Lovita baru saja tiba di rumah kostnya ketika dua orang laki-laki menghadang di depannya, menghentikan pergerakan Lovita hingga perempuan itu tidak bisa ke mana-mana.
"Mau lari ke mana lagi lo?"Keduanya berdiri mengelilingi Lovita hingga pergerakannya terkunci."Mau apa kalian?" cicit Lovita ngeri. Kedua pria yang menghadangnya memiliki tubuh tegap dan raut wajah yang bengis. Suaranya yang keras membuat Lovita meringis."Bayar utang lo sekarang!""Utang yang mana lagi? Minggu lalu kan udah.""Heh! Utang bapak lo 300 juta. Yang baru lo bayar baru satu juta. Sisanya 299 juta lagi, belum termasuk denda dan bunga berjalan."Lovita ternganga mendengar ucapan pria itu.Sejak ayahnya meninggal satu bulan yang lalu hidup Lovita seketika berubah. Debt collector datang silih berganti menagih utang ayahnya. Saat masih hidup ayah Lovita memang gemar berjudi. Lalu kini Lovitalah yang kena getahnya. Dia harus menanggung semua utang itu tanpa terkecuali karena ibunya juga sudah berpulang sejak beberapa tahun yang lalu."Turun lo!""Apa?""Turun!" Pria berkepala botak menarik tangan Lovita dengan keras hingga dia hampir saja jatuh dari motornya."Kalian mau apa? Balikin motor gue!" Lovita menjerit histeris ketika pria itu menduduki satu-satunya kendaraan yang dia punya."Bayar utang lo sekarang atau lo nggak akan pernah lagi ngeliat motor ini. Bukan hanya motor, tapi ..." Pria itu menyeringai sembari matanya menatap nakal pada dada Lovita yang berisi.Lovita sontak menyilangkan tangannya di depan dada. Dia merasa tidak nyaman oleh tatapan pria itu."Kalian pikir 300 juta itu sedikit? Gue nggak mungkin bayar sebanyak itu," lirih Lovita putus asa."Itu urusan lo. Gue kasih waktu tiga hari buat melunasi semuanya. Kalau lo nggak bisa bayar, lo bayar sama tubuh lo. Dan gue pastiin lo nggak bakal bisa lolos."Kedua orang suruhan itu menyeringai lebar lalu pergi bersama raungan motornya.Lovita melangkah lesu masuk ke rumah kostnya. Kepalanya yang sakit terasa semakin berat. Apa kesalahan yang telah dilakukannya? Kenapa cobaan tidak habis-habis menimpanya? Dia tidak punya keluarga tempat mengadu. Hidupnya sebatang kara di dunia. Bahkan kini satu-satunya kendaraan yang dimilikinya untuk beraktivitas juga dirampas dengan paksa.Deringan ponselnya menyentak Lovita dari lamunan. Dia menjawab panggilan."Halo.""Lo di mana jam segini belum datang? Lo mau bikin malu gue lagi?"Lovita berjengit mendengar suara keras di seberang sana seakan ingin memecahkan gendang telinganya. Orang yang menelepon Lovita itu adalah Maya, perempuan yang mempekerjakannya."Gue lagi di jalan mau ke sana, Mbak.""Buruan! Leo udah marah-marah. Kalau lo udah nggak betah kerja sama gue, bilang baik-baik, nggak begini caranya!" Suara di seberang terdengar semakin emosi."Betah, Mbak, gue masih mau kerja sama Mbak,” sahut Lovita cepat.Maya mendengkus keras lalu menutup panggilan begitu saja.Lovita hanya bisa mengembuskan napas panjang. Sudah beberapa kali ini Lovita terlambat datang ke lokasi tempat jasanya dibutuhkan. Semua gara-gara Lovita kucing-kucingan dengan para penagih utang yang terus memburunya bagai pelaku kriminal.Lovita segera memesan ojek online. Dia harus secepatnya tiba karena tidak ingin menambah masalah dengan Leo. Iya, Leonardy Daniel, model muda yang songong itu. Mentang-mentang lagi naik daun. Lovita sangat membencinya karena gaya Leo yang sombong, egois, dan selalu merasa paling benar sendiri. Sayangnya entah mengapa dia selalu kebagian tugas merias lelaki itu.***Leo menyambut dengan tatapan dingin saat Lovita tiba. Lelaki itu kehilangan kesabarannya. Sudah berjam-jam dia menunggu. Siapa yang tidak kesal kalau begitu?"Heran gue bisa-bisanya Mbak Maya mempekerjakan orang kayak lo," gerutunya saat Lovita mengambil kapas dan toner lalu bersiap membersihkan wajah Leo sebagai langkah awal sebelum mendandaninya.Lovita tidak merespon karena tidak ingin berdebat. Namun rupanya Leo masih belum puas. Pria itu terus mencecarnya."Baru kali ini ada model yang nungguin periasnya datang. Di mana-mana tuh tukang rias yang nungguin artisnya.Lovita menahan diri agar tidak emosi dan membiarkan Leo menumpahkan segala kekesalannya.Selagi pria itu menggerutu Lovita terus membersihkan wajah Leo. Jemarinya menelusuri hidung tinggi lelaki itu. Para teman-temannya sesama perias selalu heboh saat Lovita mendapat kesempatan merias Leo. Mereka ingin berada di posisi Lovita. Lovita sama sekali tidak keberatan. Malah bersyukur bisa terhindar dari lelaki berwajah datar itu. Tapi sayangnya tim manajemen Leo selalu mengorder jasa Lovita melalui Maya. Di antara sekian banyak 'anak-anak' Maya, menurut mereka kerja Lovitalah yang paling bagus.Sayangnya si pemakai jasa dan pemberi jasa saling bertentangan. Lovita membenci Leo yang sombong dan kabarnya juga menyukai sesama jenis. Sedangkan Leo tidak menyukai Lovita yang kerjanya tidak profesional dan sering terlambat. Anehnya entah mengapa manajemen model yang menaunginya suka sekali menggunakan jasa gadis itu.Setelah selesai dengan wajah Leo, Lovita pindah pada rambut lelaki itu.Ponsel Lovita berbunyi saat dia sedang mengoles gel di rambut panjang bergelombang milik Leo. Maya lagi yang menelepon."Iya, Mbak?""Udah di mana lo?""Udah nyampe kok, Mbak. Ini gue lagi hair do.”"Bulan ini gaji lo dipotong.""Lho kok dipotong gaji gue? Jangan dong, Mbaaak ..." Suara Lovita yang meningkat menarik perhatian beberapa orang di sekelilingnya termasuk Leo. Pria itu mengangkat wajah lalu melirik sekilas melalui kaca. Tadi dia sibuk memelototi ponsel membaca berita yang mengabarkan bahwa dirinya penyuka sesama jenis.Lovita masih ingin protes tapi Maya sudah memutus sambungan, membuatnya hanya bisa mengembuskan napas berkali-kali."Dimarahin bos lagi lo?" tegur Gina, rekan Lovita yang sedang menata rambut model lain di sebelahnya.Lovita tersenyum kecut."Lagian lo sih telat melulu.""Motor gue diambil debt collector. Tadi lama nunggu abang ojol.""Lho, kok bisa? Lo punya utang emang?""Utang bapak gue 300 juta. Dan gue cuma dikasih waktu tiga hari buat lunasin itu semua. Gue mau cari ke mana coba uang sebanyak itu?” suara Lovita bertambah lirih yang membuat Gina jatuh iba."Ya ampun, Lov, kasihan banget sih lo. Tapi sorry, gue juga nggak bisa bantu. Lo kan tahu keadaan kita sama.""It's okay, Gin. Nanti gue coba cari solusinya," jawab Lovita meskipun dia tidak tahu harus mencari ke mana.Tugas Lovita merias dan menata rambut Leo akhirnya selesai. Para model sekarang sedang melenggok di catwalk.Lovita duduk sendiri sambil mengutak-atik handphone. Sudah sejak tadi dia melakukannya, mencari orang di daftar kontaknya yang kira-kira bisa membantu. Tapi orang baik mana yang mau meminjamkan 300 juta padanya? Kalau pun mereka punya Lovita tidak yakin ada yang memercayakan uang mereka padanya.Masalahnya ini 300 juta, bukan 3 juta.Lovita terus menghubungi orang-orang yang dia kenal. Respon mereka sangat beragam. Ada yang kasihan, ada yang tertawa karena mengira Lovita sedang bercanda. Tapi intinya hanya satu. Tidak ada yang bersedia meminjaminya uang segitu walau Lovita menjanjikan akan membayar secepatnya.Lovita mondar-mandir sendiri di dalam ruangan seperti orang bingung. Dia sudah kehabisan akal. Jalannya buntu.Dia hampir menangis memikirkannya. Kalau dia gagal mendapatkan uang 300 juta itu maka dia harus rela menyerahkan tubuhnya. Napasnya terasa sesak saat memikirkannya.Ketika membalikkan badan dan bermaksud keluar dari ruangan Lovita menemukan Leo berdiri di belakangnya dengan punggung bersandar ke dinding sedangkan tangannya bersedekap di dada."Ngapain lo di sini? Lo bukannya lagi show ya?" tanya Lovita mencoba bersikap tenang.Sudut bibir Leo terangkat membentuk senyum miring yang menyebalkan. "Katanya lo lagi kelilit utang.""Nggak usah ikut campur, bukan urusan lo juga," balas Lovita. Dia tahu Leo pasti ingin mengejeknya.Lovita melangkah pergi dari sana. Tapi tiba-tiba Leo mencekal lengannya saat Lovita melintas di depan lelaki itu."Apaan sih lo? Lepasin tangan gue!" Lovita menyentak tangannya tapi cekalan Leo terlalu kuat.Lovita mendongak mempertemukan pandangannya dengan iris coklat gelap milik Leo, lalu mendengar lelaki itu mengucapkan sesuatu."Nikah sama gue, Lov. Gue bakal bayarin semua utang lo itu."***Bab 2"Ap—apa?"Terlalu sulit mendefinisikan keterkejutan Lovita saat ini.Apa dia tidak salah dengar?Leo, si pria berwajah datar dengan senyum miring menyebalkan dan apa pun kata-kata yang terlontar dari bibirnya selalu membuat Lovita kesal menawarkan pernikahan padanya? Tapi kenapa?"Lo lagi mabuk, Le?" Itu hal pertama yang Lovita ucapkan setelah berhasil meredakan keterkejutannya."Gue sadar sesadar-sadarnya. Lo yang nggak waras mau bunuh diri karena hal sepele," Seulas senyum miring kembali tersungging di bibir Leo.See?Leo begitu sombong. Lovita berani bertaruh kalau Leo yang berada di posisinya mungkin lelaki itu juga akan berpikiran hal yang sama dengannya."Buat lo 300 juta mungkin nggak seberapa. Tapi buat gue nyari duit segitu nggak kayak membalikkan telapak tangan.""Nah, itu lo nyadar. Gue udah kasih lo solusi, sekarang tinggal lo-nya mau apa nggak?" Leo melepaskan pergelangan tangan Lovita yang sedari tadi berada dalam cekalannya.Lovita menyipit menatap Leo. Sangat ban
Bab 3"Ini kamar kita.""Kita?" Lovita membeliak ketika Leo membawa ke apartemennya lalu menunjukkan sebuah kamar yang ternyata mereka tempati bersama. Tadinya Lovita berpikir bahwa mereka akan tidur di kamar sendiri-sendiri."Kamar di sini hanya ada satu,” kata Leo lagi."Heran gue, katanya tajir tapi apartemennya kamarnya cuma satu."Ledekan Lovita hanya ditanggapi oleh Leo dengan tatapan lempengnya."Gue pergi dulu. Lo jangan banyak tingkah."Lovita mendengkus. "Bukan gue, tapi lo yang banyak tingkah."Leo tidak mendengarnya. Lelaki itu keburu menghilang di balik pintu.Sepeninggal Leo yang per hari ini menjadi suaminya, Lovita menarik napas panjang lalu menjatuhkan tubuhnya ke tempat tidur.Iya, dia dan leo sudah resmi menjadi suami istri. Mereka menikah tadi pagi, sah secara agama maupun negara.What a life.Lovita tidak pernah menyangka kalau jalan hidupnya yang berliku akan membawanya menjadi istri Leo. Satu-satunya lelaki di antara para model tampan yang pernah dia rias yang t
Bab 4"Ngapain lo di sini?"Leo berdecak lalu duduk di sebelah Jerry. Diambilnya sebatang rokok dari kotaknya lalu menyelipkan ke bibir. Jerry spontan memberi api dari pemantik miliknya hingga rokok Leo menyala."Lo ngapain sih ke sini?" ulang Jerry memiringkan duduknya sambil memandang Leo. Setengah jam yang lalu model yang dimanajerinya itu menghubunginya, menanyakan keberadaan Jerry saat ini. Tak lama setelahnya Leo datang menyusul ke kelab malam tempat mereka berada sekarang."Emangnya gue harus di mana menurut lo?”"Ya di kamar lah, bikin anak." Jerry terkekeh pelan.Sedangkan Leo mendengkus keras. Amit-amit bercinta dengan cewek barbar itu. Membayangkan dia akan tidur satu kamar dengan Lovita sudah membuatnya mual."Kenapa emang? Kok kayaknya Lo alergi banget sama dia?” selidik Jerry yang ikut menyalakan rokoknya. "Dia cantik padahal.”Cantik dari Hong Kong."Lagian kalau lo pengen bercinta sama dia nggak bakal ada yang marah kok. Kalian kan udah resmi jadi suami istri."Kali ini
Bab 5Dengan susah payah Lovita memapah pemilik tinggi 183 sentimeter itu ke kamarnya. Ralat. Ke kamar mereka maksudnya.Sementara Leo yang sudah teler tidak tahu apa-apa lagi. Namun racauan-racauan tidak jelas terus berloncatan keluar dari mulutnya."Baru hari pertama lo udah bikin susah," omel Lovita yang akhirnya berhasil membawa Leo ke kamar. Dibaringkannya laki-laki itu ke tempat tidur dengan sedikit menghempaskan tubuhnya. Lovita tidak tahu entah hari-hari macam apa yang akan dilaluinya selama tiga ratus enam puluh lima hari ke depan kalau awalnya saja sudah seperti ini."Dasar pemabuk," kecam Lovita memerhatikan Leo yang belum berhenti meracau. Aroma alkohol yang menguar dari mulut lelaki itu membuat Lovita menutup hidung.Lovita baru akan beranjak meneruskan niatnya untuk mandi. Namun cekalan tangan Leo di lengannya membuat maksudnya urung terjadi.Lovita tidak yakin Leo sepenuhnya tidak sadar karena tiba-tiba saja lelaki itu memegang lehernya dan berujar pelan, "Haus ...""Be
Bab 6Posisi Lovita semakin terjepit. Leo kini mengungkung pergerakan Lovita hingga tidak bisa ke mana-mana.Napas Lovita turun naik. Dadanya bergemuruh hebat. Dia tidak sanggup membayangkan apa yang akan dilakukan Leo selanjutnya.Tidak. Lovita tidak sudi memberikan kesuciannya pada lelaki yang tidak dicintainya. Apalagi lelaki itu adalah Leo."Heh! Lo pura-pura mabuk ya?" Lovita memukul dada Leo. Tapi lelaki itu tidak peduli. Bibirnya terus bergerak mencecap leher jenjang Lovita.Ketakutan Lovita sudah mencapai puncaknya. Dia tahu persis kekuatannya tidak sebanding dengan tenaga Leo. "Lo bohongin gue. Lo pecundang! Lo bilang nggak ada skinship di antara kita." Lovita terus memukul dada Leo yang lagi-lagi tidak ada artinya. Percuma.Bibir lelaki itu kini sampai di dada Lovita. Sekujur tubuh perempuan itu meremang meresponnya."Tolong! Tolong!" Lovita berteriak semampu yang bisa dilakukannya. Tapi tidak ada gunanya karena sekeras apa pun dia mengeluarkan suara hanya dirinya dan Leo y
Bab 7Lovita tertawa gugup meningkahi candaan Jerry. Barulah setelah Jerry menutup sambungan telepon perempuan itu berdecak kesal. Kenapa jadi begini? Seingat Lovita dalam kesepakatannya dengan Leo dia hanya berstatus sebagai istri lelaki itu. Tidak ada ceritanya Lovita yang menyiapkan segala kebutuhan lelaki itu seperti yang dijabarkan Jerry tadi satu demi satu.Lagi-lagi Lovita merasa ditipu. Kemarin Leo mengingkari janjinya mengenai no skinship. Dan masih sepagian ini Lovita sudah dikejutkan oleh setumpuk pekerjaan yang diinstruksikan Jerry. Lovita tidak tahu ke depannya entah apa lagi yang akan disuruh orang-orang itu padanya."Baju gue mana?"Lovita tersentak dari lamunannya ketika tiba-tiba Leo muncul dari kamar mandi. Pria itu hanya mengenakan sehelai handuk putih yang menggantung rendah di pinggulnya.Dengan cepat Lovita memalingkan wajah menghindari pemandangan terlarang itu."Itu di lemari," Lovita menjawab tanpa melihat ke arah Leo."Lo ambilin dong!""Kok gue?" balas Lovit
Bab 8"Ciyeeee yang pengantin baru ..."Lovita disambut dengan sorak-sorai dan ledekan teman-temannya ketika sampai di kantor.Kantor yang disebut merupakan sebuah gedung bertingkat dua tempat berkumpul para penata rias yang tergabung di dalam tim di bawah kepemimpinan Maya Citra."Eh, Lov, kok jalan lo biasa aja sih?" celetuk Caca memerhatikan cara Lovita melangkah yang tidak ada bedanya dari sebelum menikah."Iya nih," Sisi ikut menimpali."Emang jalan gue harus gimana?" ujar Lovita menanggapi keheranan teman-temannya. Apa karena dia menikah dengan Leo maka gaya berjalannya juga harus melenggok-lenggok seperti lelaki itu?"Yaelah, Lov, lo kan baru habis malam pengantinan. Masa iya jalan lo kayak nggak habis ngapa-ngapain."Mulut Lovita membulat. Dia mengerti sekarang apa yang tengah dibicarakan. Kan memang nggak ada yang terjadi, katanya di dalam hati. Amit-amit dia malam pengantinan dengan siberengsekitu.Namun sayangnya Lovita hanya bisa menyumpah serapah di dalam hati. Lovita k
Bab 9"Le, lo ngapain?" lirih Lovita tanpa mampu membalas tatapan Leo. Bahkan suaranya juga terdengar seperti tikus kejepit. Masalahnya jarak antara dirinya dengan Leo sudah begitu dekat. Sedikit saja tangan Leo tergelincir maka tubuh Leo akan menimpa badannya. Belum lagi cara Leo menatapnya yang Lovita rasakan begitu berbeda."Lo ragu kan gue laki-laki? Lo bilang gue perempuan. Makanya gue pengen ngebuktiin sama lo langsung."Ya tapi nggak begini juga caranya," balas Lovita sembari menahan dada Leo dengan tangannya."Jadi caranya gimana? Gimana caranya menurut lo buat ngebuktiin kalau gue laki-laki? Hm?""Iy-iya, gue percaya kalau lo laki-laki," jawab Lovita tergagap. "Tapi awas dulu. Lo hampir nimpa gue, Le ...""Kalau gue nggak mau, gimana?"Sontak Lovita mengembalikan pandangannya pada Leo mendengar tantangan laki-laki itu."Apa maksud lo bilang nggak mau? Lo mau ngingkari janji Lo yang no skinship lagi? Lo mau coba-coba perkoas gue?"Segaris senyum miring membingkai bibir merah a
Bab 84Hal pertama yang dirasakan Lovita adalah rasa berat di matanya bagai diberi perekat. Lalu dengan perlahan-lahan kelopak matanya terbuka sedikit demi sedikit hingga ia benar-benar bisa membuka matanya. Hal berikut yang Lovita rasakan adalah rasa dingin dan kosong.Ia tidak tahu di mana tempatnya berada saat ini. Semua terasa asing.Yang bisa Lovita lakukan adalah menatap ke sekelilingnya sembari berpikir ini di mana tempatnya berada sekarang dan kenapa ia berada di sana."Lov ... Lovita ..." Saat ia tengah bergumul dengan kebingungannya Lovita mendengar suara seseorang memanggilnya, merasuki gendang telinganya.Lovita menggerakkan kepalanya perlahan. Di saat itulah perempuan tersebut menyadari bahwa ia tidak sendiri. Ada orang lain di sebelahnya. Sedang menggenggam tangannya dengan wajah penuh kekhawatiran."Kamu sudah sadar, Sayang?"Lovita tak segera berikan jawaban. Ditatapnya raut gagah berselimut kecemasan itu dengan pandangan kurang yakin."Lov, ini aku Leo, suami kamu. Ka
Bab 83Jerry melunak setelah Leo ceritakan mengenai kondisi Lovita yang kritis dan hingga saat ini tidak sadarkan diri. Setelah penjelasan panjang kali lebar itu Jerry bersedia diajak ke rumah sakit untuk membesuk Lovita. Meski perjalananan tersebut tidaklah semulus itu. Selama di mobil Jerry terus meracau menyesali kebodohan Leo dengan kata-kata kasar."Udah dong, Jer. Pusing kepala gue dengerin lo ngomel melulu," ujar Leo agar Jerry berhenti mengoceh seperti ibu-ibu kalah arisan."Kepala lo cuma sakit kan, Nyet? Ini kepala gue berasa mau pecah mikirin masalah lo yang nggak ada habis-habisnya. Brand udah mutusin kerjasama dengan kita. Lo bakal kena sanksi dan gue ..." Jerry yang sedang menyetir sengaja menggantung perkataannya untuk memberi efek dramatis.Leo menolehkan kepalanya menatap laki-laki itu, menanti apa yang akan disampaikannnya."Gua nggak bakal dapet apa-apa. Gue nggak bakal dapet cuan. Yang ada cuma omelan dan tekanan dari Mas Jackie. Lo sih enak duit lo banyak. Nah gue
Bab 82Taksi yang membawa Leo berhenti di depan gedung apartemennya. Pria itu bergegas keluar dari sana. Tepat di saat itu ponselnya berdering. Leo berdecak ketika menyaksikan nama Jerry di sana. Pria itu tidak berhenti menerornya."Halo.""Di mana lo, Nyet? Gue udah jamuran nunggu lo dari tadi!" Jerry langsung menyembur.Ingin rasanya Leo membalas emosi Jerry dengan kemarahan yang sama. Namun ia tahu dirinyalah yang salah, jadi sekuat apa pun ia melawan hasilnya adalah percuma."Gue udah nyampe," jawab Leo pelan sembari melangkah ke parkiran basement.Tampak olehnya Jerry sedang berdiri dengan tangan berkacak pinggang beberapa meter di depan sana.Leo terus melangkah mendekati lelaki itu. Ketika jarak mereka tidak kurang dari satu meter lelaki itu langsung melayangkan tinjunya memberi Leo bogem mentah bertubi-tubi."Sialan lo, Njing! Lo pikir diri lo siapa? Udah ngerasa hebat? Tanpa gue lo nggak bakal jadi apa-apa. Orang-orang nggak bakal kenal sama lo. Lo nggak lebih dari sekadar sa
Bab 81Mengurus bayi baru lahir seperti Cantik betul-betul menguras energi Leo dan Gina. Apalagi keduanya sama-sama tidak berpengalaman. Hari itu Cantik tidak mandi sama sekali. Gina hanya menyeka anak itu dengan tisu basah. Meskipun Leo sudah mempelajari tutorialnya dari internet tapi ia masih belum berani memandikan putri mungilnya. Begitu pun dengan Gina.Cantik baru saja selesai menyusu. Gina mendapat bagian membuat susunya sedangkan Leo bertugas memegang botol susu."Le, besok lo bisa sendiri kan?" tanya Gina setelah Cantik tertidur. Anak itu sudah kenyang menyusu. Besok Gina ada job pagi. Ia tidak bisa menemani Leo mengurus Cantik."Bisa nggak bisa gue usahain bisalah, Gin.""Terus mandiin Cantik gimana? Gue masih nggak berani. Gue masih nervous parah. Gue takut tiba-tiba aja dia jatuh dari tangan gue.""Gue juga gitu," timpal Leo."Tapi Cantik nggak mungkin nggak mandi dan cuma dilap-lap pake tisu mulu kan?"Keduanya terpingkal menertawai kekonyolan mereka."Gini deh, besok pag
Bab 80Leo tergesa-gesa ke kamar begitu mendengar teriakan Gina. Gadis itu semakin panik karena Cantik yang terus menangis."Gin, ini susunya." Leo memberikan botol susu pada Gina."Udah nggak panas lagi kan?""Nggak, tadi udah gue coba sedikit, udah pas kok."Gina meletakkan Cantik di atas tempat tidur dan mendekatkan ujung dot ke mulut anak itu. Cantik langsung diam begitu mendapat sumber asupannya yang membuat Leo dan Gina merasa lega.Keduanya memandangi bayi mungil itu bersamaan. Ketika susunya habis Cantik kembali menangis."Dia mau apa lagi ya, Le?" Gina bertanya bingung."Mungkin dia masih belum kenyang," duga Leo."Ya udah, lo bikinin lagi."Dengan sigap Leo beranjak ke belakang, membuatkan susu seperti tadi. Tapi ketika kembali memberikannya, Cantik masih menangis dan menolak."Dia kok nggak mau ya? Dia mau apa lagi sih?" Gina kebingungan, begitu pun dengan Leo."Gin, mungkin dia pup."Gina spontan memeriksa dan tertawa ketika mendapati dugaan Leo menjadi kenyataan."Bersi
Bab 79Leo dan Gina sudah berada di rumah. Keduanya sibuk mengurus bayi mungil yang mereka panggil Cantik.Saat ini Cantik sedang tidur dengan anteng di box-nya. Leo dan Gina memerhatikan anak itu sejak tadi. Kulit anak itu putih bersih. Hidungnya bangir. Bibirnya merah."Manis banget. Gedenya pasti bakal jadi idola cowok-cowok." Sejak tadi tidak ada habisnya Gina memuji Cantik."Dan gue nggak bakal ngebiarin cowok-cowok brengsek itu ngeganggu princess gue." Leo menimpali tanpa sadar yang membuat Gina terkekeh."Ini anak masih merah lo udah posesif banget. Gimana gedenya?""Gedenya gue bakal sewa sekuriti buat jaga dia dan nganterin ke mana-mana."Tawa Gina pecah berderai. Ketika Leo melebarkan mata memberi isyarat bahwa Cantik bisa bangun karena kebisingannya barulah Gina menurunkan volume suaranya."Eh, Le, gue baru ingat, kalo ntar Cantik bangun pasti dia minta susu. Sana gih lo beliin susu formula dulu. Jangan lupa beli botolnya juga sama cairan pembersih botol.""Susunya merek a
Bab 78Setelah perdebatan dengan Juna barusan Leo meminta agar pria itu mengantarnya ke ruang bayi.Lantaran kasihan akhirnya Juna mempertemukan Leo dengan anaknya. Walau bagaimanapun Leo adalah bapaknya. Leo berhak atas anak itu.Juna membawa Leo ke ruangan bayi. Mereka masuk ke sana dan berhenti tepat di dekat box seorang bayi perempuan. Bayi itu masih belum memiliki nama. Hanya ada nama Lovita sebagai ibunya serta hari dan tanggal lahir anak itu beserta panjang dan beratnya saat dilahirkan.Leo terpaku di tempatnya berdiri dengan mata menatap sendu pada bayi itu. Bayi berumur dua hari tersebut baru saja terlelap setelah seharian ini terus menangis. Kulit wajahnya putih kemerahan, serupa dengan warna bibirnya. Matanya tertutup rapat sehingga Leo tidak tahu apa warna iris matanya.“Dia baru saja tidur. Sejak lahir dia nggak berhenti nangis. Paling hanya saat tidur kayak gini. Mungkin dia tahu apa yang saat ini sedang dialami ibunya,” kata Juna memberitahu. Juna berdiri di sebelah Leo,
Bab 77Ponsel Leo tidak berhenti berdering selagi lelaki itu di dalam taksi. Jerry tidak berhenti meneror dan tampaknya belum akan puas kalau Leo belum menjawabnya.Melihat supir taksi yang sepertinya terganggu oleh suara handphonenya, Leo terpaksa menjawab panggilan dari Jerry. Lagipula Leo yakin pria itu belum akan berhenti jika Leo belum meladeninya."Halo," sapa Leo pelan yang disambut amukan emosi Jerry."Eh, Le, lo jangan main-main dong! Lo mau ke mana? Kerjaan lo belum kelar.""Kayak yang udah gue bilang tadi gue balik ke Jakarta, Jer.""Ngapain lo balik sekarang?""Ada hal penting yang harus gue selesaiin di sana," jawab Leo tanpa menjelaskan dengan detail apa hal penting tersebut."Hal penting apa yang lo maksud? Dengerin gue, Le. Nggak ada yang lebih penting selain ngelanjutin pekerjaan lo. Pemotretan belum selesai. Lo jangan main kabur sembarangan, bangsat!" Di balik ponselnya Jerry mengumpat sejadinya melampiaskan emosi pada Leo."Sorry, Jer, gue minta maaf banget. Bukann
Bab 76"Kenapa, Le? Nggak enak?" tanya Michelle memandangi Leo yang duduk di hadapannya. Leo menusuk-nusuk pizza dengan garpu seperti tanpa minat untuk memakannya. Saat ini keduanya sedang makan malam setelah pemotretan panjang sejak tadi pagi."Enak," jawab Leo sekenanya."Kalau enak kenapa nggak dimakan?"Leo menjejalkan sepotong pizza ke dalam mulut dan mencoba untuk menikmatinya. Tapi sungguh ia tidak bisa. Dari tadi perasaannya tidak enak. Pikirannya terus tertuju pada Lovita. Entah kenapa.Tadi ketika Leo mendapat kesempatan untuk istirahat, ia menggunakannya untuk menghubungi istrinya itu. Tapi nomor yang dituju tidak memberi respon. "Tadi kamu juga kayak nggak fokus lho, Le, kayak lagi ada yang dipikirin. Lagi mikir apa sih?" tanya Michelle lembut.Tadi saat pemotretan berlangsung Leo memang tidak bisa fokus. Akibatnya ia sering mendapat teguran lantaran harus take berkali-kali."Nggak ada. Cuma lagi nggak fokus aja."Leo nggak mungkin mengatakan yang sejujurnya kan?"Seriusa