Kekaguman Penjaga VillaMereka berempat masih berada di ruang tunggu klinik. Siena kini duduk sedikit tenang, ia berhasil membuat suasana hatinya lebih nyaman dari sebelumnya. Demi kesehatan janin yang dikandungnya, ia berusaha menetralisir hal yang mengganggu pikirannya.“Bagaimana kalau kita istirahat dulu di villa, apa aman?” tanya Aji pada asistennya“Aman, Om! orang kita sudah mengamankannya” tutur Deva Aji melempar pandangan ke arah Soleh dan dengan cepat ia menanggapi, “Tiap hari saya membersihkan seluruh ruangan, Tuan. Siap untuk ditempati kapan saja” ucapnya paham dengan gelagat majikannya.“Ayo, sayang, kamu istirahat dulu di villa sampai keadaanmu membaik” ajak Aji sembari mengulurkan tangannya“Heh, jangan pegang-pegang anak saya” teriak Aji seraya mendorong menyingkirkan tubuh Deva yang membungkuk mendekat, kedua tangannya hendak meraih bahu Siena untuk membantu membangunkan dari duduknya “Cuma mau bantu Siena aja kok Om, nggak lebih” ucap Deva yang tak punya maksud jele
Siapakah Dia?“Selepas makan, minum obat dan beristirahatlah” Deva memberi perhatian lebih pada sahabatnya. Tapi, dibalik sikapnya yang tak banyak bicara namun mengekspresikan ketidaksukaan, ada sosok yang tak terima dengan simpati yang diberikan sang asisten pada putri kesayangannya.“Papa mulai deh, Deva itu cuma menganggap aku sahabat kok, nggak lebih! iya kan, Dev?” Siena yang melihat wajah ayahnya sinis pada orang yang duduk disebelahnya berusaha meyakinkan tak ada perasaan yang berbeda sejak jaman sekolah sampai sekarang. Ia sangat mengenal orang yang sedari bayi telah merawatnya seorang diri, gelagatnya dapat terbaca dengan cepat.“Iya, Om! aku orang yang tahu diri kok, mana mungkin juga aku berani menyukai Siena, strata kita bagaikan bumi dan langit” Deva yang dalam keadaan masih menyantap makanan ikut menimpali“Kecuali, kalau Om sendiri yang memintaku untuk menikahi Siena, aku takkan menolak” celetuk Deva“Hush! Deva…” Siena melirik ke arahnya, memberi kode untuk menghentika
Bodyguard Juga Manusia“Aku tak mungkin menelantarkan pekerjaan lainnya, semua prioritas! Kamu bawa sekitar lima orang, bersiap segera menuju lokasi dimana sinyal yang merujuk Rudi dan kawan-kawan berada saat ini, jika ada kabar lagi nanti aku hubungi lebih lanjut” Sakti menemukan cara yang efektif selain untuk menyelamatkan anak buahnya, bukan dengan tujuan ingin menyetor nyawa tambahan lagi buat orang yang membawa dengan paksa suruhannya ke suatu tempat yang jauh dari lokasi pertama, melainkan mencoba untuk menyelidiki lebih lanjut dan memastikan orang suruhan siapa.“Oke, akan aku bawa Tomi and the genk kesana! tapi aku butuh amunisi lebih, Bang! biar mereka makin tertarik dan bersemangat” ucap Tian menawarkan bala bantuan dari bodyguard bayaran yang memiliki keahlian lebih jika dibandingkan dengan anak buahnya yang tertangkap, dan kini entah bagaimana keadaannya. “Bawa ini, pakai secukupnya” Sakti mengeluarkan sebuah kartu sakti berwarna hitam dari laci meja kerjanya, dimana uan
Terpancing EmosiPemilik warung kopi menghampiri dengan membawa satu nampan kopi yang di pesan oleh Tian dan orang-orang yang duduk bersamanya sesaat setelah pembahasan masalah honor selesai. Ia nampak melayani sendiri tanpa ada satu orang pun yang membantunya. Bukan hanya kopi hitam saja yang biasa mereka pesan, melainkan ada dua mangkuk mie instan untuk tiap orang yang disajikan secara berurutan. Pemuda yang usianya jauh lebih muda dibandingkan lima orang yang duduk dalam satu meja ini hanya mampu menelan ludah menyaksikan cara makan manusia berotot ini yang dengan lahap dan cepatnya mampu menghabiskan hidangan dalam waktu beberapa detik saja.“Pantas, badannya besar begitu! kopiku saja masih panas. Jangankan dua mangkok, satu mangkok saja paling cepat lima menit, lah ini buta ijo semua. Tandas tanpa tersisa” lirih Tian tak punya cukup nyali untuk mengatakan kata-kata yang bisa membuat tersinggung orang yang akan menjadi rekannya mulai hari ini juga.“Sudah, mana DP nya?” Tomi men
Tak Dikejar Malah Mendapatkan“Ngapain kita harus ngejar mereka, kita punya urusan yang lebih penting daripada harus cari masalah dengannya” Tian yang baru selesai memahami apa isi pesan yang dikirimkan melalui ponsel oleh abangnya menghalau Tomi untuk mengalahkan egonya demi kesepakatan yang sudah disetujui bersama.Tomi memilih diam, tak membantah ucapan orang yang telah membuat perjanjian dengan bayaran yang lumayan banyak baginya. Mobil terus melaju tak mengindahkan laju kendaraan yang ada di depannya. Kendaraan mewah yang sempat menyalipnya pun sudah tak nampak lagi tertutup dengan kendaraan lainnya.“Nanti depan kita berhenti dulu” titah Tian ingin menyusun strategi yang matang untuk bersiap menghadapi lawanMobil pun berhenti di jalan yang sepi, tak ada rumah penduduk disekitar. Hanya ada pepohonan besar yang berdiri dengan kokoh di atas tanah pekarangan yang ditumbuhi semak belukar. Suara jangkrik mengerik, menambah kesunyian malam. Di tempat yang baru dikunjungi ini, mereka b
Perang Tanpa Kekerasan “Kita serang saja langsung, tunggu apa lagi” ucap Tomi makin bersemangat“Jangan dulu, sebentar” cegah TianTak sengaja, ponselnya menyala tanpa bersuara. Ada panggilan masuk dari abangnya, sengaja Tian sudah menonaktifkan nada dering sejak Hendri mematikan mesin kendaraannya di tempat mobil terparkir.Tian berjalan beberapa langkah dari tempat berkumpul dengan timnya untuk menerima panggilan, tapi belum sempat jarinya menyentuh dan menggeser ke arah gambar gagang telepon yang berwarna hijau, sambungan teleponnya sudah mati. “Yah, malah mati” celetuknya, kedua matanya masih memandang layar ingin mengirim pesan, memberitahukan bahwa ia bersama tim sedang berada di lokasi. Tapi malah terkejut saat membuka pesan di aplikasi hijau yang kini telah memunculkan foto yang sudah dikirimkannya saat masih di jalan. Barulah ia mengingat jelas dengan membandingkan antara foto yang ditunjukkan oleh Tomi dengan gambar yang terpampang di layar ponselnya saat ini.Tian langsu
Kebahagiaan Sementara Sekeras apapun watak seorang ayah, tak tega jika melihat putrinya tersiksa. Sebagai seorang wanita apalagi dalam keadaan tengah mengandung, pasti sangat merindukan kasih sayang dari pria yang menanamkan benih di rahimnya. Aji rela mengalah, menurunkan harga dirinya demi kebahagiaan putri semata wayangnya.Beberapa saat setelah menerima ponsel yang sudah menyambung panggilan dengan pacar anaknya, meski dengan berat hati dan pertimbangan seadanya, Aji akan mencoba mempertemukan sepasang kekasih yang tampak masih saling mencintai itu."Nih, sekarang lepaskan dia" titah Aji untuk membebaskan anak buah yang disandera oleh Tomi, sembari menyodorkan ponsel pada Tian tanpa beranjak sedikitpun dari tempatnya berpijak.Tian yang masih memiliki rasa sopan santun yang tinggi, mengambil ponselnya dari tangan laki-laki yang mau mempercayainya. Meski kini pasti hatinya perih, mengingat perlakuan lawan bicaranya yang tidak se jantan jenis kelaminnya.“Bebaskan dulu anak buah sa
Gundah GulanaTomi membuang nafas kasar, emosinya tak bisa tersalurkan. Terpaksa ia menuruti saran dari salah satu anak buahnya yang dianggapnya ada benarnya juga. Kendaraan terus melaju sesuai yang diarahkan oleh sistem pemosisi global yang terpasang di salah satu aplikasi pada ponselnya.Malam yang sudah larut, jalanan terasa lengang. Beberapa menit berlalu akhirnya sampai juga di salah satu rumah sakit daerah. Tempat parkir dengan pintu masuk rumah sakit berjarak sangat dekat jadi tak membutuhkan waktu yang lama untuk menuju kesana. Hendri memarkirkan kendaraannya bersebelahan dengan mobil mobil yang sama-sama memiliki ciri khusus berplat B. Saat keluar dari mobil dan berjalan memasuki pintu gerbang, Bagas tampak sedang berdiri di bagian depan tempat antrian pasien yang tak ada orang satupun.“Hei..” teriak Bagus melambaikan tangan serta memanggil kawanannya yang baru datang hendak menghampirinya“Tian, dimana?” Tomi yang baru saja tiba menanyakan keberadaan Tian“Ada, disana” tun
Kembali Ke KotaDavid mengajak anak buahnya yang masih dalam keadaan berjaga untuk masuk ke dalam mobil setelah urusannya di tempat itu telah selesai. Merasa sedikit tenang karena bisa bertemu dengan wanitanya meski kini beban berat menumpu di bahunya. Berat jika hanya dipikirkan saja, namun sepenuh hati akan diupayakan demi bersanding dan menepati janji yang telah diucapkannya.Di dalam mobil yang dikemudikan oleh Firman, David tampak sibuk dengan ponsel yang ada di tangannya. Dua mobil melaju kencang setelah keluar dari pintu masuk area villa yang terletak di atas perbukitan.“Lanjut kemana lagi ini Bos?” tanya Firman tanpa canggung“Kita langsung kembali ke Jakarta! nanti jika kamu mengantuk, bergantianlah dengan yang lain, masih banyak urusan yang harus aku selesaikan! sejak Gilang mengalami kecelakaan, semua pekerjaan terpaksa harus ku urus sendiri” jawab David yang masih sibuk berkutat dengan benda pipih sejuta info miliknya tanpa melihat orang yang sedang diajaknya bicara.“Hal
Syarat Dari SienaTampaknya Siena kini makin pintar, tak mau kecolongan untuk yang kedua kalinya. Memberikan sebuah syarat pada lawan bicaranya saat ini untuk menguji seberapa besar keseriusan ucapannya. Munafik sekali rasanya, menjalin hubungan hingga membuahkan makhluk baru dan harus mengaku tak ada lagi cinta. Bagi sebagian wanita tak semudah itu melupakannya. Dalam lubuk hati Siena yang paling dalam masih tersimpan sebuah nama yang selalu dibawa kemanapun ia pergi, meski lidah mampu berkata tidak.“Apapun syarat darimu aku terima! aku tahu, kamu ingin menguji seberapa dalam cintaku kini kan?” David, laki-laki yang sering plin plan dalam mengambil keputusan menerima apapun syarat meski Sena belum mengucapkan syarat apa, dan bisa atau tidak dia lakukan.“Kamu yakin?” Siena pun masih menguji dengan mempertanyakan kembali.“Ya! katakanlah, apa yang harus aku lakukan, akan kulakukan saat ini juga” ucap David yang tak membutuhkan penasihat pribadi untuk merebut hati Siena kembali.Kedu
Rayuan Maut"Iya, sepertinya begitu, betul apa katamu Dev, biarkan mereka menyelesaikan urusannya sendiri. Ayo kita tinggalkan saja" ujar Aji mengajak Deva untuk masuk ke ruang keluargaDisamping rumah, dua orang yang sempat terpisah dan kini dipertemukan kembali oleh Tuhan masih sibuk beradu pendapat. Saling menyalahkan, itu sudah pasti. Bagaimana tidak, yang satu mengatakan apa yang dialaminya, satunya lagi menolak tindakannya tak seperti yang diungkapkan. Tak ada ucapan yang sama. Namun setelah selang waktu beberapa menit, sembari berpikir, memiliki persamaan. Yaitu sama2 mendapatkan berita dari Siska yang tak lain adalah istri David sekaligus sahabat seprofesi Siena.Namun tak bisa hanya berprasangka saja, semua ucapan harus disertai dengan pembuktian agar terbukti kebenarannya bukan hanya tuduhan semata.Sungguh pelik memang permasalahan dalam putaran cinta segitiga. Dimana satu pria diperebutkan oleh dua wanita yang sama-sama mengisi hatinya. Meski porsinya berbeda. "Tunggu, ta
Perdebatan SengitDavid masih tampak bingung, rasa tak percaya pada ucapan ayahnya Siena yang mengatakan anaknya hendak bunuh diri karenanya. Tangannya mengepal, pikirannya terbang mengingat perkataan Siska yang justru berbanding terbalik dengan kenyataan yang didengarnya saat ini.“Maaf, Om! aku sama sekali tidak tahu apa yang terjadi dengan Siena waktu itu. Aku terpaksa harus ke luar kota untuk menyelesaikan masalah pabrik yang terbakar dua hari sebelum acara pertunangan kami berlangsung” terang David menjelaskan alasan mengapa ia pergi tanpa memberi tahu calon tunangannya.“Itu yang kamu namakan cinta? pergi tanpa memberi kabar pada orang yang lebih memilihmu daripada keluarganya sendiri tapi kau campakkan begitu saja pengorbanannya” “Aku tidak pernah ada niat untuk meninggalkanya, justru Siena yang tak bisa lagi dihubungi. Siska bilang Siena akan menggugurkan kandungannya, ia sudah tak mencintaiku lagi, tapi aku tak percaya penuh padanya. Maka dari itu aku kesini ingin bertemu de
Menepati Janji“Stop! hentikan!” teriak Deva yang sangat keras hingga membuat orang-orang yang sedang saling adu jotos mengalihkan perhatiannya pada orang yang kini saling berhadapan.Bukan tanpa sebab Deva melakukan itu, ia tak ingin ada keributan di tempat yang seharusnya tercipta rasa tenang, aman, dan damai. Terlebih lagi kedatangan orang yang mungkin sangat dinantikan oleh seseorang sejak lama.“Ternyata nyalimu besar juga ya?” sebuah sapaan yang kini menggetarkan hatinya“Sudah lama aku mencari Siena, namun nihil. Kalian berhasil menutup akses agar aku tak bisa menemuinya, iya kan?” “Simpan saja omong kosongmu itu, siapkan dirimu untuk bertemu dengan ayah dari wanita yang telah kau sakiti. Ayo tunggu apa lagi” Deva, orang yang dekat dengan Siena dan berulang kali menyuruh untuk segera memutuskan hubungan dengan pria beristri ini, menampakkan wajah juteknya seraya memberi kode agar mengikuti langkah kakinya berjalan menuju villa.“Duduk dulu disini, akan ku panggilkan Om Aji” ti
Yang DitungguSiena dan Aji yang beranjak hendak kembali ke villa, langkah kakinya terhenti saat mendengar orang memanggilnya. Lalu tubuhnya berbalik 180 derajat menghadap pemuda yang masih berdiri di samping kendaraannya.“Apa tadi kamu memanggil kami?” tanya Aji, takut jika hanya salah dengar“Iya, Tuan” jawab Hasan disertai dengan anggukan. Keduanya mendekat ke arah Hasan kembali.“Tuan dan Nona silahkan duduk dulu di dalam, saya akan mencoba menghubungi saudara saya untuk meminta izin terlebih dahulu sebelum memutuskan untuk memberikan nomor Tuan Kevin” ucap Hasan yang merasa iba pada dua orang yang berasal dari kalangan atas, mencari Tuan Kevin. Ia tahu bahwa majikan yang baru dikenalnya itu pun sangat berharap bisa bertemu dengan orang ini. Entah ada permasalahan penting apa yang menjadikan orang-orang ini saling mencari satu sama lain.Hasan tak ingin mencari tahu lebih lanjut. Ia lebih memilih untuk meninggalkan mereka di dalam. Tangannya yang masih setengah basah merogoh saku
KecewaSiena tertunduk, matanya terlihat sendu. Ada suatu benda yang mengganjal di pelupuk mata indahnya. Tak lama kemudian, menetes jatuh ke tangannya. Aji memeluk tubuhnya dengan erat, berusaha menenangkan hati yang sedang dilanda kesedihan.“Papa tak bermaksud membuka luka dihatimu sayang, tapi jika cinta itu masih ada, biarkan mengalir begitu saja. Jika kamu paksa untuk melupakannya, akan membuatmu semakin sakit nantinya” “Tumben Papa nanyain itu? dulu kan Papa nggak mau sama sekali membahas hubunganku dengan David?” tanya Siena balik pada ayahnya “Eh, iya Pa, Soleh bilang tadi waktu ke pasar lihat villa yang ditempati Kevin ada orangnya di sana. Nanti kita kesana yuk, siapa tahu Kevin balik kesini lagi!” ajak Siena untuk mengalihkan pembicaraan. Melihat ayahnya yang dengan wajah tertunduk saat mendapati pertanyaannya yang sangat menentang hubungannya dulu.“Berita bagus tuh, ayo kita kesana sekarang! Papa ngerasa punya hutang sama dia!” spontan Aji mengajaknya langsung ke vill
Masih Cinta Tapi MenolakUdara pagi masuk melalui pintu jendela ruang makan, hawa segar merasuk ke dalam tubuh beserta dengan kabar berita yang kini didengarnya. Siena yang sudah menciduk nasi goreng dan menuang pada piringnya terhenti seketika.“Apa kamu bilang tadi?” tanyanya meminta Soleh untuk mengulang ucapannya kembali“Non Siena kemari ingin mencari orang yang menyewa villa yang ada di sebelah sana kan? tadi saya melihat orang yang dulu mengantar Bapak saya ke rumah, ada di situ” terangnya dengan jelas“Papa udah bangun belum?” Siena menanyakan ayahnya, tak sabar ingin segera mendatangi orang yang sangat dicarinya itu bersama sang ayah“Tuan sepertinya masih tidur Non, semalam pulang sangat larut. Coba cicipi nasi gorengnya dulu Non, barangkali ada yang kurang sambil menunggu yang lainnya bangun” Soleh mengalihkan pembicaraan pada makanan, mencoba mencairkan suasana yang terasa agak menegang saat melihat reaksi wanita berkulit putih yang ada di hadapannya ini nampak terkaget.S
Gundah GulanaTomi membuang nafas kasar, emosinya tak bisa tersalurkan. Terpaksa ia menuruti saran dari salah satu anak buahnya yang dianggapnya ada benarnya juga. Kendaraan terus melaju sesuai yang diarahkan oleh sistem pemosisi global yang terpasang di salah satu aplikasi pada ponselnya.Malam yang sudah larut, jalanan terasa lengang. Beberapa menit berlalu akhirnya sampai juga di salah satu rumah sakit daerah. Tempat parkir dengan pintu masuk rumah sakit berjarak sangat dekat jadi tak membutuhkan waktu yang lama untuk menuju kesana. Hendri memarkirkan kendaraannya bersebelahan dengan mobil mobil yang sama-sama memiliki ciri khusus berplat B. Saat keluar dari mobil dan berjalan memasuki pintu gerbang, Bagas tampak sedang berdiri di bagian depan tempat antrian pasien yang tak ada orang satupun.“Hei..” teriak Bagus melambaikan tangan serta memanggil kawanannya yang baru datang hendak menghampirinya“Tian, dimana?” Tomi yang baru saja tiba menanyakan keberadaan Tian“Ada, disana” tun