Nara sudah pasrah. Dia sudah mempersiap diri semisalnya Theo mengajak berpisah dan mengusirnya dari rumah ini.Karena tidak bisa memberikannya cinta, Theo pasti akan memberikannya uang yang banyak. Kalau dipikir-pikir, Nara tidak sepenuhnya rugi.Sebuah mobil Rolls-Royce berhenti di halaman rumah. Begitu mendengar suara pintu mobil, Sabrina langsung berkata kepada Nara, "Theo sudah pulang. Tenang saja, aku akan memintanya untuk memberikan penjelasan."Nara sangat sakit hati, dia hanya duduk di sofa. Hari ini adalah hari pertunangan mereka, kenapa Theo tega mengatakan bahwa dia mencintai Anisa?Theo tak hanya mengabaikan perasaan Nara, dia juga tidak menghormati Nara.Untungnya Nara adalah dokternya Thea, dokter yang telah mengoperasi Thea. Jika Nara bukan dokternya Thea, mungkin Theo sama sekali tidak akan menganggapnya.Theo melangkah masuk ke dalam rumah."Bu," sapa Theo."Theo, kamu tidak apa-apa?" Sabrina menggenggam lengan Theo dan mengamatinya."Aku baik-baik saja." Theo memapah
Di Vila Starbay.Sesaat keluar dari kamar mandi, Anisa mendengar ponselnya yang berdering, lalu bergegas menjawabnya, "Halo, Kak Grey?""Anisa, kenapa ponselmu susah banget dihubungi?" Grey sudah berkali-kali menelepon Anisa."Bateraiku habis. Kamu mau memberitahuku soal masalah Evan?" Anisa agak merasa bersalah."Em, Evan takut kamu marah," jawab Grey."Aku nggak marah. Aku malah merasa nggak enak karena sudah merepotkan dia. Nanti aku akan menelepon dia," jawab Anisa."Baiklah." Grey menghela napas lega. "Tadi pagi semua orang sibuk mencarimu, tapi ponselmu nggak bisa dihubungi. Aku menelepon Mike, kata Mike kamu juga nggak ada di rumah. Kamu ke mana?"Anisa agak bingung menjawab pertanyaan Grey. Akhirnya Anisa asal mencari alasan dan berkata, "Aku lari pagi.""Oh .... Olahraga memang perlu, jangan seharian duduk di depan komputer saja. Harusnya masalah di perusahaanmu sudah beres, 'kan? Tidak peduli apa pun yang terjadi, kamu harus tetap kuat, ya! Kesehatan dan kebahagiaan di atas s
"Nggak apa-apa. Kalaupun dia menemukan keberadaan aku, aku nggak akan menyebut namamu. Tenang saja!""Em, kamu harus istirahat biar cepat sembuh. Aku menunggumu kembali ke atas panggung." Anisa menyemangati Evan."Aku akan berusaha!"....Pada sore, Evan kedatangan seorang tamu asing. Tidak disangka, Theo bisa menemukan keberadaan Evan dalam waktu secepat ini.Theo tak datang sendirian, dia datang bersama seorang wanita."Halo, Evan. Maaf mengganggu istirahatmu," Theo menyapa dengan sopan. "Aku sudah lama mencari keberadaanmu. Kalau bukan karena postinganmu, aku tidak tahu harus mencarimu sampai kapan."Raut wajah Evan terlihat datar, dia membalas sapaan Theo dengan sopan, "Pak Theo, ada apa mencariku?"Theo melirik Thea dan berkata, "Thea, di sana ada kucing. Kamu ajak main dulu sana."Setelah pengawal menemani Thea pergi bermain, Theo kembali menatap Evan dan berkata, "Dia adikku. Dia mengalami keterbelakangan mental."Evan tertegun mendengarnya."Adikku lucu dan baik." Kedua mata Th
Mau sampai kapan Anisa membohonginya?Anisa mewaspadai Theo atau menganggap Theo sebagai musuh?Kenapa Anisa begitu menjaga jarak? Apa yang dia takutkan? Untuk apa memusuhinya?Theo tidak pernah menyakiti Anisa, kenapa Anisa begitu membencinya?Di sepanjang perjalanan pulang, Theo tidak bisa berhenti memikirkan masalah ini. Sesampainya di rumah, Bibi Nini mengajak Thea ke kamar, sedangkan Theo menelepon seseorang dan pergi lagi.Di sebuah klub malam yang mewah.Begitu melihat Theo sampai, Sabai langsung menarik dan mengajaknya duduk di sofa."Theo, kamu ke mana saja hari ini?" tanya Sabai sambil menuangkan segelas anggur."Cari Evan." Theo mengambil anggur yang diberikan dan meneguknya. "Kamu pasti tidak menyangka siapa orang yang mengoperasi Evan."Sabai menunggu kalimat Theo selanjutnya, tetapi dia malah menggelengkan kepala dan mengganti topik pembicaraan."Apakah aku memperlakukan Anisa dengan buruk?" Theo meneguk anggurnya sambil mengerutkan kening. "Dia yang minta cerai. Aku suda
Kepala Theo terasa berkedut, dia tidak bisa berpikir dengan jernih.Kalau dipikir-pikir, harusnya Nara juga tidak bisa berbuat apa-apa setelah mengetahui semua ini.Sudahlah, Theo tidak bisa berpikir terlalu jauh.....Nara merasa seperti disambar petir! Seluruh kehidupannya terasa hancur berkeping-keping. Perlahan-lahan, semua kecurigaannya selama ini mulai terjawab.Meskipun tidak rela mengakui bahwa Anisa jauh lebih hebat, faktanya Anisa memang lebih pintar daripada Nara.Anisa adalah murid kepercayaan Profesor Carmen! Anisa adalah orang misterius yang mengoperasi Thea. Hanya Anisa satu-satunya orang yang tidak akan mengambil keuntungan dari Theo.Selain Anisa, orang bodoh mana yang rela bekerja tanpa meminta upah?Jadi, semua yang didapatkan Nara adalah berkat kebaikan Anisa. Jika Anisa memberi tahu Theo, semua yang diberikan Theo kepada Nara pasti akan diambil kembali.Seketika, Nara pun berada di posisi yang tidak menguntungkan. Dia harus segera mencari cara untuk membalikkan kea
Anisa terkejut melihat situasi yang ada di hadapannya, dia sampai tidak bisa berkata-kata.Dia hanya mengempaskan tangan Nara, kekuatannya tidak cukup besar untuk menjatuhkan Nara.Nara tergeletak di tanah sambil memegang perutnya dan menjerit histeris, "Anakku, anakku ...."Teriakan Nara sontak membuat para pelayan, pengawal, dan bahkan Sabrina terkejut."Nara, Nara! Kok kamu bisa jatuh?" Sabrina kaget melihat kondisi Nara. "Anisa yang mendorongmu?"Kalau bukan didorong Anisa, bagaimana Nara bisa jatuh? Nara tidak mungkin menjatuhkan dirinya sendiri, 'kan?Nara menangis kesakitan. "Anisa! Kamu sudah merebut Theo, kamu masih tega menyakiti anakku? Anakku tidak bersalah ...."Sekujur tubuh Anisa terasa kaku saat mendengar ucapan nara. Akhirnya Anisa mengerti, ternyata ini rencana Nara.Namun Anisa tidak mengerti, kenapa Nara menyakiti anaknya demi memfitnah Anisa? Apakah ini adalah cara terbaik agar Theo membenci Anisa? Bagaimana kalau terjadi sesuatu kepada kandungannya Nara?"Nara, ka
Theo menggenggam erat ponselnya.Setengah jam kemudian, Theo pun tiba di rumah sakit."Pak Theo, maaf, anak Anda tidak bisa diselamatkan. Bu Nara masih lemah, dia belum sadarkan diri," kata dokter.Sabrina sangat terpukul setelah mendengar ucapan dokter. Tak berapa lama, Resha selaku ayahnya Nara pun keluar sambil membawa sebuah kantong hitam. Raut wajah Resha terlihat sangat murung.Kantong tersebut berisi janin Nara yang keguguran."Theo, kamu tidak mau bertanggung jawab kepada putri. Sekarang, kamu juga membunuh cucuku! Kamu benar-benar keterlaluan!" teriak Resha."Berikan anak itu," kata Theo sambil melirik kantong yang dipegang Resha.Perasaan Theo terasa campur aduk, dia tidak bisa menjelaskan sakit yang dirasakan. Namun setiap mengingat Anisa yang membunuh anak ini, seluruh amarah Theo terasa berkobar."Hem, untuk apa? Kamu bisa menghidupkannya kembali?" Resha menggenggam erat kantong yang dipegangnya. "Kamu tidak pantas menjadi ayah! Putriku memang bodoh, bisa-bisanya dia menci
Theo terdiam mendengar jawaban Anisa. Dia tidak menyangka Anisa berani bersikap searogan ini."Anisa, yang kamu bunuh adalah nyawa manusia, bukan mainan! Kenapa kamu tega?""Anakmu meninggal?" Anisa menarik napas panjang, dia benar-benar mengagumi kelicikan Nara. "Sekarang Nara lagi mentertawakanku, ya? Bisa-bisanya dia menggunakan nyawa anaknya sendiri untuk menjebakku. Pantas saja kalian cocok."Anisa tak hanya menyindir Nara, tetapi juga Theo. Maksud Anisa, Nara adalah wanita yang kejam, sedangkan Theo juga tidak ada bedanya."Dia mengalami pendarahan. Kalau ini semua jebakan, dia tidak hanya mengorbankan anaknya, tapi juga nyawanya. Kamu pikir, tebakanmu itu masuk akal?" tanya Theo.Bibi Anisa bergetar, tetapi dia tidak sanggup mengucapkan sepatah kata pun."Anisa, kali ini aku tidak akan berbelas kasihan kepadamu!" Setelah berbicara, Theo langsung menutup panggilannya.Wajah Anisa terlihat sangat pucat, sekujur tubuhnya pun terasa lemas."Anisa, ada apa?" Mike khawatir melihat Ani
Sebelum mengirimkan foto-foto Wilona, Theo menuliskan beberapa kalimat di atasnya.[ Anisa, berikan aku 1 kesempatan lagi. ][ Satu kesempatan terakhir. ]Anisa menutup ponsel, lalu memejamkan matanya. Suara tangisan Sania terus bergema di dalam kepala Anisa.Karena emosi sesaat, Sania menceraikan Vanzoe, lalu meninggalkan Negara Legia dan bahkan memaki Vanzoe. Namun saat Vanzoe mau menikah lagi, Sania malah sedih dan menangis setiap hari.Siapa yang tidak menginginkan hidup tenang dan damai? Cinta adalah hal yang bisa membuat seseorang menjadi damai sekaligus gila.....Setelah meninggalkan Vila Starbay, Theo membuka ponselnya untuk mengecek pesan Anisa.Ternyata Anisa tidak membalas .... Meskipun tidak membalas, Theo yakin Anisa membaca pesannya.Theo tidak akan memaksa Anisa, dia sadar Anisa tidak akan memaafkannya dengan mudah. Theo hanya bisa bersabar dan berusaha.....Keesokan hari, Sania datang ke Vila Starbay dengan membawa banyak hadiah."Rasanya kembali seperti dulu," kata B
"Nggak masalah! Kakakmu ganteng dan pintar, pasti banyak gadis yang mengejarnya. Kalaupun nggak dapat wanita, masih ada pria," jawab Mike.Wilona langsung menutup mulutnya."Membosankan!" William meletakkan alat makannya dan pergi meninggalkan ruang makan.Setelah William pergi, Anisa juga merasa kenyang dan ingin beristirahat. Sesampainya di kamar, dia membereskan koper, lalu berbaring dan hendak tidur.Ketika Anisa hendak memadamkan lampu kamar, dia menerima belasan pesan dari Theo.Anisa tertegun, lalu membuka pesan yang dikirimkan. Ternyata Theo mengirimkan semua foto-foto Wilona saat bermain di taman hiburan.Anisa menyimpan beberapa foto yang cantik dan bergegas menutup pesan dari Theo.Anisa belum siap menghadapi Theo. Perpisahan kemarin membuatnya sangat terpukul, dia tidak bisa melupakannya begitu saja.Akhirnya Anisa menelepon Sania dan mengajaknya mengobrol. "Sania, aku sudah pulang.""Kamu sudah pulang?" Sania terdengar kaget."Em. Aku memutuskan pulang secara tiba-tiba, ja
Semua orang kaget melihat mobil Rolls-Royce milik Theo.Theo tahu bahwa Anisa masih marah dan tidak ingin menemuinya. Bukankah Theo memiliki ego yang tinggi, kenapa dia rela membuang semua harga dirinya dan datang dengan konsekuensi dimarahi Anisa?Sesaat Theo membuka pintu mobil, dia melihat Eden yang berlari keluar."Pak, sebaiknya Anda jangan masuk." Eden berbicara dengan canggung, "Anisa tidak mau menemui Anda. Aku juga ikut diusir."Sebenarnya kondisi di dalam tidak separah yang Eden ceritakan. Anisa tidak akan mempermasalahkan kejadian hari ini asalkan Eden mengusir Theo pergi.Jadi, Eden sengaja melebih-lebihkan agar Theo tidak memaksa masuk ke rumah Anisa."Dia tidak memarahi Wilona, 'kan?" tanya Theo."Tidak. Wilona masih kecil, Anisa tidak mungkin menyalahkannya. Pak, tenang saja, yang penting Anisa sudah pulang. Masih ada hari esok." Eden berusaha menghibur Theo. Theo mengerutkan alis. "Ucapanmu seolah aku ingin melakukan sesuatu terhadap Anisa.""Bukan begitu maksudku ....
"Kamu tahu sendiri karakter Pak Theo, dia takut sama Anisa," jawab Eden sambil menggaruk kepala.....Hari yang menyenangkan pun berakhir dalam sekejap mata. Setelah puas bermain, Theo mengajak Wilona, Mike, dan Eden makan malam bersama. Awalnya Mike tidak mau menolak karena Wilona pasti kelelahan dan kelaparan, tetapi tiba-tiba Anisa menelepon Mike.Sesaat mengeluarkan ponsel, Mike terkejut melihat nama Anisa yang tertera di layar. "Anisa telepon! Sst, kalian diam dulu.""Halo, Anisa?" Mike menjawab panggilannya. "Kamu mau melakukan panggilan video? Kami lagi di luar. Aku akan meneleponmu kembali begitu sampai di rumah.""Sekarang aku ada di rumah," kata Anisa dengan nada yang tenang, tapi mencekam. "Bawa Wilona pulang sekarang juga!"Mike tertegun mendengar ucapan Anisa. Sebelum Mike sempat menjawab, Anisa telah menutup teleponnya."Gawat!" Wajah Mike tampak memerah, jantungnya berdegup sangat kencang. "Anisa sudah pulang, dia ada di rumah. Anisa memerintahkanku untuk segera membawa
Sesampainya di wahana kedua, antrian panjang terlihat di depan pintu.Wilona berjalan ke barisan VIP dan ikut mengantri.Bagaimana mungkin Theo tega membiarkan putrinya mengantri? Meskipun cuaca hari ini cerah dan berangin, mengantri sepanjang itu pasti melelahkan.Theo sendiri paling benci mengantri!Theo berjalan ke depan, lalu menarik lengan Wilona dengan penuh kasih berkata, "Sayang, Ayah akan membawamu masuk."Wilona mengerutkan alis. "Maksudnya memotong antrian?"Tanpa pikir panjang, Theo langsung mengangguk.Mike langsung menggosok kedua tangannya, dia sudah mengantisipasi apa yang akan terjadi selanjutnya.Di saat bersamaan, Eden berjalan ke samping Theo untuk menceritakan insiden yang terjadi 1 jam lalu."Aku paling benci menyerobot antrian! Baru saja, seorang Tante jahat menyerobit antrian dan diusir. Masa aku memarahi orang lain, tapi aku sendiri juga menyerobot antrian?" Meskipun Wilona tidak suka mengantri, hati nurani melarangnya untuk melakukan tindakan yan gsalah.Setel
Penanggung jawab taman berpikir sebentar, lalu menganggukkan kepala. Eden terlihat sangat serius, penanggung jawab taman tidak mau kehilangan pekerjaan ini.Akhirnya wanita arogan itu pun diusir.Sebelum pergi, wanita itu meneriaki Wilona, "Bocah tengil, tunggu pembalasanku!"Wilona menjulurkan lidahnya dan mengolok-olok wanita itu."Wilona, wanita itu nggak akan datang lagi. Kamu jangan marah, ya!" Eden menghibur sambil tersenyum."Aku nggak marah. Yang malu dia, bukan aku." Wilona menarik Mike tempat semula dan lanjut mengantri."Kak, kamu hebat banget." Gadis kecil yang berdiri di depan Wilona mengacungkan jempolnya.Wilona membalasnya dengan senyuman abngga.Setelah wanita itu pergi, peannggung jawab taman menelepon Theo. "Pak, putri Anda sedang mengunjungi Dunia Fantasi."Penanggung jawab taman memanfaatkan status Wilona untuk menyanjung Theo, ini adalah kesempatan yang bagus untuk menarik simpati."Putriku?" tanya Theo."Benar! Pak Eden yang bilang, tidak mungkin salah. Hmm, apak
Wilona menarik tangan Mike dan mengajaknya ke depan.Petugas yang melayani di depan terlihat ketakutan menghadapi wanita tersebut. Eden takut terjadi keributan, dia pun mengeluarkan ponsel dan menelepon penanggung jawab taman hiburan."Tante!" Wilona berteriak sambil menatap wanita itu. "Menyerobot antrian itu salah. Kamu sudah salah, tapi masih berani memarahi orang lain. Gurumu nggak mengajari kamu sopan santun, ya?"Mike tertegun melihat sikap Wilona. Tampaknya Wilona sudah semakin dewasa, dia bukan lagi anak berusia 3 tahun yang cengeng.Teriakan Wilona sontak membuat orang-orang di sekitar tercengang selama beberapa deitk.Wanita tersebut memelototi Wilona dan memarahinya, "Bocah tengil! Beraninya berteriak di hadapanku. Memangnya siapa kamu?"Wilona menjawab dengan tenang dan lantang, "Kamu buta, ya? Aku anak kecil! Dasar bodoh!"Para pengunjung tertawa mendengar ucapan Wilona.Wanita ini pun murka, dia mengangkat tangan dan hendak memukul Wilona.Melihat wanita yang hendak memuk
"Wilona, ayahmu nggak tahu kamu pergi ke taman huburan ini. Aku tidak akan memberi tahu ayahmu. Kita pergi dulu, kalau nggak seru, kita pindah tempat. Bagaimana?" tanya Eden.Wilona berpikir sebentar, lalu mengangguk sambil tersenyum."Jangan beri tahu ibumu, ya! Kalau ibumu tahu, dia pasti tidak akan mengizinkan kamu ke sana." Eden mengingatkan. "Taman ini sangat cantik dan seru. Aku pernah membawa keponakanku ke sana, dia sangat suka."Pikiran Wilona hanya dipenuhi bermain. Dia langsung mengangguk saat mendengar semua ucapan Eden.Tak terasa, akhir pekan pun tiba.Suasana di Dunia Fantasi sangat ramai.Ketika Eden membawa keponakannya datang, cuaca gerimis dan banyak wahana yang ditutup."Untung William nggak ikut." Mike menghela napas, dia tahu William tidak akan menyukai tempat seperti ini.Kalau William datang, dia mungkin tidak akan masuk dan langsung pulang ke rumah. William paling tidak menyukai tempat yang ramai.Eden meminta maaf. "Aduh, antriannya panjang banget. Sebentar, a
Ketika Eden menyiapkan makan malam, dia memberikan isyarat mata kepada Mike.Mike langsung mengangguk, lalu berkata kepada William dan Wilona, "Anak-anak, akhir pekan aku akan membawa kalian jalan-jalan.""Oke, oke! Paman, kita mau jalan ke mana?" tanya Wilona dengan antusias."Hari ini baru hari selasa," jawab William."Makanya kita buat rencana dulu. William, kamu ada waktu, 'kan" tanya Mike."Tidak ada." Tahun ajaran baru telah dimulai, William harus mengerjakan banyak tugas."Kamu masih SD, memang sebanyak apa tugasmu? Kalau kamu sudah SMP, jangan-jangan kamu bahkan nggak ada waktu untuk pulang." Mike tampak cemberut. "Waktu SD aku nggak sesibuk kamu, tapi aku pintar dan sukses.""Kelak aku akan lebih sukses daripada kamu," William berakta dengan serius.Dulu Mike mungkin akan membantah William, tetapi sekarang Mike tidak memiliki kepercayaan diri.Eden tertawa terbahak-bahak sambil mengacungkan jempol."Aku akan meminta ibumu untuk memindahkan sekolahmu," kata Mike dengan kesal."