Bab 67Tanpa terasa sudah memasuki bulan ke delapan usia kandungan Lovita. Perutnya yang semakin besar dan membola membuat Lovita mulai kesulitan berjalan.Lovita juga masih bekerja di Best TV. Dia butuh uang untuk hidup dan menghidupi anaknya nanti. Dia juga butuh biaya yang tidak sedikit untuk persalinan. Hanya dari sana sumber dananya. Sedangkan transferan uang dari Leo sudah berhenti sejak beberapa bulan yang lalu. Atau lebih tepatnya sejak hubungan mereka retak lalu lost contact hingga saat ini.Lovita masih sering melihat wajah Leo wara-wiri di media sosial. Atau terkadang jika saat weekend Lovita jalan dengan Gina ke mal, ia juga akan melihat wajah Leo di iklan pakaian, sepatu atau pewarna rambut. "Laki lo tuh, Lov," ujar Gina saat melihat poster Leo. Waktu itu mereka baru memasuki counter kosmetik. Wajah Leo terpampang besar mengiklankan sebuah produk lipstik. Di sana Leo terlihat benar-benar seperti wanita. Tidak ada yang menduga jika dia adalah laki-laki tulen kalau tidak ke
Bab 68"Kamu duduk aja, Lov. Biar saya yang urus," ujar Juna setelah mereka berada di apotik. Setelah mendapat resep dari dokter mereka langsung ke tempat itu untuk mengambil obat.Lovita mengedarkan mata mencari tempat duduk kosong. Sedangkan Juna meletakkan resep obat ke bagian penerimaan resep.Segala ucapan lelaki itu dan sang obgyn di ruangan dokter tadi masih membekas dengan jelas di benak Lovita. Dan itu membuat pipinya kembali hangat. "Emang biasanya nggak ramai ya, Lov?" Juna sudah kembali lalu duduk di sebelah Lovita."Apanya, Mas?""Orang yang ngambil obat di sini," jawab Juna sembari menyebar mata ke sekelilingnya. Sore itu suasana di apotik tidak terlalu ramai sehingga mereka dengan mudah mendapatkan tempat duduk."Random sih, Mas. Kadang ramai, kadang ramai banget. Dan kadang biasa aja kayak sekarang."Juna mengembalikan pandangan pada Lovita kemudian berkata, "Lov, mengenai perkataan saya di ruangan dokter tadi jangan diambil hati ya. Tadi saya hanya asal iyain aja.""
Bab 69Mobil yang dikendarai Juna berbelok memasuki kawasan sebuah pusat perbelanjaan besar. Di dalam sana terdapat berbagai tenant. Mulai dari pakaian, alas kaki, elektronik, kosmetik, sampai perlengkapan bayi. Setelah mendapat tempat parkir Juna membukakan pintu mobil untuk Lovita. Pria itu mengulurkan tangannya, membantu Lovita keluar dari sana. "Kita makan dulu atau shopping?" Juna menanyakan tujuan mereka sembari meninggalkan area parkir.Sejujurnya Lovita lapar. Tapi kalau dia menerima ajakan Juna pasti lelaki itu lagi yang mentraktirnya. Beberapa kali mereka makan bersama Juna selalu menolak untuk dibayari. Setiap kali Lovita hendak mengeluarkan uang Juna lebih dulu mengambil dompetnya."Saya lapar sih, Mas, dan mau makan dulu. Tapi kalau kita makan ada syaratnya, Mas."Dahi pria yang sedang melangkah bersamanya berkerut mendengar ucapan Lovita."Syarat apa, Lov?" tanyanya heran."Saya yang traktir," ucap Lovita lugas.Seketika tawa Juna berderai."Syaratnya kok gini banget?
Bab 70Bagaimana tidak terkejut? Di dalam lift tersebut Lovita bertemu dengan Leo. Pria itu tidak sendiri. Ada Michelle bersamanya. Lovita sontak melepaskan gandengan tangannya dari Juna ketika menyadari arah pandang Leo yang tertuju pada tangannya.Sedangkan Michelle, perempuan itu tidak dapat menyembunyikan rasa terkejut menyaksikan perut Lovita yang menggembung besar."Lo Lovita kan?"Lovita mendengkus di dalam hati. Bagaimana mungkin Michelle bersikap seolah hampir melupakannya setelah begitu banyak hal yang terjadi di antara mereka?"Ya ampun, Lov! Lo lagi hamil?" cerocos Michelle dengan ekspresi yang dilebay-lebaykan seakan menunjukkan betapa syoknya dia. "Kayak yang lo lihat," jawab Lovita membalas pertanyaan retoris tersebut."Emang lo udah nikah lagi? Wow, express banget ya! Perasaan baru kemarin lo cerai tapi sekarang udah hamil. Eh ini laki lo?" Michelle menggeser mata pada Juna yang berdiri di sebelah Lovita. Walau Michelle pernah syuting di studio Best TV tapi perempuan
Bab 71"Gue mau ketemu Lovita," kata Leo to the point.Awalnya Gina bermaksud untuk menceramahi Leo atas segala tingkahnya yang telah menyakiti Lovita. Tapi Gina juga tahu bahwa ia tidak berhak ikut campur terlalu jauh ke dalam urusan keduanya. Biarlah Lovita menyelesaikan urusannya berdua dengan Leo."Siapa, Gin?" tanya Lovita karena sudah terlalu lama Gina berada di depan."Aku."Lovita yang tadinya bermain ponsel mengangkat wajah. Di detik itu juga perempuan itu terkejut ketika tahu siapa yang saat ini sedang berdiri di hadapannya.Leo."Le, kamu di sini?" Lovita masih belum percaya jika pria yang menjadi suaminya itu berdiri tegak di hadapannya."We need to talk, Lov."Lovita mengangguk. Begitu banyak hal yang harus mereka bicarakan, terlebih mengenai hubungan mereka."Duduk dulu, Le.""Di kamar kamu bisa?" Leo ingin tempat yang lebih privat untuk memperbincangkan privasi mereka. Bukan berarti dia menuduh Gina akan menguping.Lovita berdiri dari tempat duduknya kemudian menuntun L
Bab 72"Aku lihat di luar ada banyak kantong belanjaan. Tadi kamu belanja apa aja?" tanya Leo setelah pelukannya dan Lovita terurai."Aku beli perlengkapan untuk anak kita. Lucu-lucu deh. Tadi aku hampir kalap pengen beli semua. Coba sana kamu lihat sendiri."Leo tersenyum. Dibelainya kepala Lovita lalu pria itu bangkit dari duduknya kemudian melangkah keluar kamar. Diambilnya kantong-kantong belanjaan tersebut lalu menjinjingnya kembali ke kamar."Aku buka boleh?""Ya buka aja sih, ngapain minta izin. Kamu kan bukan orang lain kali, Le."Leo membuka kantong berwarna putih dengan logo toko perlengkapan bayi ternama di kota mereka. Seketika aneka pakaian bayi yang lucu-lucu memenuhi ruang matanya. Lovita benar. Pakaian itu lucu-lucu. Imut, mungil, dengan motif-motif menggemaskan. Tanpa sadar seulas senyum bahagia terkembang di bibir Leo. Aneka baju mungil bak baju boneka itu menyadarkan Leo pada satu hal, bahwa tidak lama lagi ia akan menjadi orang tua. Mendadak perasaannya jadi meng
Bab 73Lovita bangun pagi ini dengan penuh semangat. Ia bahkan berepot-repot masuk ke dapur guna menyiapkan sarapan pagi untuk Leo.Nanti Leo akan mengantarnya ke Best TV. Tadi Lovita sempat protes ketika Leo menyatakan keinginannya tepat setelah mereka membuka mata."Lov, nanti aku yang nganterin kamu ya?""Seriously?" Tentu saja Lovita terkejut.Bagaimana jika nanti orang-orang tahu? Bagaimana jika mereka melihat Leo? Tentu mereka keheranan. Berbagai tanya akan datang. Dan Lovita tidak tahu bagaimana cara menjawabnya."Aku cuma sampe di mobil, nggak turun, jadi mereka nggak akan tahu."Barulah Lovita sedikit tenang.Leo sedang mandi ketika Lovita tinggalkan ke dapur. "Masak apa, Lov?" Tangan Leo tiba-tiba sudah melingkari di perut Lovita. Begitu pun dengan dagu lelaki itu yang ditumpukannya di pundak Lovita."Gina kemarin masak nasi banyak banget jadi daripada mubazir dan mumpung lagi ada kamu di sini aku goreng aja."Jadi aku cuma dikasih nasi sisa?" Leo memprotes dengan wajah pura
Bab 74Juna menghubungi Gina, menginformasikan keadaan Lovita saat ini. Beruntung dia pernah bertukar nomor handphone dengan sahabat sekaligus teman satu rumah Lovita.Gina menjawab panggilan dari Juna setelah dering ke sekian."Halo, Mas Juna," sapa lembut gadis itu."Gina, sorry saya mengganggu. Saya mau kasih kabar, Lovita sudah melahirkan.""Astaga, Lovita udah lahiran?Syukurlah, Mas! Tapi kok bisa?!" seru Gina kaget campur senang. Seingatnya hari perkiraan lahiran sahabatnya itu belum dalam minggu ini."Panjang ceritanya dan ada sedikit masalah," tambah Juna."Masalah apa, Mas?" buru Gina ingin tahu dengan perasaan ketar-ketir."Kondisi Lovita lagi kritis. Sampai sekarang dia belum sadar.""Apa yang terjadi, Mas? Terus anaknya gimana?" Gina tidak bisa untuk tidak cemas mendengar informasi mengenai sahabatnya."Tadi Lovita pingsan di mobil saat saat saya akan mengantarnya ke rumah sakit. Dokter terpaksa mengambil tindakan mengoperasi Lovita. Lalu sampai sekarang Lovita masih belum
Bab 84Hal pertama yang dirasakan Lovita adalah rasa berat di matanya bagai diberi perekat. Lalu dengan perlahan-lahan kelopak matanya terbuka sedikit demi sedikit hingga ia benar-benar bisa membuka matanya. Hal berikut yang Lovita rasakan adalah rasa dingin dan kosong.Ia tidak tahu di mana tempatnya berada saat ini. Semua terasa asing.Yang bisa Lovita lakukan adalah menatap ke sekelilingnya sembari berpikir ini di mana tempatnya berada sekarang dan kenapa ia berada di sana."Lov ... Lovita ..." Saat ia tengah bergumul dengan kebingungannya Lovita mendengar suara seseorang memanggilnya, merasuki gendang telinganya.Lovita menggerakkan kepalanya perlahan. Di saat itulah perempuan tersebut menyadari bahwa ia tidak sendiri. Ada orang lain di sebelahnya. Sedang menggenggam tangannya dengan wajah penuh kekhawatiran."Kamu sudah sadar, Sayang?"Lovita tak segera berikan jawaban. Ditatapnya raut gagah berselimut kecemasan itu dengan pandangan kurang yakin."Lov, ini aku Leo, suami kamu. Ka
Bab 83Jerry melunak setelah Leo ceritakan mengenai kondisi Lovita yang kritis dan hingga saat ini tidak sadarkan diri. Setelah penjelasan panjang kali lebar itu Jerry bersedia diajak ke rumah sakit untuk membesuk Lovita. Meski perjalananan tersebut tidaklah semulus itu. Selama di mobil Jerry terus meracau menyesali kebodohan Leo dengan kata-kata kasar."Udah dong, Jer. Pusing kepala gue dengerin lo ngomel melulu," ujar Leo agar Jerry berhenti mengoceh seperti ibu-ibu kalah arisan."Kepala lo cuma sakit kan, Nyet? Ini kepala gue berasa mau pecah mikirin masalah lo yang nggak ada habis-habisnya. Brand udah mutusin kerjasama dengan kita. Lo bakal kena sanksi dan gue ..." Jerry yang sedang menyetir sengaja menggantung perkataannya untuk memberi efek dramatis.Leo menolehkan kepalanya menatap laki-laki itu, menanti apa yang akan disampaikannnya."Gua nggak bakal dapet apa-apa. Gue nggak bakal dapet cuan. Yang ada cuma omelan dan tekanan dari Mas Jackie. Lo sih enak duit lo banyak. Nah gue
Bab 82Taksi yang membawa Leo berhenti di depan gedung apartemennya. Pria itu bergegas keluar dari sana. Tepat di saat itu ponselnya berdering. Leo berdecak ketika menyaksikan nama Jerry di sana. Pria itu tidak berhenti menerornya."Halo.""Di mana lo, Nyet? Gue udah jamuran nunggu lo dari tadi!" Jerry langsung menyembur.Ingin rasanya Leo membalas emosi Jerry dengan kemarahan yang sama. Namun ia tahu dirinyalah yang salah, jadi sekuat apa pun ia melawan hasilnya adalah percuma."Gue udah nyampe," jawab Leo pelan sembari melangkah ke parkiran basement.Tampak olehnya Jerry sedang berdiri dengan tangan berkacak pinggang beberapa meter di depan sana.Leo terus melangkah mendekati lelaki itu. Ketika jarak mereka tidak kurang dari satu meter lelaki itu langsung melayangkan tinjunya memberi Leo bogem mentah bertubi-tubi."Sialan lo, Njing! Lo pikir diri lo siapa? Udah ngerasa hebat? Tanpa gue lo nggak bakal jadi apa-apa. Orang-orang nggak bakal kenal sama lo. Lo nggak lebih dari sekadar sa
Bab 81Mengurus bayi baru lahir seperti Cantik betul-betul menguras energi Leo dan Gina. Apalagi keduanya sama-sama tidak berpengalaman. Hari itu Cantik tidak mandi sama sekali. Gina hanya menyeka anak itu dengan tisu basah. Meskipun Leo sudah mempelajari tutorialnya dari internet tapi ia masih belum berani memandikan putri mungilnya. Begitu pun dengan Gina.Cantik baru saja selesai menyusu. Gina mendapat bagian membuat susunya sedangkan Leo bertugas memegang botol susu."Le, besok lo bisa sendiri kan?" tanya Gina setelah Cantik tertidur. Anak itu sudah kenyang menyusu. Besok Gina ada job pagi. Ia tidak bisa menemani Leo mengurus Cantik."Bisa nggak bisa gue usahain bisalah, Gin.""Terus mandiin Cantik gimana? Gue masih nggak berani. Gue masih nervous parah. Gue takut tiba-tiba aja dia jatuh dari tangan gue.""Gue juga gitu," timpal Leo."Tapi Cantik nggak mungkin nggak mandi dan cuma dilap-lap pake tisu mulu kan?"Keduanya terpingkal menertawai kekonyolan mereka."Gini deh, besok pag
Bab 80Leo tergesa-gesa ke kamar begitu mendengar teriakan Gina. Gadis itu semakin panik karena Cantik yang terus menangis."Gin, ini susunya." Leo memberikan botol susu pada Gina."Udah nggak panas lagi kan?""Nggak, tadi udah gue coba sedikit, udah pas kok."Gina meletakkan Cantik di atas tempat tidur dan mendekatkan ujung dot ke mulut anak itu. Cantik langsung diam begitu mendapat sumber asupannya yang membuat Leo dan Gina merasa lega.Keduanya memandangi bayi mungil itu bersamaan. Ketika susunya habis Cantik kembali menangis."Dia mau apa lagi ya, Le?" Gina bertanya bingung."Mungkin dia masih belum kenyang," duga Leo."Ya udah, lo bikinin lagi."Dengan sigap Leo beranjak ke belakang, membuatkan susu seperti tadi. Tapi ketika kembali memberikannya, Cantik masih menangis dan menolak."Dia kok nggak mau ya? Dia mau apa lagi sih?" Gina kebingungan, begitu pun dengan Leo."Gin, mungkin dia pup."Gina spontan memeriksa dan tertawa ketika mendapati dugaan Leo menjadi kenyataan."Bersi
Bab 79Leo dan Gina sudah berada di rumah. Keduanya sibuk mengurus bayi mungil yang mereka panggil Cantik.Saat ini Cantik sedang tidur dengan anteng di box-nya. Leo dan Gina memerhatikan anak itu sejak tadi. Kulit anak itu putih bersih. Hidungnya bangir. Bibirnya merah."Manis banget. Gedenya pasti bakal jadi idola cowok-cowok." Sejak tadi tidak ada habisnya Gina memuji Cantik."Dan gue nggak bakal ngebiarin cowok-cowok brengsek itu ngeganggu princess gue." Leo menimpali tanpa sadar yang membuat Gina terkekeh."Ini anak masih merah lo udah posesif banget. Gimana gedenya?""Gedenya gue bakal sewa sekuriti buat jaga dia dan nganterin ke mana-mana."Tawa Gina pecah berderai. Ketika Leo melebarkan mata memberi isyarat bahwa Cantik bisa bangun karena kebisingannya barulah Gina menurunkan volume suaranya."Eh, Le, gue baru ingat, kalo ntar Cantik bangun pasti dia minta susu. Sana gih lo beliin susu formula dulu. Jangan lupa beli botolnya juga sama cairan pembersih botol.""Susunya merek a
Bab 78Setelah perdebatan dengan Juna barusan Leo meminta agar pria itu mengantarnya ke ruang bayi.Lantaran kasihan akhirnya Juna mempertemukan Leo dengan anaknya. Walau bagaimanapun Leo adalah bapaknya. Leo berhak atas anak itu.Juna membawa Leo ke ruangan bayi. Mereka masuk ke sana dan berhenti tepat di dekat box seorang bayi perempuan. Bayi itu masih belum memiliki nama. Hanya ada nama Lovita sebagai ibunya serta hari dan tanggal lahir anak itu beserta panjang dan beratnya saat dilahirkan.Leo terpaku di tempatnya berdiri dengan mata menatap sendu pada bayi itu. Bayi berumur dua hari tersebut baru saja terlelap setelah seharian ini terus menangis. Kulit wajahnya putih kemerahan, serupa dengan warna bibirnya. Matanya tertutup rapat sehingga Leo tidak tahu apa warna iris matanya.“Dia baru saja tidur. Sejak lahir dia nggak berhenti nangis. Paling hanya saat tidur kayak gini. Mungkin dia tahu apa yang saat ini sedang dialami ibunya,” kata Juna memberitahu. Juna berdiri di sebelah Leo,
Bab 77Ponsel Leo tidak berhenti berdering selagi lelaki itu di dalam taksi. Jerry tidak berhenti meneror dan tampaknya belum akan puas kalau Leo belum menjawabnya.Melihat supir taksi yang sepertinya terganggu oleh suara handphonenya, Leo terpaksa menjawab panggilan dari Jerry. Lagipula Leo yakin pria itu belum akan berhenti jika Leo belum meladeninya."Halo," sapa Leo pelan yang disambut amukan emosi Jerry."Eh, Le, lo jangan main-main dong! Lo mau ke mana? Kerjaan lo belum kelar.""Kayak yang udah gue bilang tadi gue balik ke Jakarta, Jer.""Ngapain lo balik sekarang?""Ada hal penting yang harus gue selesaiin di sana," jawab Leo tanpa menjelaskan dengan detail apa hal penting tersebut."Hal penting apa yang lo maksud? Dengerin gue, Le. Nggak ada yang lebih penting selain ngelanjutin pekerjaan lo. Pemotretan belum selesai. Lo jangan main kabur sembarangan, bangsat!" Di balik ponselnya Jerry mengumpat sejadinya melampiaskan emosi pada Leo."Sorry, Jer, gue minta maaf banget. Bukann
Bab 76"Kenapa, Le? Nggak enak?" tanya Michelle memandangi Leo yang duduk di hadapannya. Leo menusuk-nusuk pizza dengan garpu seperti tanpa minat untuk memakannya. Saat ini keduanya sedang makan malam setelah pemotretan panjang sejak tadi pagi."Enak," jawab Leo sekenanya."Kalau enak kenapa nggak dimakan?"Leo menjejalkan sepotong pizza ke dalam mulut dan mencoba untuk menikmatinya. Tapi sungguh ia tidak bisa. Dari tadi perasaannya tidak enak. Pikirannya terus tertuju pada Lovita. Entah kenapa.Tadi ketika Leo mendapat kesempatan untuk istirahat, ia menggunakannya untuk menghubungi istrinya itu. Tapi nomor yang dituju tidak memberi respon. "Tadi kamu juga kayak nggak fokus lho, Le, kayak lagi ada yang dipikirin. Lagi mikir apa sih?" tanya Michelle lembut.Tadi saat pemotretan berlangsung Leo memang tidak bisa fokus. Akibatnya ia sering mendapat teguran lantaran harus take berkali-kali."Nggak ada. Cuma lagi nggak fokus aja."Leo nggak mungkin mengatakan yang sejujurnya kan?"Seriusa