Share

Bab 3 Kelaparan

Penulis: EstrianaTamsir
last update Terakhir Diperbarui: 2023-07-26 14:33:13

Bab 3 Kelaparan

Meidina lelah. Sepanjang malam bayinya yang baru berusia dua bulan itu rewel terus. Baby Zavia demam. Semalaman ia menggendong putri bungsunya itu hingga menjelang waktu Subuh.

Di samping letih, Meidina juga kelaparan. Dari kemarin perutnya belum diisi makanan. Terakhir sarapan hanya dengan mie instan saja. Sekadar ingin membuat teh manis sebagai pengganjal perut saja, gulanya habis pula.

Meidina bingung. Entah hari ini anak-anaknya masih bisa makan. Sementara isi dompetnya benar-benar kosong. Bahkan uang recehan koin saja tidak ada.

Sayup-sayup terdengar azan Subuh berkumandang dari kejauhan. Meskipun kepalanya terasa berat dan pusing akibat kurang tidur, Meidina memaksakan dirinya untuk segera bangun. Ia bangkit, berjalan sambil berpegangan pada dinding, terhuyung melangkah ke kamar mandi untuk mengambil air wudu.

Selesai melaksanakan sholat Subuh, tidak lupa Meidina berdoa. Memohon untuk diberikan kesabaran dan keluasan rezeki juga mendoakan arwah almarhum suaminya.

Meidina mengusapkan kedua telapak tangannya ke wajah sebagai penutup rangkaian doanya.

Perempuan berstatus janda itu menyusut air mata dari kedua sudut matanya yang basah. Setiap selesai sholat dan berdoa batinnya tenang dan perasaannya terasa lega.

Meidina mengambil mushaf Al-Qur'an yang berada di atas lemari plastik empat susun. Belum sempat membuka lembaran firman Allah, terdengar tangisan bayi menggema di ruangan sempit kontrakan rumahnya.

Meidina meletakkan Al Qur'an kembali ke tempat semula dan melipat mukenanya dengan asal. Dengan terburu-buru ia menghampiri bayinya untuk memberinya ASI. Meski ASI-nya hanya sedikit.

Tangisan bayi itu reda seketika setelah mulutnya tersumpal dengan ASI. Sambil menyusui bayinya, Meidina memperhatikan wajah polos bayinya yang sangat mirip dengan mendiang suaminya.

"Zavia, kasihan kamu, Nak! Kamu belum pernah melihat dan merasakan sentuhan kasih sayang dari ayahmu," bisiknya lirih dengan air mata berderai.

Setiap mengingat Firman, air matanya pasti luruh tanpa bisa ditahannya. Meski sudah tiga bulan berlalu, setiap mengingat suaminya, dadanya masih terasa sesak karena separuh napasnya pergi, meninggalkan ruang hampa di sudut hatinya.

Betapa malangnya nasib bayi Zavia. Ayahnya meninggal saat ia masih berada dalam kandungan. Terbayang kembali saat ia bertaruh nyawa sendirian dalam melahirkan Zavia tanpa di dampingi siapa pun dua bulan yang lalu. Ibu mertua dan saudara iparnya bahkan tidak ada yang datang menengok bayinya.

Kadang Meidina berpikir apa mungkin almarhum suaminya bukan anak kandung ibu mertuanya. Perlakuan keluarga suaminya sering membuatnya sakit hati. Firman seperti anak yang tidak dianggap. Kedua kakak perempuannya di sekolahkan hingga sarjana. Sementara Firman sebagai anak bungsu hanya lulusan SMA.

Pandangan mata Meidina beralih pada dua anaknya yang lain yang tengah tertidur pulas hanya dengan beralaskan kasur busa tipis. Ayara, si sulung yang kini berusia 8 tahun dan duduk kelas dua SD dan adiknya, Bimo yang berusia 5 tahun yang harusnya bersekolah TK. Namun, setelah suaminya meninggal, Bimo keluar dari TK karena Meidina tidak sanggup lagi membayar SPP dan biaya lainnya.

Ketiga buah hatinya harus menjadi anak yatim dalam usia sekecil itu.

Tiga purnama Firman berpulang menghadap Sang Pencipta. Namun, hingga saat ini Medina masih belum bisa benar-benar mengikhlaskan kepergiaan suaminya. Rasa kehilangan, kesedihan yang mendalam dan kesepian. Itu yang masih dirasakannya hingga saat ini.

Betapa saat ini ia sangat merindukan sosok suaminya. Rasanya ia tidak sanggup menahan beban hidup ini sendirian. Menjadi single parent bagi ketiga anaknya juga menghadapi stereotip negatif terkait status janda yang disandangnya kini.

Demi anak-anak, Meidina berusaha bangkit dari keterpurukan. Ia harus kuat dan tangguh. Ia tidak boleh cengeng. Anak-anaknya masih sangat tergantung padanya.

Meidina percaya dengan janji Allah  bahwa  setelah kesulitan akan ada kemudahan. Itu sangat ia yakini kebenarannya. Tanpa ada keraguan sedikit pun.

Nasib orang tiada yang tahu. Disaat usianya baru mau menginjak 28 tahun, Meidina sudah menyandang status janda. Status yang sering dianggap miring.

Keluarga si penabrak suaminya bertanggung jawab dengan memberikan uang damai sebesar seratus juta. Andai saja ibu mertuanya memberikan sedikit saja untuknya, mungkin saat ini Meidina masih memiliki simpanan uang untuk bertahan hidup.

"Astagfirullah hal adzim," ucapnya lirih. Keadaan yang sulit terkadang membuat Meidina masih sering mengeluh dan berandai-andai. Kadang ia lupa untuk bersyukur.

"Bunda ... laper!" Rengekan Bimo menyadarkannya dari lamunan.

Semalam Ayara dan Bimo tidak makan nasi. Siangnya tetangga sebelah kontrakan memberikan semangkok bubur kacang hijau untuk mereka. Pantas saja ketika terbangun di pagi hari perut anaknya terasa lapar. Ia sama sekali sudah tidak mempunyai uang untuk membeli bahan makanan.

"Ya, Allah apa yang harus aku lakukan sekarang?" rintihnya pilu.

Meidina mulai berpikir untuk mencari jalan keluar. Solusi yang pertama kali melintas di benaknya adalah ia akan meminjam uang kepada tetangga sebelah kontrakan. Namun, ia merasa malu terlalu sering meminjam uang kepada Mbak Wangi. Tetangganya itu juga sudah terlalu sering membantunya.

Mau meminjam ke ibu mertua dan saudara iparnya yang mampu, rasanya tak mungkin. Saat almarhum suaminya masih hidup saja, suaminya tidak pernah mau meminjam uang kepada keluarganya sendiri. Meidina yakin suaminya pasti tidak suka andai ia mengemis meminjam kepada saudara iparnya.

Solusi kedua, berhutang ke warung. Di mana ada peraturan tidak tertulis, warung baru buka biasanya tidak mau memberikan utangan. Itu pamali, seperti mitos yang berkembang. Pemilik warung bisa dipastikan tidak akan mau memberikan utangan takut mendapatkan kesialan sepanjang hari

Pembeli pertama adalah pembuka rezeki, sebagai penglaris. Bila pembeli pertama saja sudah berutang, dikhawatirkan sepanjang hari akan banyak pembeli yang datang berutang.

Bila hendak berutang harus ke warung agak siang. Itu pun bila pemilik warung masih mau memberikan utangan. Mengingat utangnya di warung sudah menumpuk.

"Bun, laper mau makan!" Bimo terus-terusan merengek minta makan, membuat batin Medina terasa pedih.

"Sabar, ya, Sayang! Bobok lagi aja, Bim. Di luar rumah juga masih gelap, kok." Meidina berusaha menenangkan putra keduanya, menyuruhnya kembali tidur.

Solusi ketiga, menjual barang. Barang apa yang bisa dijual di kontrakan itu? Perhiasan pun ia tak punya. Satu-satunya perhiasan adalah cincin kawin yang sudah ia jual untuk biaya melahirkan Zavia di bidan dua bulan yang lalu.

Tak ada televisi di rumahnya. Ponselnya pun jadul dan murahan. Tidak ada yang bisa dijual. Ponsel yang di miliki suaminya hilang saat kecelakaan. Ia tak habis pikir ada orang tega mengambil barang berharga milik orang yang telah meninggal.

Tiba-tiba pandangan matanya tertuju pada tumpukan buku tulis bekas dan buku paket tema bekas milik Ayara yang teronggok di sudut ruangan.

Zavia tidur kembali setelah menyusu. Sementara Ayara juga masih tertidur pulas. Meidina bergegas melangkahkan kaki ke warung sayur di ujung jalan, dengan tangan kanan menenteng kantong kresek berisi tumpukan buku bekas. Sementara tangan kiri menggandeng tangan Bimo.

Buku bekas itu biasa untuk membungkus cabai dan bawang. Medina bersyukur buku bekasnya dihargai sepuluh ribu rupiah. Cukup untuk membeli setengah liter beras dan sepotong tempe.

"Alhamdulillah, terima kasih, Ya, Allah untuk rezeki hari ini." Meidina bersyukur hari ini anaknya masih bisa makan.

Selama seminggu kemarin Meidina rutin menitipkan gorengan di warung. Ada bakwan, tempe goreng, pisang goreng, dan ubi goreng. Namun, dagangannya kurang laku hingga modal untuk berjualan pun tergerus habis.

Hari ini Meidina terpikirkan untuk memulung saja, yang tidak membutuhkan modal uang. Almarhum suaminya dulu, sering memulung jika sedang tidak ada pekerjaan di proyek. Ia sudah kenal dengan juragan pengepul barang bekas.

Bersambung ....

Bab terkait

  • Bayi Telantar di Rumah Sakit    Bab 4 Tegar di Tengah Badai

    Bab 4 Tegar di Tengah BadaiHari ini Meidina terpikirkan untuk memulung saja. Pekerjaan yang tidak membutuhkan modal uang, hanya tenaga saja. Almarhum suaminya dulu, sering memulung jika sedang tidak ada pekerjaan di proyek. Meidina juga sudah kenal dengan juragan pengepul barang bekas. Dulu ia pun pernah ikut suaminya memulung.Berbekal karung dan besi pengait, Meidina menggendong bayinya dan menggandeng Bimo. Sementara Ayara berjalan sendiri. Hari Minggu, Ayara libur sekolah. Sementara Bimo tidak melanjutkan sekolahnya di TK karena terkendala biaya. Meidina mengajari Bimo baca tulis sendiri. Tahun depan putra keduanya baru akan di masukkan SD negeri tempat Ayara bersekolah.Meidina tidak tega meninggalkan anaknya di rumah. Jadi, ia memulung dengan membawa ketiga anaknya.Di sepanjang jalan yang dilalui, Meidina merasa orang-orang yang ditemuinya di jalan melihatnya dengan tatapan iba.Meidina merasa risih dan mencoba cuek tidak memedulikan pandangan orang di sekitarnya. Dengan sem

    Terakhir Diperbarui : 2023-07-26
  • Bayi Telantar di Rumah Sakit    Bab 5

    Bab 5 Mencari Nafkah "Kecuali apa, Engkong?" tanya Meidina antusias."Lo mau jadi isteri gue yang ketiga. Gue jamin hidup lo bakalan enak. Gue punya banyak kontrakan, Neng."Meidina langsung beristighfar dalam hati. Ia sampai bergidik ngeri membayangkan jadi isteri ketiga kakek-kakek tua yang sudah bangkotan. Tidak! Meidina tidak ada niat sedikit pun untuk menikah lagi. Ia masih sangat mencintai dan ingin tetap setia kepada almarhum suaminya. Memiliki anak-anak saja sudah cukup sebagai sumber kebahagiaannya. Alasannya untuk tetap bertahan hidup, walaupun harus membesarkan mereka seorang diri. Hingga detik ini Meidina sudah memutuskan tidak akan menikah lagi.Meidina mulai kebingungan setiap tidak memegang uang. Meski rezeki sudah diatur oleh Sang Pencipta, tetap saja harus ada effort dulu sebelum bertawakal.Untuk makan setiap hari saja Meidina masih pusing, ditambah lagi untuk membayar kontrakan yang sudah menunggak dua bulan. Ia sudah membayangkan akan diusir dari rumah kontrakan

    Terakhir Diperbarui : 2023-07-26
  • Bayi Telantar di Rumah Sakit    Bab 6 Dilabrak Tetangga

    Bab 6 Dilabrak Tetangga Setelah mengantarkan keponakannya, Jasmine ke sekolah Taman Kanak-kanak, Radeva melajukan mobilnya menuju kantor milik papanya. Mulai hari ini ia bertekad akan bersungguh-sungguh bekerja di kantor papanya. Selama ini ia enggan bekerja. Hidupnya dihabiskan berfoya-foya, keluyuran ke sana ke mari. Tidak jelas tujuan hidupnya. Ia pikir tidak perlu bekerja, hidupnya akan terjamin selamanya dengan kekayaan yang dimiliki oleh kedua orang tuanya. Saat melintasi jalan raya tempat ia mengalami kecelakaan tunggal menabrak pembatas jalan, pemuda tampan berusia 27 tahun itu sedikit merasa trauma, mengingat betapa kerasnya benturan saat kecelakaan tunggal.Ia bersyukur nyawanya masih bisa selamat. Padahal ia terluka parah saat motor yang dikendarainya menabrak pembatas jalan. Keadaannya kritis, koma hingga dua bulan lamanya. Sebuah keajaiban atau mukjizat dia masih hidup, masih diberi kesempatan untuk menebus dosa-dosanya.Saat koma, Radeva mengalami perjalanan spiritual

    Terakhir Diperbarui : 2023-08-16
  • Bayi Telantar di Rumah Sakit    Bab 7 Menolak Pinangan

    Bab 7 Menolak Pinangan "Maaf, Bu, Alfin, aku tidak bisa. Rasanya terlalu cepat bagiku untuk menikah lagi. Bahkan tanah kuburan suamiku saja masih basah. Aku sudah berniat tidak akan menikah lagi. Aku masih sangat mencintai Mas Firman. Aku akan tetap setia menjadi pasangannya sampai surga." Meidina mantap menolak pinangan dari Alfin. Di hatinya masih dipenuhi akan kenangannya dengan almarhum suaminya.Meidina tidak menduga ternyata Alfin mencintainya. Selama ini ia hanya menganggap lelaki itu sebatas teman masa kecil dan menjadi sahabatnya sampai remaja. Tidak pernah ada perasaan lebih.Ada raut kecewa tercetak jelas di wajah Alfin maupun ibunya. Tapi untuk saat ini, Meidina masih ingin hidup sendiri, fokus merawat dan membesarkan anak-anaknya. Sama sekali tidak terpikirkan untuk menikah lagi. Memiliki ketiga buah hati saja sudah cukup baginya. Anak-anak adalah sumber kebahagiaannya.Ibunya Meidina menginap hanya dua malam saja di kontrakan Meidina yang sempit. Itu cukup untuk mengoba

    Terakhir Diperbarui : 2023-08-22
  • Bayi Telantar di Rumah Sakit    Bab 8 Direndahkan Ipar

    Bab 8 Direndahkan IparSaat tengah menyusui bayi Zavia, ponsel Meidina berdering. Ada panggilan masuk dari kontak kakak iparnya."Din, itu ada baju-baju bekas buat Aya sama Bimo. Ambil ke rumah, ya!" perintah Mbak Dewi. Kakak iparnya itu memiliki anak yang lebih besar dari kedua anak Meidina."Ya, Mbak, nanti kuambil ke rumah."Meidina tidak pernah bisa menolak setiap kali Mbak Dewi, kakak iparnya memberikan barang bekas untuknya. Padahal tidak semua barang bekas yang diberikannya itu masih bisa dipakai. Terkadang hanya berakhir di tong sampah.Perekonomian Mbak Dewi lumayan mapan karena ia dan suaminya lulusan sarjana ekonomi hingga bisa bekerja di kantor dengan gaji lumayan. Berbeda dengan almarhum suaminya, Firman yang hanya bersekolah hingga tamat SMA saja. Pekerjaan yang diperoleh suaminya hanya sebatas kuli bangunan.Meidina tidak berani menolak barang bekas pemberian kakak iparnya karena tidak enak dan takut Mbak Dewi akan marah bila ditolak."Kamu tuh, udah miskin jangan belag

    Terakhir Diperbarui : 2023-08-23
  • Bayi Telantar di Rumah Sakit    Bab 9 Sebuah Balas Budi

    Bab 9 Sebuah Balas BudiMeidina beristighfar dalam hati saat mendengar kata-kata hinaan yang terlontar dari bibir kedua kakak iparnya itu. Meski ucapan mereka sudah sering menyakiti, tetap saja hatinya terasa teremas. Meidina sudah terbiasa mengalah. Mungkin sebagian besar orang menganggap sikap mengalahnya itu suatu hal bodoh. Orang mengalah itu bukan berarti kalah dan lemah. Almarhum suaminya pernah menasihati Meidina untuk tidak membalas perbuatan jahat dengan kejahatan. Ada hukum alam tabur tuai. Apa yang kita tabur, itulah yang akan kita tuai. Entah perbuatan baik yang ditabur, maupun perbuatan buruk. Itulah yang akan dituai nantinya.Di depan pintu seorang pemuda bertubuh tinggi dan kurus serta berwajah manis menyaksikan sendiri bagaimana Meidina diremehkan dan dihina oleh kedua kakak iparnya. Pemuda itu merasa dejavu karena ia sering melihat kakak angkatnya, almarhum Firman, sering diperlakukan seperti itu oleh ibu dan kakaknya sendiri."Ternyata Mbak Dewi sama Mbak Tika mas

    Terakhir Diperbarui : 2023-08-24
  • Bayi Telantar di Rumah Sakit    Bab 10 Santunan Sembako

    Bab 10 Santunan SembakoSaat hampir tiba di depan makam Firman, Meidina mengerutkan keningnya saat melihat ada seorang pemuda yang menziarahi makam suaminya. Pemuda itu sedang berjongkok, hanya terlihat punggung lebarnya saja dari belakang."Siapakah pemuda itu? Mungkin teman Mas Firman," batinnya. Almarhum suaminya itu memang orangnya supel, baik hati dan suka menolong, hingga banyak mempunyai kawan.Saat jarak Meidina makin dekat dengan makam suaminya, berbarengan pemuda yang berjongkok itu berdiri dan spontan membalikkan badannya hingga keduanya saling berhadapan dan sama-sama terkejut.Keduanya sempat saling bersitatap beberapa detik sebelum akhirnya Meidina menundukkan pandangan matanya."Mas ini siapa? Mas kenal dengan almarhum suami saya?" tanya Meidina sambil mengingat wajah pemuda itu yang sepertinya pernah ia lihat sebelumnya.Pemuda itu yang tak lain adalah Radeva tampak syok saat perempuan yang membawa tiga anak itu menyebut itu adalah makam suaminya. Orang tua Radeva tid

    Terakhir Diperbarui : 2023-08-25
  • Bayi Telantar di Rumah Sakit    Bab 11 Perlakuan Beda Mertua

    Bab 11 Perlakuan Beda Mertua Setelah urusan pembagian paket sembako untuk warga kontrakan selesai. Radeva baru teringat akan menghubungi Meidina seperti janjinya di pemakaman tadi pagi. Pemuda berpostur tubuh tinggi dan gagah itu rencananya akan memesan seratus buah gantungan kunci teddy bear sebagai sovenir ulang tahun keponakannya, Jasmine.Jasmine adalah anak dari Arabella, adiknya Radeva. Gadis kecil yang bulan depan genap berusia enam tahun itu terlahir karena kesalahan Arabella yang terjebak dalam pergaulan bebas. Arabella hamil saat masih duduk kelas dua SMA. Pacarnya justru kabur melanjutkan pendidikan di luar negeri, enggan bertanggung jawab. Hal ini sempat membuat sang adik nekat hendak aborsi dan bunuh diri karena depresi. Beruntung kedua orang tuanya dan kakaknya memberikan dukungan saat gadis belia itu terpuruk. Selama ini keluarga Adyatama hidupnya jauh dari nilai-nilai agama. Baik Radeva dan Arabella tidak memiliki fondasi agama yang kuat sehingga mudah terombang-am

    Terakhir Diperbarui : 2023-08-26

Bab terbaru

  • Bayi Telantar di Rumah Sakit    Bab 39 Lingerie (Tamat)

    Bab 39 Lingerie (Tamat)Sepulang dari Pantai Kuta menjelang Maghrib, Meidina ingin segera membersihkan diri. Ia pun lalu membuka koper untuk mengambil baju ganti dan terkejut saat menemukan sebuah kain tipis berenda berada di antara tumpukan pakaian dalamnya."Ini apa? Ini bukan punyaku," gumam Meidina mengernyitkan dahinya. Ditariknya kain tipis berwarna hitam dari dalam koper dan dijembrengnya di depan matanya.Radeva yang duduk di sofa melirik sesuatu yang dipegang istrinya sekilas dan ikut tercengang. Otaknya yang berpikiran kotor langsung traveling membayangkan sepotong kain tipis berenda itu melekat di tubuh sintal istrinya."Nggak mungkin juga itu punyaku," celetuk Radeva sambil menahan tawa melihat betapa polos istrinya. Bisa-bisanya Meidina tidak tahu benda apa yang ada di genggaman tangannya, padahal sudah memiliki tiga anak. Bagi Radeva itu rasanya lucu dan bikin gemas. Meidina menoleh ke arah suaminya yang tertawa pelan. Apanya yang lucu, pikirnya bingung.Melihat ekspres

  • Bayi Telantar di Rumah Sakit    Bah 38 Honeymoon

    Bab 38 Honeymoon Dengan perasaan tak menentu dan berat hati meninggalkan ketiga buah hatinya, Meidina memantapkan diri pergi hanya berdua dengan Radeva untuk honeymoon ke Bali. Meskipun hanya dengan membayangkan saja sudah membuatnya merasa malu. Ia bukan gadis perawan yang baru melepas lajang. Sebagai janda tiga anak, Meidina merasa bulan madu justru membuatnya jengah. Namun, bagaimanapun juga ia sekarang adalah seorang istri yang harus berbakti dan patuh kepada suaminya. Dengan diantar oleh Arfa, sepasang pengantin baru itu berangkat menuju Bandara Soekarno Hatta pagi itu setelah selesai menyantap sarapan.Melihat raut wajah gelisah istrinya, Radeva mencoba untuk menghibur dan menenangkan perempuan yang duduk di sebelahnya. Perempuan yang sudah halal untuk disentuhnya."Nggak perlu khawatir, Din. Anak-anak akan baik-baik saja dalam pengasuh Papa dan Mama," ucap Radeva sambil mengelus punggung tangan istrinya.Seketika Meidina membeku dengan keagresifan Radeva yang tiba-tiba, bera

  • Bayi Telantar di Rumah Sakit    Bab 37 Apa Cemburu Tanda Cinta?

    Bab 37 Apa Cemburu Tanda Cinta?"Itu keponakan lo, Dev?" tanya gadis bertubuh tinggi semampai dan langsing itu mengalihkan pandangannya ke arah bocah lelaki berusia lima tahun yang tengah berjalan menuju ke mobil Pajero warna hitam doff yang terparkir di depan minimarket.Radeva ikut melihat ke arah pandangan mata gadis cantik itu dan menganggukkan kepalanya sedikit ragu. Bimo memang keponakannya dan kini statusnya menjadi anak tirinya. Meski bocah itu keponakannya juga, entah kenapa Radeva seolah ingin menutupi status pernikahannya dari gadis berpenampilan modis yang berdiri di hadapannya. Perempuan dari masa lalunya, cinta pertamanya."Dev, ini kartu nama gue. Mampirlah ke kantor gue kalo senggang," ucap gadis yang mengenakan blouse bermotif floral dan rok span selutut itu seraya memberikan selembar kartu nama.Radeva menerima dan membaca sekilas sebuah kartu berukuran kecil dengan nama Gita Anindya dengan keterangan notaris disertai alamat kantor dan nomor telepon yang bisa dihubun

  • Bayi Telantar di Rumah Sakit    Bab 36 Mengenali Perasaan Sendiri

    Bab 36 Mengenali Perasaan SendiriPukul lima lewat dua puluh lima menit Waktu Indonesia Barat, Radeva masih sibuk berkutat dengan setumpuk berkas yang masih diperiksanya saat Pak Adyatama memasuki ruangan kerjanya.Lelaki paruh baya itu melangkah masuk menghampiri putranya yang tengah serius bekerja di belakang meja. "Belum selesai kerjanya, Dev?" tanyanya penuh perhatian."Iya, Pa," sahut Radeva sambil lalu dengan tatapan mata masih fokus tertuju pada tumpukan kertas yang ada di atas meja kerjanya.Pak Adyatama menghentikan langkahnya di sebelah kursi yang diduduki Radeva, lalu menepuk pelan bahu sang putra. "Kerjanya lanjutin besok aja. Itu kerjaan nggak harus kelar hari ini juga. Pulang sana. Jangan lupa sekalian jemput istrimu di toko!" Radeva sempat ngeleg selama beberapa detik sebelum menyadari bahwa kini ia sudah memiliki seorang istri. Ia hampir lupa dengan statusnya yang sudah tidak lagi lajang. Biasanya ia pulang saat langit sudah gelap. Mulai hari ini kebiasaannya akan ber

  • Bayi Telantar di Rumah Sakit    Bab 35 Masih Canggung

    Bab 35 Masih Canggung Dini hari, pukul dua lewat empat puluh lima menit Waktu Indonesia Barat, seorang perempuan muda dengan rok mini sepaha keluar dari sebuah klub malam, melangkah sendirian menuju mobilnya yang terparkir.Tak lama kemudian mobil itu pun melaju menembus gelapnya malam melewati jalan bebas hambatan dengan kecepatan di atas rata-rata. Perempuan muda itu merasakan mobil yang dikendarainya sedikit oleng. Tak nyaman berkendara tidak stabil, ia lalu mengurangi kecepatan dan menghentikan mobilnya di bahu jalan untuk mengecek kondisi mobilnya.Setelah menghentikan mobilnya di bahu jalan, perempuan muda itu keluar dari mobilnya untuk mengecek keadaan mobilnya."Sial, ban belakang mobil gue bocor!" umpatnya kesal. Perempuan muda itu lalu merogoh kantong jaket jeansnya untuk mengambil ponsel dan segera menghubungi seseorang untuk mencari bantuan."Bang Deva ... ayo angkat dong telponnya," gumamnya tak sabaran.Berkali-kali mencoba menghubungi sang kakak tapi tidak juga diangk

  • Bayi Telantar di Rumah Sakit    Bab 34 Sah

    Bab 34 Sah"Deva, kamu mau 'kan menikahi Dina?" Pak Adyatama menatap lurus putranya yang duduk bersila di atas tikar pandan, berjarak sekitar satu meter darinya. Pria paruh baya itu mengulangi pertanyaan yang sama karena Radeva masih diam tepekur sambil menunduk, tidak lekas memberikan tanggapan maupun jawaban.Lelaki paruh baya itu merasa optimis putranya akan menuruti kemauannya. Hanya kali ini saja Pak Adyatama memutuskan untuk menjadi strict parent. Tindakan kaku dan otoriternya demi kebaikan keluarganya. Ia tahu persis bagaimana selama ini sang putra selalu dihantui penyesalan yang teramat dalam. Radeva akan melakukan apa pun demi menebus dosanya, pikirnya merasa yakin.Sebenarnya Pak Adyatama masih menyimpan sedikit perasaan kecewa terhadap Radeva yang menjadi penyebab kematian Firman, putra sulungnya yang lahir di luar pernikahan dari perempuan yang menjadi cinta pertamanya. Putra yang belum sempat dilihat dan disentuhnya selama hidupnya. Dan itu sungguh disesalkannya, sangat

  • Bayi Telantar di Rumah Sakit    Bab 33 Lamaran Dadakan

    Bab 33 Lamaran DadakanMeidina merasa kurang nyaman duduk di depan bersebelahan dengan Radeva yang fokus nyetir. Lelaki itu juga tampak kikuk setiap berinteraksi dengannya. Keduanya sama-sama merasa tak nyaman.Memang dasar karakter Radeva yang sangat pemalu dengan lawan jenis. Meidina juga menjaga dirinya karena menyadari dirinya seorang janda. Perempuan itu juga memilih menghindar. Suasana hening, tidak terdengar lagi suara celoteh dan candaan dari jok belakang.Meidina menoleh ke belakang, ketiga bocah yang duduk di jok belakang sudah tidur semua karena kelelahan. Selama di perjalanan ketiganya selalu heboh bermain dan bercanda. Di pangkuannya bayi Zavia juga tertidur pulas. Untuk menyamarkan kecanggungan, Meidina memilih memejamkan matanya, pura-pura tidur. Karena semalam kurang tidur karena menyiapkan pakaian anak-anaknya, Meidina jadi tertidur.Setelah menempuh perjalanan hampir sepuluh jam, mobil Pajero sport warna hitam metalik yang dikemudikan Radeva melewati tugu selamat dat

  • Bayi Telantar di Rumah Sakit    BAB 32 Perjalanan Mudik

    Bab 32 Perjalanan MudikLebaran hari pertama, setelah melaksanakan sholat Idul Fitri di lapangan samping masjid di kompleks perumahan, Meidina dan keluarga Adyatama langsung berziarah ke makam Firman dan kakeknya Radeva yang baru sebulan berpulang.Dari makam, mereka beramah tamah dengan para tetangga sekitar. Malam harinya Meidina segera berkemas menyiapkan pakaian anak-anaknya dan perbekalan lainnya yang akan dibawa mudik keesokan harinya. Perempuan muda itu sudah tidak sabar ingin bertemu dengan ibunya yang sudah sangat ia rindukan.Lebaran kedua, pagi-pagi sekali sebelum matahari terbit, Meidina dan keluarga Adyatama bersiap untuk berangkat mudik. Koper-koper sudah dimasukkan ke dalam bagasi mobil. Sopir masih libur lebaran. Radeva terpaksa menyetir sendiri mobil Pajero warna hitam metalik miliknya."Din, kamu naik mobil Deva aja ya temani anak-anak!" perintah Pak Adyatama saat melihat menantunya itu kebingungan mobil mana yang harus ia naikin. Meidina dan ketiga buah hatinya plu

  • Bayi Telantar di Rumah Sakit    Bab 31 Lebaran Tiba

    Bab 31 Lebaran Tiba"Mbak Dewi, aku mau mandi, bisa minta tolong nitip jagain Zavia bentar, ya," ucap Meidina sambil menggendong bayinya melangkah mendekati kakak iparnya yang tengah asyik main HP duduk selonjoran di pojokan dapur. Mungkin semua pekerjaannya telah selesai dikerjakan.Dewi bangkit dari duduknya. Sambil berdiri kakak iparnya itu melihat Meidina dengan tatapan tidak suka. "Jangan belagu, Din! Lagak lo udah kayak nyonya rumah. Gue juga mau mandi, gerah. Inget ya, di sini gue bukan babu lo! Nggak usah sok kuasa di rumah ini. Bukan lo juga yang menggaji." Dewi melengos dan melenggang pergi sambil mengangkat dagunya dengan angkuh."Biasa aja kali, Mbak. Kalo nggak mau juga nggak papa. Nggak usah ketus juga." Meidina terpancing emosi dengan sikap tidak bersahabat Dewi.Meidina lalu mengucapkan istighfar. Ada orang semenyebalkan kakak iparnya itu. Kesulitan hidup tidak bisa menempa apalagi mengubah karakter Dewi. Meski jadi ART, tetap saja ia berlaku sombong di depan Meidina.

DMCA.com Protection Status