Theo menggertakkan giginya sambil menatap Anisa dengan dingin.Kemudian Theo meletakkan bubur yang dipegang, lalu menaruh dua buah bantal di punggung Anisa dan memapahnya duduk.Setelah Anisa duduk, Theo mengambil mangkok bubur dan memberikannya kepada Anisa.Anisa mengambil mangkok yang diberikan. Ketika tangan kanannya hendak diangkat untuk mengambil sendok, tiba-tiba Anisa kehilangan tenaga sehingga tangannya gemetar dan bubur tumpah mengotori selimut.Anisa terkejut melihat bubur yang tumpah dan mengotori selimut.Hati Theo terasa sakit saat melihat bubur yang tumpah. Anisa tidak sengaja, Theo pun melihat Anisa tidak sengaja.Anisa ingin makan sendiri, tetapi dia bahkan tidak memiliki tenaga untuk memegang sendok.Sebelum Anisa menangis, Theo menarik selimut yang kotor dan membuangnya ke lantai."Anisa, kamu akan sembuh. Jangan nangis!" Theo ingin menghibur Anisa, tetapi suaranya lebih terdengar seperti marah-marah.Theo menarik napas dalam-dalam. Dia ingin menjelaskan, tapi Anisa
Theo kira dia salah memasuki kamar, kenapa William ada di sini?Theo tersadar lamunannya. Bagaimana bocah ini bisa berada di sini?William mampu memberikan kejutan-kejutan yang terduga kepada Theo. Tentu saja, kejutan yang diberikan bukanlah kejutan bahagia."Kenapa ibuku terluka?" tanya William sambil menatap Theo dengan tajam.William melihat kepala Anisa yang diperban. Anisa pasti diperban karena terluka.Ditambah, Anisa juga tidak merespons saat William memanggilnya. William curiga, jangan-jangan Anisa bukan tidur, tetapi pingsan.Namun tak banyak yang bisa dilakukan William. Dia tidak mampu menggendong maupun mengobati Anisa.Theo mengabaikan pertanyaan William dan menatapnya dengan curiga. "Kenapa kamu bisa berada di sini? Siapa yang membawamu datang?""Aku datang sendiri." William sama sekali tidak takut. "Kamu yang menyakiti ibuku. Aku tidak akan melepaskanmu!"Theo menyeringai dingin. "Tidak akan melepaskanku? Jangan berlagak hebat! William, kalau kamu bukan anaknya Anisa, kam
Theo mencekik leher William dan mengangkat tubuh mungilnya ke udara.Anisa pasti sedang mimpi. Bagaimana mungkin William berada di sini? Ini bukanlah pertama kalinya Anisa bermimpi seperti ini.Lima tahun yang lalu, Theo sudah pernah bilang kalau dia akan mencekik anak yang dilahirkan Anisa. Semenjak saat itu, Anisa jadi sering bermimpi buruk.Anisa sering bermimpi Theo menggunakan banyak cara untuk membunuh anaknya, tetapi Anisa paling sering memimpikan Theo mencekik anaknya.Hanya saja, Anisa merasa pemandangan di depan matanya terasa sangat nyata.William memberontak sehingga tas yang dikenakan jatuh ke lantai."Bugh!" Suara yang keras sontak menyadarkan Anisa dari lamunannya.Anisa mengedipkan matanya, ini bukan mimpi! Ini bukan mimpi!"Theo, lepaskan tanganmu!" Walaupun tubuhnya bergemetar dan kakinya masih luka, Anisa berusaha bangkit berdiri melihat anaknya yang hendak dibunuh.Setelah berusaha selama beberapa saat, Anisa malah terjatuh dari tempat tidurnya.Anisa menarik kaki T
Tombol merah ini terhubung dengan ponsel Mike. Begitu tombol ini ditekan, William dapat membagikan lokasi tempatnya berada kepada Mike.Setelah mendapatkan sinyal dan lokasi dari William, Mike akan langsung lapor polisi.Jika bukan karena terpaksa, Mike tidak akan sampai lapor polisi. Namun tindakan Theo sudah kelewatan, dia sendiri yang mencari masalah."William ...," panggil Anisa."Ibu, jangan takut. Aku ada di sini." William menggenggam tangan Anisa.Anisa terlihat cemas, dia harus membujuk William pulang. "William, sekarang Ibu belum bisa gerak. Setelah kondisi Ibu membaik, Ibu akan langsung pulang. Nanti Ibu akan meminta tolong Theo agar mengutus orang untuk mengantarmu pulang. Kamu harus pergi dari sini. Dengarkan Ibu, ya ...."William mengerutkan alis. "Ibu, jangan memohon kepadanya. Aku mau pulang bersama Ibu. Aku sudah berjanji kepada Wilona, aku akan membawa Ibu pulang.""Sekarang Ibu masih lemah ....""Aku sudah lapor polisi. Polisi akan membawa kita pulang," kata William.
Hari ini adalah pelajaran untuk Anisa. Dia tidak boleh membiarkan Theo menyentuh William dan Wilona lagi."Ibu tidak mungkin melukai diri sendiri. Pasti dia ...." William menebak sambil mengerutkan alisnya."Tadi malam Ibu sangat merindukan kamu dan Wilo. Jadi Ibu kabur, tapi malah bertemu serigala di hutan. Nanti kamu bilang ke Paman Mike dan Wilo, Ibu baik-baik saja dan mereka tidak perlu cemas. Oke?" kata Anisa.William terlihat ragu-ragu. "Bu, Ibu benar-benar tidak mau pulang bersama aku? Pak polisi akan membawa kita pulang.""Kaki Ibu sakit banget. Begitu baikan, Ibu langsung pulang," jawab Anisa."Oh .... Ibu jangan jalan-jalan dulu. Kalau di luar berbahaya, Ibu tinggal di kamar saja. Kami akan mencari cara untuk menyelamatkan Ibu." William sedih melihat kondisi Anisa yang tak berdaya.Anisa mengangguk lembut. "William, Ibu senang kamu datang mencari Ibu, tapi tindakanmu sangat berbahaya. Ibu harap ini adalah pertama dan terakhir kalinya kamu berbuat nekat. Kamu masih kecil, baga
Anisa bertanya seperti ini karena Theo terlihat sangat mengerikan waktu mencekik William.Setiap mengingatnya, Anisa merinding dan ketakutan.Anisa tidak menanyakan alasan Theo mencekik William. Bagaimanapun William masih kecil, orang dewasa mana yang akan membuat perhitungan dengan anak kecil? Tidak peduli apa pun yang dilakukan William, Theo tidak sepantasnya main tangan.Theo mengangkat kepalanya sesaat mendengar pertanyaan Anisa."Tidak hanya itu." Suara Theo terdengar mengerikan. "Pemerkosaan, pembunuhan, penjarahan, aku pernah melakukan semuanya."Anisa tersentak mendengarnya. Tatapan dan suara Theo terdengar serius, dia tidak sedang menakut-nakuti Anisa.Saking terkejutnya, Anisa sampai tidak bisa berkata-kata."Anisa, tidak perlu berlagak peduli. Kamu tidak perlu memedulikan apa yang pernah aku lakukan." Theo membuang puntung rokoknya ke dalam asbak. "Kamu hanya memedulikan kedua anakmu. Aku sudah pernah memperingati anakmu, jangan pernah menantangku.""Dia tidak akan pernah me
"Baiklah, yang penting kamu sembuh dulu. Kalau sampai hari senin dia belum mengantarmu pulang, aku akan lapor polisi," kata Mike dengan emosi. "Oh iya, aku sudah tahu kejadiannya.""Hah?" Anisa kebingungan."Eden yang memberi tahu aku. Dia nggak percaya kalau atasannya bajingan, jadi dia mencari tahu," jawab Mike.Anisa tersenyum kecut."Ibunya sudah mengetahui identitas anak-anakmu?" tanya Mike."Em.""Pantas saja, sudah kutebak. Kamu nggak mau kasih tahu dia, makanya dia menggila?" Mike mendengus kesal."Iya.""Kamu ini, bodoh banget sih? Kalau aku jadi kamu, aku nggak akan menyusahkan diri sendiri. Memang apa salahnya memberi tahu dia? Masa dia bakal langsung membunuh William dan Wilona? Aku nggak percaya! Binatang pun nggak akan memakan anaknya sendiri. Lagi pula kedua anak ini tidak berutang apa-apa sama dia.""Aku tidak akan mempertaruhkan nyawa anak-anakku," jawab Anisa."Baiklah. Setidaknya, sekarang aku bisa meneleponmu," jawab Mike.Setelah menelepon Mike, Anisa merasa lebih
Ketika Theo masuk, Anisa mencium aroma alkohol yang sangat menusuk. Dia langsung bangun dan bergegas membuka lampu kamar.Theo mengernyit begitu lampu dinyalakan. Anisa ketakutan melihat Theo, kedua matanya tampak memerah."Prang!" Theo membanting pintu kamar dan bergegas membuka kancing kemejanya.Sesaat menyadari apa yang ingin dilakukan Theo, Anisa ketakutan sampai kesulitan bernapas. "Theo, kamu salah kamar!"Anisa berteriak dan berusaha menyadarkan Theo. "Theo, ini kamarku!"Theo mengangkat matanya sambil berjalan ke arah tempat tidur.Kemudian Theo melemparkan kemejanya ke atas lantai, lalu menggenggam kaki Anisa yang terluka. "Aku tidak mabuk. Kaki ini jangan bergerak."Anisa tercengang, Theo memang tidak kelihatan mabuk, tetapi kenapa aroma alkohol di tubuhnya sangat menyengat?Di saat Anisa sedang berusaha mencerna semuanya, tiba-tiba Theo menindih Anisa dan membenamkan kepalanya di leher Anisa.Theo tahu Anisa sedang terluka, kenapa Theo masih ingin menyiksanya?Anisa mencium
Sebelum mengirimkan foto-foto Wilona, Theo menuliskan beberapa kalimat di atasnya.[ Anisa, berikan aku 1 kesempatan lagi. ][ Satu kesempatan terakhir. ]Anisa menutup ponsel, lalu memejamkan matanya. Suara tangisan Sania terus bergema di dalam kepala Anisa.Karena emosi sesaat, Sania menceraikan Vanzoe, lalu meninggalkan Negara Legia dan bahkan memaki Vanzoe. Namun saat Vanzoe mau menikah lagi, Sania malah sedih dan menangis setiap hari.Siapa yang tidak menginginkan hidup tenang dan damai? Cinta adalah hal yang bisa membuat seseorang menjadi damai sekaligus gila.....Setelah meninggalkan Vila Starbay, Theo membuka ponselnya untuk mengecek pesan Anisa.Ternyata Anisa tidak membalas .... Meskipun tidak membalas, Theo yakin Anisa membaca pesannya.Theo tidak akan memaksa Anisa, dia sadar Anisa tidak akan memaafkannya dengan mudah. Theo hanya bisa bersabar dan berusaha.....Keesokan hari, Sania datang ke Vila Starbay dengan membawa banyak hadiah."Rasanya kembali seperti dulu," kata B
"Nggak masalah! Kakakmu ganteng dan pintar, pasti banyak gadis yang mengejarnya. Kalaupun nggak dapat wanita, masih ada pria," jawab Mike.Wilona langsung menutup mulutnya."Membosankan!" William meletakkan alat makannya dan pergi meninggalkan ruang makan.Setelah William pergi, Anisa juga merasa kenyang dan ingin beristirahat. Sesampainya di kamar, dia membereskan koper, lalu berbaring dan hendak tidur.Ketika Anisa hendak memadamkan lampu kamar, dia menerima belasan pesan dari Theo.Anisa tertegun, lalu membuka pesan yang dikirimkan. Ternyata Theo mengirimkan semua foto-foto Wilona saat bermain di taman hiburan.Anisa menyimpan beberapa foto yang cantik dan bergegas menutup pesan dari Theo.Anisa belum siap menghadapi Theo. Perpisahan kemarin membuatnya sangat terpukul, dia tidak bisa melupakannya begitu saja.Akhirnya Anisa menelepon Sania dan mengajaknya mengobrol. "Sania, aku sudah pulang.""Kamu sudah pulang?" Sania terdengar kaget."Em. Aku memutuskan pulang secara tiba-tiba, ja
Semua orang kaget melihat mobil Rolls-Royce milik Theo.Theo tahu bahwa Anisa masih marah dan tidak ingin menemuinya. Bukankah Theo memiliki ego yang tinggi, kenapa dia rela membuang semua harga dirinya dan datang dengan konsekuensi dimarahi Anisa?Sesaat Theo membuka pintu mobil, dia melihat Eden yang berlari keluar."Pak, sebaiknya Anda jangan masuk." Eden berbicara dengan canggung, "Anisa tidak mau menemui Anda. Aku juga ikut diusir."Sebenarnya kondisi di dalam tidak separah yang Eden ceritakan. Anisa tidak akan mempermasalahkan kejadian hari ini asalkan Eden mengusir Theo pergi.Jadi, Eden sengaja melebih-lebihkan agar Theo tidak memaksa masuk ke rumah Anisa."Dia tidak memarahi Wilona, 'kan?" tanya Theo."Tidak. Wilona masih kecil, Anisa tidak mungkin menyalahkannya. Pak, tenang saja, yang penting Anisa sudah pulang. Masih ada hari esok." Eden berusaha menghibur Theo. Theo mengerutkan alis. "Ucapanmu seolah aku ingin melakukan sesuatu terhadap Anisa.""Bukan begitu maksudku ....
"Kamu tahu sendiri karakter Pak Theo, dia takut sama Anisa," jawab Eden sambil menggaruk kepala.....Hari yang menyenangkan pun berakhir dalam sekejap mata. Setelah puas bermain, Theo mengajak Wilona, Mike, dan Eden makan malam bersama. Awalnya Mike tidak mau menolak karena Wilona pasti kelelahan dan kelaparan, tetapi tiba-tiba Anisa menelepon Mike.Sesaat mengeluarkan ponsel, Mike terkejut melihat nama Anisa yang tertera di layar. "Anisa telepon! Sst, kalian diam dulu.""Halo, Anisa?" Mike menjawab panggilannya. "Kamu mau melakukan panggilan video? Kami lagi di luar. Aku akan meneleponmu kembali begitu sampai di rumah.""Sekarang aku ada di rumah," kata Anisa dengan nada yang tenang, tapi mencekam. "Bawa Wilona pulang sekarang juga!"Mike tertegun mendengar ucapan Anisa. Sebelum Mike sempat menjawab, Anisa telah menutup teleponnya."Gawat!" Wajah Mike tampak memerah, jantungnya berdegup sangat kencang. "Anisa sudah pulang, dia ada di rumah. Anisa memerintahkanku untuk segera membawa
Sesampainya di wahana kedua, antrian panjang terlihat di depan pintu.Wilona berjalan ke barisan VIP dan ikut mengantri.Bagaimana mungkin Theo tega membiarkan putrinya mengantri? Meskipun cuaca hari ini cerah dan berangin, mengantri sepanjang itu pasti melelahkan.Theo sendiri paling benci mengantri!Theo berjalan ke depan, lalu menarik lengan Wilona dengan penuh kasih berkata, "Sayang, Ayah akan membawamu masuk."Wilona mengerutkan alis. "Maksudnya memotong antrian?"Tanpa pikir panjang, Theo langsung mengangguk.Mike langsung menggosok kedua tangannya, dia sudah mengantisipasi apa yang akan terjadi selanjutnya.Di saat bersamaan, Eden berjalan ke samping Theo untuk menceritakan insiden yang terjadi 1 jam lalu."Aku paling benci menyerobot antrian! Baru saja, seorang Tante jahat menyerobit antrian dan diusir. Masa aku memarahi orang lain, tapi aku sendiri juga menyerobot antrian?" Meskipun Wilona tidak suka mengantri, hati nurani melarangnya untuk melakukan tindakan yan gsalah.Setel
Penanggung jawab taman berpikir sebentar, lalu menganggukkan kepala. Eden terlihat sangat serius, penanggung jawab taman tidak mau kehilangan pekerjaan ini.Akhirnya wanita arogan itu pun diusir.Sebelum pergi, wanita itu meneriaki Wilona, "Bocah tengil, tunggu pembalasanku!"Wilona menjulurkan lidahnya dan mengolok-olok wanita itu."Wilona, wanita itu nggak akan datang lagi. Kamu jangan marah, ya!" Eden menghibur sambil tersenyum."Aku nggak marah. Yang malu dia, bukan aku." Wilona menarik Mike tempat semula dan lanjut mengantri."Kak, kamu hebat banget." Gadis kecil yang berdiri di depan Wilona mengacungkan jempolnya.Wilona membalasnya dengan senyuman abngga.Setelah wanita itu pergi, peannggung jawab taman menelepon Theo. "Pak, putri Anda sedang mengunjungi Dunia Fantasi."Penanggung jawab taman memanfaatkan status Wilona untuk menyanjung Theo, ini adalah kesempatan yang bagus untuk menarik simpati."Putriku?" tanya Theo."Benar! Pak Eden yang bilang, tidak mungkin salah. Hmm, apak
Wilona menarik tangan Mike dan mengajaknya ke depan.Petugas yang melayani di depan terlihat ketakutan menghadapi wanita tersebut. Eden takut terjadi keributan, dia pun mengeluarkan ponsel dan menelepon penanggung jawab taman hiburan."Tante!" Wilona berteriak sambil menatap wanita itu. "Menyerobot antrian itu salah. Kamu sudah salah, tapi masih berani memarahi orang lain. Gurumu nggak mengajari kamu sopan santun, ya?"Mike tertegun melihat sikap Wilona. Tampaknya Wilona sudah semakin dewasa, dia bukan lagi anak berusia 3 tahun yang cengeng.Teriakan Wilona sontak membuat orang-orang di sekitar tercengang selama beberapa deitk.Wanita tersebut memelototi Wilona dan memarahinya, "Bocah tengil! Beraninya berteriak di hadapanku. Memangnya siapa kamu?"Wilona menjawab dengan tenang dan lantang, "Kamu buta, ya? Aku anak kecil! Dasar bodoh!"Para pengunjung tertawa mendengar ucapan Wilona.Wanita ini pun murka, dia mengangkat tangan dan hendak memukul Wilona.Melihat wanita yang hendak memuk
"Wilona, ayahmu nggak tahu kamu pergi ke taman huburan ini. Aku tidak akan memberi tahu ayahmu. Kita pergi dulu, kalau nggak seru, kita pindah tempat. Bagaimana?" tanya Eden.Wilona berpikir sebentar, lalu mengangguk sambil tersenyum."Jangan beri tahu ibumu, ya! Kalau ibumu tahu, dia pasti tidak akan mengizinkan kamu ke sana." Eden mengingatkan. "Taman ini sangat cantik dan seru. Aku pernah membawa keponakanku ke sana, dia sangat suka."Pikiran Wilona hanya dipenuhi bermain. Dia langsung mengangguk saat mendengar semua ucapan Eden.Tak terasa, akhir pekan pun tiba.Suasana di Dunia Fantasi sangat ramai.Ketika Eden membawa keponakannya datang, cuaca gerimis dan banyak wahana yang ditutup."Untung William nggak ikut." Mike menghela napas, dia tahu William tidak akan menyukai tempat seperti ini.Kalau William datang, dia mungkin tidak akan masuk dan langsung pulang ke rumah. William paling tidak menyukai tempat yang ramai.Eden meminta maaf. "Aduh, antriannya panjang banget. Sebentar, a
Ketika Eden menyiapkan makan malam, dia memberikan isyarat mata kepada Mike.Mike langsung mengangguk, lalu berkata kepada William dan Wilona, "Anak-anak, akhir pekan aku akan membawa kalian jalan-jalan.""Oke, oke! Paman, kita mau jalan ke mana?" tanya Wilona dengan antusias."Hari ini baru hari selasa," jawab William."Makanya kita buat rencana dulu. William, kamu ada waktu, 'kan" tanya Mike."Tidak ada." Tahun ajaran baru telah dimulai, William harus mengerjakan banyak tugas."Kamu masih SD, memang sebanyak apa tugasmu? Kalau kamu sudah SMP, jangan-jangan kamu bahkan nggak ada waktu untuk pulang." Mike tampak cemberut. "Waktu SD aku nggak sesibuk kamu, tapi aku pintar dan sukses.""Kelak aku akan lebih sukses daripada kamu," William berakta dengan serius.Dulu Mike mungkin akan membantah William, tetapi sekarang Mike tidak memiliki kepercayaan diri.Eden tertawa terbahak-bahak sambil mengacungkan jempol."Aku akan meminta ibumu untuk memindahkan sekolahmu," kata Mike dengan kesal."