Sejak Sally pergi, Farrel membawa Xander untuk tinggal di tempat kakek-neneknya."Paman, kapan ibuku akan kembali?" Sembari bersembunyi di kamarnya, Xander menghubungi Felix.Felix kembali menatap Zhayn, yang duduk di kursi belakang mobil, dan menjawab, "Xander, jadilah anak yang baik. Ibumu akan segera kembali.""Benarkah? Paman, jangan bohong padaku.""Aku tidak bohong kepadamu.""Baiklah. Kali ini aku akan mempercayaimu."Mendengar jawaban Xander yang terdengar dewasa, Felix tidak bisa menahan tawa. "Xander, aku masih harus mengurus sesuatu. Aku akan meneleponmu lagi nanti.""Sampai jumpa."Xander menutup telepon, berpikir sejenak dengan telepon di tangannya, lalu dia menemukan nomor Sally dan menekan nomor itu."Maaf, nomor yang kau panggil tidak tersedia saat ini ..."Dia masih tidak bisa menghubunginya!Xander menundukkan kepalanya karena frustrasi."Sudah lama sekali. Kenapa Ibu tidak mengangkat telepon dariku? Kenapa dia begitu sibuk?"Dia memutuskan bahwa setelah
Zhayn mengatakan yang sebenarnya. Felix tahu bahwa kakak iparnya membenci ayah kandungnya ini.Setelah merenung sejenak, Felix berkata, "Baiklah. Aku percaya. Kau tidak membantu kakak iparku melarikan diri. Tetapi kau tidak dapat mengatakan hal yang sama tentang apa yang telah terjadi lima tahun yang lalu.""Aku...""Tunggu. Aku belum selesai bicara." Felix mengangkat tangan dan menghentikan Zhayn untuk melanjutkan kalimatnya.Terkejut oleh perasaan yang tidak menyenangkan, Zhayn memandang Felix, merasa tidak nyaman.Felix tiba-tiba tersenyum. "Aku lupa memberitahumu sesuatu. Semua pengawalku di sini telah dilatih dengan sangat ketat. Pukulan mereka tidak akan meninggalkan luka luar, hanya luka dalam."Dia tampak seolah-olah mengatakan hal yang terdengar wajar, tetapi bagi Zhayn, itu adalah sebuah peringatan yang ditujukan secara langsung kepadanya.Merasa cemas, Zhayn akhirnya tersenyum patuh. "Tuan Muda Kedua, mari kita bicara seperti orang yang beradab. Apa yang ingin kau ket
"Kakak, aku sudah mengetahui masa lalu kakak ipar."Felix mulai berbicara saat dia menemui kakaknya.Dia mengatakan semua yang dikatakan Jiang Zhen padanya.Farrel sangat terkejut mendengar kebenaran itu bahkan jari-jarinya pun gemetar.Masa lalu Sally sama sekali tidak mengganggunya. Bahkan sekarang, setelah menemukan kebenaran, dia hanya merasa kasihan kepadanya karena dia telah menderita selama ini."Bagaimana dia bisa begitu ceroboh?" Farrel menutup matanya dan tersenyum kecut.Rasanya seperti ada sesuatu yang meremukkan dadanya, membuatnya terasa sakit untuk bernapas.Masa lalunya telah mengakibatkan harga dirinya menjadi jatuh dan membuatnya berpikir bahwa dia tidak layak untuknya sampai dia akhirnya memilih untuk meninggalkannya.Tapi dia adalah korban, bukan?Farrel menyesali segalanya.Dia menyesal tidak menyelidiki masa lalunya hanya karena dia ingin menghormatinya. Itu mengakibatkan dia memikul semua bebannya dan menghadapi semuanya sendiri ketika kebenaran terungk
"Ada baiknya Farrel mengira Sally masih di Kota Jin.""Dengan begitu, Sally bisa hidup damai di Kota Selatan."Sambil berpikir demikian, Lynd kemudian menelepon Sally."Senior Lynd."Sudut mulutnya melengkung saat dia mendengar suara lembut Sally di telinganya. "Bagaimana pekerjaanmu?"Sally melirik rekan kerjanya, yang menenggelamkan dirinya dalam pekerjaan, dan tersenyum. "Tidak buruk.""Apa kau sudah terbiasa dengan keadaan di tempat kerjamu? Apa kau cocok dengan rekan kerjamu?"Sally tersenyum dengan penuh arti mendengar pertanyaan-pertanyaan Lynd sebagai bentuk perhatiannya kepadanya. "Senior Lynd, kaulah yang memperkenalkanku pada pekerjaan ini. Jadi tidak mungkin buruk."Lynd tertawa riang. "Aku senang kau bisa beradaptasi dengan baik."Dia terkekeh dan tidak berkata apa-apa lagi.Keheningan singkat menyelimuti mereka sebelum Lynd berkata, "Sally.""Ya?"Dia ragu-ragu sejenak. "Dia mencarimu."Meskipun Lynd tidak menyebutkan siapa pun, dia tahu siapa yang dia maksud
Ketika Farrel kembali ke rumah dan melihat Jasmine ada disana, matanya menjadi suram sehingga dia berbalik untuk pergi.Raut muka Jasmine menjadi tampak kesal saat mengetahui hal tersebut."Farrel, kau mau kemana?" Nyonya Jahn mengejar putranya.Farrel bahkan tidak melirik ibunya dan berkata dengan dingin, "Rumah."Felix kebetulan juga kembali ke rumah pada saat mereka berpapasan di pintu masuk.Dia menatap kakaknya dan bingung mengapa dia pergi. "Kakak, mau kemana kau?"Farrel tidak menjawab. Dia berjalan melewatinya dan keluar dari arah pintu masuk.Tidak menyadari apa yang sedang terjadi, Felix lalu menghentikan ibunya untuk pergi dan bertanya, "Bu, ada apa dengan dia?""Jangan banyak bicara."Nyonya Jahn mengehampaskan tangannya dan mengejar Farrel; dia tidak punya waktu untuk menjawab pertanyaan Felix."Apa yang sedang terjadi?"Dia mengerutkan kening, merasa bingung.Dia mendapatkan jawabannya ketika dia memasuki rumah dan menemukan Jasmine di ruang tamu.Sepertinya
Hari-hari terus berlalu. Selain menghabiskan waktu akhir pekan bersama ibunya di rumah sakit, Sally menghabiskan sebagian besar waktunya untuk menempuh perjalanan bolak-balik antara rumah dan kantor. Terkadang dia mampir ke supermarket untuk membeli bahan makanan.Hari-harinya sangatlah sederhana.Pada awalnya dia tidak terbiasa dengan rutinitas baru itu, sehingga menyebabkan dia akan kehilangan waktu tidurnya karena rasa rindunya terhadap Farrel dan Xander. Namun, secara bertahap, pekerjaannya mulai mengisi kekosongan dalam hidupnya, dan dia akhirnya tidak memiliki waktu luang lagi untuk memikirkannya.Kapanpun dia sedang tidak mengerjakan apa-apa, dia akan memikirkan mereka. Segala sesuatu di antara mereka terasa seperti mimpi.Dia baru saja tersadar dari mimpinya sekarang.Ada senyuman yang hilang di wajahnya. Mungkin, dia akan segera melupakan mereka, dan mereka akan melupakannya.Tentunya itu adalah jalan yang terbaik untuk mereka....Sally tidak pernah mengikuti acara pe
Ruangan pribadi mereka sangat besar sehingga mereka memiliki mesin karaoke sendiri.Semangat semua orang sangat tinggi. Setelah makan malam, mereka mulai minum dan bernyanyi. Suasananya meriah.Sally merasa sedikit lelah, tetapi melihat betapa bersemangatnya semua orang, dia merasa ragu untuk meminta ijin keluar dari ruangan itu dan merusak suasana hati orang-orang di dalam ruangan itu.Jadi, dia diam-diam meninggalkan ruangan untuk menghirup udara di koridor.Dia berjalan menuju sebuah jendela di ujung koridor.Pada saat itu, pintu ke ruangan pribadi lain terbuka, dan seorang pelayan mendorong troli makanannya keluar. Sally kebetulan berjalan melewati ruangan, dan pelayan itu, tidak memperhatikan Sally, sehingga akhirnya menjatuhkan troli makanan itu ke arahnya.Ada sesuatu yang tumpah di sekujur tubuhnya."Mengapa aku sangat sial?"Untung tidak ada makanan panas di troli itu, hanya beberapa sisa hidangan dengan saus dan sup.Dia melihat pakaiannya yang ternoda sup tanpa robe
Malam itu adalah suatu malam yang liar.Mereka mengungkapkan rasa rindu mereka satu sama lain melalui ciuman mereka."Sally, aku mencintaimu."Farrel melepaskan semua emosinya dalam gumaman dan erangan di telinganya, sementara air mata Sally terus mengalir tanpa henti. Dia memegang punggungnya, terlarut dalam emosinya.Farrel tertidur lelap.Ruangan itu redup, dan satu-satunya sumber cahaya yang ada di ruangan itu adalah lampu dinding di samping tempat tidur.Cahaya kuning menyinari tempat tidur, menyelimuti Sally saat dia menatap Farrel dengan penuh kehangatan.Seolah-olah Sally sedang mencoba untuk mengukir sosoknya ke dalam pikirannya.Sudah dua bulan sejak terakhir kali dia melihatnya, dan dia tampak semakin kurus. Meskipun cahayanya redup, dia bisa melihat dengan jelas lingkaran hitam di bawah matanya.Dia tidak menjalani hidupnya dengan baik.Tiba-tiba, dia merasakan konflik emosi yang melonjak ke dalam hatinya.Ada rasa bersalah, sakit hati, serta perasaan lain yang t