Bab 3
"Ini kamar kita.""Kita?" Lovita membeliak ketika Leo membawa ke apartemennya lalu menunjukkan sebuah kamar yang ternyata mereka tempati bersama. Tadinya Lovita berpikir bahwa mereka akan tidur di kamar sendiri-sendiri."Kamar di sini hanya ada satu,” kata Leo lagi."Heran gue, katanya tajir tapi apartemennya kamarnya cuma satu."Ledekan Lovita hanya ditanggapi oleh Leo dengan tatapan lempengnya."Gue pergi dulu. Lo jangan banyak tingkah."Lovita mendengkus. "Bukan gue, tapi lo yang banyak tingkah."Leo tidak mendengarnya. Lelaki itu keburu menghilang di balik pintu.Sepeninggal Leo yang per hari ini menjadi suaminya, Lovita menarik napas panjang lalu menjatuhkan tubuhnya ke tempat tidur.Iya, dia dan leo sudah resmi menjadi suami istri. Mereka menikah tadi pagi, sah secara agama maupun negara.What a life.Lovita tidak pernah menyangka kalau jalan hidupnya yang berliku akan membawanya menjadi istri Leo. Satu-satunya lelaki di antara para model tampan yang pernah dia rias yang tidak dia sukai. Kalau dalam hubungan pekerjaan saja mereka tidak pernah cocok, lantas bagaimana mereka menjalani kehidupan pernikahan yang hanya satu tahun ini?Satu tahun bisa menjadi panjang. Bisa pula menjadi singkat. Bagi Lovita hidup satu tahun bersama Leo sama dengan siksaan satu abad.Sambil menjepit guling di sela-sela kakinya Lovita memejamkan mata. Dia berusaha untuk tidur sejenak. Peristiwa besar yang terjadi hari ini benar-benar membuatnya lelah. Tidak hanya secara fisik namun terlebih secara batin.Leo menyuruh manajernya mengundang media sebanyak-banyaknya agar pernikahannya dengan Lovita terpublikasi besar-besaran. Jadi para netizen tahu dan berhenti menudingnya sebagai pria penyuka sesama jenis.Pertanyaan seputar pernikahan merambat pada latar belakang Lovita. Siapa Lovita, dari mana asalnya dan masih banyak lagi. Sambil menggenggam tangan Lovita dengan tenang Leo menjelaskan pada wartawan bahwa Lovita adalah make-up artist sekaligus hair stylist pribadinya.Semua orang kini tahu itu. Bagi Leo mungkin hal tersebut biasa saja. Tapi bagi Lovita merupakan sebuah tekanan. Belum lagi dia harus menghadapi keheranan orang-orang di sekitarnya. Mereka tidak habis pikir bagaimana mungkin Leonardy Daniel, model muda yang ternama itu bisa memilih Lovita sebagai istrinya dan mendadak pula.Lovita membuang segala pikiran mengenai kejadian tadi pagi. Dia ingin mengosongkan benaknya agar bisa tidur. Yang terjadi, wajah Leo dan senyum miring menyebalkannya itu malah menari-nari di depan mata Lovita.Sejujurnya Lovita tidak akan membenci Leo jika saja lelaki itu tidak membuat trauma di hari istimewa dan paling bersejarah dalam hidupnya.Peristiwa tersebut terjadi sekitar satu tahun yang lalu. Waktu itu Lovita belum bekerja dengan Maya. Tapi menjadi asisten makeup artist terkenal langganan para publik figur. Orang-orang sering memanggilnya Tante Diah. Suatu hari Diah memanggil Lovita lalu menginformasikan sesuatu yang membuatnya luar biasa bahagia."Lov, besok lo yang gantiin gue ngerias ya, laki gue tiba-tiba sakit.""Siap, Tante," jawab Lovita tanpa banyak cerita. Lovita tidak mungkin membantah kan? Apa pun yang dititahkan padanya sudah menjadi tugas yang harus dilaksanakannya sepenuh hati. Dia tidak boleh pilih-pilih klien."Lo main siap-siap aja. Nggak mau nanya emang besok siapa yang mau dirias?""Emangnya siapa, Tante?""Rey Rolland," jawab Diah dengan senyum tipis di bibirnya.Selama beberapa saat Lovita mematung, tak dapat melontarkan sepatah kata pun.Serius dia akan merias Rey Rolland, model idolanya yang sudah lama menjadi crush-nya?"Kok malah bengong? Lo nggak mau?" tegur Diah menyaksikan Lovita mematung tanpa memberi respon."Mau, Tante! Mau banget!" jawab Lovita cepat. Jangan sampai Diah berubah pikiran lalu melempar job tersebut pada orang lain. "Tapi ini beneran kan? Nggak lagi nge-prank gue?" Lovita bilang begitu lantaran orang-orang di sekelilingnya tahu bahwa dia begitu mengidolakan Rolland. Model muda terkenal tapi ramah dan baik hati. Tidak seperti temannya yang songong."Ya beneran lah. Kurang kerjaan banget gue nge-prank lo."Senyum cerah Lovita mengembang seketika. Dia sudah tidak sabar menanti besok pagi tiba. Bahkan malamnya Lovita hampir tidak bisa tidur saking tidak sabar menunggu pertemuannya dengan Rolland.Lovita mengenakan pakaian terbaiknya saat akan berjumpa dengan Rolland. Dia juga berdandan secantik yang bisa dilakukannya. Hari itu penampilan Lovita benar-benar all out."Hai, dengan Rolland ya?" sapa Lovita ketika masuk ke ruang rias.Pria muda ramah senyum itu tersenyum hangat. Senyum yang sialnya membuat Lovita terserang grogi."Saya Lovita, asisten Tante Diah. Saya yang gantiin dia hari ini karena dia sakit," terang Lovita singkat."Sudah tahu," jawab Rolland merespon."Maksudnya kamu sudah mengenal saya?" jujur saja Lovita senang kalau Rolland benar mengenalnya."Maksudnya sudah tahu kalau Tante Diah nggak bisa ngerias hari ini dan bakal digantiin. Gue nggak kenal lo sebelumnya."Lovita tersenyum malu mendengar jawaban Rolland. Dia tidak tahu semerah apa mukanya saat ini."Sok ngartis."Dengan refleks pandangan Lovita tertuju pada seseorang di sebelah Rolland. Orang itu tidak melihat ke arahnya tapi sibuk bermain ponsel. Dari cermin besar di hadapan lelaki itu Lovita akhirnya tahu siapa dia. Leonardy Daniel. Model muda terkenal lainnya yang juga merupakan sahabat Rolland.'Sok ganteng,' jawab Lovita membalas ucapan Leo yang tentu saja hanya mampu dituturkannya dengan jengkel di dalam hati. Lovita tidak mau cari masalah dan kehilangan pekerjaannya.Mencoba melupakan kekesalan pada Leo, Lovita mulai bekerja merias wajah Rolland. Dia merasa sedikit gugup. Setiap sentuhan jarinya di kulit Roland meningkatkan degup jantungnya. Siapa yang nggak grogi coba bertemu langsung dengan orang yang diidolakan sejak dulu dan berkesempatan meriasnya?"Keren banget. Flawless. Baru kali ini gue dirias MUA yang hasilnya gue suka," puji Rolland sembari menatap refleksi dirinya di cermin setelah Lovita selesai meriasnya. “Lo pake Lovita aja, Le, MUA lo belum datang kan?” lanjutnya sembari memandang Leo yang sedang menunggu periasnya.Leo hanya mendengkus.
"Makasih, Rolland" balas Lovita. Pipinya menghangat mendengar sanjungan yang ditujukan padanya.Roland memberinya seulas senyum yang membuat Lovita kian grogi. Saking gugupnya Lovita menjatuhkan alat catok tanpa sengaja hingga mengenai kaki Leo.Lelaki itu mengaduh kesakitan lalu mengumpat sejadinya. Detik selanjutnya dia memandang tajam pada Lovita."Lo sengaja mau bikin gue celaka? Lo mau gue batal ikutan show?”"Maaf, maaf, nggak sengaja," ujar Lovita merasa bersalah lalu dengan cepat berjongkok lalu mengusap-usap punggung kaki Leo yang memerah."Lo ngapain?" Leo menyentak kakinya dari tangan Lovita dengan keras yang membuat gadis itu terkejut."Mau—""Mau bikin gue tambah celaka?""Bukan, bukan itu," jawab Lovita kilat. "Cuma mau ngeliat kaki kamu doang, katanya sakit.""Nggak perlu," jawab Leo dingin kemudian terpincang-pincang keluar dari ruang rias.Mulai saat itu Lovita menandai Leo. Laki-laki songong yang menyebalkan.Sialnya laki-laki itu saat ini sudah sah menjadi suaminya.Damn.***
Bab 4"Ngapain lo di sini?"Leo berdecak lalu duduk di sebelah Jerry. Diambilnya sebatang rokok dari kotaknya lalu menyelipkan ke bibir. Jerry spontan memberi api dari pemantik miliknya hingga rokok Leo menyala."Lo ngapain sih ke sini?" ulang Jerry memiringkan duduknya sambil memandang Leo. Setengah jam yang lalu model yang dimanajerinya itu menghubunginya, menanyakan keberadaan Jerry saat ini. Tak lama setelahnya Leo datang menyusul ke kelab malam tempat mereka berada sekarang."Emangnya gue harus di mana menurut lo?”"Ya di kamar lah, bikin anak." Jerry terkekeh pelan.Sedangkan Leo mendengkus keras. Amit-amit bercinta dengan cewek barbar itu. Membayangkan dia akan tidur satu kamar dengan Lovita sudah membuatnya mual."Kenapa emang? Kok kayaknya Lo alergi banget sama dia?” selidik Jerry yang ikut menyalakan rokoknya. "Dia cantik padahal.”Cantik dari Hong Kong."Lagian kalau lo pengen bercinta sama dia nggak bakal ada yang marah kok. Kalian kan udah resmi jadi suami istri."Kali ini
Bab 5Dengan susah payah Lovita memapah pemilik tinggi 183 sentimeter itu ke kamarnya. Ralat. Ke kamar mereka maksudnya.Sementara Leo yang sudah teler tidak tahu apa-apa lagi. Namun racauan-racauan tidak jelas terus berloncatan keluar dari mulutnya."Baru hari pertama lo udah bikin susah," omel Lovita yang akhirnya berhasil membawa Leo ke kamar. Dibaringkannya laki-laki itu ke tempat tidur dengan sedikit menghempaskan tubuhnya. Lovita tidak tahu entah hari-hari macam apa yang akan dilaluinya selama tiga ratus enam puluh lima hari ke depan kalau awalnya saja sudah seperti ini."Dasar pemabuk," kecam Lovita memerhatikan Leo yang belum berhenti meracau. Aroma alkohol yang menguar dari mulut lelaki itu membuat Lovita menutup hidung.Lovita baru akan beranjak meneruskan niatnya untuk mandi. Namun cekalan tangan Leo di lengannya membuat maksudnya urung terjadi.Lovita tidak yakin Leo sepenuhnya tidak sadar karena tiba-tiba saja lelaki itu memegang lehernya dan berujar pelan, "Haus ...""Be
Bab 6Posisi Lovita semakin terjepit. Leo kini mengungkung pergerakan Lovita hingga tidak bisa ke mana-mana.Napas Lovita turun naik. Dadanya bergemuruh hebat. Dia tidak sanggup membayangkan apa yang akan dilakukan Leo selanjutnya.Tidak. Lovita tidak sudi memberikan kesuciannya pada lelaki yang tidak dicintainya. Apalagi lelaki itu adalah Leo."Heh! Lo pura-pura mabuk ya?" Lovita memukul dada Leo. Tapi lelaki itu tidak peduli. Bibirnya terus bergerak mencecap leher jenjang Lovita.Ketakutan Lovita sudah mencapai puncaknya. Dia tahu persis kekuatannya tidak sebanding dengan tenaga Leo. "Lo bohongin gue. Lo pecundang! Lo bilang nggak ada skinship di antara kita." Lovita terus memukul dada Leo yang lagi-lagi tidak ada artinya. Percuma.Bibir lelaki itu kini sampai di dada Lovita. Sekujur tubuh perempuan itu meremang meresponnya."Tolong! Tolong!" Lovita berteriak semampu yang bisa dilakukannya. Tapi tidak ada gunanya karena sekeras apa pun dia mengeluarkan suara hanya dirinya dan Leo y
Bab 7Lovita tertawa gugup meningkahi candaan Jerry. Barulah setelah Jerry menutup sambungan telepon perempuan itu berdecak kesal. Kenapa jadi begini? Seingat Lovita dalam kesepakatannya dengan Leo dia hanya berstatus sebagai istri lelaki itu. Tidak ada ceritanya Lovita yang menyiapkan segala kebutuhan lelaki itu seperti yang dijabarkan Jerry tadi satu demi satu.Lagi-lagi Lovita merasa ditipu. Kemarin Leo mengingkari janjinya mengenai no skinship. Dan masih sepagian ini Lovita sudah dikejutkan oleh setumpuk pekerjaan yang diinstruksikan Jerry. Lovita tidak tahu ke depannya entah apa lagi yang akan disuruh orang-orang itu padanya."Baju gue mana?"Lovita tersentak dari lamunannya ketika tiba-tiba Leo muncul dari kamar mandi. Pria itu hanya mengenakan sehelai handuk putih yang menggantung rendah di pinggulnya.Dengan cepat Lovita memalingkan wajah menghindari pemandangan terlarang itu."Itu di lemari," Lovita menjawab tanpa melihat ke arah Leo."Lo ambilin dong!""Kok gue?" balas Lovit
Bab 8"Ciyeeee yang pengantin baru ..."Lovita disambut dengan sorak-sorai dan ledekan teman-temannya ketika sampai di kantor.Kantor yang disebut merupakan sebuah gedung bertingkat dua tempat berkumpul para penata rias yang tergabung di dalam tim di bawah kepemimpinan Maya Citra."Eh, Lov, kok jalan lo biasa aja sih?" celetuk Caca memerhatikan cara Lovita melangkah yang tidak ada bedanya dari sebelum menikah."Iya nih," Sisi ikut menimpali."Emang jalan gue harus gimana?" ujar Lovita menanggapi keheranan teman-temannya. Apa karena dia menikah dengan Leo maka gaya berjalannya juga harus melenggok-lenggok seperti lelaki itu?"Yaelah, Lov, lo kan baru habis malam pengantinan. Masa iya jalan lo kayak nggak habis ngapa-ngapain."Mulut Lovita membulat. Dia mengerti sekarang apa yang tengah dibicarakan. Kan memang nggak ada yang terjadi, katanya di dalam hati. Amit-amit dia malam pengantinan dengan siberengsekitu.Namun sayangnya Lovita hanya bisa menyumpah serapah di dalam hati. Lovita k
Bab 9"Le, lo ngapain?" lirih Lovita tanpa mampu membalas tatapan Leo. Bahkan suaranya juga terdengar seperti tikus kejepit. Masalahnya jarak antara dirinya dengan Leo sudah begitu dekat. Sedikit saja tangan Leo tergelincir maka tubuh Leo akan menimpa badannya. Belum lagi cara Leo menatapnya yang Lovita rasakan begitu berbeda."Lo ragu kan gue laki-laki? Lo bilang gue perempuan. Makanya gue pengen ngebuktiin sama lo langsung."Ya tapi nggak begini juga caranya," balas Lovita sembari menahan dada Leo dengan tangannya."Jadi caranya gimana? Gimana caranya menurut lo buat ngebuktiin kalau gue laki-laki? Hm?""Iy-iya, gue percaya kalau lo laki-laki," jawab Lovita tergagap. "Tapi awas dulu. Lo hampir nimpa gue, Le ...""Kalau gue nggak mau, gimana?"Sontak Lovita mengembalikan pandangannya pada Leo mendengar tantangan laki-laki itu."Apa maksud lo bilang nggak mau? Lo mau ngingkari janji Lo yang no skinship lagi? Lo mau coba-coba perkoas gue?"Segaris senyum miring membingkai bibir merah a
Bab 10Lovita sontak bangun dari posisinya berbaring ketika mendengar ancaman Leo padanya."Apa lo bilang?""Kalau lo nggak mau tidur di kamar, gue bakal gendong lo.""Suka-suka gue dong mau tidur di mana. Yang penting gue nggak ngeganggu lo.""Tapi gue nggak mau keluar duit buat bayar rumah sakit kalau lo sampe kena DBD," dalih Leo berkilah.Mata Lovita mengelana ke sekelilingnya. Disusul dengan kernyitan di dahi. "Mana ada nyamuk di sini?" ujarnya keheranan."Sekarang memang nggak kelihatan, tapi nanti kalau lo udah tidur. Gue nggak mau rugi uang dan waktu kalau lo sampe dirawat di rumah sakit. Udah! Jangan bawel. Tidur di kamar sekarang!" Leo langsung menarik tangan Lovita lalu menyeretnya ke kamar."Aduh, Le, sakit, lepasin tangan gue ..." Lovita meringis sambil mencoba melepaskan tangannya dari cengkeraman Leo.Lelaki itu mengabaikan Lovita dan terus menariknya ke kamar. Setelah menutup dan mengunci pintu barulah lelaki itu melepaskannya.Lovita mengusap-usap lengannya sambil be
Bab 11"Lov, gimana rasanya nikah sama Leo? Lo udah hamil belum sih?"Pertanyaan yang baru saja didengarnya hampir saja membuat Lovita tersedak dan menyemburkan orange juice-nya.Dengan cepat Gina yang duduk di dekatnya mengulurkan tisu ke arah Lovita. Saat ini mereka sedang makan siang bersama. Tidak ada angin, tidak ada hujan, dari yang tadinya membicarakan mengenai produk makeup terbaru tiba-tiba saja Gina membelokkan topik ke arah itu.Lovita terbatuk-batuk lalu mengelap mulutnya dengan tisu yang diberi Gina."Sorry, Lov, sorry," ujar Gina melihat Lovita masih membersihkan area sekitar mulut dan bajunya yang sedikit basah."Lo apaan sih, Gin, nanya kayak gitu?" kata Lovita setelah mampu menenangkan diri."Wajar kan kalau gue nanya? Secara lo sama Leo udah married satu bulan."Iya. Tanpa terasa saat ini sudah satu bulan lamanya Lovita menjadi istri Leo. Dalam rentang waktu itu hubungan keduanya tidak lagi seperti anjing dan kucing walau sesekali mereka masih bertengkar.Lovita men
Bab 84Hal pertama yang dirasakan Lovita adalah rasa berat di matanya bagai diberi perekat. Lalu dengan perlahan-lahan kelopak matanya terbuka sedikit demi sedikit hingga ia benar-benar bisa membuka matanya. Hal berikut yang Lovita rasakan adalah rasa dingin dan kosong.Ia tidak tahu di mana tempatnya berada saat ini. Semua terasa asing.Yang bisa Lovita lakukan adalah menatap ke sekelilingnya sembari berpikir ini di mana tempatnya berada sekarang dan kenapa ia berada di sana."Lov ... Lovita ..." Saat ia tengah bergumul dengan kebingungannya Lovita mendengar suara seseorang memanggilnya, merasuki gendang telinganya.Lovita menggerakkan kepalanya perlahan. Di saat itulah perempuan tersebut menyadari bahwa ia tidak sendiri. Ada orang lain di sebelahnya. Sedang menggenggam tangannya dengan wajah penuh kekhawatiran."Kamu sudah sadar, Sayang?"Lovita tak segera berikan jawaban. Ditatapnya raut gagah berselimut kecemasan itu dengan pandangan kurang yakin."Lov, ini aku Leo, suami kamu. Ka
Bab 83Jerry melunak setelah Leo ceritakan mengenai kondisi Lovita yang kritis dan hingga saat ini tidak sadarkan diri. Setelah penjelasan panjang kali lebar itu Jerry bersedia diajak ke rumah sakit untuk membesuk Lovita. Meski perjalananan tersebut tidaklah semulus itu. Selama di mobil Jerry terus meracau menyesali kebodohan Leo dengan kata-kata kasar."Udah dong, Jer. Pusing kepala gue dengerin lo ngomel melulu," ujar Leo agar Jerry berhenti mengoceh seperti ibu-ibu kalah arisan."Kepala lo cuma sakit kan, Nyet? Ini kepala gue berasa mau pecah mikirin masalah lo yang nggak ada habis-habisnya. Brand udah mutusin kerjasama dengan kita. Lo bakal kena sanksi dan gue ..." Jerry yang sedang menyetir sengaja menggantung perkataannya untuk memberi efek dramatis.Leo menolehkan kepalanya menatap laki-laki itu, menanti apa yang akan disampaikannnya."Gua nggak bakal dapet apa-apa. Gue nggak bakal dapet cuan. Yang ada cuma omelan dan tekanan dari Mas Jackie. Lo sih enak duit lo banyak. Nah gue
Bab 82Taksi yang membawa Leo berhenti di depan gedung apartemennya. Pria itu bergegas keluar dari sana. Tepat di saat itu ponselnya berdering. Leo berdecak ketika menyaksikan nama Jerry di sana. Pria itu tidak berhenti menerornya."Halo.""Di mana lo, Nyet? Gue udah jamuran nunggu lo dari tadi!" Jerry langsung menyembur.Ingin rasanya Leo membalas emosi Jerry dengan kemarahan yang sama. Namun ia tahu dirinyalah yang salah, jadi sekuat apa pun ia melawan hasilnya adalah percuma."Gue udah nyampe," jawab Leo pelan sembari melangkah ke parkiran basement.Tampak olehnya Jerry sedang berdiri dengan tangan berkacak pinggang beberapa meter di depan sana.Leo terus melangkah mendekati lelaki itu. Ketika jarak mereka tidak kurang dari satu meter lelaki itu langsung melayangkan tinjunya memberi Leo bogem mentah bertubi-tubi."Sialan lo, Njing! Lo pikir diri lo siapa? Udah ngerasa hebat? Tanpa gue lo nggak bakal jadi apa-apa. Orang-orang nggak bakal kenal sama lo. Lo nggak lebih dari sekadar sa
Bab 81Mengurus bayi baru lahir seperti Cantik betul-betul menguras energi Leo dan Gina. Apalagi keduanya sama-sama tidak berpengalaman. Hari itu Cantik tidak mandi sama sekali. Gina hanya menyeka anak itu dengan tisu basah. Meskipun Leo sudah mempelajari tutorialnya dari internet tapi ia masih belum berani memandikan putri mungilnya. Begitu pun dengan Gina.Cantik baru saja selesai menyusu. Gina mendapat bagian membuat susunya sedangkan Leo bertugas memegang botol susu."Le, besok lo bisa sendiri kan?" tanya Gina setelah Cantik tertidur. Anak itu sudah kenyang menyusu. Besok Gina ada job pagi. Ia tidak bisa menemani Leo mengurus Cantik."Bisa nggak bisa gue usahain bisalah, Gin.""Terus mandiin Cantik gimana? Gue masih nggak berani. Gue masih nervous parah. Gue takut tiba-tiba aja dia jatuh dari tangan gue.""Gue juga gitu," timpal Leo."Tapi Cantik nggak mungkin nggak mandi dan cuma dilap-lap pake tisu mulu kan?"Keduanya terpingkal menertawai kekonyolan mereka."Gini deh, besok pag
Bab 80Leo tergesa-gesa ke kamar begitu mendengar teriakan Gina. Gadis itu semakin panik karena Cantik yang terus menangis."Gin, ini susunya." Leo memberikan botol susu pada Gina."Udah nggak panas lagi kan?""Nggak, tadi udah gue coba sedikit, udah pas kok."Gina meletakkan Cantik di atas tempat tidur dan mendekatkan ujung dot ke mulut anak itu. Cantik langsung diam begitu mendapat sumber asupannya yang membuat Leo dan Gina merasa lega.Keduanya memandangi bayi mungil itu bersamaan. Ketika susunya habis Cantik kembali menangis."Dia mau apa lagi ya, Le?" Gina bertanya bingung."Mungkin dia masih belum kenyang," duga Leo."Ya udah, lo bikinin lagi."Dengan sigap Leo beranjak ke belakang, membuatkan susu seperti tadi. Tapi ketika kembali memberikannya, Cantik masih menangis dan menolak."Dia kok nggak mau ya? Dia mau apa lagi sih?" Gina kebingungan, begitu pun dengan Leo."Gin, mungkin dia pup."Gina spontan memeriksa dan tertawa ketika mendapati dugaan Leo menjadi kenyataan."Bersi
Bab 79Leo dan Gina sudah berada di rumah. Keduanya sibuk mengurus bayi mungil yang mereka panggil Cantik.Saat ini Cantik sedang tidur dengan anteng di box-nya. Leo dan Gina memerhatikan anak itu sejak tadi. Kulit anak itu putih bersih. Hidungnya bangir. Bibirnya merah."Manis banget. Gedenya pasti bakal jadi idola cowok-cowok." Sejak tadi tidak ada habisnya Gina memuji Cantik."Dan gue nggak bakal ngebiarin cowok-cowok brengsek itu ngeganggu princess gue." Leo menimpali tanpa sadar yang membuat Gina terkekeh."Ini anak masih merah lo udah posesif banget. Gimana gedenya?""Gedenya gue bakal sewa sekuriti buat jaga dia dan nganterin ke mana-mana."Tawa Gina pecah berderai. Ketika Leo melebarkan mata memberi isyarat bahwa Cantik bisa bangun karena kebisingannya barulah Gina menurunkan volume suaranya."Eh, Le, gue baru ingat, kalo ntar Cantik bangun pasti dia minta susu. Sana gih lo beliin susu formula dulu. Jangan lupa beli botolnya juga sama cairan pembersih botol.""Susunya merek a
Bab 78Setelah perdebatan dengan Juna barusan Leo meminta agar pria itu mengantarnya ke ruang bayi.Lantaran kasihan akhirnya Juna mempertemukan Leo dengan anaknya. Walau bagaimanapun Leo adalah bapaknya. Leo berhak atas anak itu.Juna membawa Leo ke ruangan bayi. Mereka masuk ke sana dan berhenti tepat di dekat box seorang bayi perempuan. Bayi itu masih belum memiliki nama. Hanya ada nama Lovita sebagai ibunya serta hari dan tanggal lahir anak itu beserta panjang dan beratnya saat dilahirkan.Leo terpaku di tempatnya berdiri dengan mata menatap sendu pada bayi itu. Bayi berumur dua hari tersebut baru saja terlelap setelah seharian ini terus menangis. Kulit wajahnya putih kemerahan, serupa dengan warna bibirnya. Matanya tertutup rapat sehingga Leo tidak tahu apa warna iris matanya.“Dia baru saja tidur. Sejak lahir dia nggak berhenti nangis. Paling hanya saat tidur kayak gini. Mungkin dia tahu apa yang saat ini sedang dialami ibunya,” kata Juna memberitahu. Juna berdiri di sebelah Leo,
Bab 77Ponsel Leo tidak berhenti berdering selagi lelaki itu di dalam taksi. Jerry tidak berhenti meneror dan tampaknya belum akan puas kalau Leo belum menjawabnya.Melihat supir taksi yang sepertinya terganggu oleh suara handphonenya, Leo terpaksa menjawab panggilan dari Jerry. Lagipula Leo yakin pria itu belum akan berhenti jika Leo belum meladeninya."Halo," sapa Leo pelan yang disambut amukan emosi Jerry."Eh, Le, lo jangan main-main dong! Lo mau ke mana? Kerjaan lo belum kelar.""Kayak yang udah gue bilang tadi gue balik ke Jakarta, Jer.""Ngapain lo balik sekarang?""Ada hal penting yang harus gue selesaiin di sana," jawab Leo tanpa menjelaskan dengan detail apa hal penting tersebut."Hal penting apa yang lo maksud? Dengerin gue, Le. Nggak ada yang lebih penting selain ngelanjutin pekerjaan lo. Pemotretan belum selesai. Lo jangan main kabur sembarangan, bangsat!" Di balik ponselnya Jerry mengumpat sejadinya melampiaskan emosi pada Leo."Sorry, Jer, gue minta maaf banget. Bukann
Bab 76"Kenapa, Le? Nggak enak?" tanya Michelle memandangi Leo yang duduk di hadapannya. Leo menusuk-nusuk pizza dengan garpu seperti tanpa minat untuk memakannya. Saat ini keduanya sedang makan malam setelah pemotretan panjang sejak tadi pagi."Enak," jawab Leo sekenanya."Kalau enak kenapa nggak dimakan?"Leo menjejalkan sepotong pizza ke dalam mulut dan mencoba untuk menikmatinya. Tapi sungguh ia tidak bisa. Dari tadi perasaannya tidak enak. Pikirannya terus tertuju pada Lovita. Entah kenapa.Tadi ketika Leo mendapat kesempatan untuk istirahat, ia menggunakannya untuk menghubungi istrinya itu. Tapi nomor yang dituju tidak memberi respon. "Tadi kamu juga kayak nggak fokus lho, Le, kayak lagi ada yang dipikirin. Lagi mikir apa sih?" tanya Michelle lembut.Tadi saat pemotretan berlangsung Leo memang tidak bisa fokus. Akibatnya ia sering mendapat teguran lantaran harus take berkali-kali."Nggak ada. Cuma lagi nggak fokus aja."Leo nggak mungkin mengatakan yang sejujurnya kan?"Seriusa