Theo kelihatan sangat kurus. Semenjak sakit, berat badannya pun turun drastis.Kenapa Theo bisa ada di sini? Jangan-jangan ... dia adalah tamu misterius yang dimaksud?Setelah menyelesaikan tugasnya, Nana pergi meninggalkan belakang panggung.Melihat Nana yang pergi, Anisa semakin yakin kalau Theo adalah tamu misterius itu.Bukannya Theo masih sakit? Apakah dia sudah sembuh?Anisa mematung di tempat, dia tidak berani bicara maupun berjalan mendekatinya."Tuan Theo, apakah ini adalah Nona yang Anda maksud?" tanya penyelenggara acara.Theo mengangguk. "Terima kasih.""Sama-sama," jawab penyelenggara acara.Kemudian Theo bangkit berdiri, lalu mendekati Anisa dan berkata, "Aku mau bicara.""Mau bicara apa? Nggak ada yang perlu dibicarakan." Nada bicara Anisa terdengar sangat dingin.Tanpa berbasa-basi, Theo menarik tangan Anisa dan menyeretnya masuk ke sebuah ruangan VIP. Theo menutup pintu ruangan, lalu berbalik dan berbicara kepada Anisa, "Anisa, jauhi Nial! Dia tidak benar-benar ingin m
Suasana di dalam ruangan terasa panas dan pengap. Namun begitu keluar, suhu seolah kembali normal.Anisa pergi ke kamar mandi untuk mencuci muka, lalu kembali ke ruang pameran.Pameran berlangsung selama 1 jam. Anisa mendapatkan banyak informasi, tetapi tidak ada satu pun yang diingatnya.Setelah pameran selesai, Anisa bangkit berdiri dan hendak pulang."Mau ke kafe dulu? Di dekat sini ada kafe yang nyaman," tanya Nial.Anisa tidak tertarik. "Aku agak ngantuk, aku mau pulang saja."Melihat Anisa yang tampak kelelahan, Nial pun berkata, "Ayo, aku antar.""Terima kasih," jawab Anisa.Sesampainya di luar, Anisa melihat sebuah sosok familier yang menatapnya.Firasat Anisa mengatakan kalau orang itu sedang menunggunya. Anisa menoleh ke samping, lalu berkata kepada Nial, "Pak Nial, aku masih ada urusan."Nial juga melihat keberadaan Davin, orang yang pernah menjadi tangan kanan Omar."Baiklah. Kalau butuh bantuan, silakan hubungi aku. Emm, aku tunggu di luar."Setelah Nial pergi, Davin mengh
Pada sore hari.Anisa berjalan-jalan untuk menenangkan diri. Ketika melewati sebuah toko bunga, Anisa masuk dan membeli dua buket bunga tulip.Kemudian Anisa pulang ke rumah Maya dengan membawa kedua buket bunga yang indah.Anisa tiba di rumah sekitar pukul 5, seharusnya Maya masih belum pulang kerja. Namun sesaat membuka pintu, Anisa terkejut dan bertanya, "Bu, kok sudah pulang?""Anisa sudah pulang?" Maya menjelaskan, "Ibu sudah tidak bekerja. Temanku mencari pembantu rumah tangga yang profesional."Anisa meletakkan bunga yang dibeli, lalu menghampiri Maya dan memeluknya."Bu, jangan sedih ...." Anisa berusaha menghibur."Ibu tidak apa-apa. Oh iya, kenapa kamu membeli bunga?" tanya Maya."Tadi kebetulan lewat," Anisa menjawab sambil tersenyum."Anisa, jangan khawatir, nanti Ibu cari kerjaan lain." Maya menggenggam erat tangan Anisa."Bu, Ibu istirahat saja di rumah." Anisa mengeluarkan sebuah kartu dan memberikannya kepada Maya. "Bu, pakai saja uang yang ada di dalam rekening ini."M
Anisa mengerutkan alis, Maya punya tabungan sebanyak itu?Seingat Anisa, Maya dan Omar bercerai saat dia masih kecil. Setelah bercerai, Maya bekerja keras untuk memenuhi kebutuhan hidup dan membesarkan Anisa.Anisa tidak menyangka, ternyata Maya punya tabungan?"Kalau kamu tidak mau lanjut sekolah juga tidak apa-apa. Bagaimana kalau kita beli rumah yang agak besar? Ibu dan kamu sudah terbiasa menderita, tapi jangan sampai anakmu ikut menderita." Maya agak mengkhawatirkan kehidupan cucunya kelak."Bu, kita punya uang sebanyak itu?" Anisa sulit memercayainya."Ada, kita bisa pakai buat bayar uang muka," Maya menjawab dengan percaya diri."Oh, jangan buru-buru. Kandunganku baru mau menginjak 5 bulan ...." Anisa tersenyum."Jangan bilang begitu, sebentar lagi kamu akan melahirkan. Kamu harus pikirkan baik-baik." Maya tidak ingin cucunya lahir dan hidup di rumah sekecil ini.Anisa menganggukkan kepala. "Iya, akan aku pertimbangkan. Oh iya, aku mau keluar sebentar, mau beli hadiah untuk ayah
Selain Clara, dokter dan Sabrina juga berada di dalam kamar Theo.Sabrina dan dokter berdiri di dekat jendela, mereka sedang membicarakan kondisi Theo.Kaki Anisa terasa berat, dia tidak sanggup melangkah masuk ke dalam kamar.Clara bangkit berdiri sambil membawa sebaskom air. Ketika membalikkan badan, dia kaget melihat Anisa yang berdiri di depan pintu."Anisa? Kamu ngapain di sini?" Meskipun emosi, Clara berusaha menahan amarahnya agar tidak membangunkan Theo.Kemudian Clara meletakkan kembali baskomnya dan berjalan ke depan pintu untuk mengusir Anisa.Meskipun berbisik-bisik, Sabrina bisa mendengar suara Clara. Ketika melihat kemunculan Anisa, Sabrina meninggalkan dokter dan bergegas ke pintu kamar.....Anisa takut membangunkan Theo, dia keluar dan berjalan ke depan lift.Clara mengira Anisa mau kabur, dia bergegas mengejar dan menghalanginya. "Anisa, apa maksudmu? Kamu mau mempermainkan Theo? Kalau kamu berani menyakitinya lagi, aku nggak akan melepaskanmu! Kamu nggak mencintainya
Sabrina tidak ingin disalahkan, dia takut kalau Theo akan memarahinya.Ketika Sabrina menampar Anisa, Sabrina masih ingat bagaimana Theo membela Anisa.Sekitar pukul 12 malam, demam Theo mulai turun. Theo membuka matanya secara perlahan-lahan, lalu bangun dan melihat keadaan di dalam kamar. Clara duduk dan tertidur pulas di samping Theo.Theo mengerutkan alis, dia bangkit berdiri dan beranjak keluar dari kamar.....Keesokan hari, Clara kaget melihat tempat tidur yang kosong. Clara bergegas turun untuk mencari Theo."Di mana Theo?" Clara terlihat cemas.Bibi Wina terkejut dan menjawab, "Aku tidak melihat Tuan.""Theo tidak ada di tempat tidur, makanya aku turun," jawab Clara."Tidak, Tuan tidak mungkin hilang," Bibi Wina bergumam sambil naik ke atas.Bibi Wina dan Clara mencari ke seluruh penjuru rumah, tetapi mereka sama sekali tidak menemukan keberadaan Theo.Clara panik sampai menangis. "Semua salahku, aku bahkan tidak sadar Theo turun dari tempat tidur.""Aku coba tanya sama pengaw
Sekitar pukul 10 pagi, sebuah mobil Rolls-Royce hitam berhenti di halaman rusun tua.Sesaat pintu mobil dibuka, tampak sebuah sosok tinggi dan tampan yang beranjak keluar.Theo mengenakan jaket berwarna biru tua yang dipadukan dengan syal berwarna abu dan sepasang sepatu kulit yang mengkilap.Meskipun tampak pucat dan lesu, aura dingin yang dipancarkan sontak membuat orang-orang ketakutan melihatnya.Sopir dan pengawal membawa banyak kantong hadiah, mereka berjalan mengikuti Theo dari belakang."Tok, tok, tok." Terdengar suara ketukan pintu.Saat ini Maya sedang membereskan dapur. Begitu mendengar suara ketokan, dia mencuci tangan dan bergegas membuka pintu.Sesaat pintu terbuka, Maya kaget melihat Theo yang berdiri di depan pintu."Ka-kamu ...." Maya tertegun selama beberapa detik."Bu Maya ...," apa Theo."Ah, ayo masuk! Aku dengar kamu lagi sakit? Sudah baikan?" tanya Maya.Walaupun cuaca lagi dingin, tampaknya Theo memakai pakaian yang terlalu tebal.Melihat lantai yang bersih, The
"Kamu masih sakit, kenapa nggak istirahat di rumah?" Anisa berjalan ke dapur dan menuang segelas air."Aku sudah baikan," kata Theo sambil melepaskan syalnya."Kemarin kamu juga bilang gitu." Setelah minum, Anisa beranjak ke ruang tamu dan melihat berbagai macam hadiah yang diberikan."Ini apa?" tanya Anisa."Aku tidak mungkin datang dengan tangan kosong." Theo berpikir sebentar, lalu mengganti topik pembicaraan. "Aku baru tahu kemarin kamu pulang.""Kamu datang buat ngomongin ini?" Anisa duduk di sofa sambil menatap Theo yang lesu."Aku dan Clara ....""Aku nggak mau tahu dan nggak tertarik." Anisa memotong ucapan Theo.Theo tak berdaya melihat Anisa yang bersikap dingin.Selanjutnya kamu mau membicarakan masalah Nial, 'kan? Kalaupun dia membohongiku, aku yang menanggung konsekuensinya, bukan kamu. Aku juga nggak akan menyusahkan kamu, tenang saja! Sudahlah, aku malas membicarakannya."Sekarang Anisa bersikap seperti seorang anak pembangkang. Semakin Theo melarang, semakin Anisa memba
Sebelum mengirimkan foto-foto Wilona, Theo menuliskan beberapa kalimat di atasnya.[ Anisa, berikan aku 1 kesempatan lagi. ][ Satu kesempatan terakhir. ]Anisa menutup ponsel, lalu memejamkan matanya. Suara tangisan Sania terus bergema di dalam kepala Anisa.Karena emosi sesaat, Sania menceraikan Vanzoe, lalu meninggalkan Negara Legia dan bahkan memaki Vanzoe. Namun saat Vanzoe mau menikah lagi, Sania malah sedih dan menangis setiap hari.Siapa yang tidak menginginkan hidup tenang dan damai? Cinta adalah hal yang bisa membuat seseorang menjadi damai sekaligus gila.....Setelah meninggalkan Vila Starbay, Theo membuka ponselnya untuk mengecek pesan Anisa.Ternyata Anisa tidak membalas .... Meskipun tidak membalas, Theo yakin Anisa membaca pesannya.Theo tidak akan memaksa Anisa, dia sadar Anisa tidak akan memaafkannya dengan mudah. Theo hanya bisa bersabar dan berusaha.....Keesokan hari, Sania datang ke Vila Starbay dengan membawa banyak hadiah."Rasanya kembali seperti dulu," kata B
"Nggak masalah! Kakakmu ganteng dan pintar, pasti banyak gadis yang mengejarnya. Kalaupun nggak dapat wanita, masih ada pria," jawab Mike.Wilona langsung menutup mulutnya."Membosankan!" William meletakkan alat makannya dan pergi meninggalkan ruang makan.Setelah William pergi, Anisa juga merasa kenyang dan ingin beristirahat. Sesampainya di kamar, dia membereskan koper, lalu berbaring dan hendak tidur.Ketika Anisa hendak memadamkan lampu kamar, dia menerima belasan pesan dari Theo.Anisa tertegun, lalu membuka pesan yang dikirimkan. Ternyata Theo mengirimkan semua foto-foto Wilona saat bermain di taman hiburan.Anisa menyimpan beberapa foto yang cantik dan bergegas menutup pesan dari Theo.Anisa belum siap menghadapi Theo. Perpisahan kemarin membuatnya sangat terpukul, dia tidak bisa melupakannya begitu saja.Akhirnya Anisa menelepon Sania dan mengajaknya mengobrol. "Sania, aku sudah pulang.""Kamu sudah pulang?" Sania terdengar kaget."Em. Aku memutuskan pulang secara tiba-tiba, ja
Semua orang kaget melihat mobil Rolls-Royce milik Theo.Theo tahu bahwa Anisa masih marah dan tidak ingin menemuinya. Bukankah Theo memiliki ego yang tinggi, kenapa dia rela membuang semua harga dirinya dan datang dengan konsekuensi dimarahi Anisa?Sesaat Theo membuka pintu mobil, dia melihat Eden yang berlari keluar."Pak, sebaiknya Anda jangan masuk." Eden berbicara dengan canggung, "Anisa tidak mau menemui Anda. Aku juga ikut diusir."Sebenarnya kondisi di dalam tidak separah yang Eden ceritakan. Anisa tidak akan mempermasalahkan kejadian hari ini asalkan Eden mengusir Theo pergi.Jadi, Eden sengaja melebih-lebihkan agar Theo tidak memaksa masuk ke rumah Anisa."Dia tidak memarahi Wilona, 'kan?" tanya Theo."Tidak. Wilona masih kecil, Anisa tidak mungkin menyalahkannya. Pak, tenang saja, yang penting Anisa sudah pulang. Masih ada hari esok." Eden berusaha menghibur Theo. Theo mengerutkan alis. "Ucapanmu seolah aku ingin melakukan sesuatu terhadap Anisa.""Bukan begitu maksudku ....
"Kamu tahu sendiri karakter Pak Theo, dia takut sama Anisa," jawab Eden sambil menggaruk kepala.....Hari yang menyenangkan pun berakhir dalam sekejap mata. Setelah puas bermain, Theo mengajak Wilona, Mike, dan Eden makan malam bersama. Awalnya Mike tidak mau menolak karena Wilona pasti kelelahan dan kelaparan, tetapi tiba-tiba Anisa menelepon Mike.Sesaat mengeluarkan ponsel, Mike terkejut melihat nama Anisa yang tertera di layar. "Anisa telepon! Sst, kalian diam dulu.""Halo, Anisa?" Mike menjawab panggilannya. "Kamu mau melakukan panggilan video? Kami lagi di luar. Aku akan meneleponmu kembali begitu sampai di rumah.""Sekarang aku ada di rumah," kata Anisa dengan nada yang tenang, tapi mencekam. "Bawa Wilona pulang sekarang juga!"Mike tertegun mendengar ucapan Anisa. Sebelum Mike sempat menjawab, Anisa telah menutup teleponnya."Gawat!" Wajah Mike tampak memerah, jantungnya berdegup sangat kencang. "Anisa sudah pulang, dia ada di rumah. Anisa memerintahkanku untuk segera membawa
Sesampainya di wahana kedua, antrian panjang terlihat di depan pintu.Wilona berjalan ke barisan VIP dan ikut mengantri.Bagaimana mungkin Theo tega membiarkan putrinya mengantri? Meskipun cuaca hari ini cerah dan berangin, mengantri sepanjang itu pasti melelahkan.Theo sendiri paling benci mengantri!Theo berjalan ke depan, lalu menarik lengan Wilona dengan penuh kasih berkata, "Sayang, Ayah akan membawamu masuk."Wilona mengerutkan alis. "Maksudnya memotong antrian?"Tanpa pikir panjang, Theo langsung mengangguk.Mike langsung menggosok kedua tangannya, dia sudah mengantisipasi apa yang akan terjadi selanjutnya.Di saat bersamaan, Eden berjalan ke samping Theo untuk menceritakan insiden yang terjadi 1 jam lalu."Aku paling benci menyerobot antrian! Baru saja, seorang Tante jahat menyerobit antrian dan diusir. Masa aku memarahi orang lain, tapi aku sendiri juga menyerobot antrian?" Meskipun Wilona tidak suka mengantri, hati nurani melarangnya untuk melakukan tindakan yan gsalah.Setel
Penanggung jawab taman berpikir sebentar, lalu menganggukkan kepala. Eden terlihat sangat serius, penanggung jawab taman tidak mau kehilangan pekerjaan ini.Akhirnya wanita arogan itu pun diusir.Sebelum pergi, wanita itu meneriaki Wilona, "Bocah tengil, tunggu pembalasanku!"Wilona menjulurkan lidahnya dan mengolok-olok wanita itu."Wilona, wanita itu nggak akan datang lagi. Kamu jangan marah, ya!" Eden menghibur sambil tersenyum."Aku nggak marah. Yang malu dia, bukan aku." Wilona menarik Mike tempat semula dan lanjut mengantri."Kak, kamu hebat banget." Gadis kecil yang berdiri di depan Wilona mengacungkan jempolnya.Wilona membalasnya dengan senyuman abngga.Setelah wanita itu pergi, peannggung jawab taman menelepon Theo. "Pak, putri Anda sedang mengunjungi Dunia Fantasi."Penanggung jawab taman memanfaatkan status Wilona untuk menyanjung Theo, ini adalah kesempatan yang bagus untuk menarik simpati."Putriku?" tanya Theo."Benar! Pak Eden yang bilang, tidak mungkin salah. Hmm, apak
Wilona menarik tangan Mike dan mengajaknya ke depan.Petugas yang melayani di depan terlihat ketakutan menghadapi wanita tersebut. Eden takut terjadi keributan, dia pun mengeluarkan ponsel dan menelepon penanggung jawab taman hiburan."Tante!" Wilona berteriak sambil menatap wanita itu. "Menyerobot antrian itu salah. Kamu sudah salah, tapi masih berani memarahi orang lain. Gurumu nggak mengajari kamu sopan santun, ya?"Mike tertegun melihat sikap Wilona. Tampaknya Wilona sudah semakin dewasa, dia bukan lagi anak berusia 3 tahun yang cengeng.Teriakan Wilona sontak membuat orang-orang di sekitar tercengang selama beberapa deitk.Wanita tersebut memelototi Wilona dan memarahinya, "Bocah tengil! Beraninya berteriak di hadapanku. Memangnya siapa kamu?"Wilona menjawab dengan tenang dan lantang, "Kamu buta, ya? Aku anak kecil! Dasar bodoh!"Para pengunjung tertawa mendengar ucapan Wilona.Wanita ini pun murka, dia mengangkat tangan dan hendak memukul Wilona.Melihat wanita yang hendak memuk
"Wilona, ayahmu nggak tahu kamu pergi ke taman huburan ini. Aku tidak akan memberi tahu ayahmu. Kita pergi dulu, kalau nggak seru, kita pindah tempat. Bagaimana?" tanya Eden.Wilona berpikir sebentar, lalu mengangguk sambil tersenyum."Jangan beri tahu ibumu, ya! Kalau ibumu tahu, dia pasti tidak akan mengizinkan kamu ke sana." Eden mengingatkan. "Taman ini sangat cantik dan seru. Aku pernah membawa keponakanku ke sana, dia sangat suka."Pikiran Wilona hanya dipenuhi bermain. Dia langsung mengangguk saat mendengar semua ucapan Eden.Tak terasa, akhir pekan pun tiba.Suasana di Dunia Fantasi sangat ramai.Ketika Eden membawa keponakannya datang, cuaca gerimis dan banyak wahana yang ditutup."Untung William nggak ikut." Mike menghela napas, dia tahu William tidak akan menyukai tempat seperti ini.Kalau William datang, dia mungkin tidak akan masuk dan langsung pulang ke rumah. William paling tidak menyukai tempat yang ramai.Eden meminta maaf. "Aduh, antriannya panjang banget. Sebentar, a
Ketika Eden menyiapkan makan malam, dia memberikan isyarat mata kepada Mike.Mike langsung mengangguk, lalu berkata kepada William dan Wilona, "Anak-anak, akhir pekan aku akan membawa kalian jalan-jalan.""Oke, oke! Paman, kita mau jalan ke mana?" tanya Wilona dengan antusias."Hari ini baru hari selasa," jawab William."Makanya kita buat rencana dulu. William, kamu ada waktu, 'kan" tanya Mike."Tidak ada." Tahun ajaran baru telah dimulai, William harus mengerjakan banyak tugas."Kamu masih SD, memang sebanyak apa tugasmu? Kalau kamu sudah SMP, jangan-jangan kamu bahkan nggak ada waktu untuk pulang." Mike tampak cemberut. "Waktu SD aku nggak sesibuk kamu, tapi aku pintar dan sukses.""Kelak aku akan lebih sukses daripada kamu," William berakta dengan serius.Dulu Mike mungkin akan membantah William, tetapi sekarang Mike tidak memiliki kepercayaan diri.Eden tertawa terbahak-bahak sambil mengacungkan jempol."Aku akan meminta ibumu untuk memindahkan sekolahmu," kata Mike dengan kesal."