Hembusan uap dingin AC menusuk-nusuk kulit Stefan. Beberapa kali menggosok-gosokkan telapak tangannya ke sekujur leher dan anggota tubuh yang lain untuk menciptakan kehangatan. Sedari tadi lirikannya tak henti mengawasi Theo yang sibuk bermain game online di smartphone sambil tiduran.“Jadi ini kerjaanmu kalau di rumah?” tanya Stefan yang masih sibuk berada di dapan pc.Karena fokus, matanya masih saja melotot tegas di layar pipih yang sedang digenggamnya. Kupingnya menangkap jelas omongan Stefan tapi akalnya sepertinya tak sepenuhnya merespons. Jempolnya sibuk ke sana ke mari menari-nari.“Theo! Apa yang kau kerjakan kalau di rumah?” Stefan menengok dan mengulangi.“Yes! Mampuuss!” ledeknya ke layar. Theo bangkit dan duduk. Masih sibuk, sempat menjawab pertanyaan Stefan, “Bro, jangan kira aku orangnya pemalas, hobinya main game doang. Aku tetap belajar dan kadang mengerjakan sebuah project freelance.”Stefan mengalihkan pandangannya lagi ke layar komputer. “Aku kira program-program d
“Stefan, suapin dong Stephanienya!” titah Theo kelikikan.“Emang sih nih ketua gak romantis!” ledek Stephanie sambil mencebik.Stefan menatap langit-langit ruangan. Bangs4t si Theo, pikirnya. Habis dia hari ini dikerjai. Mana empat anak baru ini kompak pula menuruti perkataan Theo.Stefan pun menggeremet dan perlahan memotong tipis kue cokelat yang sedari tadi dipegang oleh Theo, lalu menusuknya dengan garpu plastik kecil dan menerbangkannya ke arah mulut Stephanie.Stephanie malah malu-malu dan membekap mulut dengan telapak tangannya. Kue itu berhenti di udara. Setelah Stefan menyuruh Stephanie membuka mulutnya, barulah Stefan mendorong kuenya pelan-pelan ke mulut Stephanie.“Waw! Romantisnya!” lolong Theo berdecak-decak. Matanya belingsatan memindai wajah-wajah orang di dalam ruangan.“Aeemm ...” Stephanie mengunyah lambat-lambat.“Stefan, lihatlah di dekat bibir Stephanie ada bekas cokelat. Bagaimana kau menyuapinya? Cepat bersihkan!” titah Theo sok serius, padahal matanya hampir b
Sore harinya ketika sedang berada di koridor kantor dalam perjalanan ingin pulang, Stephanie melangkah lebih cepat lalu menjajari Stefan dan Theo. Rambut wanita itu berjingkat-jingkat mengiringi langkah kakinya yang anggun.“Stefan, terima kasih untuk hari ini,” lirihnya tak jauh dari telinga Stefan.Stefan menoleh sedikit dan melirik sedikit ke kiri. “Terima kasih kembali. Jangan cuma berterima kasih padaku. Pesta kecil dari pagi sampai siang tadi juga lantaran anak-anak yang lain. Terutama Theo.” Stefan memutar cepat hitam matanya ke kanan dan melirik penuh ke kanan.Theo berdeham-deham. Supaya Stephanie tidak larut dalam perasaannya terhadap Stefan, makanya dia jadi agak jujur dan tetap menjaga perasaan Stephanie. “Betul. Stefan juga tidak akan mau kalau tidak ada aku. Sebenarnya aku sih yang berperang paling penting.”Stephanie menyugar sebagian rambutnya ke belakang. Matanya masih saja berbinar-binar. Direngkuhnya kado-kado dari teman-temannya dengan kuat. Sebetulnya wanita ini m
Erick sedang menggenggam setir dan matanya fokus ke jalan di depan sana. Sesekali dia melirik adik laki-lakinya yang berada di kursi sebelahnya. “Kau punya pengalaman lima tahun kerja di tambang batu bara, Gerry. Sulit dapat posisi di sana. Mentok di supervisor. Malu-maluin Keluarga Sanjaya saja. Parah nian.” Erick menggeleng tak percaya karir adiknya tidak pernah berkembang di salah satu perusahaan batu bara swasta. Kesal, akhirnya dia segera mengambil tindakan.“Seharusnya dari dulu aku keluar dari sana. Terus masuk ke Sanjaya Group,” keluh Gerry yang sebentar lagi ingin melangsungkan acara pernikahan.“Bukannya apa, adikku. Kakek Sanjaya memang baik hati, tapi beliau dulu tidak sembarangan juga memberi posisi untuk orang di perusahaannya. Kalau waktu itu kau masuk di Sanjaya Group dan mengecewakan, aku yang kena getahnya.”“Ya aku tahu Kakak menunggu waktu yang pas. Aku mengerti, Kak.”“Sekarang, ketika aku sudah menjadi menantu Bobby Sanjaya, semua akan mudah. Nanti bilang sama a
Drrtt...Panggilan masuk dari Grace. Stefan meraih smartphone-nya dan mengusap warna hijau.“Halo?” Suara Grace bergetar di salah satu lubang speaker. Terdengar merdu walaupun samar.“Ada apa, Grace?” tanya Stefan. Tangan kanannya masih mengutak-atik mouse. Matanya jelalatan mengawasi empat layar di hadapannya.Suasana di kamar tidur Stefan temaram. Lampu utama dimatikannya malam ini. Menyisakan lampur led strip warna hijau yang menjalar mengitari ruangannya. Dan beberapa lampu strip berbentuk sebuah logo. Begitu aestetik dan elegan.“Kau masih sibuk bekerja? Di sana sudah jam dua belas malam kan?”“Hm. Betul. Masih ada yang ingin aku kerjakan.” Stefan masih fokus mengamati kode-kode bahasa pemrograman di layar. Karena hingga saat ini dia masih belum menemukan cara efektif dalam mengerjakan project.“Aku hanya ingin menanyakan kabarmu. Sudah lama kita tidak mengobrol. Dengar-dengar kau ada hubungan dekat dengan seorang programmer yang namanya hampir sama denganmu,” lirih Grace lemah.
Gosip orang terkenal biasanya cepat menyebar. Seperti itulah apa yang sedang menimpa Stefan saat ini. Meski awalnya cuma bercanda, gosip itu bisa berkembang menjadi cerita menarik bagi sebagian orang.Alan mengerutkan kening dan berkata tak menyangka di hadapan Stefan, “Kami tahu duda muda di mana pun pasti akan mencari calon istri barunya. Tapi, bagaimana bisa anak baru kemarin sore ini bisa mengambil hati Stephanie?”Liam berkacak pinggang seperti bebek dan berkata sinis. Wajahnya ke arah Alan, tapi sekelebat lirikannya ke arah Stefan. “Setelah dapat jabatan ketua, dia dapat wanita yang diidam-diamkan banyak pria di kantor ini.”Alan menggeleng sambil berdecak takjub. “Sudah kita sangka sebelumnya.” Alan berhadapan dengan Liam. “Dia akan dapat segalanya di sini. Kita lihat dalam beberapa tahun ke depan. Apa mungkin targetnya menjadi CEO di AlfaTech?”Liam tersenyum pahit, lalu menjawab, “Alan, apa kau kenal dengan Grace, anaknya Pak Arya? Bukankah dia ini berhasil memanfaatkan Grace
Stefan mengirimkan beberapa foto dan video ke Pak Arya saat ini juga. Setelah itu, Pak Arya kaget luar biasa, matanya membulat sempurna.Pak Arya menggeleng dan berkata tak menyangka, “Mereka berdua ini memang akrab selama sekitar satu tahun belakangan. Saya tidak menyangka kalau ternyata mereka berdua punya hubungan khusus seperti ini.”Stefan membuang pandangannya ke arah jendela, lalu berkata, “Maaf. Saya tidak memfitnah karena berita ini adalah fakta. Dan saya tidak bermaksud menyebarkan kebencian karena itu jelas urusan pribadi mereka berdua, tapi lihatlah, mereka satu posisi di kantor ini. Jelas pasti akan ada pengaruhnya dengan pekerjaan.”Selaku pimpinan tertinggi perusahaan, jelas Pak Arya sepakat dengan argumen Stefan. Dua orang itu adalah penyakit yang harus segera disingkirkan dari perusahaan, karena jika tidak sekarang, penyakit ini malah bikin sial.Jika Stefan berkata blak-blakan soal dirinya pribadi yang sering mendapat intimidasi dari Alan dan Liam, meskipun kasus ter
Semenjak menjadi CEO Sanjaya Group, Bobby menetap di Jakarta, bertempat tinggal dan mengurus bisnis besar peninggalan ayahnya di sana. Telah terjadi perombakan struktur organisasi perusahaan besar-besaran yang dilakukan oleh Bobby.Dalam sebuah rapat besar keluarga, Bobby telah menunjuk beberapa orang yang akan ditempatkan di sebuah posisi tertentu meskipun jika dinilai berdasarkan pengalaman, jelas orang ini belum punya kesempatan besar.Robert mengernyitkan kening dan berkata heran, “Ayah, aku baru saja tamat kuliah, bagaimana mungkin langsung dijadikan manager.” Ada sebuah dengusan samar keluar dari hidungnya.Mendengar kalimat seperti sebuah penolakan itu, Bobby tersentak dan berkata keras, “Banyak orang di luar sana yang bahkan hanya ingin menjadi penjaga keamanan, sedangkan kau ingin menolak jabatan manager?!” sentaknya dengan tatapan menghunjam.Chyntia menoleh ke arah Robert dan berkata, “Kau harus menuruti apa kata ayahmu, Robert. Jika tidak sekarang, kapan lagi kau akan bel
Bobby Sanjaya duduk berhadapan dengan Stefan. Martin dan David berdiri di belakang Bobby. Sedangkan Lionny duduk di kursi tak jauh dari mereka.Stefan berkata, “Martin, David, saya selalu mempercayakan banyak urusan kepada kalian berdua. Hingga menjadi saksi pernikahan saya pun, kalian tetap menjadi yang terpercaya.”Martin dan David mengangguk penuh patuh.Tiba-tiba suasana di dalam ruangan cukup tegang.Stefan memandang Bobby dengan tatapan sungguh-sungguh. “Saya dan Lionny saling mencintai, Tuan Sanjaya. Berikan kami izin agar kiranya kami berdua bisa kembali menjalin hubungan sah suami istri kembali serta membangun rumah tangga yang baik.”Stefan bilang juga pada Bobby bahwa untuk ke depannya dia tidak ingin hubungan rumah tangganya diganggu lagi apalagi sampai dipisahkan seperti tempo lalu. Stefan sudah memberi ruang agar Sanjaya Group bisa bangkit, bahkan memberikan berbagai bantuan. Oleh karena itu, penyesalan Bobby harus dibayarkan segera, dan kata maaf jelas tidak cukup jika
Jika saja Bobby tidak tolol dan egois, tentu bisnis Keluarga Sanjaya tidak akan terpuruk. Ribuan rasa penyesalan tertampak jelas di wajahnya yang mengendur. Bobby berkata lembut penuh penyesalan, “Ayah gagal menjadi pemimpin bagi kalian.”Lionny menyeka air mata di pipinya, lalu berkata, “Lupakan semua kesedihan, Ayah. Sekarang Ayah harus berbenah. Lanjutkan perjuangan mendiang kakek Sanjaya.”Stefan memotong segera, “Cukup. Kita tidak banyak waktu. Sekarang, mulai lagi!” titahnya tegas.Robert mendekat ke meja Stefan. Dia menunduk hormat dan berkata, “Aku salah. Maafkan aku.” Diteruskan pula oleh Luchy dan Chyntia.Lalu giliran Bobby. Sembari membungkuk sedikit Bobby berkata lirih, “Stefan, maafkan semua kesalahanku. Maafkan aku dan keluargaku.”Lionny tertegun. Melihat kedua orang tua beserta adiknya sangat merendah di hadapan Stefan seperti tidak ada harga diri, Lionny sangat tidak tega. Namun, langkah Stefan sudah tepat, dengan itu semoga mereka berempat sangat jera.Tuan Stone me
“Kau tahu apa konsekuensi jika menolak, Tuan Stone?” ancam Stefan.Tuan Stone sedikit mendongakkan kepala dan menjawab lirih, “Bagaimana kalau dikurangi separuh, Tuan CEO? Cukup lima belas juta saja. Saya masih bisa kalau segitu.” Tetap ada keraguan terpancar di raut wajah Tuan Stone. Bibirnya bergetar tatkala mengucapkannya karena di dalam kepalanya sedang bertengkar sendiri, lebih baik menolak jika bisa.Stefan mengalihkan pandangnya ke Bobby. “Cukup untuk satu perusahaan Sanjaya Group saja. Atau mungkin nanti suatu saat Tuan Stone akan kembali memberikan penawaran. Kita tahu bahwa Tuan Stone bukanlah orang asal-asalan yang gampang memberikan keputusan.”Lima belas juta dollar? Sebuah perjudian besar bagi Tuan Stone, jika judi 50:50, tidak untuk investasi nanti, baginya kemungkinan profit hanya dua puluh persen. Tuan Stone siap rugi.Tuan Stone ketar-ketir dan berharap agar kiranya Stefan tidak berbicara panjang lagi terkait investasi. Dia tidak mau hari-harinya makin buruk. Jika bi
Sanjaya Group saat ini memang sedang sangat terpuruk. Salah satu cara untuk mengembalikan keadaan seperti dahulu meskipun dalam waktu yang tidak sebentar adalah dengan menerima suntikan dana dari investor.Pasca perseteruan antara Sanjaya Group dan Stefan tempo lalu, jelas berdampak sangat serius bagi perusahaan milik Bobby. Jika Sanjaya Group ingin kembali bangkit, jelas mereka harus segera melakukan sesuatu.Namun, sejauh tidak ada ada satu pun investor yang datang serta tidak ada juga satu pun bank yang mau meminjamkan uang kepada mereka. Alasannya, karena Sanjaya Group diprediksi sulit akan kembali membaik. Sudah separah itu.Stefan punya ide. Penawaran gila yang biasanya diberikan oleh Tuan Stone, coba Stefan berikan kepada Bobby, kira-kira, apa reaksi Bobby ketika mendengar tawaran tersebut? Jika Tuan Stone memberikan penawaran kepada Luchy atau bahkan Chyntia, demi memperbaiki perusahaan, apakah Bobby merelakannya? Lihat nanti, apa Bobby masih waras?Bobby, Chyntia, Robert, dan
“Martin, kunci pintunya!” titah Stefan. Lalu, Stefan beranjak dan langsung mencekik leher Tuan Stone. Saking kuatnya, Tuan Stone sampai berdiri dari duduknya. “Kita bertemu lagi ha?! Kau pikir, aku dan calon istriku bakal lupa dengan dirimu?!” Stefan sangat marah.Stefan dengan sangat tegas tidak menerima tawaran investasi dari Tuan Stone. Dia juga akan memberi tahu kepada perusahaan-perusahaan di Jakarta dan lainnya untuk tidak menerima tawaran investasi dari Tuan Stone.Martin sudah siap seandainya Tuan Stone memberikan perlawanan kepada Stefan. Sedikit saja Tuan Stone menyenggol, pecah kepala Tuan Stone, biar otak busuknya keluar.Stefan memberi kode kepada Lionny agar segera beranjak. Setelah Stefan melepaskan cekikannya, Lionny langsung melepaskan sebuah tamparan keras.PLAK!“Sebuah balasan dari Lionny Fransisca Sanjaya!” Lionny menyeringai marah. Meski emosi, tetap cantik.Terasa pedas di pipi Tuan Stone. Dia mengerang. Lalu ada darah segar mengalir di bibirnya. Saat ini, Tuan
Tuan Stone gelagapan. “Stefan? Kau?” Seketika wajahnya memucat pasi. Bergidik badannya begitu yakin bahwa CEO Nano-ID saat ini yang dilihatnya merupakan pria yang kemarin di taman itu.Di dalam ruangan hanya ada Tuan Stone, Stefan, Martin, dan Lionny. Sementara Mike berada di luar. Dia sibuk memperhatikan para wanita dan mulai menyeleksi.Stefan menegakkan bahu, tersenyum, dan berkata ramah, “Silakan duduk, Tuan Stone. Bukankah Anda ke datang ke mari untuk membicarakan soal bisnis? Ayo kita mulai!”Lionny juga tersenyum ramah seolah-olah kemarin sore tidak terjadi apa-apa. Padahal di hatinya, Lionny sangat benci dengan orang tua tidak tahu diri ini. Jika mencongkel biji mata orang tidak berdosa dan tidak kena hukum pidana, sudah dari tadi dia akan mencocol kedua biji mata Tuan Stone agar segera berhenti memilih-milih wanita yang bakal ditidurinya.Stefan tidak gegabah dan seolah-olah dia dan Tuan Stone belum pernah bertemu sebelumnya. Stefan menyambut kedatangan Tuan Stone dengan begi
Nama perusahaan milik Tuan Stone adalah SG9 Enterprise. Setelah dilakukan pendalaman tentang profil SG9 Enterprise beserta Dave Stone sendiri, ternyata bermasalah. Sejumlah perusahaan di dalam negeri sempat membatalkan sejumlah tawaran dari Tuan Stone karena syarat yang dia beri terbilang aneh.Contoh kasus, Tuan Stone akan memberikan dana investasi apabila wanita yang disukainya, misalkan sekretaris ataupun staf biasa yang menarik perhatiannya, mau diajaknya tidur satu malam. Jika bos perusahaan tersebut bersedia, barulah Tuan Stone akan memberikan suntikan dana investasi. Tuan Stone licik. Dia sengaja mencari perusahaan yang baru didirikan atau yang baru saja berkembang, terutama perusahaan yang memang sedang kekurangan dana, dengan alasan investasi yang dia tawarkan akan lebih cepat diterima. Namun, tidak semua bos perusahaan setuju dengan syarat gila yang ditawarkan oleh Tuan Stone.Pernah suatu ketika, ada sebuah start up di Thailand yang sedang membutuhkan dana sebanyak 10 jut
Dada Tuan Dave Stone tiba-tiba berdebar. “Stefan, apa profesimu?”Stefan segera beranjak meninggalkan tempat ini. “Sebentar lagi akan malam. Awas, kami mau pulang,” Stefan menatap Tuan Stone cukup lama.Tatapan itu semakin membuat Tuan Stone bertanya-tanya. “Hm. Aku menarik lagi omonganku barusan, Stefan. Maafkan aku,” tiba-tiba Tuan Stone melempem seperti kerupuk kena air. “Kami tadi hanya bercanda.Stefan memasukkan dua kartu sakti miliknya ke dalam dompet kembali. “Minta maaflah pada calon istriku!” berang Stefan. Melihat adanya perubahan ekspresi dan sikap dari lawan bicaranya, Stefan bisa menguasai panggung. “Cepat!”Tuan Stone tidak berani menatap Lionny karena saking kikuk. “M-maafkan aku, Nona Lionny. Tadi aku cuma berpura-pura. Maafkan aku dan anak buahku.”Lionny menatap heran. Ada apa dengan Tuan Stone? Dia menjawab ragu, “Ya sudah, aku maafkan. Pergilah dari sini!”Terus Stefan membaca ratu wajah Tuan Stone. Sepertinya ada yang aneh setelah Tuan Stone tahu namanya. Karena
Tuan Stone merupakan pria dominan sejati. Asal orang lain tahu, Bugatti miliknya tersebut baru dibeli beberapa hari yang lalu di Jakarta hanya untuk berkeliling kota, bersenang-senang mencari wanita, dan terakhir mengurus beberapa bisnisnya.Meski bisnisnya merupakan prioritas, wanita baginya tetap nomor satu. Itulah uniknya orang kaya. Dia menatap sangar ke arah Stefan dan berkata, “Jika kau punya penawaran, silakan katakan. Mari kita bicarakan dan akan aku pertimbangkan dengan bijak.” Kemudian, Tuan Stone menyombongkan kekayaannya. Dia bercerita panjang soal bisnis investasinya yang cukup mengagumkan. Katanya, dia akan memperluas bisnisnya tersebut di Jakarta. “Aku akan berinvestasi di dua perusahaan besar di Indonesia. Aku orang kaya. Ha-ha.”Asap cerutu pun mengepul dan membumbung ke langit. Lalu Tuan Stone tersenyum sangat lebar hingga tampaklah emas di giginya yang berkilau. Dia merupakan orang yang tipikal, jika di letakkan di kerumuan orang, semua orang pasti akan memusatkan