendiri. Kau adalah budak ku!!” tegasnya dengan mendorong tubuhnya untuk semakin menyatu dengan Rae.Rae mencengkram kain di bawahnya dengan kuat saat Gerardo mendesaknya semakin dalam dan menumpahkan semua benih-benihnya.Selesai menuntaskan
Lagi, lagi dan lagi, Rae dibuat terkejut dengan kenyataan yang ia temukan malam ini. Bukan mengenai kemewahannya, namun karena jarak antara Mansion Gerardo dan kediaman di mana wanita itu berada tidaklah sejauh yang Rae bayangkan.“Jangan berusaha untuk mengecohku! Ini bukanlah tempat yang akan kau datangi bukan?” Rae menekan urat leher pria itu dengan senjata kecil. Sangat kecil, tapi dengan racun yang memastikan.“Ti-tidak! Ini adalah kediaman Nona dan aku memang diminta untuk membawamu ke tempat ini,” jelasnya. Tapi Rae tetap tidak percaya begitu saja.Diam-diam, pria itu meraih ponselnya dan berniat untuk mengabari Nona tetunya, namun Rae bukanlah wanita bodoh yang tidak mengerti mengenai trik murahan seperti ini.“Jadi kau ingin bermain-main denganku? Cepat hubungi dia dan loud speaker!”“Ba-baik …”Sikap pria di hadapannya ini sangat mencurigakan untuk sekelas penjahat. Ya, dia ter
“Gerard! Rae berlari mengejar sebuah mobil,” beritahu Dante.Tanpa berpikir Panjang, Gerardo bergegas keluar menggunakan mobil. Ia melaju dengan kecepatan tinggi dan setelah puluhan meter ia menemukan Rae yang sedang berjalan dengan langkah gontai.“Apa yang kau lakukan di sini, Nona Catalina? Apa kau sudah gila?” Gerardo berteriak, menghakimi Rae tanpa tahu apa yang membuatnya berlari begitu jauh seperti orang bodoh. Gerardo turun dan segera menopang tubuh Rae yang hampir saja jatuh.Rae dibawa ke dalam mobil dengan cepat, napasnya tersengal-sengal, ia lelah. “Kejar dia, Tuan Gerard! Dia orangnya. Wanita itu …”“Rae, tenangkan dirimu!” Gerardo menangkup wajah Rae, membuat istrinya itu sadar di mana mereka berada saat ini. “Tenang! Jangan terpancing,” bisiknya pelan.“Aku melihatnya! Di-dia adalah …”“Sstttt … Aku tahu dia adalah wanita itu.&rd
Dua hari telah berlalu, Rae terus saja mempersiapkan diri dengan segala senjatanya yang mematikan. Ia bahkan kembali melatih tubuhnya saat malam tiba dan terlelap saat menjelang pagi. Gerardo berusaha untuk membuat Rae istirahat, namun istrinya itu tidak pernah ingin diatur.“Jangan seperti ini, Nona Catalina! Kau bisa jatuh sakit,” Gerardo mencekal tangan Rae yang berniat ingin kembali memukul samsak, dan satu tangannya mencegah benda itu agar tidak mengayun pada tubuh Rae.“Cukup! Simpan tenagamu.” Gerardo kembali melunak. “Kita tidak tahu kapan, dari mana dan bagaimana mereka menyerang.”“Itulah alasan kenapa aku tetap seperti ini. Aku harus terjaga!”Gerardo mengerti apa yang Rae maksud, namun jika terus dibiarkan Rae bisa tumbang sebelum berperang.“Pergerakan mereka terhenti! Aku tidak tahu apa yang sedang terjadi, tapi ini begitu mencurigakan,” jelasnya kemudian.Rae terdiam,
Dua pekan kepergian Alex masih menyimpan banyak luka untuk Gerardo dan Kalia. Ada dendam yang belum terbalaskan dan ini begitu menyiksa.Kemana, di mana dan pada siapa mereka harus meluapkan semunya? Tidak ada jawaban pasti.“Jaga Mansion ini, aku mungkin kembali satu pekan lagi,” ujar Gerardo pagi ini.“Tidak! Aku tidak ingin memikul beban yang berat. Jaga sendiri Ibumu!” Rae berkata ketus. Bukan tidak ingin, namun Rae takut jika harus menjaga Kalia. Apapun bisa terjadi dan Rae tidak bisa menduga itu.“Kau tidak ingin menolongku, Nona Catalina?” suara Gerardo terdengar marah, ini bukan masalah besar untuk Rae.“Ya! Aku takut jika terjadi sesuatu dan aku harus kembali kehilangan. Aku tidak bisa!”Gerardo menarik napas dalam, apa yang Rae katakan begitu mengusiknya. Rae Catalina sudah terlalu sering merasa kehilangan dalam hidupnya dan sekarang ia menolak, hatinya takut untuk mengalami hal yang
Panggilan itu terputus, lebih tepatnya Alex yang mengakhiri perbincangan dengan Kalia. Posisinya sudah terlalu terjepit, artinya Alex tidak memiliki banyak waktu sekarang.“Maafkan aku, Kalia, tapi ini yang terbaik untuk menebus semua dosa-dosaku.”Alex menaikan kecepatan mobilnya dan melesat meninggalkan dua mobil yang terus berusaha untuk mencelakainya. Sampai di sebuah jalanan sepi, Alex menghentikan mobilnya. Pria tua itu berdiri di depan mobil dengan membawa senjata laras Panjang. Ia menantang mereka.‘Inilah waktunya. Selamat tinggal, Kalia.’“Kau masih punya nyali yang besar ternyata,” cibir anak buah Nona.“Aku tidak akan pernah takut! Karena ini sudah waktunya bagiku berhenti dan mati.”“Ahaha … Jika itu yang kau mau, aku akan mengabulkannya dengan senang hati pak tua.”“Tunggu! Tanyakan dulu apa keinginan terakhirnya?” ujar salah satu dari anak bu
Gerardo menuruni tangga dengan wajah yang sedikit gelisah. Apa yang Rae katakan mengenai situasi yang tiba-tiba saja berubah sepi. Banyak kemungkinan yang bisa terjadi, termasuk penyerangan lebih besar dan menggila. Namun pikiran itu buyar seketika saat ia mendengar suara yang tidak asing di telinganya.“Apa kabarmu, anakku?” Alex berdiri, ia menatap putranya dengan mata yang berembun.“Aku baik-baik saja,” jawab Gerardo saat mereka berhadapan.“Gerard …” suara Alex tiba-tiba saja tertahan, rasa kecewa pada dirinya sendiri tiba-tiba menyeruak dan membuat pria tua itu sesak. “Maafkan ayah, Gerard.”Untuk pertama kalinya Gerard melihat sikap Alex selemah ini. Pria itu yang sejak lama mengajarkannya untuk selalu bersikap kuat tanpa mengenal kata lelah dan menyerah. Namun hari ini, pria yang sama bahkan mengucapkan kata maaf itu dengan suara begitu pelan.“Kenapa?” tanya Gerardo. &ldquo
“Apa yang kau lakukan pada mereka?” Kalia berdiri dengan wajah penuh amarah. Sejak awal, ia mencurigai jika suaminya terlibat dengan kasus penyerangan yang terjadi pada Gerardo. “Aku sudah memintamu untuk berhenti dan menjauh dari wanita itu, tapi kenapa kau kembali?” Lanjutnya lagi. “Kau tidak akan mengerti!” sahutnya dengan melangkah pergi. Sebagai seorang ibu, Kalia tidak ingin terjadi sesuatu pada putranya, meskipun ia tahu jika Gerardo bisa melindungi dirinya sendiri. Tapi ini sudah keterlaluan, Kalia tidak bisa diam saat melihat suaminya melakukan hal yang bisa menyakiti Gerrado dan menimbulkan perang keluarga. “Tunggu, Alex!” “Apa lagi, Kalia? Apa kau ingin aku berhenti dan membiarkan hidup Gerardo hancur dengan terus bersama wanita itu?” Alex menunjukkan sikapnya saat itu. “Rae bisa saja menghabisi putra kita kapan saja. Apa kau menginginkan itu, Kalia?” “Hah … Apa yang kau ketahui tentang mereka, Alex? Apa kau tahu jika mereka sudah s
Satu pekan telah berlalu dan Rae tetap menyimpan pesan yang tertulis dari surat kaleng itu. Namun tidak dapat dipungkiri jika Rae merasa gelisah. Ini adalah pertama kalinya ia melabuhkan hatinya pada seorang pria dan rintangan sudah lebih dulu datang mengusiknya.Tidak ada penyerangan atau teror apa pun lagi, semua berjalan seperti biasa. Bahkan gerbang utama telah selesai di perbaiki. Gerardo semakin memperketat keamanan dan memastikan jika tidak akan terjadi seperti hari itu. Saat melihat Rae terluka, Gerardo merasa separuh napasnya direnggut secara paksa dan ia tidak ingin melihat hal itu terjadi lagi.“Apa yang kau pikirkan, Nona Catalina?” Rae terkejut saat tangan kekar itu memegang pundaknya.“Kenapa mereka bisa ada di paviliun? Apa mereka pernah menikah denganmu?” Pertanyaan ini adalah hal penting untuknya, meski Rae yakin jika Gerardo sama sekali tidak memikirkan itu.Sudut bibir Gerardo sedikit terangkat, tangan kekarnya m
Gerardo berdiri di ambang pintu, tangannya bergerak menekan saklar dan menyalakan lampu utama kamarnya.“Keluarlah dari kegelapan, Nona Catalina.”“Aku tidak tahu cara untuk keluar dari kegelapan! Dan apa aku pantas memasuki dunia baru yang begitu terang?” Rae menatap nyalang Gerardo. Dia, pria yang ingin Rae habisi saat ini menjadi alasan terbesar baginya untuk tetap bisa bertahan.Dengan bantuan tongkat, Gerardo bisa terlihat lebih normal, meskipun seharusnya ia istirahat agar penyembuhan lukanya lebih cepat. Namun itulah Gerardo, ia tidak akan tennag sebelum memastikan jika Rae baik-baik saja.Gerardo melempar tongkatnya, duduk di tepian ranjang, tepat di samping istrinya. Tanpa memita ijin atau berbasa-basi, Gerardo menyentuh pipi Rae dan menghapus air mata yang tersisa di wajahnya.“Buka dirimu. Buka hatimu dan berdamailah dengan keadaan.”“Aku tidak bisa! A-aku, aku ….”Meli