"Baik!" Eden bergegas menyiapkan kopi dan memanggil Clara.Ketika berpapasan, Eden melihat Clara tampak lesu. Clara juga tidak berdandan, dia tampak sangat rapuh."Theo, maaf." Clara berjalan ke hadapan Theo, suaranya terdengar serak. "Semua ulah kakakku. Dia sengaja memancingmu ke gunung karena tahu kakimu belum pulih. Gunung itu sangat curam, dia ingin membunuhmu.""Aku tahu," jawab Theo sambil memandang wajah Clara yang pucat."Maafkan aku. Aku sudah memaksanya minta maaf, tapi dia malah kabur keluar negeri. Theo, aku mohon, tolong maafkan kami. Ayahku sudah tua, dia tidak bisa menerima pukulan yang terlalu besar. Hukum saja aku, aku rela ...," kata Clara sambil terisak.Theo memandang wajah Clara dengan tenang. Ini adalah pertama kalinya Theo benar-benar memperhatikan wajah Clara. Sebelumnya, Clara selalu berdandan dan berusaha tampil secantik mungkin di hadapan Theo."Clara, terima kasih atas semuanya." Suara Theo terdengar sangat tenang. "Pergi dari sini, jangan pernah muncul di
Meskipun Theo tidak mau mengaku, Sabai tidak berani membantah. Selama bertahun-tahun berteman, Sabai tidak pernah sekali pun melihat Theo mengenakan pakaian berbahan wol.Namun pakaian yang dirajut Anisa memiliki makna khusus, berbeda dengan pakaian yang dibeli di toko."Theo, ibumu menelepon aku. Katanya Leo sudah keluar dari rumah sakit. Ibumu menyuruhmu pulang untuk makan bersama," kata Sabai."Aku akan menghubungi ibuku," jawab Theo."Kamu lagi bertengkar sama ibumu? Waktu telepon, suaranya terdengar gugup dan sungkan. Theo, jangan marah sama ibumu terus. Di dunia ini tidak ibu yang tega menyakiti anaknya ....""Aku mohon, berhenti." Theo sakit kepala setiap mendengar ceramah Sabai.Sabai tertawa terbahak-bahak. "Kamu tidak mau ajak Anisa ke rumah ibumu?"Theo terdiam selama beberapa detik. "Katamu dia lagi sibuk?""Benar juga. Satu minggu lagi ulang tahunmu ...."....Setelah pulang kerja, Theo pergi ke rumah Sabrina untuk makan malam bersama.Sabrina terlihat sangat senang, seda
Namun utang Leo membuat Marvin harus mengeluarkan uang yang banyak."Theo berbaik hati kasih, ambil saja uangnya," kata istrinya Marvin. "Kita satu keluarga, tidak perlu sungkan-sungkan.""Theo, terima kasih. Tapi lain kali tidak perlu kasih lagi," kata Marvin dengan wajah memerah dan bergegas menyimpan cek yang diberikan."Aku sudah selesai makan, aku pamit dulu." Theo bangkit berdiri dan beranjak pergi.Sabrina ikut berdiri dan mengantar Theo ke depan.Setelah Sabrina dan Theo pergi, Leo melempar sendok yang ada di depannya sambil berteriak, "Ayah, kenapa Ayah menerima uangnya?"Leo merasa sangat malu, dia merasa direndahkan!"Anak tidak berguna! Kamu masih berani komplain? Kalau hebat, bayar saja utangmu sendiri!" bentak Marvin.Kali ini, ibunya Leo tidak membelanya. "Leo, pamanmu memang merendahkan kita, tapi kita juga lagi butuh uang. Kamu tahu dia kasih berapa? Sepuluh miliar! Keuntungan tahunan perusahaan ayahmu saja tidak sampai 10 miliar."Kedua mata Leo memerah. "Apakah keuan
Theo menatap lembut wajah Anisa, lalu menjawab, "Terima kasih."Theo merasa nyaman dan hangat saat mengenakan jaket yang diberikan Anisa.Theo terlihat tampan mengenakan jaket ini. Entah apakah karena jaketnya yang bagus atau Theo yang terlalu tampan.Kemudian Anisa kembali mengeluarkan sebuah kotak kecil dan memberikannya kepada Theo. "Ini hadiah untukmu. Aku takut kamu nggak suka jaketnya, jadi aku menyiapkan hadiah lain untuk jaga-jaga."Theo menatap kotak yang dipegang Anisa."Ini korek api." Anisa menjelaskan, "Aku nggak tahu kamu suka apa. Mengingat kamu yang suka merokok, akhirnya aku beliin ini. Tapi sebaiknya kurangi merokok, nggak baik buat kesehatan."Theo mengambil kotak tersebut, lalu membuka dan mengeluarkan korek api yang ada di dalamnya. "Aku tidak kecanduan rokok.""Krek." Theo menyalakan korek apinya dan sebuah api kecil muncul di hadapannya. "Aku hanya merokok waktu stress."Anisa mengerutkan alis, dia agak terkejut mendengar jawaban Theo. "Tapi yang aku lihat, kamu
"Tidak tahu." Theo menggelengkan kepala."Kalau gitu ... yang ukuran sedang saja. Bagaimana?" tanya Anisa."Yang ukuran sedang," kata Theo kepada pelayan toko.Pelayan toko menjawab, "Baik. Kalian baru pacaran, ya? Romantis banget."Seketika wajah Anisa pun memerah.Theo melihat-lihat kue yang lain, lalu bertanya kepada Anisa, "Mau beli kue yang lain? Untuk dibawa pulang.""Oh, nggak perlu ...." Anisa melambaikan tangan."Pilih beberapa kue buat ibumu," Theo memerintahkan.Dengan tersipu malu, Anisa mengangguk sambil tersenyum. "Baiklah."Satu jam kemudian.Anisa dan Theo kembali ke restoran. Theo yang duduk di kursi roda, meletakkan kue ulang tahun ke atas pahanya. Sejujurnya dia merasa agak canggung.Udara di luar sangat dingin, bahkan suhunya mencapai 5 derajat, tetapi entah kenapa sekujur tubuh Theo terasa sangat panas.Setibanya di restoran, tamu-tamu yang diundang sudah berkumpul di dalam ruangan.Sesaat melihat kedatangan Theo, suasana yang awalnya meriah langsung berubah menjad
Theo kembali membuka mata dan meniup lilin-lilinnya.Setelah acara tiup lilin selesai, Sabai kembali membuka tirai jendela."Theo, kamu bikin permohonan apa?" tanya Sabai sambil tersenyum.Theo berbalik tanya, "Rahasia."Semua orang pun tertawa begitu mendengar jawaban Theo.Theo mengambil pisau, lalu memotong sebongkah kue dan memberikannya kepada Anisa."Kue pertama untuk kamu." Anisa meletakkan kuenya ke depan Theo."Aku tidak makan banyak." Theo mengambil garpu dan hanya memakan satu suap. Kemudian sisanya diberikan kepada Anisa.Theo dan Anisa bagaikan pasangan muda yang memiliki dunia sendiri, sedangkan yang lain cuma menumpang.Orang-orang tersenyum melihat kemesraan di antara mereka ...."Sepertinya mulai sekarang kita harus memanggil Anisa dengan panggilan baru. Nyonya Theo, bagaimana? Bagus, tidak?""Ide bagus. Aku rasa Pak Theo tidak akan keberatan."Hahaha. Anisa, kamu tidak keberatan, 'kan?"....Telinga Anisa sontak memerah, dia merasa canggung dan gelisah."Makan!" kata
"Kamu nggak perlu menemani aku. Kamu makan saja, aku cuma mau tidur sebentar. Begitu bangun, aku langsung ke sana," Anisa berkata kepada Theo."Aku juga ngantuk." Theo langsung masuk ke dalam kamar."Tapi kamu belum makan. Kamu harus makan dulu ...." Anisa mengkhawatirkan Theo."Kamu tidur saja, tidak perlu memedulikan aku," jawab Theo.Mana mungkin Anisa bisa tidak memedulikannya? Hari ini adalah ulang tahun Theo, Anisa tidak tega membiarkannya kelaparan.Anisa berpikir sebentar, lalu berkata, "Kamu tunggu sebentar."Anisa berbalik dan kembali ke ruangan untuk membungkus makanan."Anisa, banyakin daging. Sejak sakit, berat badan Pak Theo turun drastis.""Anisa, jaga baik-baik Pak Theo.""Anisa, kalian tidur saja, kami tidak akan mengganggu."....Sembari membungkus makanan, wajah Anisa memerah saat mendengar ucapan demi ucapan yang dilontarkan.Sesampainya Anisa di kamar, Theo sedang duduk sambil memainkan ponselnya.Kemudian Anisa mengeluarkan makanan yang dibawa dan meletakkannya ke
"Prang." Terdengar dentuman keras yang disusul suara gesekan ban mobil yang memekakkan telinga.Anisa memeluk Theo sambil menangis, sekujur tubuhnya bergetar hebat.Mobil tersebut membanting setir dan menabrak sebuah toko yang tak jauh dari mereka.Theo memeluk Anisa dengan erat. Dari sudut mata, Theo melirik mobil hitam yang hendak menabraknya tadi.Ada yang ingin membunuh Theo, tetapi sayangnya gagal ...."Dor!" Terdengar suara tembakan yang menghantam mobil tersebut.Dalam sekejap, para pejalan kaki pun berteriak dan berlari sekencang mungkin.Tubuh Anisa terasa sangat dingin, dia benar-benar ketakutan. Theo memegang wajahnya dan berkata, "Jangan takut, ada aku."Napas Anisa terdengar buru-buru, dia menatap Theo sambil mengedipkan mata. "Theo ... Theo ...."Ada banyak hal yang ingin dikatakan, tetapi tenggorokan Anisa terasa seperti tersumbat."Aku tidak apa-apa." Theo menggenggam tangan Anisa dan membelai wajahnya. "Lihat, aku baik-baik saja."Anisa mengangguk sambil menangis terse
Sebelum mengirimkan foto-foto Wilona, Theo menuliskan beberapa kalimat di atasnya.[ Anisa, berikan aku 1 kesempatan lagi. ][ Satu kesempatan terakhir. ]Anisa menutup ponsel, lalu memejamkan matanya. Suara tangisan Sania terus bergema di dalam kepala Anisa.Karena emosi sesaat, Sania menceraikan Vanzoe, lalu meninggalkan Negara Legia dan bahkan memaki Vanzoe. Namun saat Vanzoe mau menikah lagi, Sania malah sedih dan menangis setiap hari.Siapa yang tidak menginginkan hidup tenang dan damai? Cinta adalah hal yang bisa membuat seseorang menjadi damai sekaligus gila.....Setelah meninggalkan Vila Starbay, Theo membuka ponselnya untuk mengecek pesan Anisa.Ternyata Anisa tidak membalas .... Meskipun tidak membalas, Theo yakin Anisa membaca pesannya.Theo tidak akan memaksa Anisa, dia sadar Anisa tidak akan memaafkannya dengan mudah. Theo hanya bisa bersabar dan berusaha.....Keesokan hari, Sania datang ke Vila Starbay dengan membawa banyak hadiah."Rasanya kembali seperti dulu," kata B
"Nggak masalah! Kakakmu ganteng dan pintar, pasti banyak gadis yang mengejarnya. Kalaupun nggak dapat wanita, masih ada pria," jawab Mike.Wilona langsung menutup mulutnya."Membosankan!" William meletakkan alat makannya dan pergi meninggalkan ruang makan.Setelah William pergi, Anisa juga merasa kenyang dan ingin beristirahat. Sesampainya di kamar, dia membereskan koper, lalu berbaring dan hendak tidur.Ketika Anisa hendak memadamkan lampu kamar, dia menerima belasan pesan dari Theo.Anisa tertegun, lalu membuka pesan yang dikirimkan. Ternyata Theo mengirimkan semua foto-foto Wilona saat bermain di taman hiburan.Anisa menyimpan beberapa foto yang cantik dan bergegas menutup pesan dari Theo.Anisa belum siap menghadapi Theo. Perpisahan kemarin membuatnya sangat terpukul, dia tidak bisa melupakannya begitu saja.Akhirnya Anisa menelepon Sania dan mengajaknya mengobrol. "Sania, aku sudah pulang.""Kamu sudah pulang?" Sania terdengar kaget."Em. Aku memutuskan pulang secara tiba-tiba, ja
Semua orang kaget melihat mobil Rolls-Royce milik Theo.Theo tahu bahwa Anisa masih marah dan tidak ingin menemuinya. Bukankah Theo memiliki ego yang tinggi, kenapa dia rela membuang semua harga dirinya dan datang dengan konsekuensi dimarahi Anisa?Sesaat Theo membuka pintu mobil, dia melihat Eden yang berlari keluar."Pak, sebaiknya Anda jangan masuk." Eden berbicara dengan canggung, "Anisa tidak mau menemui Anda. Aku juga ikut diusir."Sebenarnya kondisi di dalam tidak separah yang Eden ceritakan. Anisa tidak akan mempermasalahkan kejadian hari ini asalkan Eden mengusir Theo pergi.Jadi, Eden sengaja melebih-lebihkan agar Theo tidak memaksa masuk ke rumah Anisa."Dia tidak memarahi Wilona, 'kan?" tanya Theo."Tidak. Wilona masih kecil, Anisa tidak mungkin menyalahkannya. Pak, tenang saja, yang penting Anisa sudah pulang. Masih ada hari esok." Eden berusaha menghibur Theo. Theo mengerutkan alis. "Ucapanmu seolah aku ingin melakukan sesuatu terhadap Anisa.""Bukan begitu maksudku ....
"Kamu tahu sendiri karakter Pak Theo, dia takut sama Anisa," jawab Eden sambil menggaruk kepala.....Hari yang menyenangkan pun berakhir dalam sekejap mata. Setelah puas bermain, Theo mengajak Wilona, Mike, dan Eden makan malam bersama. Awalnya Mike tidak mau menolak karena Wilona pasti kelelahan dan kelaparan, tetapi tiba-tiba Anisa menelepon Mike.Sesaat mengeluarkan ponsel, Mike terkejut melihat nama Anisa yang tertera di layar. "Anisa telepon! Sst, kalian diam dulu.""Halo, Anisa?" Mike menjawab panggilannya. "Kamu mau melakukan panggilan video? Kami lagi di luar. Aku akan meneleponmu kembali begitu sampai di rumah.""Sekarang aku ada di rumah," kata Anisa dengan nada yang tenang, tapi mencekam. "Bawa Wilona pulang sekarang juga!"Mike tertegun mendengar ucapan Anisa. Sebelum Mike sempat menjawab, Anisa telah menutup teleponnya."Gawat!" Wajah Mike tampak memerah, jantungnya berdegup sangat kencang. "Anisa sudah pulang, dia ada di rumah. Anisa memerintahkanku untuk segera membawa
Sesampainya di wahana kedua, antrian panjang terlihat di depan pintu.Wilona berjalan ke barisan VIP dan ikut mengantri.Bagaimana mungkin Theo tega membiarkan putrinya mengantri? Meskipun cuaca hari ini cerah dan berangin, mengantri sepanjang itu pasti melelahkan.Theo sendiri paling benci mengantri!Theo berjalan ke depan, lalu menarik lengan Wilona dengan penuh kasih berkata, "Sayang, Ayah akan membawamu masuk."Wilona mengerutkan alis. "Maksudnya memotong antrian?"Tanpa pikir panjang, Theo langsung mengangguk.Mike langsung menggosok kedua tangannya, dia sudah mengantisipasi apa yang akan terjadi selanjutnya.Di saat bersamaan, Eden berjalan ke samping Theo untuk menceritakan insiden yang terjadi 1 jam lalu."Aku paling benci menyerobot antrian! Baru saja, seorang Tante jahat menyerobit antrian dan diusir. Masa aku memarahi orang lain, tapi aku sendiri juga menyerobot antrian?" Meskipun Wilona tidak suka mengantri, hati nurani melarangnya untuk melakukan tindakan yan gsalah.Setel
Penanggung jawab taman berpikir sebentar, lalu menganggukkan kepala. Eden terlihat sangat serius, penanggung jawab taman tidak mau kehilangan pekerjaan ini.Akhirnya wanita arogan itu pun diusir.Sebelum pergi, wanita itu meneriaki Wilona, "Bocah tengil, tunggu pembalasanku!"Wilona menjulurkan lidahnya dan mengolok-olok wanita itu."Wilona, wanita itu nggak akan datang lagi. Kamu jangan marah, ya!" Eden menghibur sambil tersenyum."Aku nggak marah. Yang malu dia, bukan aku." Wilona menarik Mike tempat semula dan lanjut mengantri."Kak, kamu hebat banget." Gadis kecil yang berdiri di depan Wilona mengacungkan jempolnya.Wilona membalasnya dengan senyuman abngga.Setelah wanita itu pergi, peannggung jawab taman menelepon Theo. "Pak, putri Anda sedang mengunjungi Dunia Fantasi."Penanggung jawab taman memanfaatkan status Wilona untuk menyanjung Theo, ini adalah kesempatan yang bagus untuk menarik simpati."Putriku?" tanya Theo."Benar! Pak Eden yang bilang, tidak mungkin salah. Hmm, apak
Wilona menarik tangan Mike dan mengajaknya ke depan.Petugas yang melayani di depan terlihat ketakutan menghadapi wanita tersebut. Eden takut terjadi keributan, dia pun mengeluarkan ponsel dan menelepon penanggung jawab taman hiburan."Tante!" Wilona berteriak sambil menatap wanita itu. "Menyerobot antrian itu salah. Kamu sudah salah, tapi masih berani memarahi orang lain. Gurumu nggak mengajari kamu sopan santun, ya?"Mike tertegun melihat sikap Wilona. Tampaknya Wilona sudah semakin dewasa, dia bukan lagi anak berusia 3 tahun yang cengeng.Teriakan Wilona sontak membuat orang-orang di sekitar tercengang selama beberapa deitk.Wanita tersebut memelototi Wilona dan memarahinya, "Bocah tengil! Beraninya berteriak di hadapanku. Memangnya siapa kamu?"Wilona menjawab dengan tenang dan lantang, "Kamu buta, ya? Aku anak kecil! Dasar bodoh!"Para pengunjung tertawa mendengar ucapan Wilona.Wanita ini pun murka, dia mengangkat tangan dan hendak memukul Wilona.Melihat wanita yang hendak memuk
"Wilona, ayahmu nggak tahu kamu pergi ke taman huburan ini. Aku tidak akan memberi tahu ayahmu. Kita pergi dulu, kalau nggak seru, kita pindah tempat. Bagaimana?" tanya Eden.Wilona berpikir sebentar, lalu mengangguk sambil tersenyum."Jangan beri tahu ibumu, ya! Kalau ibumu tahu, dia pasti tidak akan mengizinkan kamu ke sana." Eden mengingatkan. "Taman ini sangat cantik dan seru. Aku pernah membawa keponakanku ke sana, dia sangat suka."Pikiran Wilona hanya dipenuhi bermain. Dia langsung mengangguk saat mendengar semua ucapan Eden.Tak terasa, akhir pekan pun tiba.Suasana di Dunia Fantasi sangat ramai.Ketika Eden membawa keponakannya datang, cuaca gerimis dan banyak wahana yang ditutup."Untung William nggak ikut." Mike menghela napas, dia tahu William tidak akan menyukai tempat seperti ini.Kalau William datang, dia mungkin tidak akan masuk dan langsung pulang ke rumah. William paling tidak menyukai tempat yang ramai.Eden meminta maaf. "Aduh, antriannya panjang banget. Sebentar, a
Ketika Eden menyiapkan makan malam, dia memberikan isyarat mata kepada Mike.Mike langsung mengangguk, lalu berkata kepada William dan Wilona, "Anak-anak, akhir pekan aku akan membawa kalian jalan-jalan.""Oke, oke! Paman, kita mau jalan ke mana?" tanya Wilona dengan antusias."Hari ini baru hari selasa," jawab William."Makanya kita buat rencana dulu. William, kamu ada waktu, 'kan" tanya Mike."Tidak ada." Tahun ajaran baru telah dimulai, William harus mengerjakan banyak tugas."Kamu masih SD, memang sebanyak apa tugasmu? Kalau kamu sudah SMP, jangan-jangan kamu bahkan nggak ada waktu untuk pulang." Mike tampak cemberut. "Waktu SD aku nggak sesibuk kamu, tapi aku pintar dan sukses.""Kelak aku akan lebih sukses daripada kamu," William berakta dengan serius.Dulu Mike mungkin akan membantah William, tetapi sekarang Mike tidak memiliki kepercayaan diri.Eden tertawa terbahak-bahak sambil mengacungkan jempol."Aku akan meminta ibumu untuk memindahkan sekolahmu," kata Mike dengan kesal."