"Harga tinggi? Setinggi apa?" tanya Afkar."Misalnya, mereka membuat sebuah pil obat, harganya bisa mencapai puluhan miliar. Sebuah kitab seni bela diri, harganya bisa langsung menyentuh ratusan miliar ...," jelas Fadly sambil melanjutkan penjelasannya tentang Keluarga Samoa.Keluarga ini memang tersembunyi dan rendah hati, tetapi kekuatan mereka sungguh tidak bisa diremehkan.Mereka memang tidak berbisnis secara terbuka, tetapi Keluarga Samoa sangat kaya. Dalam satu acara lelang saja, mereka bisa meraup keuntungan hingga triliunan bahkan lebih.Selain itu, Keluarga Samoa memiliki banyak ahli bela diri. Mereka kadang menerima tugas-tugas khusus, tetapi harga yang mereka patok juga luar biasa mahal. Tentu saja, kekuatan para ahli yang dikirim oleh Keluarga Samoa sudah tidak perlu diragukan lagi.Meski Ryasa disebut-sebut sebagai ahli bela diri nomor satu di Provinsi Jimbo, besar kemungkinan ada seseorang di Keluarga Samoa yang lebih kuat darinya. Hanya saja, mereka tidak pernah pamer ke
Erlin langsung merasa jantungnya berdebar kencang saat melihat ekspresi Renhad. Sikap Renhad membuatnya merasa seolah-olah hidupnya tidak akan lama lagi."Ada apa? Katakan yang sebenarnya!" bentak Erlin dengan marah. Wajahnya memerah, napasnya tersengal-sengal, dan batuk kembali menyerangnya."Bu, benaran nggak apa-apa .... Ibu tenang saja, fokus saja untuk beristirahat dengan baik," ujar Renhad dengan senyum pahit di wajahnya.Erlin memandang putranya dalam-dalam. Setelah terdiam beberapa saat, dia akhirnya menghela napas panjang dan berkata dengan suara berat, "Ah ... usiaku sudah setua ini. Kalaupun terjadi sesuatu, nggak perlu heboh. Hanya saja ... aku nggak rela!"Saat berkata demikian, Erlin menepuk meja dengan keras. Wajahnya dipenuhi kemarahan dan kekecewaan.Seumur hidupnya, dia selalu menjadi sosok yang berkuasa dan ditakuti. Namun pada akhirnya, dia malah dikalahkan oleh cucunya sendiri, Felicia. Bahkan perusahaan farmasi milik Keluarga Safira kini telah lepas dari genggaman
Adapun putra ketiga dan keempatnya, mereka tidak terlalu menyatakan sikap mereka.Martabat Erlin berkali-kali diinjak-injak oleh Felicia dan Afkar. Bahkan, dia harus mendatangi rumah mereka untuk meminta maaf. Kini, Erlin telah bermusuhan dengan keluarga putra pertamanya!Itu sebabnya, dia harus menyokong putranya yang lain untuk bangkit supaya bisa melawan mereka. Satu-satunya yang bisa diharapkan pun hanya putra keduanya, Renhad!....Setelah meninggalkan rumah Keluarga Safira, Renhad masuk ke mobil. Jessyln dan Viola yang menunggu di dalam sejak tadi lantas bertanya dengan tidak sabar, "Sayang, gimana keadaan Ibu? Sudah sekarat ya?"Wajah Jesslyn dipenuhi penantian. Sementara itu, wajah Viola juga dipenuhi ketamakan saat berujar, "Ayah, kamu harus buat Nenek tulis wasiat sebelum meninggal. Semua sahamnya harus jatuh ke tanganmu!"Renhad mendengus, lalu melambaikan tangannya dengan gusar. "Apa yang kalian pikirkan? Ibuku nggak bakal mati dalam waktu dekat ini. Dokter suruh dia istira
Jesslyn pun merasa senang mendengarnya. Di sisi lain, Viola tampak agak takut. "Ayah ... serius? Kamu juga berpikir begitu?"Ekspresi Renhad tampak dingin. Dia memelototi Viola untuk memperingatkan, "Jangan coba-coba membocorkan masalah ini kepada siapa pun. Kalau nenekmu mati, penyebabnya sudah pasti karena emosi dibuat Felicia dan Afkar. Paham?"Viola bergidik, lalu mengangguk dengan takut. "Ya ... aku sudah paham ...."Kemudian, Renhad menarik napas dalam-dalam dan menghubungi seseorang. Sebagai Tuan Kedua Keluarga Safira, dia tentu punya orang kepercayaan. "Bunuh dokter yang mengobati ibuku hari ini. Ingat, jangan ada jejak yang tertinggal!"Setelah mengakhiri panggilan, Renhad merenung sejenak sebelum berkata, "Kita harus cari dokter hebat. Pokoknya jangan sampai ketahuan."Tebersit kilatan kejam pada tatapan Jesslyn. "Omong-omong, kudengar Dokter Jovian dari Magizta datang ke Kota Nubes. Beberapa hari lalu, dia membuka konsultasi di Klinik Jofit. Gimana kalau cari dia?"Klinik Jo
Apalagi, Afkar mengejeknya malam itu. Reno tidak bisa melupakannya sampai sekarang."Aku yang minta Kak Afkar kemari untuk lihat fengsui di sini," sahut Cello sambil tersenyum.Begitu mendengarnya, alis Reno berkerut. "Serahkan saja masalah di sini kepada kami. Kamu nggak perlu repot-repot.""Jangan bicara begitu. Ada bagusnya juga kalau aku ikut mengawasi," balas Cello."Kamu nggak percaya padaku?" tanya Reno dengan kesal.Saat ini, pria tua berjubah kuning itu tiba-tiba mendengus. Reno memperkenalkan kepada Cello, "Ini Pak Kaysan, ahli fengsui terkenal di Kota Nubes. Sebelum proyek dimulai, perusahaan kami selalu mengundangnya ke lokasi konstruksi dulu. Pak Kaysan sudah cukup, nggak perlu amatiran lain. Jadi, sebaiknya bawa Pak Afkar pergi dari sini."Usai berbicara, Reno melirik Afkar dengan tatapan menghina dan melambaikan tangannya.Kaysan mengangguk, lalu berkata dengan sombong, "Aku sudah periksa. Fengsui di sini termasuk bagus karena ada cahaya keberuntungan. Konstruksi bisa di
"Kalau ada sesuatu yang kotor di dalam sana, aku bakal memakannya!" janji Kaysan dengan yakin."Wow! Besar sekali nyalimu." Afkar hanya bisa menggeleng dengan pasrah.Ekskavator datang dan mulai menggali sesuai instruksi Afkar. Afkar yang berdiri di samping hanya menyaksikan dengan tenang, sedangkan Kaysan merasa gugup hingga terus mengedipkan matanya. Adapun Reno dan Kaysan, keduanya melipat lengan di depan dada sambil tersenyum dingin.Tidak berselang lama, mereka telah menggali hingga kedalaman 5 meter. Selain batu, tidak ada lagi yang terlihat."Lucu sekali! Mana barang yang kamu bilang? Kamu seharusnya cari tahu dulu seterkenal apa aku. Beraninya kamu meragukan kemampuanku. Ayo, ganti rugi. Aku nggak minta banyak. Cuma 2 triliun kok!" ucap Kaysan dengan angkuh."Pak Afkar, kalau kamu nggak punya uang sebanyak itu, minta maaf saja pada Pak Kaysan. Aku bakal bantu kamu bicara nanti. Jangan malah minta uang sama Bu Felicia. Malu-maluin saja," goda Reno."Pak Reno, masih mau digali ng
Cello tersenyum lebar. Hal ini membuat Reno merasa agak canggung. Pada akhirnya, dia berkata kepada Afkar dengan enggan, "Terima kasih ya."Ketika melihat sikap Reno yang tidak tulus, Afkar pun mencebik dan bertanya, "Gimana kamu akan berterima kasih kepadaku?"Afkar tidak keberatan membantu orang, tetapi keberatan jika orang yang dibantunya tidak tahu diri. Makanya, dia ingin menyulitkan Reno.Setelah mendengarnya, ekspresi Reno membeku. Dengan wajah murung, dia bertanya, "Kamu mau apa? Gimana kalau aku kasih uang saja?"Ucapan ini jelas mengandung makna menghina!Siapa sangka, Afkar malah mengangguk. "Boleh, aku minta 20 miliar."Begitu mendengarnya, Reno sontak memelotot dan menatap Afkar dengan marah. Cello juga kaget karena Afkar benar-benar meminta uang."Beraninya kamu minta uang. Kamu miskin ya sampai minta 20 miliar? Memangnya Bu Felicia nggak kasih kamu uang jajan?" cela Reno dengan jengkel."Kalau ada yang mati di lokasi konstruksi ini, bukankah kamu juga harus bayar kompens
Larut malam itu juga!"Huhuhu ... huhu ...."Di vila Keluarga Manggala, terdengar tangisan seorang wanita. Di tengah malam seperti ini, tangisan itu terdengar sangat mengerikan.Reno dan ayahnya, Namish, sama-sama berdiri di kamar dengan ekspresi tak menentu. Mereka menatap Qaila yang duduk di lantai sambil menangis. Seketika, bulu kuduk mereka meremang."Sayang, kamu kenapa? Apa yang terjadi?" tanya Namish dengan jantung berdebar-debar.Tadi, mereka sudah tidur. Tiba-tiba, Namish mendengar tangisan di sampingnya. Siapa pun yang mengalami hal seperti ini pasti akan merinding dan ketakutan.Apalagi, Qaila bukan hanya menangis. Dia seperti kehilangan akal sehatnya. Sambil menangis, dia menggunting seprai dengan gila.Tidak peduli bagaimana Namish dan Reno memanggilnya, Qaila sama sekali tidak bereaksi. Qaila seperti kehilangan kesadarannya."Ayah, apa mungkin Ibu ... kerasukan?" tanya Reno dengan takut dan tidak yakin."Cepat panggil Pak Kaysan kemari!" instruksi Namish segera.Tidak ber
"Rasanya pasti sangat memuaskan membunuh seorang genius, 'kan? Bocah, kenapa kamu nggak menyembunyikan kekuatanmu sampai akhir? Sepertinya, mentalmu masih belum cukup matang!""Ingat baik-baik untuk kehidupan selanjutnya, sebelum kamu benar-benar tumbuh kuat, belajarlah untuk menunduk dan menyembunyikan taringmu!"Giiik! Giiik .... Di saat itu, beberapa mobil tiba-tiba berhenti tidak jauh dari sana. Suara rem mereka memecah keheningan.Jelas, mereka juga menyadari ada sesuatu yang terjadi di jalan ini dan memutuskan untuk menepi dan mengamati.Dari salah satu mobil, terlihat sosok Raditya, Santo Sekte Bulan Hitam, bersama dengan Kelam dan Orion."Santo, bukankah itu Afkar?" Kelam menyipitkan mata sambil bertanya dengan ekspresi terkejut.Raditya mengangguk pelan. "Yang berjubah biru itu sepertinya adalah perwakilan dari Keluarga Pakusa dari dunia misterius. Dilihat dari situasinya, sepertinya dia sedang mengincar Afkar.""Terus, kita harus gimana?" tanya Kelam.Orion yang duduk di kurs
Afkar melajukan mobil off-road dengan kecepatan paling tinggi, melintasi jalanan di antara kaki pegunungan.Felicia sudah mengatakan, kalau Afkar tidak sempat kembali, paling-paling Fadly akan menyerahkan kekuasaannya. Namun, Afkar tetap memilih untuk mengambil risiko dengan meninggalkan Desa Langga.Dia tahu ini keputusan berisiko. Namun, yang lebih menakutkan adalah kemungkinan kecil yang bisa berakibat fatal.Afkar tidak bisa memastikan, jika benar Fadly mengadakan pertemuan dunia mafia dan secara resmi bergabung dengan Organisasi NC, apakah pihak lawan akan menepati janji atau justru berbalik menghancurkan setelah mendapatkan apa yang mereka mau.Jadi, jika memang harus ada yang mengambil risiko, Afkar lebih rela itu dirinya sendiri, bukan orang-orang yang dia sayangi.Mungkin memang begitu watak Afkar sejak dulu, seseorang yang lebih dikendalikan oleh perasaan daripada logika. Sejak dia rela menjual ginjal demi menyelamatkan putrinya, bahkan menabrakkan diri demi uang kompensasi,
Setelah mendengar ucapan itu, Afkar tidak bisa membantah dan hanya bisa mengangguk pelan sambil berkata, "Baiklah."Saat itu juga, tiba-tiba dia teringat sesuatu dan matanya langsung berbinar. "Kalau begitu, kita nggak perlu terburu-buru. Aku mau telepon orang dulu."Menghadapi kemungkinan penyergapan yang akan datang, Afkar tiba-tiba teringat akan seorang penolong, Murad.Putra Keluarga Hasyim yang seluruh tubuhnya seperti dilapisi kulit pohon itu punya latar belakang yang luar biasa kuat. Bahkan, pengikut yang selalu ada di sekelilingnya pun punya kekuatan yang tidak bisa diprediksi.Apalagi, Murad masih mengandalkan Afkar untuk menyembuhkannya. Pria itu tidak mungkin ingin melihat Afkar mati.Sekarang ada yang ingin menyergapnya, bukankah kekuatan Murad akan sangat berguna? Namun, kemungkinan butuh beberapa hari agar bala bantuan bisa tiba.Bagaimanapun, nyawa adalah hal yang utama. Afkar dan Rose bisa tinggal di Desa Langga beberapa hari, paling-paling keluar uang sedikit.Lagi pul
Semalam pun berlalu dengan tenang.Setelah beristirahat semalaman, Afkar bersama dua rekannya meninggalkan wilayah Sekte Langga. Rose telah mendapatkan kualifikasi untuk menjadi murid Sekte Langga, tetapi dia belum langsung menetap di sana, karena masih harus pulang untuk mengurus beberapa hal.Saat itu, Afkar belum tahu bahwa Felicia dan yang lainnya sudah hampir gila karena tidak bisa menghubunginya sama sekali.Tentu saja, yang pergi bukan hanya mereka bertiga. Setelah uji coba peringkat individu selesai, keluarga-keluarga dan sekte-sekte juga turut kembali ke Desa Langga di luar.Ketika Afkar dan dua rekannya kembali ke penginapan di ujung desa itu, mereka langsung melihat rombongan Keluarga Darmadi di sana.Setelah Logan tewas, kini yang memimpin adalah seorang pria paruh baya dengan kekuatan tingkat pembentukan inti tahap awal. Namanya Rudy, paman Logan."Afkar, berani sekali kamu membunuh Logan! Menurutmu musuh Keluarga Samoa masih kurang banyak ya?" Begitu melihat Afkar, Rudy l
Rose merasa dirinya yang mengambil alih kendali. Entah kenapa, di dalam hatinya, dia merasa Afkar ini ... agak menggemaskan.Saat sedang sombong, Afkar seolah-olah akan terbang ke langit. Namun, baru dicium sekali, dia langsung malu?Rose menutup mulutnya sambil tersenyum geli, lalu berdiri dan berkata, "Afkar, kamu memang nggak bisa menerimaku jadi wanitamu, tapi kita sudah pernah melewati hidup dan mati bersama. Nggak masalah kalau aku jadi sahabatmu, 'kan?""Pokoknya, aku sangat berterima kasih atas semua kebaikanmu terhadapku dan Keluarga Samoa. Aku sampai nggak tahu harus membalasnya dengan apa. Kelak kalau kamu butuh bantuan, aku pasti akan siap bertaruh nyawa untukmu."Setelah mengucapkan itu, dia sekali lagi menatap Afkar dengan dalam, lalu akhirnya membuka pintu dan pergi."Fiuh ...." Afkar akhirnya mengembuskan napas panjang. Dia merasa lebih lega.Dia menyentuh pipinya. Rasanya masih ada sisa kehangatan dan aroma lembut dari Rose. Sebuah senyuman getir pun muncul di wajahnya
Afkar hampir tersedak saat mendengar perkataan Rose!Astaga! Mau jadi istri mudanya? Berani sekali wanita ini mengatakan hal seperti itu!Sebelumnya Rose bersikap angkuh di hadapannya, tetapi sekarang malah mau jadi istri mudanya? Dari ekspresinya, sepertinya dia tidak bercanda?"Nona Rose, sekarang ini zaman apa? Kita hidup di masyarakat yang menganut sistem monogami, bukan zaman poligami! Jangan bercanda deh!" Afkar berkata sambil mengelap keringat di dahinya.Mendengar itu, mata indah Rose tampak sedikit meredup. Dia menggigit bibirnya dan bertanya, "Apa kamu masih dendam karena sikapku yang dulu? Aku tahu .... Waktu itu aku salah menilai. Aku nggak seharusnya meremehkanmu ...."Afkar melambaikan tangan, menyela, "Bukan, bukan karena itu! Cuma, cara pandang kita saja yang beda. Aku nggak bisa terima poligami dan aku sangat menghargai istriku, jadi ...."Afkar tersenyum getir dalam hati. Akhirnya, dia paham juga apa maksud dari pepatah "paling susah menolak cinta seorang wanita canti
Detik berikutnya, Pisau Naga Es di depan Afkar tiba-tiba bergetar hebat, mengeluarkan dengingan tajam dan jernih. Suara itu seperti raungan harimau dan naga yang mengamuk.Pada saat yang sama, bilah memancarkan cahaya perak yang terang, menyala selama beberapa detik sebelum akhirnya meredup kembali.Mata Afkar berbinar terang. Dia bisa merasakan seolah-olah dirinya dan pedang itu telah terhubung dalam satu kesatuan yang harmonis.Afkar menggenggam gagangnya, kembali mengelus permukaan bilah. Namun, kali ini dia tidak lagi merasakan aura tajam ataupun hawa dingin yang menusuk. Yang dia rasakan hanyalah keluwesan serta keintiman.Seakan-akan Pisau Naga Es bukan sekadar senjata, melainkan sepasang mata yang menyatu dengan tubuhnya. Ketajamannya hanya akan diarahkan pada musuh dan tidak akan pernah menyakiti tuannya."Luar biasa! Pedang ini benar-benar bisa dirasuki oleh roh pedang milikku! Jadi, ini yang disebut ... senjata yang memiliki roh?"Afkar memegang pedang itu erat-erat, merasaka
Setelah Afkar dan lainnya meninggalkan tempat Zinia, mereka kembali ke halaman yang sementara ditinggali mereka selama berada di tempat ini.Karena berada di wilayah sekte, para pendatang seperti mereka tidak diperbolehkan berkeliaran sembarangan. Setelah makan, Afkar hanya berdiam diri di dalam kamar.Dia duduk bersila di atas ranjang, merasakan perubahan yang terjadi setelah menembus ke tingkat pembentukan inti secara saksama.Berbeda dengan para kultivator tingkat pembentukan inti biasa, kini seluruh pusat energinya telah berubah menjadi bola padat yang terbentuk dari energi sejati murni yang sangat terkondensasi. Daya tahan bola itu bahkan sekeras logam mulia.Energi sejati dalam bentuk seperti ini biasanya hanya bisa dicapai oleh kultivator tingkat pembentukan inti tahap puncak.'Dengan kekuatanku yang sekarang, bagaimana kalau aku melawan seorang kultivator tingkat inti emas?' batin Afkar.Tadi saat bersama Zinia, Afkar secara halus mencoba menggali informasi tentang kekuatan Saf
Afkar melanjutkan, "Benar, Keluarga Samoa memang takut menyinggung Sekte Langga dan hal itu sama sekali nggak perlu ditutupi. Tapi, aku bisa dengan tegas memberitahumu satu hal. Aku pribadi nggak takut menyinggungmu.""Kalau mengesampingkan latar belakang dan status, kamu sendiri nggak ada apa-apanya di mataku. Jangan bertingkah seperti gadis kecil di sini. Berhentilah marah-marah nggak jelas," sindir Afkar.Mendengar ucapan itu, tubuh Arisa bergetar hebat saking marahnya. Wajah cantiknya juga memerah. Emosinya yang meluap hampir saja membuat luka di dalam tubuhnya kambuh. Bahkan, dia juga nyaris memuntahkan darah.Arisa menggertakkan gigi. Suaranya penuh amarah dan kebencian ketika memaki, "Dasar bajingan! Aku nggak peduli. Pokoknya aku akan bertarung mati-matian denganmu!""Arisa, cukup! Jangan nggak bisa lihat situasi! Cepat ambil Pisau Naga Es dan tukarkan dengan Pedang Es Jiwa! Cepat pergi!" Nada suara Zinia tiba-tiba terdengar lebih tegas dan dingin saat memberi perintah pada Ari