Namun setelah mempertimbangkan beberapa saat, Anisa pun mengurungkan niatnya.Meskipun memejamkan mata, Anisa masih mengenali suara Theo. Hanya saja, siapa wanita yang sedang berbicara dengannya?Suara asing itu memanggilnya kakak? Theo sedang bermesraan dengan wanita lain saat Anisa tidur? Tidak tahu malu!Seandainya Anisa tidak kelelahan, dia pasti sudah membuka mata dan mengusir kedua orang ini.Anisa belum sepenuhnya sadar, dadanya terasa sakit dan lemas. Tak lama, dia pun kembali terlelap.Theo menggandeng Thea keluar dari kamar. Setelah Thea tidur, Theo kembali ke kamar utama. Dia melihat Anisa yang tertidur pulas ....Kemudian Theo mengambil pakaiannya, lalu beranjak masuk ke kamar mandi.....Begitu mengetahui bahwa Theo membawa Anisa pulang ke rumah, Nara langsung marah sampai kedua matanya memerah.Siapa sebenarnya pacar Theo? Nara tahu bahwa Theo bersedia pacaran agar Nara tetap merawat dan menyembuhkan Thea.Meskipun terpaksa, Theo tetap harus menunjukkan sopan santun, buka
"Kalau Nenek tahu, Nenek tidak akan mengizinkan kita untuk mencari Ibu," William berkata dengan serius.Wilona meringkuk, dia merasa agak dilema. "Hmm ... mencari Ibu lebih penting. Aku takut Ibu disakiti."William mengerutkan bibirnya, lalu segera berpikir dan memutuskan. "Aku pergi sendiri, kamu tunggu di rumah. Kalau Nenek pulang, kamu pikirkan alasan, bilang Kakak lagi pergi main."Setelah bicara, William langsung pergi meninggalkan Wilona.Melihat pintu rumah yang ditutup, Wilona mulai meneteskan air mata. Dia tidak tega membiarkan William pergi sendirian. Bagaimana kalau Theo menyiksanya?Wilona tidak mau kehilangan William! Wilona membalikkan badan dan berlari ke kamar Mike sambil menangis tersedu-sedu.Wilona membuka pintu kamar, lalu naik ke atas tempat tidur dan menarik tangan Mike sambil menangis. "Paman Mike, cepat bangun! Kakakku pergi sendirian, dia nggak bawa aku. Huhuhu ...."....Di rumahnya Theo.Salah seorang pelayan keluar dari dapur sambil bergumam, "Kok listriknya
Setiap melihat William, Theo merasa seolah sedang melihat diri sendiri.Tak hanya wajah, sikap juga William persis seperti saat Theo masih kecil.Setelah puas memelototi Theo, William menarik kembali tatapannya. "William, kamu yang memadamkan lampu di rumah ini? Bagaimana kamu melakukannya? Ini laptopmu?"William tidak menjawab Bibi Wina. Dia mengambil laptop tersebut, lalu memasukkannya ke dalam tas dan berjalan ke bawah tangga untuk menunggu Anisa.Bibi Wina melihat raut wajah Theo yang tampak murka. Theo sedang berusaha menahan amarahnya. Jika William bukan anak kecil, Theo pasti sudah memberikannya pelajaran.Sekitar setengah jam kemudian, pengawal datang menghadap Theo. "Tuan, si Pirang itu ada di depan. Apakah boleh diizinkan masuk?"Si Pirang? Secara otomatis, wajah Mike pun muncul di benak Theo. Theo bangkit berdiri, lalu berjalan keluar.Begitu melihat kemunculan Theo, Mike langsung berteriak, "Anisa, kamu disekap, ya? Anisa, katakan sesuatu! Aku akan segera lapor polisi."Eks
Awalnya Wilona ingin menggeledah seluruh ruangan di lantai satu untuk mencari Anisa, tetapi tiba-tiba terdengar suara langkah kaki yang berasal dari dapur.Wilona pun ketakutan, lalu bergegas naik ke lantai dua. Sesampainya di atas, Wilona memegang tembok sambil bernapas terengah-engah.Semakin lama, suara langkah kaki terdengar semakin dekat. Orang itu juga naik ke lantai 2.Wilona panik dan bergegas mencari tempat persembunyian. Tak lama, Bibi Wina tiba di lantai 2, lalu beranjak ke kamar utama untuk mengecek kondisi Anisa.Bibi Wina agak khawatir melihat Mike dan Theo yang bertanding tenis. Semenjak kecelakaan yang dialami beberapa tahun lalu, dokter tidak mengizinkan Theo untuk melakukan olahraga yang terlalu berat. Di sisi lain, Bibi Wina juga tidak ingin Theo kalah dihajar oleh Mike.Oleh sebab itu Bibi Wina datang untuk memanggil Anisa. Sesaat membuka pintu kamar, Bibi Wina masuk dan duduk di samping tempat tidur.Ketika melihat Anisa yang tertidur pulas, sebenarnya Bibi Wina ti
Jangan-jangan, masih ada anak kecil di rumah ini?Theo menarik napas panjang, lalu beranjak turun dari tempat tidur dan keluar dari kamarnya. Sesampainya di ruang tamu, Theo melihat sebuah sosok kecil yang sedang menangis tersedu-sedu.Tidak diragukan lagi, gadis kecil ini pasti anaknya Anisa. Konyol, sejak kapan anak ini masuk ke rumah? Kenapa tidak ada seorang pun yang tahu?Bagi mereka, apakah sistem keamanan di rumah ini hanya lelucon belaka? Apakah anak ini masuk saat listrik di rumah padam?Theo melihat Wilona yang membawa tas berbentuk kelinci sambil memegang sebuah boneka dan menangis. Wilona tidak sadar saat Theo berjalan mendekatinya.Sesaat mendengar tangisan Wilona, semua pelayan di rumah pun keluar dan terkejut saat melihat seorang gadis kecil yang muncul entah dari mana."Huhuhu, Ibu pasti sudah pergi. Kenapa Ibu tidak mencari aku? Huhuhu ...." Wilona menangis sambil meraung.Bibi Wina beranjak ke samping Wilona, lalu memeluknya dan bertanya, "Adik kecil, kamu anaknya Ani
"Nggak usah galak-galak! Ibuku mengajariku dengan sangat baik! Tapi Ibu nggak pernah bilang harus permisi sama bajingan!" Wilona memelototi Theo, suaranya bahkan lebih keras daripada suara Theo.Theo menggertakkan giginya. "Bajingan?"Siapa yang mengajari anak ini?"Aku nggak sudi ada di sini!" Wilona bangkit berdiri, lalu mengambil bonekanya dan berjalan ke arah pintu.Di rumah sakit.Setelah melakukan serangkaian pemeriksaan, Anisa meminjam ponsel Mike untuk menelepon Maya.Mike mengeluarkan ponsel dan memberikannya kepada Anisa. Tak berapa lama Maya pun menjawab panggilan Anisa."Bu, ini Anisa, aku baik-baik saja. Tadi malam aku ngantuk banget dan ketiduran di mobil. Ibu jangan cemas, aku lagi bersama Mike dan William. Sebentar lagi pulang, kok," kata Anisa."Em, Ibu lagi masak. Begitu kamu pulang, kita bisa langsung makan," jawab Maya."Bu, di mana Wilona? Aku mau dengar suaranya," tanya Anisa."Hah? Bukannya Mike membawa Wilona? Kalian tidak bersama-sama?" Maya tersentak.Seketika
Setengah jam kemudian, Anisa tiba di rumah Theo.Sesampainya di ruang tamu, Anisa terkejut melihat ruangan yang kosong. Anisa melihat ke sekeliling, di mana orang-orang?"Wilona?" teriak Anisa."Ibu, aku di sini! Cepat, selamatkan aku. Bajingan itu mau memukul aku, huhuhu," jawab Wilona sambil menangis.Di ruang makan. Wilona bersembunyi di bawah meja, dia terlihat ketakutan."Wilo, ngapain kamu di bawah meja? Cepat, keluar!" Anisa berjongkok di bawah meja, lalu menggandeng Wilona.Wilona menggenggam tangan Anisa, lalu memeluknya sambil menangis. "Dia mau memukul aku. Ibu aku takut, makanya aku sembunyi. Untung aku larinya cepat. Kalau dia berhasil menangkap aku, aku pasti bakal dipukuli."Anisa tidak memercayai penjelasan Wilona. Bagaimana mungkin Theo memukul anak kecil? Ditambah, Wilona adalah anak kandungnya."Wilo, Paman Theo nggak akan memukul kamu." Anisa berusaha menenangkan anaknya."Aku memang mau memukul dia," kata Theo yang berjalan mendekat.Sesaat mengangkat kepala, Anisa
"Kamu lagi sibuk apa?" tanya Theo sambil menatap Anisa.Setelah selesai mengobati luka Theo, Anisa mengemas semua obat-obatan dan memasukkannya ke dalam kotak."Sibuk kerja," Anisa menjawab dengan santai."Bohong." Theo bangkit berdiri, lalu mencengkeram pundak Anisa dan berkata, "Aku merasa aneh, aku tidak tahu apa isi pikiranmu.""Untuk apa kamu mengetahui isi pikiranku? Theo, aku berterima kasih atas bantuanmu, aku bisa mentraktirmu makan."Theo melepaskan Anisa. "Aku menolongmu bukan untuk mendapatkan ucapan terima kasih. Sudahlah, bawa anakmu pergi! Oh iya, putramu yang kurang ajar itu memadamkan listrik di rumahku. Kalau kamu tidak bisa mengajarinya, aku tidak keberatan membantumu.""Maafkan aku. Aku akan menasehati mereka, aku janji masalah seperti ini nggak akan terulang lagi." Anisa meminta maaf sampai membungkukkan badan.Kemudian Anisa mengembalikan kotak obat, lalu berpamitan dan membawa Wilona pergi."Anisa!" Theo memanggil Anisa dan memberikan sebuah kotak kepadanya. "Sel
Sebelum mengirimkan foto-foto Wilona, Theo menuliskan beberapa kalimat di atasnya.[ Anisa, berikan aku 1 kesempatan lagi. ][ Satu kesempatan terakhir. ]Anisa menutup ponsel, lalu memejamkan matanya. Suara tangisan Sania terus bergema di dalam kepala Anisa.Karena emosi sesaat, Sania menceraikan Vanzoe, lalu meninggalkan Negara Legia dan bahkan memaki Vanzoe. Namun saat Vanzoe mau menikah lagi, Sania malah sedih dan menangis setiap hari.Siapa yang tidak menginginkan hidup tenang dan damai? Cinta adalah hal yang bisa membuat seseorang menjadi damai sekaligus gila.....Setelah meninggalkan Vila Starbay, Theo membuka ponselnya untuk mengecek pesan Anisa.Ternyata Anisa tidak membalas .... Meskipun tidak membalas, Theo yakin Anisa membaca pesannya.Theo tidak akan memaksa Anisa, dia sadar Anisa tidak akan memaafkannya dengan mudah. Theo hanya bisa bersabar dan berusaha.....Keesokan hari, Sania datang ke Vila Starbay dengan membawa banyak hadiah."Rasanya kembali seperti dulu," kata B
"Nggak masalah! Kakakmu ganteng dan pintar, pasti banyak gadis yang mengejarnya. Kalaupun nggak dapat wanita, masih ada pria," jawab Mike.Wilona langsung menutup mulutnya."Membosankan!" William meletakkan alat makannya dan pergi meninggalkan ruang makan.Setelah William pergi, Anisa juga merasa kenyang dan ingin beristirahat. Sesampainya di kamar, dia membereskan koper, lalu berbaring dan hendak tidur.Ketika Anisa hendak memadamkan lampu kamar, dia menerima belasan pesan dari Theo.Anisa tertegun, lalu membuka pesan yang dikirimkan. Ternyata Theo mengirimkan semua foto-foto Wilona saat bermain di taman hiburan.Anisa menyimpan beberapa foto yang cantik dan bergegas menutup pesan dari Theo.Anisa belum siap menghadapi Theo. Perpisahan kemarin membuatnya sangat terpukul, dia tidak bisa melupakannya begitu saja.Akhirnya Anisa menelepon Sania dan mengajaknya mengobrol. "Sania, aku sudah pulang.""Kamu sudah pulang?" Sania terdengar kaget."Em. Aku memutuskan pulang secara tiba-tiba, ja
Semua orang kaget melihat mobil Rolls-Royce milik Theo.Theo tahu bahwa Anisa masih marah dan tidak ingin menemuinya. Bukankah Theo memiliki ego yang tinggi, kenapa dia rela membuang semua harga dirinya dan datang dengan konsekuensi dimarahi Anisa?Sesaat Theo membuka pintu mobil, dia melihat Eden yang berlari keluar."Pak, sebaiknya Anda jangan masuk." Eden berbicara dengan canggung, "Anisa tidak mau menemui Anda. Aku juga ikut diusir."Sebenarnya kondisi di dalam tidak separah yang Eden ceritakan. Anisa tidak akan mempermasalahkan kejadian hari ini asalkan Eden mengusir Theo pergi.Jadi, Eden sengaja melebih-lebihkan agar Theo tidak memaksa masuk ke rumah Anisa."Dia tidak memarahi Wilona, 'kan?" tanya Theo."Tidak. Wilona masih kecil, Anisa tidak mungkin menyalahkannya. Pak, tenang saja, yang penting Anisa sudah pulang. Masih ada hari esok." Eden berusaha menghibur Theo. Theo mengerutkan alis. "Ucapanmu seolah aku ingin melakukan sesuatu terhadap Anisa.""Bukan begitu maksudku ....
"Kamu tahu sendiri karakter Pak Theo, dia takut sama Anisa," jawab Eden sambil menggaruk kepala.....Hari yang menyenangkan pun berakhir dalam sekejap mata. Setelah puas bermain, Theo mengajak Wilona, Mike, dan Eden makan malam bersama. Awalnya Mike tidak mau menolak karena Wilona pasti kelelahan dan kelaparan, tetapi tiba-tiba Anisa menelepon Mike.Sesaat mengeluarkan ponsel, Mike terkejut melihat nama Anisa yang tertera di layar. "Anisa telepon! Sst, kalian diam dulu.""Halo, Anisa?" Mike menjawab panggilannya. "Kamu mau melakukan panggilan video? Kami lagi di luar. Aku akan meneleponmu kembali begitu sampai di rumah.""Sekarang aku ada di rumah," kata Anisa dengan nada yang tenang, tapi mencekam. "Bawa Wilona pulang sekarang juga!"Mike tertegun mendengar ucapan Anisa. Sebelum Mike sempat menjawab, Anisa telah menutup teleponnya."Gawat!" Wajah Mike tampak memerah, jantungnya berdegup sangat kencang. "Anisa sudah pulang, dia ada di rumah. Anisa memerintahkanku untuk segera membawa
Sesampainya di wahana kedua, antrian panjang terlihat di depan pintu.Wilona berjalan ke barisan VIP dan ikut mengantri.Bagaimana mungkin Theo tega membiarkan putrinya mengantri? Meskipun cuaca hari ini cerah dan berangin, mengantri sepanjang itu pasti melelahkan.Theo sendiri paling benci mengantri!Theo berjalan ke depan, lalu menarik lengan Wilona dengan penuh kasih berkata, "Sayang, Ayah akan membawamu masuk."Wilona mengerutkan alis. "Maksudnya memotong antrian?"Tanpa pikir panjang, Theo langsung mengangguk.Mike langsung menggosok kedua tangannya, dia sudah mengantisipasi apa yang akan terjadi selanjutnya.Di saat bersamaan, Eden berjalan ke samping Theo untuk menceritakan insiden yang terjadi 1 jam lalu."Aku paling benci menyerobot antrian! Baru saja, seorang Tante jahat menyerobit antrian dan diusir. Masa aku memarahi orang lain, tapi aku sendiri juga menyerobot antrian?" Meskipun Wilona tidak suka mengantri, hati nurani melarangnya untuk melakukan tindakan yan gsalah.Setel
Penanggung jawab taman berpikir sebentar, lalu menganggukkan kepala. Eden terlihat sangat serius, penanggung jawab taman tidak mau kehilangan pekerjaan ini.Akhirnya wanita arogan itu pun diusir.Sebelum pergi, wanita itu meneriaki Wilona, "Bocah tengil, tunggu pembalasanku!"Wilona menjulurkan lidahnya dan mengolok-olok wanita itu."Wilona, wanita itu nggak akan datang lagi. Kamu jangan marah, ya!" Eden menghibur sambil tersenyum."Aku nggak marah. Yang malu dia, bukan aku." Wilona menarik Mike tempat semula dan lanjut mengantri."Kak, kamu hebat banget." Gadis kecil yang berdiri di depan Wilona mengacungkan jempolnya.Wilona membalasnya dengan senyuman abngga.Setelah wanita itu pergi, peannggung jawab taman menelepon Theo. "Pak, putri Anda sedang mengunjungi Dunia Fantasi."Penanggung jawab taman memanfaatkan status Wilona untuk menyanjung Theo, ini adalah kesempatan yang bagus untuk menarik simpati."Putriku?" tanya Theo."Benar! Pak Eden yang bilang, tidak mungkin salah. Hmm, apak
Wilona menarik tangan Mike dan mengajaknya ke depan.Petugas yang melayani di depan terlihat ketakutan menghadapi wanita tersebut. Eden takut terjadi keributan, dia pun mengeluarkan ponsel dan menelepon penanggung jawab taman hiburan."Tante!" Wilona berteriak sambil menatap wanita itu. "Menyerobot antrian itu salah. Kamu sudah salah, tapi masih berani memarahi orang lain. Gurumu nggak mengajari kamu sopan santun, ya?"Mike tertegun melihat sikap Wilona. Tampaknya Wilona sudah semakin dewasa, dia bukan lagi anak berusia 3 tahun yang cengeng.Teriakan Wilona sontak membuat orang-orang di sekitar tercengang selama beberapa deitk.Wanita tersebut memelototi Wilona dan memarahinya, "Bocah tengil! Beraninya berteriak di hadapanku. Memangnya siapa kamu?"Wilona menjawab dengan tenang dan lantang, "Kamu buta, ya? Aku anak kecil! Dasar bodoh!"Para pengunjung tertawa mendengar ucapan Wilona.Wanita ini pun murka, dia mengangkat tangan dan hendak memukul Wilona.Melihat wanita yang hendak memuk
"Wilona, ayahmu nggak tahu kamu pergi ke taman huburan ini. Aku tidak akan memberi tahu ayahmu. Kita pergi dulu, kalau nggak seru, kita pindah tempat. Bagaimana?" tanya Eden.Wilona berpikir sebentar, lalu mengangguk sambil tersenyum."Jangan beri tahu ibumu, ya! Kalau ibumu tahu, dia pasti tidak akan mengizinkan kamu ke sana." Eden mengingatkan. "Taman ini sangat cantik dan seru. Aku pernah membawa keponakanku ke sana, dia sangat suka."Pikiran Wilona hanya dipenuhi bermain. Dia langsung mengangguk saat mendengar semua ucapan Eden.Tak terasa, akhir pekan pun tiba.Suasana di Dunia Fantasi sangat ramai.Ketika Eden membawa keponakannya datang, cuaca gerimis dan banyak wahana yang ditutup."Untung William nggak ikut." Mike menghela napas, dia tahu William tidak akan menyukai tempat seperti ini.Kalau William datang, dia mungkin tidak akan masuk dan langsung pulang ke rumah. William paling tidak menyukai tempat yang ramai.Eden meminta maaf. "Aduh, antriannya panjang banget. Sebentar, a
Ketika Eden menyiapkan makan malam, dia memberikan isyarat mata kepada Mike.Mike langsung mengangguk, lalu berkata kepada William dan Wilona, "Anak-anak, akhir pekan aku akan membawa kalian jalan-jalan.""Oke, oke! Paman, kita mau jalan ke mana?" tanya Wilona dengan antusias."Hari ini baru hari selasa," jawab William."Makanya kita buat rencana dulu. William, kamu ada waktu, 'kan" tanya Mike."Tidak ada." Tahun ajaran baru telah dimulai, William harus mengerjakan banyak tugas."Kamu masih SD, memang sebanyak apa tugasmu? Kalau kamu sudah SMP, jangan-jangan kamu bahkan nggak ada waktu untuk pulang." Mike tampak cemberut. "Waktu SD aku nggak sesibuk kamu, tapi aku pintar dan sukses.""Kelak aku akan lebih sukses daripada kamu," William berakta dengan serius.Dulu Mike mungkin akan membantah William, tetapi sekarang Mike tidak memiliki kepercayaan diri.Eden tertawa terbahak-bahak sambil mengacungkan jempol."Aku akan meminta ibumu untuk memindahkan sekolahmu," kata Mike dengan kesal."