"Tentu saja! Asalkan ada kesempatan, kita tentu harus mencuri formula sebagus itu!""Tunggu saja, Farmasi Bening pasti akan berkembang pesat! Kenapa memangnya kalau Felicia berhasil merebut kembali Safira Farma? Hal itu nggak akan menghalangi kita menghasilkan banyak uang!" ucap Renhad dengan penuh ambisi.Tok! Tok! Tok! Tiba-tiba, terdengar suara ketukan pintu."Siapa?" tanya Renhad dengan suara dalam."Pak Renhad, ada seseorang bernama Pak Edwin yang mengaku dari Perusahaan Farmasi Delta. Dia ingin bicara denganmu." Suara merdu terdengar dari luar pintu. Itu adalah sekretaris baru yang dipekerjakan oleh Renhad."Oh? Perusahaan Farmasi Delta? Cepat persilakan dia masuk!" Mendengar ini, mata Renhad langsung berbinar. Dia segera menyuruh sekretarisnya untuk mempersilakan tamu masuk.Lima menit kemudian, Edwin memasuki ruang kantor Renhad dengan penuh percaya diri. Setelah menyuruh sekretarisnya pergi, Renhad memberi isyarat kepada Viola menuangkan secangkir teh untuk tamu mereka."Pak E
'Jadi maksudmu, kamu datang ke sini dengan sok jago, tapi nggak punya rencana sama sekali? Kamu cuma datang untuk minta bantuan dari kami? Sialan, kalau punya ide bagus, untuk apa kami menahanmu di sini untuk melihat gayamu itu?'Namun, karena lawan bicaranya adalah anggota Aliansi Perusahaan Farmasi Delta, Renhad tidak langsung menyerangnya. Dia berpikir sejenak, lalu kilatan tajam dan licik melintas di matanya.'Benar juga! Orang ini dari Aliansi Perusahaan Farmasi Delta. Perusahaanku baru saja berdiri, kenapa nggak manfaatin kekuatan mereka untuk mendorong perkembangannya?'Dengan pemikiran itu, Renhad pun berdeham sejenak, lalu berkata dengan serius, "Kebetulan kami memang punya ide dan sekarang lagi dijalankan. Tapi ya, dengan kekuatan kami sekarang, hasilnya belum begitu maksimal.""Kalau Pak Edwin dan Aliansi Perusahaan Farmasi Delta bersedia membantu, dampaknya terhadap Safira Farma pasti bakal jauh lebih besar!""Oh ya? Coba jelaskan," jawab Edwin.Renhad menyunggingkan senyum
Edwin tampak tidak sabar, seolah ingin segera membalas dendam kepada Felicia dan Afkar. Setelah usahanya menjalin hubungan lewat jalur resmi gagal, kini dia mulai berpikir untuk memakai orang-orang dari dunia mafia.Namun, begitu ucapannya dilontarkan, ekspresi Renhad dan Viola langsung berubah. Wajah mereka menunjukkan rasa sungkan dan waspada."Itu ... kalau soal cari preman, sepertinya nggak semudah itu," jawab Renhad sambil tersenyum kecut."Kenapa? Bukannya kalian orang local? Setahuku, kalian juga termasuk orang kaya dan berpengaruh, masa cari preman local saja nggak bisa?" Edwin mengernyit, tatapannya seolah menganggap Renhad dan Viola tidak berguna.Renhad menghela napas pelan. "Pak Edwin, mungkin karena Anda dari luar kota, jadi belum tahu. Di Kota Nubes, nggak ada satu pun preman yang berani cari masalah sama Afkar."Viola ikut mengangguk. "Benar. Di Kota Nubes, ada dua kelompok mafia terbesar. Salah satunya dipimpin langsung oleh Fadly, yang juga merupakan adik ipar Afkar da
"I ... ini?" Pupil Edwin menyusut seketika."Sialan, masa bom waktu daja nggak kenal?" tanya Harimau Maut dengan kesal.Mendengar hal itu, mata Renhad, Viola, dan Edwin langsung membelalak. Kelopak mata mereka berkedut, wajah mereka tampak terkejut dan ketakutan."Bom waktu? Pa ... Paman .... Apa maksudmu sebenarnya?" Viola sampai ternganga dan wajahnya pucat karena syok."Apa lagi maksudnya? Lusa, bawa bom ini ke pabrik baru milik Safira Farma. Lalu ... boom! Braak!"Harimau Maut membuat gerakan ledakan dengan tangannya sambil tertawa terbahak-bahak. Ekspresinya terlihat benar-benar gila.Setelah itu, ekspresinya berubah bengis. "Kalau sampai kejadian ini terjadi, menurut kalian, apa pabrik itu masih mungkin bisa jalan? Lebih baik lagi kalau bisa sekalian bunuh Felicia dan Afkar!"Mendengar kata-kata itu, Renhad, Viola, dan Edwin saling berpandangan. Dari yang awalnya syok dan takut, ekspresi mereka berubah jadi semangat dan bersemu gairah.Tadi mereka masih putus asa karena tidak ada
Begitu Harimau Maut dan Edwin pergi, Renhad dan Viola hanya bisa duduk saling memandang.Mereka benar-benar tak habis pikir, kenapa urusan mengantar bom malah jatuh ke tangan mereka sendiri.Ini namanya menindas orang!Namun, mau bagaimana lagi? Baik Edwin dari Aliansi Perusahaan Farmasi Delta maupun Harimau Maut dari Organisasi NC, semua bukan orang-orang yang bisa mereka lawan."Ayah, kita harus gimana?" tanya Viola dengan tegang sambil melirik bom yang ada di atas meja."Gimana lagi? Ya lakukan saja seperti yang dibilang Edwin. Kita pura-pura mau berdamai sama Afkar dan Felicia, datang bawa hadiah, lalu sembunyikan bom ini di dalamnya," jawab Renhad dengan suara berat.Viola tidak terima. "Kalau begitu, bukannya kita malah harus merendah di hadapan Felicia dan Afkar?"Mendengar hal itu, Renhad mendengus. "Merendah ya merendah. Memangnya kita belum pernah? Di konferensi medis waktu itu, bukannya kamu juga manggil Afkar 'kakak ipar' dengan lancar?"Sambil berbicara, Renhad menatap put
Untuk bisa lolos dalam uji kemampuan itu, paling tidak harus memiliki kekuatan di tingkat pembangunan fondasi. Namun, mencari ahli bela diri muda di bawah usia 30 tahun yang sudah mencapai tingkat pembangunan fondasi ... mana semudah itu?"Oh iya, setelah kupikir-pikir, aku memutuskan untuk ikut turnamen itu dan mewakili Keluarga Samoa. Syarat yang kamu sebutkan waktu itu, masih berlaku?" tanya Afkar dengan nada tenang.Mendengar hal itu, mata Edbert langsung berbinar. Dia segera berkata dengan semangat, "Tentu saja masih berlaku! Kami memang sudah menunggu kabar darimu sejak kamu pergi waktu itu.Kalau begitu, kita sepakat ya!""Ya. Kapan tepatnya Turnamen Chartreuse itu?" tanya Afkar."Di akhir bulan ini, jadi kurang dari sepuluh hari lagi. Tapi nanti harus berangkat lebih awal, jadi Afkar, kamu harus bersiap. Paling lama seminggu lagi kita sudah berangkat. Nanti aku akan hubungi kamu sebelum waktunya.""Baik." Afkar menjawab singkat lalu menutup telepon.Di saat yang sama, seorang g
Melihat Renhad dan Viola tiba-tiba muncul di acara tersebut, Afkar dan Felicia sontak terdiam sesaat. Afkar langsung mengernyit, menatap keduanya dengan ekspresi dingin.Felicia pun hanya menanggapi dengan anggukan singkat dan tenang. "Paman Renhad, kalian juga datang ke sini?"Renhad dan Viola saling melirik sejenak, raut wajah mereka menyiratkan bahwa mereka terpaksa datang. Sesaat kemudian, Renhad memaksakan senyum. "Felicia, kami dengar hari ini pabrik barumu diresmikan, jadi kami datang ke sini khusus untuk mengucapkan selamat padamu."Viola ikut menambahkan sambil tersenyum ramah, "Kak Felicia, Kak Afkar, bagaimanapun juga kita masih keluarga, bukan? Masa iya terus bermusuhan selamanya? Kami memutuskan untuk berdamai ... kalian nggak keberatan, 'kan?"Sambil berkata demikian, dia melirik Afkar dengan senyum yang tampak hati-hati.Mendengar hal itu, Felicia memandangi mereka dengan ekspresi heran dan merasa tidak percaya dengan apa yang baru saja didengarnya."Paman Renhad, kalian
Oleh karena itu, dia memang sudah terus berwaspada terhadap kedua orang itu sedari awal. Saat ini, ketika dia mengerahkan kekuatan mata naganya, sorot matanya langsung berubah tajam. Seketika sebuah senyum dingin muncul di sudut bibirnya.Jadi begitu rupanya ...."Afkar, ada apa?" Felicia yang melihat perubahan ekspresi di wajah Afkar tak bisa menahan diri untuk bertanya."Nggak apa-apa," jawab Afkar sambil menggeleng pelan.Beberapa saat kemudian, setelah semua tamu selesai disambut, Afkar dan Felicia kembali masuk ke area dalam pabrik.Berhubung lokasi pabrik cukup jauh dari pusat kota, agar tamu-tamu tidak perlu repot bolak-balik, Felicia sudah menyiapkan makan siang di kantin perusahaan. Tentu saja, makanan yang disediakan bukan makanan standar karyawan. Hari ini, dia sengaja memanggil koki dari restoran Hotel Royal untuk menyajikan jamuan khusus.Dalam perjalanan kembali ke dalam, Felicia berjalan di samping Afkar sambil bergumam ragu, "Benar-benar nggak nyangka, Paman Renhad dan
"Rasanya pasti sangat memuaskan membunuh seorang genius, 'kan? Bocah, kenapa kamu nggak menyembunyikan kekuatanmu sampai akhir? Sepertinya, mentalmu masih belum cukup matang!""Ingat baik-baik untuk kehidupan selanjutnya, sebelum kamu benar-benar tumbuh kuat, belajarlah untuk menunduk dan menyembunyikan taringmu!"Giiik! Giiik .... Di saat itu, beberapa mobil tiba-tiba berhenti tidak jauh dari sana. Suara rem mereka memecah keheningan.Jelas, mereka juga menyadari ada sesuatu yang terjadi di jalan ini dan memutuskan untuk menepi dan mengamati.Dari salah satu mobil, terlihat sosok Raditya, Santo Sekte Bulan Hitam, bersama dengan Kelam dan Orion."Santo, bukankah itu Afkar?" Kelam menyipitkan mata sambil bertanya dengan ekspresi terkejut.Raditya mengangguk pelan. "Yang berjubah biru itu sepertinya adalah perwakilan dari Keluarga Pakusa dari dunia misterius. Dilihat dari situasinya, sepertinya dia sedang mengincar Afkar.""Terus, kita harus gimana?" tanya Kelam.Orion yang duduk di kurs
Afkar melajukan mobil off-road dengan kecepatan paling tinggi, melintasi jalanan di antara kaki pegunungan.Felicia sudah mengatakan, kalau Afkar tidak sempat kembali, paling-paling Fadly akan menyerahkan kekuasaannya. Namun, Afkar tetap memilih untuk mengambil risiko dengan meninggalkan Desa Langga.Dia tahu ini keputusan berisiko. Namun, yang lebih menakutkan adalah kemungkinan kecil yang bisa berakibat fatal.Afkar tidak bisa memastikan, jika benar Fadly mengadakan pertemuan dunia mafia dan secara resmi bergabung dengan Organisasi NC, apakah pihak lawan akan menepati janji atau justru berbalik menghancurkan setelah mendapatkan apa yang mereka mau.Jadi, jika memang harus ada yang mengambil risiko, Afkar lebih rela itu dirinya sendiri, bukan orang-orang yang dia sayangi.Mungkin memang begitu watak Afkar sejak dulu, seseorang yang lebih dikendalikan oleh perasaan daripada logika. Sejak dia rela menjual ginjal demi menyelamatkan putrinya, bahkan menabrakkan diri demi uang kompensasi,
Setelah mendengar ucapan itu, Afkar tidak bisa membantah dan hanya bisa mengangguk pelan sambil berkata, "Baiklah."Saat itu juga, tiba-tiba dia teringat sesuatu dan matanya langsung berbinar. "Kalau begitu, kita nggak perlu terburu-buru. Aku mau telepon orang dulu."Menghadapi kemungkinan penyergapan yang akan datang, Afkar tiba-tiba teringat akan seorang penolong, Murad.Putra Keluarga Hasyim yang seluruh tubuhnya seperti dilapisi kulit pohon itu punya latar belakang yang luar biasa kuat. Bahkan, pengikut yang selalu ada di sekelilingnya pun punya kekuatan yang tidak bisa diprediksi.Apalagi, Murad masih mengandalkan Afkar untuk menyembuhkannya. Pria itu tidak mungkin ingin melihat Afkar mati.Sekarang ada yang ingin menyergapnya, bukankah kekuatan Murad akan sangat berguna? Namun, kemungkinan butuh beberapa hari agar bala bantuan bisa tiba.Bagaimanapun, nyawa adalah hal yang utama. Afkar dan Rose bisa tinggal di Desa Langga beberapa hari, paling-paling keluar uang sedikit.Lagi pul
Semalam pun berlalu dengan tenang.Setelah beristirahat semalaman, Afkar bersama dua rekannya meninggalkan wilayah Sekte Langga. Rose telah mendapatkan kualifikasi untuk menjadi murid Sekte Langga, tetapi dia belum langsung menetap di sana, karena masih harus pulang untuk mengurus beberapa hal.Saat itu, Afkar belum tahu bahwa Felicia dan yang lainnya sudah hampir gila karena tidak bisa menghubunginya sama sekali.Tentu saja, yang pergi bukan hanya mereka bertiga. Setelah uji coba peringkat individu selesai, keluarga-keluarga dan sekte-sekte juga turut kembali ke Desa Langga di luar.Ketika Afkar dan dua rekannya kembali ke penginapan di ujung desa itu, mereka langsung melihat rombongan Keluarga Darmadi di sana.Setelah Logan tewas, kini yang memimpin adalah seorang pria paruh baya dengan kekuatan tingkat pembentukan inti tahap awal. Namanya Rudy, paman Logan."Afkar, berani sekali kamu membunuh Logan! Menurutmu musuh Keluarga Samoa masih kurang banyak ya?" Begitu melihat Afkar, Rudy l
Rose merasa dirinya yang mengambil alih kendali. Entah kenapa, di dalam hatinya, dia merasa Afkar ini ... agak menggemaskan.Saat sedang sombong, Afkar seolah-olah akan terbang ke langit. Namun, baru dicium sekali, dia langsung malu?Rose menutup mulutnya sambil tersenyum geli, lalu berdiri dan berkata, "Afkar, kamu memang nggak bisa menerimaku jadi wanitamu, tapi kita sudah pernah melewati hidup dan mati bersama. Nggak masalah kalau aku jadi sahabatmu, 'kan?""Pokoknya, aku sangat berterima kasih atas semua kebaikanmu terhadapku dan Keluarga Samoa. Aku sampai nggak tahu harus membalasnya dengan apa. Kelak kalau kamu butuh bantuan, aku pasti akan siap bertaruh nyawa untukmu."Setelah mengucapkan itu, dia sekali lagi menatap Afkar dengan dalam, lalu akhirnya membuka pintu dan pergi."Fiuh ...." Afkar akhirnya mengembuskan napas panjang. Dia merasa lebih lega.Dia menyentuh pipinya. Rasanya masih ada sisa kehangatan dan aroma lembut dari Rose. Sebuah senyuman getir pun muncul di wajahnya
Afkar hampir tersedak saat mendengar perkataan Rose!Astaga! Mau jadi istri mudanya? Berani sekali wanita ini mengatakan hal seperti itu!Sebelumnya Rose bersikap angkuh di hadapannya, tetapi sekarang malah mau jadi istri mudanya? Dari ekspresinya, sepertinya dia tidak bercanda?"Nona Rose, sekarang ini zaman apa? Kita hidup di masyarakat yang menganut sistem monogami, bukan zaman poligami! Jangan bercanda deh!" Afkar berkata sambil mengelap keringat di dahinya.Mendengar itu, mata indah Rose tampak sedikit meredup. Dia menggigit bibirnya dan bertanya, "Apa kamu masih dendam karena sikapku yang dulu? Aku tahu .... Waktu itu aku salah menilai. Aku nggak seharusnya meremehkanmu ...."Afkar melambaikan tangan, menyela, "Bukan, bukan karena itu! Cuma, cara pandang kita saja yang beda. Aku nggak bisa terima poligami dan aku sangat menghargai istriku, jadi ...."Afkar tersenyum getir dalam hati. Akhirnya, dia paham juga apa maksud dari pepatah "paling susah menolak cinta seorang wanita canti
Detik berikutnya, Pisau Naga Es di depan Afkar tiba-tiba bergetar hebat, mengeluarkan dengingan tajam dan jernih. Suara itu seperti raungan harimau dan naga yang mengamuk.Pada saat yang sama, bilah memancarkan cahaya perak yang terang, menyala selama beberapa detik sebelum akhirnya meredup kembali.Mata Afkar berbinar terang. Dia bisa merasakan seolah-olah dirinya dan pedang itu telah terhubung dalam satu kesatuan yang harmonis.Afkar menggenggam gagangnya, kembali mengelus permukaan bilah. Namun, kali ini dia tidak lagi merasakan aura tajam ataupun hawa dingin yang menusuk. Yang dia rasakan hanyalah keluwesan serta keintiman.Seakan-akan Pisau Naga Es bukan sekadar senjata, melainkan sepasang mata yang menyatu dengan tubuhnya. Ketajamannya hanya akan diarahkan pada musuh dan tidak akan pernah menyakiti tuannya."Luar biasa! Pedang ini benar-benar bisa dirasuki oleh roh pedang milikku! Jadi, ini yang disebut ... senjata yang memiliki roh?"Afkar memegang pedang itu erat-erat, merasaka
Setelah Afkar dan lainnya meninggalkan tempat Zinia, mereka kembali ke halaman yang sementara ditinggali mereka selama berada di tempat ini.Karena berada di wilayah sekte, para pendatang seperti mereka tidak diperbolehkan berkeliaran sembarangan. Setelah makan, Afkar hanya berdiam diri di dalam kamar.Dia duduk bersila di atas ranjang, merasakan perubahan yang terjadi setelah menembus ke tingkat pembentukan inti secara saksama.Berbeda dengan para kultivator tingkat pembentukan inti biasa, kini seluruh pusat energinya telah berubah menjadi bola padat yang terbentuk dari energi sejati murni yang sangat terkondensasi. Daya tahan bola itu bahkan sekeras logam mulia.Energi sejati dalam bentuk seperti ini biasanya hanya bisa dicapai oleh kultivator tingkat pembentukan inti tahap puncak.'Dengan kekuatanku yang sekarang, bagaimana kalau aku melawan seorang kultivator tingkat inti emas?' batin Afkar.Tadi saat bersama Zinia, Afkar secara halus mencoba menggali informasi tentang kekuatan Saf
Afkar melanjutkan, "Benar, Keluarga Samoa memang takut menyinggung Sekte Langga dan hal itu sama sekali nggak perlu ditutupi. Tapi, aku bisa dengan tegas memberitahumu satu hal. Aku pribadi nggak takut menyinggungmu.""Kalau mengesampingkan latar belakang dan status, kamu sendiri nggak ada apa-apanya di mataku. Jangan bertingkah seperti gadis kecil di sini. Berhentilah marah-marah nggak jelas," sindir Afkar.Mendengar ucapan itu, tubuh Arisa bergetar hebat saking marahnya. Wajah cantiknya juga memerah. Emosinya yang meluap hampir saja membuat luka di dalam tubuhnya kambuh. Bahkan, dia juga nyaris memuntahkan darah.Arisa menggertakkan gigi. Suaranya penuh amarah dan kebencian ketika memaki, "Dasar bajingan! Aku nggak peduli. Pokoknya aku akan bertarung mati-matian denganmu!""Arisa, cukup! Jangan nggak bisa lihat situasi! Cepat ambil Pisau Naga Es dan tukarkan dengan Pedang Es Jiwa! Cepat pergi!" Nada suara Zinia tiba-tiba terdengar lebih tegas dan dingin saat memberi perintah pada Ari