Setelah menandatangani surat konfirmasi penerimaan paket, tiba-tiba ponsel Anisa berdering.Tangan kanan Anisa memegang paket, sedangkan tangan kirinya mengeluarkan ponsel."Kamu dimana?" Suara Theo terdengar di ujung telepon."Di rumah," jawab Anisa."Kamu tidak enak badan?" Theo terdengar khawatir."Tidak, ini aku baru mengambil paket." Anisa membuka pintu rumah dan masuk ke dalam.Setelah masuk ke rumah, Anisa meletakkan paketnya di atas lemari sepatu. "Ada apa mencari aku?"Anisa mengganti sepatunya, lalu beranjak ke ruang tamu dan duduk di sofa."Nara dan Leo pacaran." Tadi pengawalnya Theo membawa Leo untuk menghadap. Leo telah mengakui semuanya kepada Theo, makanya Theo menelepon Anisa."Bagaimana kamu bisa mengetahui hubungan mereka?" Theo bertanya kepada Anisa."Kenapa kamu yakin banget mereka pacaran?" Anisa menggenggam erat ponselnya."Leo yang mengakuinya. Mereka mulai menjalin hubungan setelah aku dan Nara berpisah. Aku tidak memedulikan hubungan mereka, aku tidak peduli N
Tera Group.Eden sedang menikmati teh di ruangannya Sabai."Aku sudah lama nggak melihat Pak Theo sesenang ini." Wajah Eden tampak berseri-seri. "Aku sengaja menunggu di depan ruangan, ternyata dia pergi membeli buah-buahan. Tapi buah yang dibelinya terlalu banyak, Anisa nggak akan sanggup menghabiskannya."Sabai mengerutkan alis. "Kenapa tiba-tiba Anisa bersedia menerima Theo kembali? Ah, hati wanita memang sulit ditebak.""Mungkin karena Nara sudah berpacaran dengan Leo." Eden hanya asal menebak. "Selain alasan ini, aku nggak bisa memikirkan alasan lainnya.""Semoga saja mereka bisa akur terus." Sabai mengangkat gelasnya dan mengajak Eden bersulang.Setengah jam kemudian, Anisa tiba di Tera Group.Setelah minum teh, Eden dan Sabai turun ke lobi untuk menunggu Anisa. Begitu melihat Anisa sampai, mereka langsung menyambutnya.Anisa menurunkan jendela mobil. "Eden, kayaknya di bawah tidak ada tempat parkir. Aku parkir di luar dulu.""Tempatnya seluas ini, kamu bebas mau parkir di mana s
Setengah jam kemudian.Pak Ernest selaku wakil presdir Tera Group memasuki ruangan Sabai dengan terburu-buru."Eden, aku mencarimu ke mana-mana. Aku tahu, kamu pasti ada di sini," kata Pak Ernest sambil beranjak duduk di samping Eden.Eden kebingungan melihat Pak Ernest yang terlihat gugup. "Ada apa? Apakah terjadi sesuatu dengan perusahaan kita?"Pak Ernest mengambil gelas kosong yang ada di atas meja, lalu menuangkan segelas air dan meneguknya."Kalian berdua tahu Anisa ke kantor, 'kan? Kenapa tidak memberi tahu aku? Kalian tahu, barusan aku ke ruangannya Pak Theo .... Ah, kalau diingat, rasanya aku mau menghilang saja dari bumi ini."Sabai dan Eden tampak membelalak."Jangan-jangan, mereka berdua ... di dalam ruangan ...." Sabai tidak tahu harus bagaimana harus menanyakannya.Pak Ernest mengangguk dengan kencang. "Yang lebih parah, bukan aku seorang yang memergokinya. Tadi aku membawa tim ke ruangan Pak Theo. Mereka juga menyaksikan semuanya. Sepertinya aku bakal dipecat ...."Pak E
Apakah Anisa sudah pergi? Mustahil, masa Anisa pergi secepat ini?Pak Ernest menarik napas panjang, lalu mengumpulkan keberanian dan mengetuk pintu ruangan Theo.Theo mengangkat kepalanya. Begitu melihat Pak Ernest, Theo pun berkata, "Masuk, tutup pintunya!"Pak Ernest berkeringat dingin, dia sangat ketakutan.Sikap Theo sama seperti biasanya, tetapi entah kenapa Pak Ernest malah gemetaran.Pak Ernest masuk dan menutup pintu ruangan. "Pak, di mana Bu Anisa?"Theo menyingkirkan dokumen-dokumen yang ada depannya, lalu menjawab dengan dingin, "Ada apa mencariku?"Pak Ernest tidak tahu bagaimana cara menjawab pertanyaan Theo. Setelah hening selama beberapa detik, Theo lanjut berkata, "Dia ketakutan dan pulang.""Pak, maafkan aku! Aku akan segera meminta maaf kepada Bu Anisa." Pak Ernest berkeringat dingin.Theo mengerutkan alisnya. "Kamu mau membuatnya makin malu?"Pak Ernest tak berdaya, dia hanya bisa menerima nasib. Dia sudah siap dengan segala hukuman yang akan diberikan Theo."Masalah
Sania menggelengkan kepala. "Nggak, aku nggak beli apa-apa. Memang di paket nggak ada tertulis nama pengirimnya?""Aku cuma lihat sekilas, tertulis nama perusahaan." Ada satu hal yang mengganjal di hati Anisa. "Kurir tersebut bisa saja menitipkannya kepada pelayan atau satpam komplek, tapi kenapa dia harus menunggu sampai aku pulang?""Oh, mungkin paketnya berisi barang berharga? Kalau berisi barang-barang berharga memang harus diterima langsung oleh penerimanya." Sania tersenyum misterius. "Mungkin Theo membelikanmu hadiah? Kalian seperti sepasang anak muda yang lagi dimabuk cinta.""Harusnya bukan Theo. Dia nggak pernah memberikanku hadiah lewat kurir. Kalaupun membelinya dari luar negeri, dia tidak mungkin mengirimnya ke rumahku." Anisa tahu karakter Theo."Hmm, benar juga. Theo adalah orang yang sangat memperhatikan detail. Selama ini dia selalu memberikan hadiahnya secara langsung. Omong-omong soal Theo, aku mulai mengaguminya lagi. Bagaimanapun, dulu aku sangat memujanya." Sania
Anisa tidak menyangka ternyata William dan Wilona bertengkar karena masalah ini."Ibu tidak marah, tapi membuka barang orang lain tanpa izin memang tidak sopan." Anisa mengajari putrinya dengan sabar. "Sebaiknya kamu menunggu sampai Ibu pulang dan minta izin dulu. Kalau Ibu mengizinkan, kamu baru buka paketnya.""Oh. Bu, apakah aku boleh membuka paketnya?" tanya Wilona."Boleh." Anisa mengambil paket yang terletak di atas rak sepatu, tetapi tiba-tiba raut wajahnya berubah menjadi gelisah. "Wilona, Ibu tidak tahu siapa yang mengirim paket ini, Ibu juga tidak tahu apa isinya. Hmm, sebaiknya Ibu saja yang buka."Anisa takut kalau paket ini berisi barang yang berbahaya atau tidak pantas dilihat anak-anak."Oh." Meskipun penasaran, Wilona tetap mematuhi ibunya.Kemudian Anisa mengambil gunting untuk membuka kotak paket. Di saat bersamaan, pelayan datang dan bertanya, "Anisa, apakah Mike makan malam di rumah?"Anisa menjawab, "Mike makan malam di luar.""Baik, aku akan segera menyiapkan maka
Pelayan tahu bahwa Anisa sedang berbohong. Anisa tidak kelihatan baik-baik saja.Jangankan orang dewasa, anak kecil seperti William dan Wilona pun bisa melihat kejanggalan di diri Anisa."William, bawa adikmu makan dulu, ya? Bibi mau mengantarkan makan malam ke kamar ibumu," kata Bibi Ani.William mengangguk, lalu menggandeng Wilona ke meja makan.Di kamar utama.Sekujur tubuh Anisa gemetaran, tetapi dia tetap memberanikan diri untuk memutar rekaman tersebut. Ketika rekaman diputar, Anisa mendengar pembicaraan di antara dua orang."Aku dengar Profesor Carmen memiliki seorang murid inti? Murid yang lebih hebat daripada Profesor Carmen! Beri tahu aku, siapa murid itu?""Aku tidak tahu, Profesor tidak pernah bilang."Suara itu terdengar sangat familier. Kali ini Anisa tak hanya ketakutan, tapi juga meneteskan air mata. Suara itu adalah suaranya Grey!"Oh, kamu tidak tahu? Baiklah, aku akan memotong jarimu dan mengirimkannya ke orang yang aku curigai." Suara yang mengerikan terdengar berge
Pelayan dan pengawal terkejut melihat Anisa yang turun sambil membawa koper."Anisa, kamu mau ke mana? Hari sudah malam," tanya pengawal.Anisa terlihat sangat gugup, dia tidak bisa berpura-pura tenang. Meskipun Wilona menangis tersedu-sedu, Anisa sama sekali tidak menenangkannya.Dengan kedua mata memerah, Anisa menatap William dan berkata, "William, jaga adikmu baik-baik."William adalah anak yang pemberani, tetapi kondisi Anisa saat ini benar-benar membuatnya ketakutan.Walaupun pemikirannya lebih dewasa, William hanya seorang anak berusia 5 tahun.William mengulurkan tangannya untuk menarik lengan baju Anisa. Kemudian William bertanya dengan suara tegang dan ketakutan, "Bu, Ibu mau ke mana?"Biasanya Anisa selalu menjelaskan dengan sabar kepada anak-anaknya. Meskipun harus berbohong demi kebaikan, Anisa selalu memprioritaskan perasaan anak-anaknya. Namun Anisa yang sekarang bersikap dingin, dia tidak bisa berpikir dengan jernih.Sekarang hanya ada 1 hal yang dipikirkan Anisa, dia i
Sebelum mengirimkan foto-foto Wilona, Theo menuliskan beberapa kalimat di atasnya.[ Anisa, berikan aku 1 kesempatan lagi. ][ Satu kesempatan terakhir. ]Anisa menutup ponsel, lalu memejamkan matanya. Suara tangisan Sania terus bergema di dalam kepala Anisa.Karena emosi sesaat, Sania menceraikan Vanzoe, lalu meninggalkan Negara Legia dan bahkan memaki Vanzoe. Namun saat Vanzoe mau menikah lagi, Sania malah sedih dan menangis setiap hari.Siapa yang tidak menginginkan hidup tenang dan damai? Cinta adalah hal yang bisa membuat seseorang menjadi damai sekaligus gila.....Setelah meninggalkan Vila Starbay, Theo membuka ponselnya untuk mengecek pesan Anisa.Ternyata Anisa tidak membalas .... Meskipun tidak membalas, Theo yakin Anisa membaca pesannya.Theo tidak akan memaksa Anisa, dia sadar Anisa tidak akan memaafkannya dengan mudah. Theo hanya bisa bersabar dan berusaha.....Keesokan hari, Sania datang ke Vila Starbay dengan membawa banyak hadiah."Rasanya kembali seperti dulu," kata B
"Nggak masalah! Kakakmu ganteng dan pintar, pasti banyak gadis yang mengejarnya. Kalaupun nggak dapat wanita, masih ada pria," jawab Mike.Wilona langsung menutup mulutnya."Membosankan!" William meletakkan alat makannya dan pergi meninggalkan ruang makan.Setelah William pergi, Anisa juga merasa kenyang dan ingin beristirahat. Sesampainya di kamar, dia membereskan koper, lalu berbaring dan hendak tidur.Ketika Anisa hendak memadamkan lampu kamar, dia menerima belasan pesan dari Theo.Anisa tertegun, lalu membuka pesan yang dikirimkan. Ternyata Theo mengirimkan semua foto-foto Wilona saat bermain di taman hiburan.Anisa menyimpan beberapa foto yang cantik dan bergegas menutup pesan dari Theo.Anisa belum siap menghadapi Theo. Perpisahan kemarin membuatnya sangat terpukul, dia tidak bisa melupakannya begitu saja.Akhirnya Anisa menelepon Sania dan mengajaknya mengobrol. "Sania, aku sudah pulang.""Kamu sudah pulang?" Sania terdengar kaget."Em. Aku memutuskan pulang secara tiba-tiba, ja
Semua orang kaget melihat mobil Rolls-Royce milik Theo.Theo tahu bahwa Anisa masih marah dan tidak ingin menemuinya. Bukankah Theo memiliki ego yang tinggi, kenapa dia rela membuang semua harga dirinya dan datang dengan konsekuensi dimarahi Anisa?Sesaat Theo membuka pintu mobil, dia melihat Eden yang berlari keluar."Pak, sebaiknya Anda jangan masuk." Eden berbicara dengan canggung, "Anisa tidak mau menemui Anda. Aku juga ikut diusir."Sebenarnya kondisi di dalam tidak separah yang Eden ceritakan. Anisa tidak akan mempermasalahkan kejadian hari ini asalkan Eden mengusir Theo pergi.Jadi, Eden sengaja melebih-lebihkan agar Theo tidak memaksa masuk ke rumah Anisa."Dia tidak memarahi Wilona, 'kan?" tanya Theo."Tidak. Wilona masih kecil, Anisa tidak mungkin menyalahkannya. Pak, tenang saja, yang penting Anisa sudah pulang. Masih ada hari esok." Eden berusaha menghibur Theo. Theo mengerutkan alis. "Ucapanmu seolah aku ingin melakukan sesuatu terhadap Anisa.""Bukan begitu maksudku ....
"Kamu tahu sendiri karakter Pak Theo, dia takut sama Anisa," jawab Eden sambil menggaruk kepala.....Hari yang menyenangkan pun berakhir dalam sekejap mata. Setelah puas bermain, Theo mengajak Wilona, Mike, dan Eden makan malam bersama. Awalnya Mike tidak mau menolak karena Wilona pasti kelelahan dan kelaparan, tetapi tiba-tiba Anisa menelepon Mike.Sesaat mengeluarkan ponsel, Mike terkejut melihat nama Anisa yang tertera di layar. "Anisa telepon! Sst, kalian diam dulu.""Halo, Anisa?" Mike menjawab panggilannya. "Kamu mau melakukan panggilan video? Kami lagi di luar. Aku akan meneleponmu kembali begitu sampai di rumah.""Sekarang aku ada di rumah," kata Anisa dengan nada yang tenang, tapi mencekam. "Bawa Wilona pulang sekarang juga!"Mike tertegun mendengar ucapan Anisa. Sebelum Mike sempat menjawab, Anisa telah menutup teleponnya."Gawat!" Wajah Mike tampak memerah, jantungnya berdegup sangat kencang. "Anisa sudah pulang, dia ada di rumah. Anisa memerintahkanku untuk segera membawa
Sesampainya di wahana kedua, antrian panjang terlihat di depan pintu.Wilona berjalan ke barisan VIP dan ikut mengantri.Bagaimana mungkin Theo tega membiarkan putrinya mengantri? Meskipun cuaca hari ini cerah dan berangin, mengantri sepanjang itu pasti melelahkan.Theo sendiri paling benci mengantri!Theo berjalan ke depan, lalu menarik lengan Wilona dengan penuh kasih berkata, "Sayang, Ayah akan membawamu masuk."Wilona mengerutkan alis. "Maksudnya memotong antrian?"Tanpa pikir panjang, Theo langsung mengangguk.Mike langsung menggosok kedua tangannya, dia sudah mengantisipasi apa yang akan terjadi selanjutnya.Di saat bersamaan, Eden berjalan ke samping Theo untuk menceritakan insiden yang terjadi 1 jam lalu."Aku paling benci menyerobot antrian! Baru saja, seorang Tante jahat menyerobit antrian dan diusir. Masa aku memarahi orang lain, tapi aku sendiri juga menyerobot antrian?" Meskipun Wilona tidak suka mengantri, hati nurani melarangnya untuk melakukan tindakan yan gsalah.Setel
Penanggung jawab taman berpikir sebentar, lalu menganggukkan kepala. Eden terlihat sangat serius, penanggung jawab taman tidak mau kehilangan pekerjaan ini.Akhirnya wanita arogan itu pun diusir.Sebelum pergi, wanita itu meneriaki Wilona, "Bocah tengil, tunggu pembalasanku!"Wilona menjulurkan lidahnya dan mengolok-olok wanita itu."Wilona, wanita itu nggak akan datang lagi. Kamu jangan marah, ya!" Eden menghibur sambil tersenyum."Aku nggak marah. Yang malu dia, bukan aku." Wilona menarik Mike tempat semula dan lanjut mengantri."Kak, kamu hebat banget." Gadis kecil yang berdiri di depan Wilona mengacungkan jempolnya.Wilona membalasnya dengan senyuman abngga.Setelah wanita itu pergi, peannggung jawab taman menelepon Theo. "Pak, putri Anda sedang mengunjungi Dunia Fantasi."Penanggung jawab taman memanfaatkan status Wilona untuk menyanjung Theo, ini adalah kesempatan yang bagus untuk menarik simpati."Putriku?" tanya Theo."Benar! Pak Eden yang bilang, tidak mungkin salah. Hmm, apak
Wilona menarik tangan Mike dan mengajaknya ke depan.Petugas yang melayani di depan terlihat ketakutan menghadapi wanita tersebut. Eden takut terjadi keributan, dia pun mengeluarkan ponsel dan menelepon penanggung jawab taman hiburan."Tante!" Wilona berteriak sambil menatap wanita itu. "Menyerobot antrian itu salah. Kamu sudah salah, tapi masih berani memarahi orang lain. Gurumu nggak mengajari kamu sopan santun, ya?"Mike tertegun melihat sikap Wilona. Tampaknya Wilona sudah semakin dewasa, dia bukan lagi anak berusia 3 tahun yang cengeng.Teriakan Wilona sontak membuat orang-orang di sekitar tercengang selama beberapa deitk.Wanita tersebut memelototi Wilona dan memarahinya, "Bocah tengil! Beraninya berteriak di hadapanku. Memangnya siapa kamu?"Wilona menjawab dengan tenang dan lantang, "Kamu buta, ya? Aku anak kecil! Dasar bodoh!"Para pengunjung tertawa mendengar ucapan Wilona.Wanita ini pun murka, dia mengangkat tangan dan hendak memukul Wilona.Melihat wanita yang hendak memuk
"Wilona, ayahmu nggak tahu kamu pergi ke taman huburan ini. Aku tidak akan memberi tahu ayahmu. Kita pergi dulu, kalau nggak seru, kita pindah tempat. Bagaimana?" tanya Eden.Wilona berpikir sebentar, lalu mengangguk sambil tersenyum."Jangan beri tahu ibumu, ya! Kalau ibumu tahu, dia pasti tidak akan mengizinkan kamu ke sana." Eden mengingatkan. "Taman ini sangat cantik dan seru. Aku pernah membawa keponakanku ke sana, dia sangat suka."Pikiran Wilona hanya dipenuhi bermain. Dia langsung mengangguk saat mendengar semua ucapan Eden.Tak terasa, akhir pekan pun tiba.Suasana di Dunia Fantasi sangat ramai.Ketika Eden membawa keponakannya datang, cuaca gerimis dan banyak wahana yang ditutup."Untung William nggak ikut." Mike menghela napas, dia tahu William tidak akan menyukai tempat seperti ini.Kalau William datang, dia mungkin tidak akan masuk dan langsung pulang ke rumah. William paling tidak menyukai tempat yang ramai.Eden meminta maaf. "Aduh, antriannya panjang banget. Sebentar, a
Ketika Eden menyiapkan makan malam, dia memberikan isyarat mata kepada Mike.Mike langsung mengangguk, lalu berkata kepada William dan Wilona, "Anak-anak, akhir pekan aku akan membawa kalian jalan-jalan.""Oke, oke! Paman, kita mau jalan ke mana?" tanya Wilona dengan antusias."Hari ini baru hari selasa," jawab William."Makanya kita buat rencana dulu. William, kamu ada waktu, 'kan" tanya Mike."Tidak ada." Tahun ajaran baru telah dimulai, William harus mengerjakan banyak tugas."Kamu masih SD, memang sebanyak apa tugasmu? Kalau kamu sudah SMP, jangan-jangan kamu bahkan nggak ada waktu untuk pulang." Mike tampak cemberut. "Waktu SD aku nggak sesibuk kamu, tapi aku pintar dan sukses.""Kelak aku akan lebih sukses daripada kamu," William berakta dengan serius.Dulu Mike mungkin akan membantah William, tetapi sekarang Mike tidak memiliki kepercayaan diri.Eden tertawa terbahak-bahak sambil mengacungkan jempol."Aku akan meminta ibumu untuk memindahkan sekolahmu," kata Mike dengan kesal."