Share

Bab 33

Penulis: Puput Gunawan
last update Terakhir Diperbarui: 2024-10-29 19:42:56

Suara Alarm mengejutkanku. Aku yang tidur cukup larut langsung membuka mata. Namun, saat mataku terbuka, kulihat langit-langit kamar seolah runtuh. Tidak hanya itu, mual dan sakit kepala teramat sangat. Vertigo yang kuidap selama lima tahun terakhir kumat. Ini pasti karena aku banyak pikiran.

Aku kembali memejamkan mata dan membiarkan alarm berhenti berbunyi atau menunggu Mas Abi bangun untuk mematikannya.

"Bun, sudah subuh, ayo bangun," ucap Mas Abi.

"Tidak bisa, Yah. Vertigo Bunda kumat."

Terdengar jelas jika suamiku itu tengah panik. Dia langsung turun dari tempat tidur dan berjalan entah ke mana. Aku tidak bisa membuka mata, sebab jika itu aku lakukan yang terjadi adalah mual serta muntah.

"Bun, minum obat dulu," ucap Mas Abi.

Dengan dibantu oleh Mas Abi, aku meminum obat Vertigo. Semoga saja bisa membantu.

Setelah minum obat aku memilih tidur. Dengan begini setelah bangun nanti aku pasti jauh lebih baik. Mas Abi juga pamit untuk melakukan rutinitasnya. Jika sedang sakit begini ak
Bab Terkunci
Membaca bab selanjutnya di APP

Bab terkait

  • Bayi Siapa?   Bab 34 Bayi Siapa (POV Aqila)

    Semangkuk seblak super pedas sudah tandas, tetapi kenapa moodku masih tidak baik. Biasanya makan makanan pedas cukup membantu menaikan mood yang buruk menjadi baik. Kali ini masih sama saja. Perasaanku masih tidak nyaman.Ini semua karena kemarin secara tidak sengaja mendengar percakapan Bunda dan Bang Angga. Saat kutanya tentang apa yang tengah mereka bicarakan, semuanya terdiam.Bayi siapa yang di bicarakan oleh Bunda? Apa ini ada hubungannya dengan wanita tidak waras tempo hari? Bertanya kepada Bang Angga tidak mendapat jawaban yang memuaskan. Dia hanya bilang bayi kucing. Atau mungkin memang bayi kucing yang mereka bicarakan. Sepertinya tidak, sebab sebelum membahas bayi, namaku di sebut oleh Bunda.Argh! Kubenturkan kepala di meja, bukannya hilang masalah ini, sekarang aku malah menjadi pusing."La, kenapa lu?" tanya seseorang mengagetkanku."Gak apa-apa, Mit. Gue baik-baik aja.""Gak mungkin, lu itu keliatan banget lagi ada masalah," ucap Mira, sahabat baikku.Aku menghela napa

  • Bayi Siapa?   Bab 35

    Aku duduk di kamar sambil memperhatikan akta kelahiran yang berada di tanganku. Entah sudah berapa kali aku baca. Di sini tertulis jelas jika aku anak kandung dari Ayah dan Bunda. Apakah akta ini palsu? Sebab yang aku pegang hanyalah fotocopy, bukan yang asli.Kutarik napas panjang dan mengembuskannya perlahan berharap masalahku sedikit berkurang, tetapi ternyata sama saja.Aku memilih berbaring sambil menutup wajah dengan bantal. Karena penasaran membuatku sulit tidur. Untungnya besok hari Minggu, jadi sekalipun tidur larut, aku tidak perlu takut kesiangan.Berpikir membuat perutku terasa lapar. Aku melihat ke arah jam dinding dan waktu menunjukkan pukul 22:00. Sepertinya mie instan bisa menyelamatkan perutku. Kemungkinan setelah makan aku bisa tidur nyenyak.Aku beranjak dari tempat tidur untuk ke dapur. Sebenarnya bisa saja aku meminta Mbok Nia membuatkan makanan untukku, tetapi rasanya tidak enak kalau malam-malam begini harus membangunkanya. Lagi pula, jika hanya memasak mie in

  • Bayi Siapa?   Bab 36 POV Aqila

    Aku terpaksa percaya dengan ucapan kedua kakakku itu. Lebih tepatnya di paksa untuk tidak bertanya lagi. Baiklah, aku anggap masakan ini selesai dan aku harus melanjutkan hidup. Meskipun begitu, sesekali bayangan Lita yang memegang tanganku melintas. Dari wajahnya, dia kelihatan tertekan dan sangat sedih."La, ke kantin, yuk!" ajak Mita."Gak, gue mau di sini aja.""Ngapain di kelas yang udah kosong gini?""Gue belum ngerjain PR dari Bu Dea, setelah istirahat jam pelajaran dia kan?""Bener juga, lu. Gue belum ngerjain."Mita duduk di sampingku dan kami mulai mengerjakan PR bersama. Bodoh memang pekerjaan rumah harusnya dikerjakan di rumah, tetapi aku lupa dengan semua PR karena memikirkan sesuatu. Pada akhirnya aku tidak mendapatkan jawaban yang aku inginkan. Semuanya seolah masih menutupi apa kebenaran. Atau mungkin aku yang tidak percaya jika itu semua kenyataannya."La, gimana kelanjutan pencarian lu?""Pencarian apa?""Kebenaran, udah dapet apa yang lu cari?"Aku menggeleng dan m

  • Bayi Siapa?   Bab 37 POV Aqila

    Matahari bersinar dengan cerahnya. Aku yang sejak sudah bangun sejak subuh tadi membantu Bunda menyiram tanaman. Sore tadi Bunda lupa menyiram tanamannya karena sakit kepala. Pohon dan tanaman di halaman rumah kami jadi terlihat layu serta tidak segar. Oleh karena itu aku menawarkan diri untuk membantu Bunda dengan menyiram tanamannya."Tumben sudah bangun?" tanya Bang Angga."Iya, Bang. Sejak kapan ada di situ?""Sejak kamu kentut tadi," jawabnya seraya tertawa.Bodohnya aku tidak menyadari keberadaan Bang Angga karena asyik menyiram tanaman dan memikirkan laki-laki tampan kemarin.Ah, mengingatnya aja membuatku tersipu."Sekarang senyum-senyum sendiri, ada yang gak beres sepertinya," ucap Bang Angga yang membuyarkan lamunanku."Abang, apaan sih!"Bang Angga menghampiriku. Aku tau dia pasti ingin mengacak-acak rambutku seperti biasanya, sebelum itu terjadi, aku menyemprotnya dengan air. Terjadilah candaan diantara kami."Aqila, Abang basah nih!" teriaknya."Biarin, sekalian mandi pag

  • Bayi Siapa?   38 POV Aqila

    Hampir setiap hari aku terlambat pulang ke rumah karena pelajaran tambahan yang luar biasa banyak. Tidak mengapa, aku senang karena memiliki teman baru. Fajar ternyata sangat baik dan nyambung jika diajak berbincang. Tiap hari kami ngobrol sambil menunggu jam tambahan di mulai. Ada saja bahan yang kami bicarakan. Aku kadang mendengarkan cerita fajar tentang kampungnya dan alasan dia tidak bisa meneruskan sekolah. Jika sudah begitu, aku merasa menjadi orang yang paling beruntung karena bisa hidup nyaman dan bersekolah di tempat yang aku mau. Kadang kita memang perlu melihat ke bawah agar kita menjadi pandai bersyukur."Lusa ujian kelulusan di mulai, gue takut gak lulus," ucapku."Yakin aja, La. Kamu pasti lulus," ucap Fajar menenangkanku."Kalo gak lulus gimana? Gue harus ngulang lagi, gitu?""Lu itu terlalu parno, La. Yakin kita lulus dengan nilai sempurna," timpal Mita."Kalian ini orang-orang beruntung yang bisa sekolah dan pasti akan melanjutkan kuliah, belajar lebih giat untuk men

  • Bayi Siapa?   POV Aqila

    Seminggu telah berkali-kali setelah aku memergoki Mita dan Fajar berada di taman kota. Sejak itu pula aku tidak ingin bertemu mereka. Kebetulan saat ujian aku tidak sekelas dengan Mita. Begitupun dengan Fajar, dia sudah diterima kerja entah di mana, jujur saja aku tidak mau tahu tentangnya lagi.Setiap hari selama seminggu ini aku berusaha menghindari Mita yang ingin memberi penjelasan. Aku sengaja tidak ingin mendengar apa pun darinya. Aku ingin fokus mengerjakan soal ujian.Hari ini ujian terakhir. Karena cuma satu mata pelajaran, aku meninggalkan sekolah lebih awal. Aku tidak ingin berlama-lama di sekolah ataupun kantin. Aku juga malas jika bertemu Mita."La, Tunggu!" teriak seseorang yang suaranya sangat familiar. Aku mengabaikan teriakan Mita. Aku tidak ingin mendengar apa pun lagi darinya. Sangat disayangkan memang persahabatan kami harus hancur karena kebohongannya.Aku mempercepat langkah agar tidak terkejar oleh Mita. Namun, dia berhasil memegang tanganku."La, tunggu. Gue t

  • Bayi Siapa?   POV Aqila

    "Aqila, bangun, sudah siang, Nak!"Aku membuka mata perlahan sambil melihat siapa yang menepuk badanku. Terlihat Bunda tengah tersenyum lembut."Sudah siang, ayo bangun!""Sebentar lagi, Bun. Aku masih mengantuk. Lagi pula sekolah libur hari ini.""Baiklah kalau begitu, tidurlah tiga puluh menit lagi.""Makasih, Bunda."Bunda Ibu yang sangat pengertian. Saking pengertiannya, aku sering merasa beliau terlalu baik untuk ukuran ibu kandung. Marah saja beliau sangat jarang meskipun aku sering berbuat salah. Berbeda dengan ibu kebanyakan yang akan marah ketika anaknya membuat kesalahan. Entah harus senang atau semakin curiga jika aku memang bukan anak kandung.Aku kembali memejamkan mata untuk melanjutkan mimpi yang sempat tertunda tadi. Namun, baru saja mata ini terpenjam, ponselku bergetar.Drtt ... DrttAku buru-buru mengambilnya, semoga saja ini sesuatu yang penting. Jika tidak, aku pasti marah besar."Halo, Assalamualaikum," ucapku."Waalaikumsalam, La, lu udah rapi?" tanya seseorang

  • Bayi Siapa?   POV Aqila

    Aku berdiri di depan pintu kamar Lita bersama dua orang suster. Sementara itu, Lita tengah berbincang dengan Mita. Suatu kebetulan jika ternyata Mia atau sahabat Lita adalah kakak dari Mita. Dengan begini kami bisa mengorek lebih dalam tentang apa yang terjadi dengan Lita.Mita terlihat antusias mendengar Lita berbicara. Mereka layaknya sahabat yang sangat akrab. Sayangnya dari tempatku berdiri, aku tidak bisa mendengar apa pun. Tidak mengapa, nanti aku bisa bertanya kepada Mita tentang apa yang mereka bicarakan."Lita terlihat senang, baru kaki aku melihatnya seperti sekarang," ucap Suster."Iyakah, Sus?" tanyaku."Iya, emosinya terlihat stabil dan itu bagus.""Lita tertekan ya, Sus. Dia depresi dan akhirnya menjadi seperti ini. Apakah hanya KDRT yang menyebabkan Lita menjadi begini?" tanyaku."Kehilangan anak di usia muda adalah awal dari segalanya. Aku membaca buku riwayat pasien milik Lita dan di sana tertulisnya jelas jika dia hamil diluar nikah dan melahirkan tanpa suami."Lita

Bab terbaru

  • Bayi Siapa?   POV Aqila

    Semua orang tertegun dengan penuturan Mia. Bagaimana ini bisa terjadi? Kebenarannya adalah Mita anak Lita, bukan aku? Lantas siapa aku? Kenapa ada kertas hasil DNA aku dan Lita? Lagi-lagi kepalaku di penuhi oleh banyak pertanyaan. Namun, enggan untuk aku tanyakan terlebih melihat Mita yang sedari tadi diam saja."Mita, lu gak apa-apa 'kan?" tanyaku.Hening, tidak ada jawaban yang keluar dari mulut Mita. Dia benar-benar terpukul. Bunda menghampiri gadis itu dan beliau memeluknya. Aku tahu kenyataan ini begitu pahit."Sebaiknya kita masuk, bicarakan ini di dalam rumah, tidak baik membicarakan sesuatu yang serius di depan rumah seperti ini," ucap Ayah.Sesuai dengan keinginan Ayah, kami masuk ke rumah. Lita juga diajak masuk oleh Mia meskipun dia lebih banyak diam.Kami berada di ruang tamu sekarang. Membicarakan masalah besar ini dengan kepala dingin. Aku ingin semuanya terungkapkan. Aku tolong ingin ada kebohongan lagi."Mita, lu gak apa-apa 'kan?" tanyaku yang duduk di sampingnya."Ke

  • Bayi Siapa?   POV Aqila

    Pelukan Lita terasa sangat hangat, jauh berbeda dengan pelukan Bunda. Aku merasa nyaman dalam dekapan wanita ini. Rasanya benar-benar tidak bisa aku jelaskan."La, lu bilang apa?" tanya Mita yang sepertinya bingung."Gue beneran anaknya, Ta.""Jangan aneh-aneh deh, lu punya bukti?"Aku mengambil kertas yang sedari tadi ada di saku celanaku. Aku langsung menunjukkannya kepada Mita tentang apa yang tertera di sana."Ini apa?""Hasil tes DNA gue dan Ibu Lita, hasilnya gue anak kandung wanita-wanita ini," ucapku sambil mencium lembut pipi Ibu Lita."La?""Gue seneng banget karena tahu kebenaran ini.""Tapi, La. Lu dapet dari mana kertas ini?"Aku menceritakan bagaimana aku dapat kertas hasil DNA itu. Awalnya Mita masih berusaha meyakinkan aku jika kertas ini bisa saja dibuat, tetapi aku menyangkal karena ada tanda tangan dokter dan tanda sebuah rumah sakit."La, lu gak apa-apa?""Gak, sekarang gue tau siapa gue sebenarnya."Aku, Mita, dan Ibu Lita saling berpelukan sambil menangis. Sampai

  • Bayi Siapa?   POV Aqila

    Aku membaca ulang hasil tes DNA yang ada di tanganku. Aku harap aku salah liat. Namun, berapa kali pun aku membacanya, di sana tertera namaku dan nama Lita.Air mata tidak bisa aku bendung lagi. Dadaku sesak mengingat pelukan Lita yang terasa sangat hangat. Pelukan itu adalah pelukan seorang ibu.Aku menutup mulut agar tangisku tidak terdengar oleh orang rumah. Aku duduk sambil memeluk lutut. Sesegukan sendirian karena tahu sebuah kebenaran yang disembunyikan oleh Bang Angga dan pastinya keluarga ini.Tidak ada yang bisa aku lakukan selain menangis. Kenyataan ini begitu membuatku merasa sedih. Meskipun sudah menduganya, rasa sesak semakin berkecamuk dalam dada.Sekarang aku tidak bisa berpikir jernih. Menangis dan menangis hanya itu saja sambil mengingat senyuman tulus Lita ketika melihatku. Tak sepantasnya aku memanggilnya Lita, harusnya aku memanggilnya dengan sebutan Ibu, sebab dia adalah wanita yang melahirkanku.Sampai pagi menjelang aku tidak tidur. Aku juga sudah berhenti menan

  • Bayi Siapa?   POV Aqila

    Bab 42 : Rahasia Angga (POV Aqila)Aku dan Mita terkejut melihat Bang Angga yang tiba-tiba saja memeluk Mia. Apa-apaan ini? Kenapa bisa seperti ini? Apa mereka saling kenal dan memiliki hubungan? Banyak pertanyaan yang ada dalam benakku. Inginku mengutarakannya, tetapi aku rasa sekarang bukan waktu yang tepat. Lebih baik aku menunggu Bang Angga menjelaskan ini semua.Aku dan Mita memilih menjauh dari pasangan yang entah aku harus menyebutnya apa. Mia terlihat mengusap matanya begitu Bang Angga melepaskan pelukkannya. Aku seperti tengah berada dalam sebuah drama.Aku dan Mita saling pandang dan memilih mengalihkan pandangan dari dua orang yang entahlah, aku tidak bisa menjelaskannya."La.""Hmm.""Sejak kapan Bang Angga kenal dengan Kak Mia?" tanya Mita."Itu pertanyaan yang sama seperti yang ada dalam otak gue.""Owh, okeh."Hening, Mita tidak bertanya lagi. Mungkin dia juga tengah memikirkan apa yang aku pikir. Masalah dalam hidupku semakin rumit sekarang, tetapi aku yakin semuanya ak

  • Bayi Siapa?   POV Aqila (kehadiran Mia)

    "Sekarang bagaimana, La?" tanya Mita yang tengah berbaring di ranjangku."Apa? Soal lu sama Bang Angga? Ngebet banget lu!" ucapku mencubit perutnya."Bukan itu, soal Lita."Aku buru-buru menutup mulut Mita sambil celingukan. Menyebut nama itu adalah hal yang tabu di rumah ini. Aku harap Bunda tidak mendengar apa yang dikatakan oleh Mita tadi."Jangan bahas itu di sini.""Oke," jawab Mita dengan wajah bingung.Aku mengajak Mita keluar rumah untuk membicarakan Lita."Aqila, mau ke mana?" tanya Bunda."Nganterin Mita pulang, Bun," jawabku asal."Lho, Mita sudah mau pulang?""Eh, iya, Bun. Sudah siang.""Biar Angga yang antar!" perintah Bunda."Bang Angga sepertinya masih marah, Bun. Lebih baik sama pak sopir aja," ucapku."Baiklah."Dengan diantar pak sopir aku mengantarkan Mita pulang. Sebenarnya ini lucu, harusnya Mita pulang sendiri dengan sopir tanpa aku ikut, tetapi penyelidikan kami belum selesai, kami harus memikirkan apa yang harus dilakukan selanjutnya.Tiba di rumah Mita, aku l

  • Bayi Siapa?   POV Aqila

    Aku berdiri di depan pintu kamar Lita bersama dua orang suster. Sementara itu, Lita tengah berbincang dengan Mita. Suatu kebetulan jika ternyata Mia atau sahabat Lita adalah kakak dari Mita. Dengan begini kami bisa mengorek lebih dalam tentang apa yang terjadi dengan Lita.Mita terlihat antusias mendengar Lita berbicara. Mereka layaknya sahabat yang sangat akrab. Sayangnya dari tempatku berdiri, aku tidak bisa mendengar apa pun. Tidak mengapa, nanti aku bisa bertanya kepada Mita tentang apa yang mereka bicarakan."Lita terlihat senang, baru kaki aku melihatnya seperti sekarang," ucap Suster."Iyakah, Sus?" tanyaku."Iya, emosinya terlihat stabil dan itu bagus.""Lita tertekan ya, Sus. Dia depresi dan akhirnya menjadi seperti ini. Apakah hanya KDRT yang menyebabkan Lita menjadi begini?" tanyaku."Kehilangan anak di usia muda adalah awal dari segalanya. Aku membaca buku riwayat pasien milik Lita dan di sana tertulisnya jelas jika dia hamil diluar nikah dan melahirkan tanpa suami."Lita

  • Bayi Siapa?   POV Aqila

    "Aqila, bangun, sudah siang, Nak!"Aku membuka mata perlahan sambil melihat siapa yang menepuk badanku. Terlihat Bunda tengah tersenyum lembut."Sudah siang, ayo bangun!""Sebentar lagi, Bun. Aku masih mengantuk. Lagi pula sekolah libur hari ini.""Baiklah kalau begitu, tidurlah tiga puluh menit lagi.""Makasih, Bunda."Bunda Ibu yang sangat pengertian. Saking pengertiannya, aku sering merasa beliau terlalu baik untuk ukuran ibu kandung. Marah saja beliau sangat jarang meskipun aku sering berbuat salah. Berbeda dengan ibu kebanyakan yang akan marah ketika anaknya membuat kesalahan. Entah harus senang atau semakin curiga jika aku memang bukan anak kandung.Aku kembali memejamkan mata untuk melanjutkan mimpi yang sempat tertunda tadi. Namun, baru saja mata ini terpenjam, ponselku bergetar.Drtt ... DrttAku buru-buru mengambilnya, semoga saja ini sesuatu yang penting. Jika tidak, aku pasti marah besar."Halo, Assalamualaikum," ucapku."Waalaikumsalam, La, lu udah rapi?" tanya seseorang

  • Bayi Siapa?   POV Aqila

    Seminggu telah berkali-kali setelah aku memergoki Mita dan Fajar berada di taman kota. Sejak itu pula aku tidak ingin bertemu mereka. Kebetulan saat ujian aku tidak sekelas dengan Mita. Begitupun dengan Fajar, dia sudah diterima kerja entah di mana, jujur saja aku tidak mau tahu tentangnya lagi.Setiap hari selama seminggu ini aku berusaha menghindari Mita yang ingin memberi penjelasan. Aku sengaja tidak ingin mendengar apa pun darinya. Aku ingin fokus mengerjakan soal ujian.Hari ini ujian terakhir. Karena cuma satu mata pelajaran, aku meninggalkan sekolah lebih awal. Aku tidak ingin berlama-lama di sekolah ataupun kantin. Aku juga malas jika bertemu Mita."La, Tunggu!" teriak seseorang yang suaranya sangat familiar. Aku mengabaikan teriakan Mita. Aku tidak ingin mendengar apa pun lagi darinya. Sangat disayangkan memang persahabatan kami harus hancur karena kebohongannya.Aku mempercepat langkah agar tidak terkejar oleh Mita. Namun, dia berhasil memegang tanganku."La, tunggu. Gue t

  • Bayi Siapa?   38 POV Aqila

    Hampir setiap hari aku terlambat pulang ke rumah karena pelajaran tambahan yang luar biasa banyak. Tidak mengapa, aku senang karena memiliki teman baru. Fajar ternyata sangat baik dan nyambung jika diajak berbincang. Tiap hari kami ngobrol sambil menunggu jam tambahan di mulai. Ada saja bahan yang kami bicarakan. Aku kadang mendengarkan cerita fajar tentang kampungnya dan alasan dia tidak bisa meneruskan sekolah. Jika sudah begitu, aku merasa menjadi orang yang paling beruntung karena bisa hidup nyaman dan bersekolah di tempat yang aku mau. Kadang kita memang perlu melihat ke bawah agar kita menjadi pandai bersyukur."Lusa ujian kelulusan di mulai, gue takut gak lulus," ucapku."Yakin aja, La. Kamu pasti lulus," ucap Fajar menenangkanku."Kalo gak lulus gimana? Gue harus ngulang lagi, gitu?""Lu itu terlalu parno, La. Yakin kita lulus dengan nilai sempurna," timpal Mita."Kalian ini orang-orang beruntung yang bisa sekolah dan pasti akan melanjutkan kuliah, belajar lebih giat untuk men

DMCA.com Protection Status