“Ini nggak mungkin mas. Ini benar-benar nggak mungkin. Dokter pasti bohong sama akukan.” Seru suara yang aku yakini adalah suara Raya. Di iringi dengan isak tangis yang menggema di ruang IGD ini.“Bisa diam nggak sih Ray. Aku pusing dengar suara tangis kamu sejak tadi. Sudah terima saja prosedur dari Dokter. Salah kamu sendiri yang tidak bisa menjaga kandunganmu. Jangan menangis sambil menjerit lagi. Bikin malu saja.” Kali ini aku bisa mendengar suara Mas Harun yang tengah mengendalikan teriakannya agar tidak menggema di rumah sakit ini.Aku dan Lala masih berdiri di belakang Dokter jaga yang tengah memeriksa Nina. Menurut penjelasan Dokter, maag Nina kambuh hingga membuat tubuhnya panas. Setelah menyesaikan administrasi Nina akan di pindahkan ke ruang rawat inap untuk di pantau. Aku menghela nafas lega. Syukurlah dia tidak kenapa-napa. Lala memilih duduk di samping Nina. Sedangkan aku berjalan menuju bagian admistrasi untuk membayar. Tadi Lala sudah menyerahkan dompet Nina yang ada k
Tangan Mas Harun sampai gemetar saat memegang hpku. Wajahnya sudah berubah warna jadi merah. Jelas saja dia merasa sangat merah karena sudah pasti ada sabotase Raya atau Bulek May yang sudah membalas pesanku. Membuat ia tidak bisa langsung menghubungiku atau Bude Yah untuk menanyakan kondisi Syifa. Di helanya nafas berulang kali agar amarah tidak meledak di rumah sakit ini. Apalagi dengan banyaknya orang yang berlalu lalang melewati koridor."Aku bisa langsung tahu jika bukan kau yang sudah membalas pesan itu. Karena tidak mungkin tanggapanmu akan sesingkat itu jika sudah berkaitan dengan anak-anak. Hanya saja aku tidak mau memperpanjang lagi karena sibuk menjaga Syifa lalu menjemput Alana. Pikiranku hanya tertuju pada anak-anak. Toh kalau kamu pulang aku bisa menanyakan semuanya. Tidak di sangka kita akan bertemu di rumah sakit ini.""Apakah kamu datang ke rumah sakit karena Syifa?" Tanya Mas Harun panik.Ya ampun. Dia tidak bisa menilai situasi sama sekali. Sudah jelas tadi aku akan
Pov RayaDi saat Ibu merasa khawatir jika anak yang kukandung adalah anak mantan pacar, aku justru merasa sangat senang. Karena anak ini kelak bisa aku gunakan untuk terus menjerat Mas Harun agar terus berada di sisiku. Melupakan Mbak Wulan dan meninggalkan kedua putrinya. Karena aku yakin jika anak ini memang anak Mas Harun. Kalau bukan toh dia tidak akan bisa melakukan tes DNA. Mau dapat uang darimana dia?Namun, kehamilan pertamaku juga di iringi dengan hal yang tidak mengenakan. Karena setiap malam aku selalu di bayangi dengan mimpi buruk yang sangat mengerikan. Membuatku malam ini ketakutan untuk tidur. Mas Harun juga tidak membantu sama sekali. Bukannya menenangkanku dia justru bersikap acuh. Bahkan perkataannya kemarin sangat menyakitkan untukku.Sesakit hatikah dia karena aku hampir melukai anak-anaknya? Kalau tahu begini akibatnya aku tidak akan setuju dengan ide Bapak.“Itu adalah akibat dari perbuatanmu pada anak-anakku. Jadi, nikmati saja mimpi burukmu dan jangan pernah gan
Aku dan Ibu hanya bisa terdiam saat Mas Harun menyiapkan makanan dan obat untukku. Mudah-mudahan saja Mas Harun tidak mendengar percakapan kami tadi. Bisa gawat urusan kalau dia sampai tahu rencanaku. Mungkin Mas Harun bisa langsung menjatuhkan talak saat ini juga. Toh pinjaman kredit itu di ambil atas namaku. Bukan atas nama Mas Harun. Dia bisa langsung pergi meninggalkan aku dengan sejumlah hutang yang menumpuk. Jangan sampai itu terjadi. Bagaimanapun juga aku masih membutuhkan uangnya yang kecil.“Terima kasih Mas. Hari ini kamu nggak kerjakan?” Tanyaku seperti biasa. Berpura-pura bersikap manja padanya agar Mas Harun tidak curiga. Dia menggelengkan kepala dengan wajah datar. Membuat hatiku jadi semakin dongkol padanya. Sebesar itukah rasa cinta Mas Harun untuk Mbak Wulan? Sehingga aku hanya di jadikan sebagai pelampiasan saat ia merasa jenuh pada istri pertamanya. Seharusnya aku tidak pernah menaruh harapan pada pria seperti Mas Harun.“Nggak bisa .Aku hanya ijin setengah hari saj
Kata perawat aku harus di pindahkan ke ruangan sebelum menjadwalkan operasi untuk proses kuret. Karena harus membuat janji dengan dokter kandungan yang bertugas di rumah sakit ini. Hanya ada Ibuku yang menemaniku di dalam bilik yang sempit. Sedangkan Mas Harun pamit pergi untuk mengambil hp barunya yang tadi sengaja aku pecahkan agar dia tidak membaca pesan dari Mbak Wulan. Ibu mertua memilih untuk tinggal di rumah. Aku juga tidak mengharapkan kehadirannya karena bisa membuat moodku tambah anjlok. Tidak perlu juga aku mendengar setiap hinaan yang keluar dari mulut Ibunya suamiku itu. Mengingatkan tentang tulah yang di dapat Bapak dan keturunannya karena melakukan guna-guna.Setelah hidup susah denganku, kini Ibu mertua lebih pro pada Mbak Wulan. Lebih sayang pada kedua cucu perempuannya. Padahal saat Mas Harun memperkenalkan aku sebagai pacarnya dulu dan berjanji akan memberi cucu laki-laki, Ibu mertua sangat senang. Ia meyakini Mbak Wulan penyebab Ibu mertua tidak bisa mendapat cucu
Ibu menceritakan tentang mimpi buruk yang sudah ia alami selama berhari-hari sejak Bapak meninggal. Diam-diam mendatangi berbagai dukun untuk pengobatan. Tapi, semuanya menyerah karena mereka berkata itu akibat tulah gagalnya guna-guna yang sudah di kirim Bapak untuk keluarga Mbak Wulan. Tidak akan pernah bisa sembuh selamanya. Hanya bisa di kurangi atau di jaga agar tidak mengganggu sampai ke alam nyata. Karena pada dasarnya tulah itu akan menurun pada keluarga yang terlibat. Untuk berjaga-jaga Ibu juga meminta dukun untuk melakukan hal yang sama padaku. Walaupun aku tidak pernah bercerita, namun Ibuku takut karena kejadian Ibu mertua yang pernah pingsan karena melihat makhluk itu berdiri di depanku. Padahal saat itu aku tidak melihat apapun yang di lihat oleh Ibu mertua. Menurut beberapa dukun yang di datangi Ibu, mata batin Ibu mertua memang lebih kuat. Dia tidak punya indra keenam. Tapi, mudah sekali di ganggu oleh hal mistis. Karena itulah dia bisa merasakan ada yang tidak beres
Tidak ada yang berubah dengan sikapku pada Mas Harun. Bagaimanapun juga aku tidak mau membuatnya curiga sama sekali hingga bisa menjatuhkan talak dengan mudah padaku. Ibu juga masih berada di rumah ini. Belum bisa menjalankan rencana kami selama Mas Harun dan Ibu mertua masih ada di rumah ini. Toh tidak ada alasan untukku dan Ibu keluar. Kami lebih suka mendekam di dalam kamar. Malu di lihat tetangga dengan stigma sebagai istri kedua. Kecuali jika kebutuhan rumah sudah benar-benar habis. Maka aku baru pergi ke toko yang jauh dari desa ini. Supaya tidak ada yang mengenali.Sisa hari ini kuhabiskan di dalam kamar untuk bedrest. Ibu sudah kembali ke kamarnya yang ada di dekat dapur. Setelah Mas Harun dan Ibu mertua pergi, Ibu bisa menempati kamar yang layak lagi. Untuk saat ini aku masih harus berpura-pura mengalah. Sampai aku mendapat pria baru yang membuatku mantap untuk berpisah dari Mas Harun. Tunggu saja saat aku menjadi jauh lebih kaya darimu Mas. Akan kubalas semua sikap burukmu p
,POV WulanHari ini Ibu dan Mas Harun kembali ke rumah yang aku dan anak-anak tempati. Aku menyambut mereka seperti biasa. Menyalami tangan Mas Harun dan Ibu mertua. Memasukan baju kotor ke dalam mesin cuci. Melayani kebutuhan suamiku. Walaupun dengan sikap yang masih sama dinginnya. Setidaknya aku tetap menjalankan baktiku sebagai istri dan Ibu rumah tangga untuk keluarga kami. Waktu beranjak dengan sangat cepat. Setelah makan malam aku dan Mas Harun menemani anak-anak di lantai dua. Menonton TV bersama setelah si sulung sudah selesai belajar.“Besok aku dan Kak Lana mau ikut ke toko lagi Yah. Kita mau ketemu sama Tante Desi dan anak-anaknya.” Cerita Syifa pada Mas Harun. Aku berusaha mengatur raut wajah agar tidak terlihat kaget.Duh Syifa padahal niatnya aku akan ijin besok agar Mas Harun tidak banyak tanya. Benar saja dugaanku. Dia sudah melirik curiga. Tapi tidak bertanya apapun. Hanya menganggukan kepala saja pada Syifa. Lalu mengalihkan topik percakapan agar Syifa tidak membaha
Pov Orang KetigaSurat panggilan sidang dari pengadilan agama akhirnya datang juga ke rumah megah Ardi. Dia termenung menatap kurir yang mengantar surat itu. Tangannya sudah meremas surat tanpa membalas sapaan kurir yang berlalu pergi. Ardi menutup pintu rumahnya dengan kasar hingga membuat Bu May yang sedang memasak di dapur jadi terlonjak kaget.Ia masuk ke dalam kamar lalu duduk di tepi tempat tidur. Menyobek amlopnya dan membaca gugatan Desi yang tertera dalam surat tersebut. Di surat itu menyebutkan tentang sikap kasar Ardi pada Desi dan anak-anak selama ini yang di sebut kekerasan secara verbal. Walaupun tidak ada kekerasan secara fisik. Mata Ardi semakin membulat saat ia membaca isi gugatan berikutnya dimana Ardi sudah berselingkuh dengan Sarah. Hanya nama Sarah yang di sebutkan. Tidak ada nama Raya sebagai selingkuha Ardi. Desi mengklaim jika dia punya semua bukti yang akan ia bawa ke pengadilan saat sidang pertama kelak."Desi si*"*****." Seru Ardi marah dengan suara men
"Sebenarnya dimana Desi dan anak-anak? Kenapa kamu sampai tidak tahu keberadaan mereka, Ardi?" Seru Mama jengkel yang membuatku keringat dingin. Sedangkan Papa hanya diam saja sambil menatapku tajam.Aku sangat tahu karakter orang tuaku yang lebih sayang dengan Desi. Tidak mungkin jika aku mengarang cerita jelek tentang Desi. Bukannya percaya Mama justru akan sangat marah padaku. Rasanya pikiranku buntu di tatap sedemikian tajam oleh orang tuaku "Aku nggak tahu Ma. Seharian ini aku bekerja di kantor jadi aku nggak tahu keman Desi dan anak-anak pergi. Tadi siang Bu May sempat telpon kalau Desi sedang tidak enak badan sehingga tidak bisa rewang di rumah tetangga. Jadi, Bu May yang menggantikannya. Aku izinkan karena tidak enak dengan tetangga kami jika tidak ada yang rewang. Baru saja aku pulang sore ini bersamaan dengan Papa dan Mama, mereka sudah pergi. Aku baru saja hendak mencari mereka. Tolong jangan marah padaku dulu." Jelasku pelan dengan suara bergetar. Ya ampun kenapa aku tida
Siang itu aku berkenalan dengan anak Bu May yang bernama Raya. Wajah cantik, tubuh seksi dan sikap yang ramah langsung memikatku saat itu juga Entah kenapa aku bisa langsung jatuh cinta pada Raya. Bukan hanya rasa tertarik seperti yang aku rasakan pada Sarah dan dua mantan kekasihku yang lain. Karena masih ingin mengobrol dengan Raya lebih banyak lagi, aku mengajaknya dan Bu May untuk menemaniku duduk di meja makan. Mumpung Desi dan anak-anak sedang tidak ada di rumah. Hampir saja kami ketahuan oleh Desi yang tiba-tiba saja sudah pulang ke rumah. Untungnya dia tidak curiga sama sekali dengan kedekatanku bersama Raya. Apalagi ini pertama kalinya aku mengijinkan pembantu untuk duduk di meja makan yang sama denganku. Setelah Desi pergi aku bisa menghela nafas lega.Di tengah kelumit hubunganku dengan Sarah yang sedang berada di masa membosankan, rasanya sangat menyenangkan bisa menjalnin hubungan dengan wanita baru seperti Raya. Dia jauh lebih pengertian dan baik daripada Sarah. Raya tid
Pov ArdiMenikah ternyata sangat membosankan. Apalagi jika istri sudah melahirkan bayi. Membuat penampilan fisik menjadi berubah seratus delapan puluh derajat. Wajahnya jadi sayu karena kurang tidur akibat begadang mengurus bayi. Tidak ada lagi badan seksi milik Desi yang bisa kulihat. Namun, di sisi lain aku juga menuntutnya untuk melahirkan sebanyak empat kali. Hingga kami memiliki tiga anak perempuan dan dua anak laki-laki. Aku ingin memiliki anak sebanyak mungkin yang bisa di jadikan pewaris perusahaan Papa. Sekaligus anak yang bisa mengurusku di masa tua nanti.Pelayanan yang di berikan Desi di atas ranjang juga tidak bisa maksimal lagi. Sehingga membuatku sering mencari pelampiasan pada wanita lain. Yang sudah aku uji kebersihannya melalui peemeriksaan kesehatan di rumah sakit. Setelah memastikan jika wanita yang aku pilih sehat dan bebas dari penyakit menular baru kami melanjutlan hubungan. Aku bisa memberikan banyak uang pada wanita simpananku setiap mereka mau melayani dengan
Rasanya badanku sangat letih saat pulang ke rumah bersama Andi dan Tika yang menyusul ke bimbel. Sedangkan Raka berada di rumah bersama Salma dan Salwa. Beruntung si kembar mau membantu dengan mengambil alih dapur dengan memasak untuk membuat menu makan malam kami kali ini. Mereka juga mau membantu pekerjaan rumah seperti menyapu dan mencuci piring. Bahkan untuk urusan seragam sekolah, anak-anak dengan terampil menyetrika. Tentu saja dengan di dampingi oleh si kembar. "Pokoknya Ibu tenang saja. Urusan pekerjaan rumah serahkan pada kami. Ibu juga nggak perlu lagi memasak biar nggak kecapekan. Fokus saja bekerja di bimbel. Kalau adik-adik mau menyusul kami yang akan mengantarkan." Kata Salma pagi ini saat kami tengah berkutat untuk membuat sarapan di dapur. Sedangkan Salwa dan Tika sudah membagi tugas untuk menyapu halaman depan dan rumah. Raka dan Andi masih sibuk membereskan tempat tidur dan buku yang akan mereka bawa ke sekolah."Terima kasih sayang. Kamu dan Salwa juga nggak perlu
Meskipun merasa sedih setelah melihat pesan balasan Wulan, aku berusaha untuk menenangkan diri. Mungkin untuk saat ini aku harus membiarkan Mama dan Papa berspekulasi sesuai dengan fitnah yang sudah di katakan Bu May pada mereka. Karena aku tidak ingin sembarangan memberikan bukti sebelum persidangan di mulai. Teringat dengan pesan Pak Hendra agar aku selalu berhati-hati terkait dengan barang bukti yang sudah di berikan ke pengadilan agama.[Biarkan saja Lan. Biar Papa dan Mama melihat sendiri di pengadilan bukti-bukti yang sudah aku serahkan. Aku takut jika memberikan bukti itu sekarang Mas Ardi akan punya bahan untuk mengelak. Bisa saja dia akan menyiapkan sangkalan mengingat Mas Ardi bisa melakukan segalanya dengan uang.]Balasku cepat. Aku tahu jika kemungkinan besar orang tua Mas Ardi akan tahu lebih cepat. Hanya saja hatiku tetap merasa sedih karena harus pergi begitu saja tanpa ijin pada mereka. Aneh sekali. Padahal ini keputusanku. Tapi, aku juga yang merasa sedih. Mungkin kar
Jarum jam sudah menunjukkan setengah empat sore saat kami sampai di rumah ini. Langit jingga mulai terlihat menjelang malam. Aku meminta anak-anak untuk menunggu di teras. Sementara aku pergi ke rumah pemilik kontrakan yang jaraknya hanya dua rumah saja dari sini. Saat bertemu Bu Marni langsung menyerahkan kunci rumah padaku lalu kami masuk ke dalam. Ruangan tampak bersih karena ada yang rutin menyapu selama dua bulan ini. Tidak ada perabotan di ruang tamu dan dapur. Tapi, setidaknya sudah ada tempat tidur dan lemari di setiap kamar yang di beli Ratna setelah aku mentransfer uang padanya. Saat Ratna dan keluarganya menginap di rumah ini. Dua koper besar yang dulu di bawa Ratna sudah ada di kamar utama. Sedangkan satu koper lagi aku kirim lewat jasa travel dan di letakan di dapur. Baru aku kirim beberapa hari lalu setelah anak-anak selesai ujian akhir sekolah atau yang biasa di sebut dengan UAS.“Kita sholat jamaah di ruang tengah dulu ya. Baru pasang seprai di kasur terus istirahat se
POV DesiSatu minggu lebih aku berusaha menghindari jebakan Mas Ardi walaupun obat terlarang itu sudah di tukar dengan teg biasa. Kadang kala aku menyanggupi keinginannya untuk minum teh di ruang makan atau berdua saja di dapur. Aku merasa gugup karena bingung harus menunjukkan reaksi apa setelah minum teh itu yang di yakini Mas Ardi mengandung obat terlarang. Namun, tidak ada reaksi apapun dari Mas Ardi selain ekspresi heran. Dia juga tidak curiga sama sekali. Setidaknya aku merasa sangat lega karena selalu berhasil lolos. Kesibukanku bersama anak-anak membuat Mas Ardi tidak bisa menjebakku untuk tidur bersama pria lain. Selain itu, dia juga harus sibuk bolak-balik dari rumah Sarah ke rumah ini karena harus membagi waktu setelah mereka resmi menikah secara siri. Membuatku bisa dengan mudah memasukan obat tidur setiap dia akan menjalanklan rencana untuk menghubungi temannya yang akan ikut dalam rencana untuk memfitnahku. Membuat Mas Ardi merasa bahwa ia terlalu kelelahan hingga bisa t
POV RayaLiburan selama tiga hari ke Bali bersama Mas Ardi sungguh menyenangkan dan menakjubkan. Karena ini kedua kalinya aku bisa liburan ke Bali setelah study tour saat SMA dulu. Ada banyak tempat yang lebih bagus sudah kami kunjungi. Di tambah dengan banyaknya oleh-oleh yang sudah kubeli dengan harga ratusan juta. Membuat aku membeli banyak baju, tas, sepatu dan masih banyak barang yang bagus dan sangat mahal. Tidak lupa juga aku membelikan untuk Ibu dengan jumlah yang sangat banyak.Dia sangat pengertian mengajakku pergi tanpa perlu bertanya dimana keberadaan suamiku. Setelah aku cerita Mas Ardi memang tidak pernah bertanya secara detail tentang sosok Mas Harun. Membuatku merasa sangat lega karena mereka bedua sudah saling mengenal sebagai rekan kerja di kantor. Aku takut jika Mas Ardi akan memilih mundur sebelum semua rencanaku dan Ibu terlaksana. Di sisi lain aku juga banyak menguping percakapan Mas Ardi dengan Sarah di kamar hotel tempat kami menginap. Dia selalu mengira jika a