Bab 11"Lov, gimana rasanya nikah sama Leo? Lo udah hamil belum sih?"Pertanyaan yang baru saja didengarnya hampir saja membuat Lovita tersedak dan menyemburkan orange juice-nya.Dengan cepat Gina yang duduk di dekatnya mengulurkan tisu ke arah Lovita. Saat ini mereka sedang makan siang bersama. Tidak ada angin, tidak ada hujan, dari yang tadinya membicarakan mengenai produk makeup terbaru tiba-tiba saja Gina membelokkan topik ke arah itu.Lovita terbatuk-batuk lalu mengelap mulutnya dengan tisu yang diberi Gina."Sorry, Lov, sorry," ujar Gina melihat Lovita masih membersihkan area sekitar mulut dan bajunya yang sedikit basah."Lo apaan sih, Gin, nanya kayak gitu?" kata Lovita setelah mampu menenangkan diri."Wajar kan kalau gue nanya? Secara lo sama Leo udah married satu bulan."Iya. Tanpa terasa saat ini sudah satu bulan lamanya Lovita menjadi istri Leo. Dalam rentang waktu itu hubungan keduanya tidak lagi seperti anjing dan kucing walau sesekali mereka masih bertengkar.Lovita men
Bab 12Lovita yang tidak tahu apa-apa tentu saja terkejut ketika Leo membentaknya. Lovita yang berjalan di depan Leo langsung membalikkan badannya menghadap laki-laki itu."Lo kenapa sih, Le? Pulang-pulang langsung marah-marah nggak jelas? Aneh Lo!" kecam Lovita kesal. Lovita hendak melanjutkan langkahnya tapi tangannya dicekal, membuat dia urung melaksanakan niatnya."Kalau suami lagi ngomong tuh didengerin, bukan langsung kabur."Hah? Ini Leo lagi kesambet kayaknya. Bisa-bisanya bicara dengan Lovita seolah mereka adalah pasangan suami istri yang sangat bahagia betulan.Lovita mengernyit memandang lelaki itu. Dia tidak bisa menyembunyikan keheranannya. "Lo abis kesambet ya?" ujarnya lalu melanjutkan langkahnya yang tertunda.Leo mengikuti Lovita ke kamar."Gue mau ganti baju. Lo ngapain ke sini?" kata Lovita melihat Leo membuntuti lalu kini berdiri di hadapannya."Kok malah lo yang lebih galak dari gue? Ini kan kamar gue juga.""Tapi gue mau ganti baju. Keluar dulu sana," kata Lovita
Bab 13Hari-hari belakangan Leo jarang berada di apartemen. Schedule-nya padat. Hari demi hari sebagian besar dihabiskannya di lokasi pemotretan atau lokasi syuting. Beberapa kali Leo bahkan tidak menginap di apartemen. Bagi Lovita tidak masalah. Malah bagus lelaki itu tidak berada di bawah atap yang sama denganya. Lovita jadi bebas melakukan apa saja. Dia terhindar dari kewajiban memasak dan memenuhi permintaan absurd Leo lainnya yang membuat Lovita sering merasa kesal."Lov, lihat laki lo nih. Cakep banget, anjir." Gina menunjukkan foto Leo di ponselnya.Lovita yang tadinya juga sibuk dengan ponselnya sendiri mencondongkan badan ke arah Gina. Dia ikut mengamati foto Leo di sana.Tampak di layar ponsel Gina atau lebih tepatnya di halaman I*******m Leo yang dibuka Gina, Leo sedang berpose dengan seorang perempuan muda yang tentu saja cantik. Mereka berdua sedang mengiklankan produk kecantikan berupa maskara yang diklaim tahan air selama empat puluh delapan jam.Di foto yang diambil de
Bab 14Lovita menyeret langkah berat ke belakang guna membuat coklat panas untuk Michelle. Dia melakukannya dengan enggan-engganan. Seharusnya tidak begini. Semestinya dia melakukan dengan biasa saja seperti yang sudah-sudah. Sama dengan saat dia membuatkan minuman untuk Leo, teman-teman lelaki itu, bahkan dirinya sendiri.Tapi pada titik ini Lovita merasa ada yang salah. Semuanya terjadi hanya karena tadi dia menyaksikan foto Michelle di media sosial milik Leo. Padahal seharusnya tidak begini.Dengan enggan-engganan Lovita mengambil gelas lalu menuangkan susu dan bubuk coklat ke sana. Semua tinggal disajikan ketika tiba-tiba Leo menghampiri."Nggak usah terlalu manis, Michelle lagi diet gula," kata lelaki itu setelah melirik cairan di dalam gelas."Mana gue tahu soal itu. Ini kan udah terlanjur dibikin," jawab Lovita.Leo mengambil sendok lalu menyicip larutan coklat itu."Ini kemanisan, Lov, Michelle nggak bakal suka. Tolong lo bikinin lagi."Lovita sontak berdecak. Oke kalau itu unt
Bab 15"Jadi lo suka sama Michelle?" ulang Lovita lirih."Iya." Leo menggangguk. "Gimana menurut lo?""Apanya?""Michelle."Lovita tidak tahu harus menjawab apa. Sama dengan tidak tahunya jawaban apa yang ingin Leo dengar darinya. Sementara lelaki itu terus menatap nya, menunggu jawaban dari Lovita."Dia cantik," cicit Lovita lemah yang membuat Leo langsung tersenyum. Dari tadi entah sudah berapa kali Lovita melihat Leo mengembangkan bibirnya. Bukan senyum miring seperti yang biasa Leo peruntukkan pada Lovita. Tapi senyum cerah penuh kebahagiaan."Dia nggak hanya cantik, Lov, tapi dia juga pintar dan selalu nyambung tiap gue ajak ngomongin apa aja. Nggak sama semua orang gue bisa begitu. Pokoknya dia tuh tipe cewek gue banget."Lovita hanya diam menyimak setiap hal yang Leo katakan mengenai Michelle. Sekarang Lovita mengerti kenapa cara Leo menatap perempuan itu begitu berbeda. Dia juga paham alasan Leo meng-upload foto Michelle secara khusus di media sosialnya."Terus lo mau apa, Le?
Bab 16Tidak tahu kenapa pemandangan yang seharusnya biasa itu menjadi hal yang menyesakkan dada Lovita. Tapi nggak mungkin juga kan Lovita menunjukkannya.Alhasil Lovita merespon dengan memberi senyum."Hai, udah lama?" sapanya ramah."Paling baru satu jam-an. Baru pulang kerja, Lov?" Michelle balas bertanya."Iya nih, hectic banget hari ini.""Gue kok nggak pernah dapat giliran dirias sama lo ya, Lov?""Hm, kenapa ya? Gue juga nggak tahu soal itu.""Padahal gue pengen banget dirias sama lo. Hasil riasan lo kata temen-temen gue bagus banget, flawless gitu." Michelle menunjukkan wajah antusiasnya.Lovita memberi senyum. Perempuan di hadapannya begitu manis mulut. Maka tak heran kalau Leo menyukainya."Chel, gue ke dalam dulu ya.""Silakan, Lov, met istirahat ya!" Michelle melepas Lovita dengan senyumnya.'Ya iyalah lo suruh gue istirahat biar lo bisa mesra-mesraan sama suami gue.' Lovita menggerutu di dalam hati.Sebelum menarik langkah Lovita melirik meja. Ada dua gelas di sana. Bag
Bab 17 Lovita berjalan tergesa-gesa di sepanjang koridor rumah sakit. Dia baru saja selesai mengurus administrasi dan kamar Leo. Dokter memvonis Leo kena tipes sehingga harus diopname di rumah sakit. Tadinya Leo menolak saat Lovita akan membawa ke rumah sakit. Leo bilang dia hanya panas biasa dan akan reda dengan sendirinya setelah minum Paracetamol. Tapi itu tidak terjadi. Obat tersebut tidak berefek apa-apa. Dengan sedikit emosi Lovita memaksa Leo agar sekali ini mau mendengarkannya.Lovita sudah mengabari Jerry mengenai kondisi Leo. Otomatis photoshoot hari ini dibatalkan. Dia juga akan menelepon Gina meminta menggantikannya kerja hari ini. Sudah terlalu sering Lovita meninggalkan pekerjaannya dan melempar job pada rekannya. Otomatis income-nya juga berkurang.Tiba di ruang rawat Leo, Lovita melihat suaminya itu masih tidur, sama seperti tadi saat dia tinggalkan. Posisinya tidak berubah.Lovita antara sedih dan ingin ketawa melihat keadaan Leo yang lemah. Dalam kondisi saat ini Le
Bab 18Lovita langsung menghempaskan dirinya ke tempat tidur setelah tiba di apartemen. Perasaan kesal masih memenuhi dadanya. Tahu akan begini lebih baik sejak awal dia tidak perlu repot-repot mengurus Leo. Lebih baik dia bekerja hari ini. Hati senang uang pun datang.Seharian itu suasana hati Lovita benar-benar buruk. Apa pun yang dia lakukan tidak ada yang benar. Semua terasa salah walau dia hanya berbaring dan tidak melakukan apa-apa. Tempat tidurnya terasa panas padahal AC menyala dengan suhu dingin maksimal.Daripada semakin suntuk dan hatinya bertambah galau, Lovita putuskan untuk pergi. Keluar dari apartemennya Lovita langsung menuju lokasi di mana seharusnya hari ini dia berada."Ngapain lo nongol di sini? Bukannya Leo sakit ya?" tanya Gina heran saat melihat Lovita tiba-tiba muncul. Lovita mengabaikan pertanyaan Gina dan mengalihkannya."Mana klien gue?""Udah selesai. Lagi take sekarang.""Ada yang bisa gue kerjain? Siapa yang belum kebagian?" Lovita memandang ke sekelilin
Bab 84Hal pertama yang dirasakan Lovita adalah rasa berat di matanya bagai diberi perekat. Lalu dengan perlahan-lahan kelopak matanya terbuka sedikit demi sedikit hingga ia benar-benar bisa membuka matanya. Hal berikut yang Lovita rasakan adalah rasa dingin dan kosong.Ia tidak tahu di mana tempatnya berada saat ini. Semua terasa asing.Yang bisa Lovita lakukan adalah menatap ke sekelilingnya sembari berpikir ini di mana tempatnya berada sekarang dan kenapa ia berada di sana."Lov ... Lovita ..." Saat ia tengah bergumul dengan kebingungannya Lovita mendengar suara seseorang memanggilnya, merasuki gendang telinganya.Lovita menggerakkan kepalanya perlahan. Di saat itulah perempuan tersebut menyadari bahwa ia tidak sendiri. Ada orang lain di sebelahnya. Sedang menggenggam tangannya dengan wajah penuh kekhawatiran."Kamu sudah sadar, Sayang?"Lovita tak segera berikan jawaban. Ditatapnya raut gagah berselimut kecemasan itu dengan pandangan kurang yakin."Lov, ini aku Leo, suami kamu. Ka
Bab 83Jerry melunak setelah Leo ceritakan mengenai kondisi Lovita yang kritis dan hingga saat ini tidak sadarkan diri. Setelah penjelasan panjang kali lebar itu Jerry bersedia diajak ke rumah sakit untuk membesuk Lovita. Meski perjalananan tersebut tidaklah semulus itu. Selama di mobil Jerry terus meracau menyesali kebodohan Leo dengan kata-kata kasar."Udah dong, Jer. Pusing kepala gue dengerin lo ngomel melulu," ujar Leo agar Jerry berhenti mengoceh seperti ibu-ibu kalah arisan."Kepala lo cuma sakit kan, Nyet? Ini kepala gue berasa mau pecah mikirin masalah lo yang nggak ada habis-habisnya. Brand udah mutusin kerjasama dengan kita. Lo bakal kena sanksi dan gue ..." Jerry yang sedang menyetir sengaja menggantung perkataannya untuk memberi efek dramatis.Leo menolehkan kepalanya menatap laki-laki itu, menanti apa yang akan disampaikannnya."Gua nggak bakal dapet apa-apa. Gue nggak bakal dapet cuan. Yang ada cuma omelan dan tekanan dari Mas Jackie. Lo sih enak duit lo banyak. Nah gue
Bab 82Taksi yang membawa Leo berhenti di depan gedung apartemennya. Pria itu bergegas keluar dari sana. Tepat di saat itu ponselnya berdering. Leo berdecak ketika menyaksikan nama Jerry di sana. Pria itu tidak berhenti menerornya."Halo.""Di mana lo, Nyet? Gue udah jamuran nunggu lo dari tadi!" Jerry langsung menyembur.Ingin rasanya Leo membalas emosi Jerry dengan kemarahan yang sama. Namun ia tahu dirinyalah yang salah, jadi sekuat apa pun ia melawan hasilnya adalah percuma."Gue udah nyampe," jawab Leo pelan sembari melangkah ke parkiran basement.Tampak olehnya Jerry sedang berdiri dengan tangan berkacak pinggang beberapa meter di depan sana.Leo terus melangkah mendekati lelaki itu. Ketika jarak mereka tidak kurang dari satu meter lelaki itu langsung melayangkan tinjunya memberi Leo bogem mentah bertubi-tubi."Sialan lo, Njing! Lo pikir diri lo siapa? Udah ngerasa hebat? Tanpa gue lo nggak bakal jadi apa-apa. Orang-orang nggak bakal kenal sama lo. Lo nggak lebih dari sekadar sa
Bab 81Mengurus bayi baru lahir seperti Cantik betul-betul menguras energi Leo dan Gina. Apalagi keduanya sama-sama tidak berpengalaman. Hari itu Cantik tidak mandi sama sekali. Gina hanya menyeka anak itu dengan tisu basah. Meskipun Leo sudah mempelajari tutorialnya dari internet tapi ia masih belum berani memandikan putri mungilnya. Begitu pun dengan Gina.Cantik baru saja selesai menyusu. Gina mendapat bagian membuat susunya sedangkan Leo bertugas memegang botol susu."Le, besok lo bisa sendiri kan?" tanya Gina setelah Cantik tertidur. Anak itu sudah kenyang menyusu. Besok Gina ada job pagi. Ia tidak bisa menemani Leo mengurus Cantik."Bisa nggak bisa gue usahain bisalah, Gin.""Terus mandiin Cantik gimana? Gue masih nggak berani. Gue masih nervous parah. Gue takut tiba-tiba aja dia jatuh dari tangan gue.""Gue juga gitu," timpal Leo."Tapi Cantik nggak mungkin nggak mandi dan cuma dilap-lap pake tisu mulu kan?"Keduanya terpingkal menertawai kekonyolan mereka."Gini deh, besok pag
Bab 80Leo tergesa-gesa ke kamar begitu mendengar teriakan Gina. Gadis itu semakin panik karena Cantik yang terus menangis."Gin, ini susunya." Leo memberikan botol susu pada Gina."Udah nggak panas lagi kan?""Nggak, tadi udah gue coba sedikit, udah pas kok."Gina meletakkan Cantik di atas tempat tidur dan mendekatkan ujung dot ke mulut anak itu. Cantik langsung diam begitu mendapat sumber asupannya yang membuat Leo dan Gina merasa lega.Keduanya memandangi bayi mungil itu bersamaan. Ketika susunya habis Cantik kembali menangis."Dia mau apa lagi ya, Le?" Gina bertanya bingung."Mungkin dia masih belum kenyang," duga Leo."Ya udah, lo bikinin lagi."Dengan sigap Leo beranjak ke belakang, membuatkan susu seperti tadi. Tapi ketika kembali memberikannya, Cantik masih menangis dan menolak."Dia kok nggak mau ya? Dia mau apa lagi sih?" Gina kebingungan, begitu pun dengan Leo."Gin, mungkin dia pup."Gina spontan memeriksa dan tertawa ketika mendapati dugaan Leo menjadi kenyataan."Bersi
Bab 79Leo dan Gina sudah berada di rumah. Keduanya sibuk mengurus bayi mungil yang mereka panggil Cantik.Saat ini Cantik sedang tidur dengan anteng di box-nya. Leo dan Gina memerhatikan anak itu sejak tadi. Kulit anak itu putih bersih. Hidungnya bangir. Bibirnya merah."Manis banget. Gedenya pasti bakal jadi idola cowok-cowok." Sejak tadi tidak ada habisnya Gina memuji Cantik."Dan gue nggak bakal ngebiarin cowok-cowok brengsek itu ngeganggu princess gue." Leo menimpali tanpa sadar yang membuat Gina terkekeh."Ini anak masih merah lo udah posesif banget. Gimana gedenya?""Gedenya gue bakal sewa sekuriti buat jaga dia dan nganterin ke mana-mana."Tawa Gina pecah berderai. Ketika Leo melebarkan mata memberi isyarat bahwa Cantik bisa bangun karena kebisingannya barulah Gina menurunkan volume suaranya."Eh, Le, gue baru ingat, kalo ntar Cantik bangun pasti dia minta susu. Sana gih lo beliin susu formula dulu. Jangan lupa beli botolnya juga sama cairan pembersih botol.""Susunya merek a
Bab 78Setelah perdebatan dengan Juna barusan Leo meminta agar pria itu mengantarnya ke ruang bayi.Lantaran kasihan akhirnya Juna mempertemukan Leo dengan anaknya. Walau bagaimanapun Leo adalah bapaknya. Leo berhak atas anak itu.Juna membawa Leo ke ruangan bayi. Mereka masuk ke sana dan berhenti tepat di dekat box seorang bayi perempuan. Bayi itu masih belum memiliki nama. Hanya ada nama Lovita sebagai ibunya serta hari dan tanggal lahir anak itu beserta panjang dan beratnya saat dilahirkan.Leo terpaku di tempatnya berdiri dengan mata menatap sendu pada bayi itu. Bayi berumur dua hari tersebut baru saja terlelap setelah seharian ini terus menangis. Kulit wajahnya putih kemerahan, serupa dengan warna bibirnya. Matanya tertutup rapat sehingga Leo tidak tahu apa warna iris matanya.“Dia baru saja tidur. Sejak lahir dia nggak berhenti nangis. Paling hanya saat tidur kayak gini. Mungkin dia tahu apa yang saat ini sedang dialami ibunya,” kata Juna memberitahu. Juna berdiri di sebelah Leo,
Bab 77Ponsel Leo tidak berhenti berdering selagi lelaki itu di dalam taksi. Jerry tidak berhenti meneror dan tampaknya belum akan puas kalau Leo belum menjawabnya.Melihat supir taksi yang sepertinya terganggu oleh suara handphonenya, Leo terpaksa menjawab panggilan dari Jerry. Lagipula Leo yakin pria itu belum akan berhenti jika Leo belum meladeninya."Halo," sapa Leo pelan yang disambut amukan emosi Jerry."Eh, Le, lo jangan main-main dong! Lo mau ke mana? Kerjaan lo belum kelar.""Kayak yang udah gue bilang tadi gue balik ke Jakarta, Jer.""Ngapain lo balik sekarang?""Ada hal penting yang harus gue selesaiin di sana," jawab Leo tanpa menjelaskan dengan detail apa hal penting tersebut."Hal penting apa yang lo maksud? Dengerin gue, Le. Nggak ada yang lebih penting selain ngelanjutin pekerjaan lo. Pemotretan belum selesai. Lo jangan main kabur sembarangan, bangsat!" Di balik ponselnya Jerry mengumpat sejadinya melampiaskan emosi pada Leo."Sorry, Jer, gue minta maaf banget. Bukann
Bab 76"Kenapa, Le? Nggak enak?" tanya Michelle memandangi Leo yang duduk di hadapannya. Leo menusuk-nusuk pizza dengan garpu seperti tanpa minat untuk memakannya. Saat ini keduanya sedang makan malam setelah pemotretan panjang sejak tadi pagi."Enak," jawab Leo sekenanya."Kalau enak kenapa nggak dimakan?"Leo menjejalkan sepotong pizza ke dalam mulut dan mencoba untuk menikmatinya. Tapi sungguh ia tidak bisa. Dari tadi perasaannya tidak enak. Pikirannya terus tertuju pada Lovita. Entah kenapa.Tadi ketika Leo mendapat kesempatan untuk istirahat, ia menggunakannya untuk menghubungi istrinya itu. Tapi nomor yang dituju tidak memberi respon. "Tadi kamu juga kayak nggak fokus lho, Le, kayak lagi ada yang dipikirin. Lagi mikir apa sih?" tanya Michelle lembut.Tadi saat pemotretan berlangsung Leo memang tidak bisa fokus. Akibatnya ia sering mendapat teguran lantaran harus take berkali-kali."Nggak ada. Cuma lagi nggak fokus aja."Leo nggak mungkin mengatakan yang sejujurnya kan?"Seriusa