"Kamu nggak perlu menemani aku. Kamu makan saja, aku cuma mau tidur sebentar. Begitu bangun, aku langsung ke sana," Anisa berkata kepada Theo."Aku juga ngantuk." Theo langsung masuk ke dalam kamar."Tapi kamu belum makan. Kamu harus makan dulu ...." Anisa mengkhawatirkan Theo."Kamu tidur saja, tidak perlu memedulikan aku," jawab Theo.Mana mungkin Anisa bisa tidak memedulikannya? Hari ini adalah ulang tahun Theo, Anisa tidak tega membiarkannya kelaparan.Anisa berpikir sebentar, lalu berkata, "Kamu tunggu sebentar."Anisa berbalik dan kembali ke ruangan untuk membungkus makanan."Anisa, banyakin daging. Sejak sakit, berat badan Pak Theo turun drastis.""Anisa, jaga baik-baik Pak Theo.""Anisa, kalian tidur saja, kami tidak akan mengganggu."....Sembari membungkus makanan, wajah Anisa memerah saat mendengar ucapan demi ucapan yang dilontarkan.Sesampainya Anisa di kamar, Theo sedang duduk sambil memainkan ponselnya.Kemudian Anisa mengeluarkan makanan yang dibawa dan meletakkannya ke
"Prang." Terdengar dentuman keras yang disusul suara gesekan ban mobil yang memekakkan telinga.Anisa memeluk Theo sambil menangis, sekujur tubuhnya bergetar hebat.Mobil tersebut membanting setir dan menabrak sebuah toko yang tak jauh dari mereka.Theo memeluk Anisa dengan erat. Dari sudut mata, Theo melirik mobil hitam yang hendak menabraknya tadi.Ada yang ingin membunuh Theo, tetapi sayangnya gagal ...."Dor!" Terdengar suara tembakan yang menghantam mobil tersebut.Dalam sekejap, para pejalan kaki pun berteriak dan berlari sekencang mungkin.Tubuh Anisa terasa sangat dingin, dia benar-benar ketakutan. Theo memegang wajahnya dan berkata, "Jangan takut, ada aku."Napas Anisa terdengar buru-buru, dia menatap Theo sambil mengedipkan mata. "Theo ... Theo ...."Ada banyak hal yang ingin dikatakan, tetapi tenggorokan Anisa terasa seperti tersumbat."Aku tidak apa-apa." Theo menggenggam tangan Anisa dan membelai wajahnya. "Lihat, aku baik-baik saja."Anisa mengangguk sambil menangis terse
Seketika mulut Anisa terasa kering. Kemudian dia meletakkan ponselnya dan menyeruput sop yang diberikan."Eh, kalian kira kami tidak tahu kalian saling mengirimkan pesan?" kata Sabai sambil mengetuk meja makan.Karena takut Theo akan mengatakan hal yang mengejutkan, Anisa langsung menjawab, "Aku sudah kenyang, dia juga sudah kenyang. Kami pulang dulu."Sabai melirik dengan tatapan menggoda. "Oke, kami juga sudah kenyang melihat kemesraan kalian."....Di rumahnya Theo.Berita percobaan pembunuhan Theo telah sampai ke telinga Sabrina. Begitu mengetahuinya, Sabrina langsung datang ke rumah Theo.Sesaat melihat keberadaan Anisa, wajah Sabrina terlihat sangat masam."Waktu Tuan mau ditabrak, Nona Anisa berlari dan melindungi Tuan." Para pengawal menyaksikan sendiri saat Anisa berusaha menyelamatkan Theo, mereka merasa harus memberi tahu Sabrina."Kalau aku tidak mengalihkan perhatian pengemudi, Nona Anisa pasti sudah mati. Nona Anisa memeluk Tuan, Nona pasti mati, sedangkan Tuan masih ada
"Aku mandi sendiri. Kalau kamu khawatir, kamu boleh menemaniku." Theo sama sekali tidak malu saat mengatakannya.Anisa membeku di tempat, dia merasa salah mengajukan pertanyaan.Anisa tentu khawatir kalau Theo mandi sendiri, tetapi menemaninya mandi ....Apa bedanya dengan memandikannya?Sesampainya di dalam kamar, tiba-tiba Theo berkata, "Ambilkan tongkatku."Setelah menemukan tongkat yang dimaksud, Anisa memberikannya kepada Theo."Bisa?" Anisa takut Theo terjatuh."Bisa. Beberapa hari ini aku mandi sendiri." Nada bicara Theo terdengar mengejek. "Kenapa? Takut?"Seketika wajah Anisa pun memerah. "Kamu sengaja menggodaku!"Theo hanya tersenyum sambil beranjak ke kamar mandi.Anisa khawatir dan mengikuti Theo dari belakang."Kamu mau lihat aku mandi?" Theo berhenti dan menoleh ke belakang.Anisa menggelengkan kepala. "Aku ... aku cuma khawatir. Kamu bisa sendiri?""Bisa." Theo mengangguk. Agar Anisa tenang, Theo hendak melepaskan pakaiannya di depan Anisa.Anisa langsung panik, dia mun
Anisa kembali ke kamar dengan membawa sebuah kotak medis. Kemudian dia berlutut dia depan Theo dan melepaskan perban yang berlumuran darah.Setelah perban dilepas, ternyata luka yang dialami Theo jauh lebih buruk daripada yang dibayangkan Anisa.Sebongkah daging terkelupas hingga menunjukkan urat yang berwarna kemerahan. Rasanya pasti sangat sakit, tetapi Theo sama sekali tidak merintih.Anisa membersihkan luka tersebut, lalu mengoleskan obat dan menutup kembali lukanya dengan menggunakan perban.Ketika melihat Anisa yang mengerutkan alis, Theo pun berkata, "Lukanya memang parah, tapi tidak sesakit itu."Theo berusaha menenangkan Anisa, tetapi Anisa tidak butuh dihibur ....Anisa mengangkat jarinya dan memencet luka di kaki Theo."Ah ...." Theo terkejut, ada yang dilakukan Anisa?"Nggak sakit, kan?" Anisa memelototi Theo, kedua matanya tampak merah.Theo memegang kedua bahu Anisa, lalu tersenyum dan berkata, "Tidak sakit."Theo yakin, Anisa tidak mungkin memukul lukanya. Kalau Theo kes
Sekitar pukul 7 pagi, berita kematian Aida telah menyebar ke seluruh penjuru kota.Aida dikabarkan bunuh diri dengan cara melompat dari jendela hotel.Setelah menelusuri identitas dan informasi keluarga Aida, pihak kepolisian menghubungi Anisa. Omar sudah tidak ada, sedangkan Malia berada di luar negeri. Jadi hanya Anisa yang bisa mengurus mayat Aida.Ketika ponsel berdering, Anisa menjawabnya dengan kondisi setengah sadar. Sesaat mendengar penjelasan polisi, Anisa langsung membuka matanya lebar-lebar.Anisa menepuk pipinya sambil bergumam, "Sakit, kok. Ini bukan mimpi ...."Anisa buru-buru bangun dan bergegas ke hotel tempat Aida bunuh diri....."Bos, dia sendiri yang bunuh diri. Saat kami membuka pintu kamar, dia panik dan melompat dari jendela. Dia pasti ketakutan," kata pengawal.Theo menyeruput kopinya, tatapannya terlihat sangat dingin. "Awasi Leo."Aida dan Leo bersekongkol. Jika Aida ingin membunuh Theo, Leo pasti mengetahui rencana Aida.Tidak peduli apakah Leo atau Aida dala
Ketika memikirkan kemungkinan ini, Anisa segera mengeluarkan ponselnya dan menghubungi Leo."Halo? Ada apa?" Suara Leo terdengar di ujung telepon."Leo, kamu tahu Aida meninggal?" tanya Anisa."Apa? Meninggal? Kok bisa? Aku nggak tahu, aku lagi di rumah sakit. Tadi malam kami masih telepon, kok ...." Leo terdengar kaget."Kalian nggak bertengkar?" tanya Anisa."Nggak." Leo tidak terdengar seperti orang yang berbohong. Setelah berpikir sejenak, Leo teringat sesuatu dan berkata, "Aku baru ingat, pamanku dan Aida sempat bertengkar waktu makan malam di rumah Nenek. Pamanku bilang hidup Aida nggak akan lama. Sejak saat itu Aida sangat ketakutan ...."Wajah Anisa sontak berubah. "Nggak mungkin! Aku seharian bersama Theo, dia tidak melakukan apa pun."Leo menghela napas. "Anisa, nggak usah marah-marah gitu. Aku cuma memberi tahu semua yang aku tahu. Lagian aku hanya berani kasih tahu ke kamu. Kalau polisi yang tanya, aku nggak mungkin menyeret nama pamanku.""Leo, aku harap kamu tidak ada hub
Suasana terasa sangat mencekam. Setiap Theo dan Anisa bersama, sepertinya pertengkaran adalah hal yang sulit dihindari.Theo dan Anisa baru baikan, Bibi Wina tidak mau mereka bertengkar lagi. Tak berapa lama Bibi Wina pun datang sambil membawa sepiring buah. "Nona belum makan, 'kan? Ini makan dulu buahnya. Aku sedang menyiapkan makan malam."Anisa langsung bangkit berdiri dan pergi meninggalkan Theo. Anisa tidak pergi ke kamar, dia malah berjalan ke arah ruang makan.Theo tidak bisa menebak isi hati Anisa. Kalau Anisa benar-benar marah, dia tidak mungkin berjalan ke ruang makan. Namun kalau dibilang tidak marah, wajahnya terlihat emosi.Anisa belum sarapan maupun makan siang, perutnya sudah kelaparan.Setengah jam kemudian Anisa selesai makan dan pergi ke ruang tamu."Nona, jangan marah, jangan gegabah. Em, Nona mau istirahat dulu?" tanya Bibi Wina.Kepala Anisa terasa sakit, dia mengangguk dan berjalan ke arah kamarnya."Nona ...." Bibi Wina menghentikan Anisa, lalu berkata dengan can
Sebelum mengirimkan foto-foto Wilona, Theo menuliskan beberapa kalimat di atasnya.[ Anisa, berikan aku 1 kesempatan lagi. ][ Satu kesempatan terakhir. ]Anisa menutup ponsel, lalu memejamkan matanya. Suara tangisan Sania terus bergema di dalam kepala Anisa.Karena emosi sesaat, Sania menceraikan Vanzoe, lalu meninggalkan Negara Legia dan bahkan memaki Vanzoe. Namun saat Vanzoe mau menikah lagi, Sania malah sedih dan menangis setiap hari.Siapa yang tidak menginginkan hidup tenang dan damai? Cinta adalah hal yang bisa membuat seseorang menjadi damai sekaligus gila.....Setelah meninggalkan Vila Starbay, Theo membuka ponselnya untuk mengecek pesan Anisa.Ternyata Anisa tidak membalas .... Meskipun tidak membalas, Theo yakin Anisa membaca pesannya.Theo tidak akan memaksa Anisa, dia sadar Anisa tidak akan memaafkannya dengan mudah. Theo hanya bisa bersabar dan berusaha.....Keesokan hari, Sania datang ke Vila Starbay dengan membawa banyak hadiah."Rasanya kembali seperti dulu," kata B
"Nggak masalah! Kakakmu ganteng dan pintar, pasti banyak gadis yang mengejarnya. Kalaupun nggak dapat wanita, masih ada pria," jawab Mike.Wilona langsung menutup mulutnya."Membosankan!" William meletakkan alat makannya dan pergi meninggalkan ruang makan.Setelah William pergi, Anisa juga merasa kenyang dan ingin beristirahat. Sesampainya di kamar, dia membereskan koper, lalu berbaring dan hendak tidur.Ketika Anisa hendak memadamkan lampu kamar, dia menerima belasan pesan dari Theo.Anisa tertegun, lalu membuka pesan yang dikirimkan. Ternyata Theo mengirimkan semua foto-foto Wilona saat bermain di taman hiburan.Anisa menyimpan beberapa foto yang cantik dan bergegas menutup pesan dari Theo.Anisa belum siap menghadapi Theo. Perpisahan kemarin membuatnya sangat terpukul, dia tidak bisa melupakannya begitu saja.Akhirnya Anisa menelepon Sania dan mengajaknya mengobrol. "Sania, aku sudah pulang.""Kamu sudah pulang?" Sania terdengar kaget."Em. Aku memutuskan pulang secara tiba-tiba, ja
Semua orang kaget melihat mobil Rolls-Royce milik Theo.Theo tahu bahwa Anisa masih marah dan tidak ingin menemuinya. Bukankah Theo memiliki ego yang tinggi, kenapa dia rela membuang semua harga dirinya dan datang dengan konsekuensi dimarahi Anisa?Sesaat Theo membuka pintu mobil, dia melihat Eden yang berlari keluar."Pak, sebaiknya Anda jangan masuk." Eden berbicara dengan canggung, "Anisa tidak mau menemui Anda. Aku juga ikut diusir."Sebenarnya kondisi di dalam tidak separah yang Eden ceritakan. Anisa tidak akan mempermasalahkan kejadian hari ini asalkan Eden mengusir Theo pergi.Jadi, Eden sengaja melebih-lebihkan agar Theo tidak memaksa masuk ke rumah Anisa."Dia tidak memarahi Wilona, 'kan?" tanya Theo."Tidak. Wilona masih kecil, Anisa tidak mungkin menyalahkannya. Pak, tenang saja, yang penting Anisa sudah pulang. Masih ada hari esok." Eden berusaha menghibur Theo. Theo mengerutkan alis. "Ucapanmu seolah aku ingin melakukan sesuatu terhadap Anisa.""Bukan begitu maksudku ....
"Kamu tahu sendiri karakter Pak Theo, dia takut sama Anisa," jawab Eden sambil menggaruk kepala.....Hari yang menyenangkan pun berakhir dalam sekejap mata. Setelah puas bermain, Theo mengajak Wilona, Mike, dan Eden makan malam bersama. Awalnya Mike tidak mau menolak karena Wilona pasti kelelahan dan kelaparan, tetapi tiba-tiba Anisa menelepon Mike.Sesaat mengeluarkan ponsel, Mike terkejut melihat nama Anisa yang tertera di layar. "Anisa telepon! Sst, kalian diam dulu.""Halo, Anisa?" Mike menjawab panggilannya. "Kamu mau melakukan panggilan video? Kami lagi di luar. Aku akan meneleponmu kembali begitu sampai di rumah.""Sekarang aku ada di rumah," kata Anisa dengan nada yang tenang, tapi mencekam. "Bawa Wilona pulang sekarang juga!"Mike tertegun mendengar ucapan Anisa. Sebelum Mike sempat menjawab, Anisa telah menutup teleponnya."Gawat!" Wajah Mike tampak memerah, jantungnya berdegup sangat kencang. "Anisa sudah pulang, dia ada di rumah. Anisa memerintahkanku untuk segera membawa
Sesampainya di wahana kedua, antrian panjang terlihat di depan pintu.Wilona berjalan ke barisan VIP dan ikut mengantri.Bagaimana mungkin Theo tega membiarkan putrinya mengantri? Meskipun cuaca hari ini cerah dan berangin, mengantri sepanjang itu pasti melelahkan.Theo sendiri paling benci mengantri!Theo berjalan ke depan, lalu menarik lengan Wilona dengan penuh kasih berkata, "Sayang, Ayah akan membawamu masuk."Wilona mengerutkan alis. "Maksudnya memotong antrian?"Tanpa pikir panjang, Theo langsung mengangguk.Mike langsung menggosok kedua tangannya, dia sudah mengantisipasi apa yang akan terjadi selanjutnya.Di saat bersamaan, Eden berjalan ke samping Theo untuk menceritakan insiden yang terjadi 1 jam lalu."Aku paling benci menyerobot antrian! Baru saja, seorang Tante jahat menyerobit antrian dan diusir. Masa aku memarahi orang lain, tapi aku sendiri juga menyerobot antrian?" Meskipun Wilona tidak suka mengantri, hati nurani melarangnya untuk melakukan tindakan yan gsalah.Setel
Penanggung jawab taman berpikir sebentar, lalu menganggukkan kepala. Eden terlihat sangat serius, penanggung jawab taman tidak mau kehilangan pekerjaan ini.Akhirnya wanita arogan itu pun diusir.Sebelum pergi, wanita itu meneriaki Wilona, "Bocah tengil, tunggu pembalasanku!"Wilona menjulurkan lidahnya dan mengolok-olok wanita itu."Wilona, wanita itu nggak akan datang lagi. Kamu jangan marah, ya!" Eden menghibur sambil tersenyum."Aku nggak marah. Yang malu dia, bukan aku." Wilona menarik Mike tempat semula dan lanjut mengantri."Kak, kamu hebat banget." Gadis kecil yang berdiri di depan Wilona mengacungkan jempolnya.Wilona membalasnya dengan senyuman abngga.Setelah wanita itu pergi, peannggung jawab taman menelepon Theo. "Pak, putri Anda sedang mengunjungi Dunia Fantasi."Penanggung jawab taman memanfaatkan status Wilona untuk menyanjung Theo, ini adalah kesempatan yang bagus untuk menarik simpati."Putriku?" tanya Theo."Benar! Pak Eden yang bilang, tidak mungkin salah. Hmm, apak
Wilona menarik tangan Mike dan mengajaknya ke depan.Petugas yang melayani di depan terlihat ketakutan menghadapi wanita tersebut. Eden takut terjadi keributan, dia pun mengeluarkan ponsel dan menelepon penanggung jawab taman hiburan."Tante!" Wilona berteriak sambil menatap wanita itu. "Menyerobot antrian itu salah. Kamu sudah salah, tapi masih berani memarahi orang lain. Gurumu nggak mengajari kamu sopan santun, ya?"Mike tertegun melihat sikap Wilona. Tampaknya Wilona sudah semakin dewasa, dia bukan lagi anak berusia 3 tahun yang cengeng.Teriakan Wilona sontak membuat orang-orang di sekitar tercengang selama beberapa deitk.Wanita tersebut memelototi Wilona dan memarahinya, "Bocah tengil! Beraninya berteriak di hadapanku. Memangnya siapa kamu?"Wilona menjawab dengan tenang dan lantang, "Kamu buta, ya? Aku anak kecil! Dasar bodoh!"Para pengunjung tertawa mendengar ucapan Wilona.Wanita ini pun murka, dia mengangkat tangan dan hendak memukul Wilona.Melihat wanita yang hendak memuk
"Wilona, ayahmu nggak tahu kamu pergi ke taman huburan ini. Aku tidak akan memberi tahu ayahmu. Kita pergi dulu, kalau nggak seru, kita pindah tempat. Bagaimana?" tanya Eden.Wilona berpikir sebentar, lalu mengangguk sambil tersenyum."Jangan beri tahu ibumu, ya! Kalau ibumu tahu, dia pasti tidak akan mengizinkan kamu ke sana." Eden mengingatkan. "Taman ini sangat cantik dan seru. Aku pernah membawa keponakanku ke sana, dia sangat suka."Pikiran Wilona hanya dipenuhi bermain. Dia langsung mengangguk saat mendengar semua ucapan Eden.Tak terasa, akhir pekan pun tiba.Suasana di Dunia Fantasi sangat ramai.Ketika Eden membawa keponakannya datang, cuaca gerimis dan banyak wahana yang ditutup."Untung William nggak ikut." Mike menghela napas, dia tahu William tidak akan menyukai tempat seperti ini.Kalau William datang, dia mungkin tidak akan masuk dan langsung pulang ke rumah. William paling tidak menyukai tempat yang ramai.Eden meminta maaf. "Aduh, antriannya panjang banget. Sebentar, a
Ketika Eden menyiapkan makan malam, dia memberikan isyarat mata kepada Mike.Mike langsung mengangguk, lalu berkata kepada William dan Wilona, "Anak-anak, akhir pekan aku akan membawa kalian jalan-jalan.""Oke, oke! Paman, kita mau jalan ke mana?" tanya Wilona dengan antusias."Hari ini baru hari selasa," jawab William."Makanya kita buat rencana dulu. William, kamu ada waktu, 'kan" tanya Mike."Tidak ada." Tahun ajaran baru telah dimulai, William harus mengerjakan banyak tugas."Kamu masih SD, memang sebanyak apa tugasmu? Kalau kamu sudah SMP, jangan-jangan kamu bahkan nggak ada waktu untuk pulang." Mike tampak cemberut. "Waktu SD aku nggak sesibuk kamu, tapi aku pintar dan sukses.""Kelak aku akan lebih sukses daripada kamu," William berakta dengan serius.Dulu Mike mungkin akan membantah William, tetapi sekarang Mike tidak memiliki kepercayaan diri.Eden tertawa terbahak-bahak sambil mengacungkan jempol."Aku akan meminta ibumu untuk memindahkan sekolahmu," kata Mike dengan kesal."