Walaupun hari ini masih jatahku bersama Wulan dan anak-anak, namun aku tetap pergi ke rumah Bu May atas seijin Wulan. Karena hari ini rencananya aku akan mengurus kredit di bank dengan sertifikat sawah sebagai jaminannya. Prosesnya mungkin akan lebih rumit mengingat bank punya standar sendiri dalam menentukan jaminan yang di gunakan untuk kredit. Tapi, itu lebih baik daripada meminjam uang ke rentenir yang pasti akan di tagih oleh preman. Seperti Ibu dulu. Isrtri pertamaku mengijinkan aku membawa mobilnya. Itupun juga karena aku harus mengantar anak-anak ke sekolah mereka, mengurus sedikit pekerjaan lalu ijin ke bos, baru bisa pergi ke kota sebelah. Wulan memintaku untuk tidak memberi tahu kepergianku pada anak-anak agar mereka tidak kecewa. Alana yang sudah mengerti banyak hal pasti akan protes saat mengetahui hal ini. Begitu juga dengan Syifa yang akan banyak memberikan pertanyaan kritis.Aku menatap kotak bekal besar yang di bawakan oleh Wulan. Ada rasa senang sekaligus heran. Ken
Sesampainya di rumah Bu May ternyata mereka sudah berinisiatif untuk menyediakan kamar kedua adik Raya sebagai kamar untuk Ibu. Adik-adik Raya yang bernama Bagus dan Gilang tampak bersungut sebal saat mereka tidak melihatku. Padahal sebelumnya aku sudah berbasa-basi untuk mengambil kamar mereka demi Ibu. Baik Bagus dan Gilang mengatakan jika mereka sama sekali tidak keberatan menyerahkan kamar pada Ibu. Ternyata lain di mulut, lain pula di hati.Mana berani mereka protes saat dulu akulah yang memenuhi kebutuhan mereka semua. Membayar hutang yang menumpuk tinggi. Hingga Raya dan kedua adiknya bisa menikmati hasil kerja kerasku. Walaupun aku tidak bisa membayar lunas semua hutang. Setidaknya aku menggunakan uang bonus yang cukup besar serta penghasilan dari saham untuk keluarga Raya. Keputusan di masa lalu yang benar-benar sudah kusesali. Namun, menengok ke belakang juga percuma. Karena aku harus menyelesaikan semua masalah yang sudah kubuat agar hubunganku dan Wulan bisa kembali sepert
Karena jatah Mas Harun sedang di rumahku, anak-anak mengajak pergi ke kebun binatang untuk liburan bersama. Liburan yang sudah lama tidak kami lakukan karena kesibukan Mas Harun bekerja di kantor dan mungkin membagi waktunya untuk memadu kasih dengan Raya. Mengingat hal itu membuatku kesal sendiri. Aku tidak boleh mengacaukan keinginan anak-anak dengan terlihat bersungut sebal. Aku harus bahagia bersama keluarga kecilku. Kebetulan hari ini adalah hari minggu. Dengan semangat Alana membantuku menyiapkan bekal yang akan kami bawa untuk pikinik di taman dekat kebun binatang. Setelah lelah berkeliling biasanya anak-anak akan minta istirahat sambil makan atau minum. Kami benar-benar memanfaatkan quality time ini dengan baik. Anak-anak sangat senang karena kami berempat menghabiskan waktu bersama lagi.Ibu dan Bude Yah memilih untuk tinggal di rumah. Tidak mau menemani kami karena lebih memilih tidur sambil menonton TV. Mengingat kami akan berkeliling kebun binatang. Pasti cukup payah bagi
Aku mengabaikan percakapan mereka lalu berjalan menuju taman. Tidak ada gunanya melabrak karena aku hanya orang luar. Jika aku mau ikut campur itupun untuk mendorong Desi menjadi wanita yang lebih mandiri agar bisa siap berpisah dari Mas Ardi. Mas Harun dan anak-anak sudah menungguku. Bekal yang sudah tersedia habis dalam sekejap. Anak-anak juga sudah kenyang setelah makan dan beristirahat. Kami baru pergi dari taman itu saat adzan dhuhur berkumandang. Masuk ke musola terdekat untuk menunaikan sholat lalu melanjutkan perjalanan menuju salah satu restoran cepat saji sesuai dengan permintaan Syifa. Sore harinya kami baru bisa pulang ke rumah karena anak-anak tadi minta jalan-jalan ke tempat lain. Sekalian beli oleh-oleh untuk Ibu dan Bude Yah.Begitu mobil berhenti di halaman rumah, kami semua langsung turun. Anak-anak sudah naik ke lantai dua. Mas Harun juga sudah masuk ke dalam kamar kami. Hanya menyisakan aku sendiri di dapur untuk mencuci peralatan makan yang tadi kami gunakan. Tubu
Pov HarunBerita kehamilan Raya sudah sampai pada Wulan dan Ibu. Sama seperti Wulan, Ibu juga tidak terlihat senang. Padahal dulu Ibu sangat menantikan cucu laki-laki dari Raya. Aku yang penasaran bertanya apa alasannya. Karena perubahan sikap Ibu pada Raya benar-benar drastis."Mana mau Ibu punya cucu darinya. Dia sudah bekerja sama dengan Bapaknya menggunakan ilmu hitam. Pasti tulahnya akan terus menurun ke generasi selanjutnya. Sangat menyeramkan sekali." Jawab Ibu yang membuatku merasa sangat heran. Bagaimana bisa Ibu punya pemikiran seperti itu? Bukannya mendoakan hal yang baik justru mengatakan hal yang buruk. Namun, perkataan Ibu seperti pernah aku dengar di masa lalu. Rasanya seperti deja vu."Ibu aneh-aneh saja. Mana ada yang seperti itu?" Bantahku takut. Karena bagaimanapun juga yang ada dalam kandungan Raya adalah darah dagingku."Ibu nggak aneh. Kamu baru pertama kali melihat orang yang mengirim guna-guna. Tapi, Ibu sudah melihatnya sejak kecil. Kakaknya Kakungmu dulu juga
Aku dan Raya sedang dalam perjalanan pulang menggunakan motor dari rumah bidan. Sejak tadi aku memilih diam setelah keluar dari rumah dokter. Perkataan Raya jelas sama sekali tidak masuk akal. Tidak mungkin dia bisa lupa dengan siklus haid dengan alasan sibuk. Mana mungkin setiap wanita bisa melupakannya karena hal itu adalah siklus bulanan. Hanya ada satu alasan masuk akal kenapa aku baru tahu usia kehamilam Raya yang menginjak delapan minggu. Itu artinya Raya sengaja memintaku menikahinya karena dia sudah hamil. Bukan karena rasa cinta yang menggebu-gebu. Seperti yang ia kira dulu.Sesampainya di depan rumah kontrakan, Raya sudah turun dari motorku. Dia menyalami tangan ini yang terulur padanya dengan senyum sumringah. Tangannya tidak berhenti mengusap perutnya yang sedang mengandung."Jangan terlalu lelah. Karena Ibumu sudah tinggal bersama kita minta beliau untuk membantu mengerjakan pekerjaan rumah. Aku berangkat dulu. Assalamualaikum." Pamutku padanya."Waalikumsalam."Motor ini
Pov Wulan Aku mematut diri di depan cermin sambil memasang jilbab segi empat yang akan aku pakai untuk acara yasinan nanti. Padu padan pakaian yang aku pakai tampak bagus sekali. Gamis batik berwarna biru dongker dengan pita di bagian perut. Serta kerudung berwarna senada yang menutup kepala. Hatiku terasa lebih tentram saat melihat pantulan diri yang tertangkap di cermin. Dengan berbagai permasalahan yang melanda akhir-akhir ini membuatku ingin mengubah diri menjadi orang yang lebih baik lagi. Mungkin kini aku harus mulai berhijab. Mulai mendekatkan diri pada yang maha kuasa. Agar aku bisa lebih kuat lagi menjadi penopang untuk diri sendiri dan anak-anak. Setelah selesai mematut diri di depan cermin yang tertempel di lemari, aku mengambil hp lalu memasukan ke dalam dompet besar yang biasan kupegang dengan tangan. Anak-anak sudah tahu jika aku akan pergi ke acara yasinan hari ini. Jadi, mereka memilih untuk bersantai di lantai dua. Seperti biasa aku menitipkan anak-anak pada Bude Yah
Desi terdiam. Tiba-tiba saja air mata sudah mengalir di pipinya. Aku memberikan tisu padanya agar bisa menyeka air mata. Tidak lupa dengan tangan yang menepuk punggungnya beberapa kali. Biasanya kami akan saling memeluk jika ada yang kesusahan. Seperti yang teman-temanku lakukan saat aku menceritakan tentang poligami yang di lakukan Mas Harun. Tapi, kami sekarang berada di tengah keramaian. Aku hanya bisa memberikan dukungan lewat tepukan di punggung. Tidak ingin menarik perhatian pengunjung lebih jauh lagi. Karena mungkin saja Desi juga tidak mau masalahnya di ketahui oleh publik.Sepuluh menit kemudian tangisan Desi sudah berhenti. Aku memesan dua minuman lagi untuk kami. Setelah pelayan pergi Desi baru menatapku dengan matanya yang masih basah dan merah. “Jika yang kamu maksud adalah perselingkuhan Mas Ardi, aku sudah tahu Lan.” Kata Desi yang sekarang sudah tampak lebih tegar. Walaupun suaranya masih terdengar bergetar.“Bahkan perselingkuhan Mas Ardi lebih lama dari perselingkuha
Pov Orang KetigaSurat panggilan sidang dari pengadilan agama akhirnya datang juga ke rumah megah Ardi. Dia termenung menatap kurir yang mengantar surat itu. Tangannya sudah meremas surat tanpa membalas sapaan kurir yang berlalu pergi. Ardi menutup pintu rumahnya dengan kasar hingga membuat Bu May yang sedang memasak di dapur jadi terlonjak kaget.Ia masuk ke dalam kamar lalu duduk di tepi tempat tidur. Menyobek amlopnya dan membaca gugatan Desi yang tertera dalam surat tersebut. Di surat itu menyebutkan tentang sikap kasar Ardi pada Desi dan anak-anak selama ini yang di sebut kekerasan secara verbal. Walaupun tidak ada kekerasan secara fisik. Mata Ardi semakin membulat saat ia membaca isi gugatan berikutnya dimana Ardi sudah berselingkuh dengan Sarah. Hanya nama Sarah yang di sebutkan. Tidak ada nama Raya sebagai selingkuha Ardi. Desi mengklaim jika dia punya semua bukti yang akan ia bawa ke pengadilan saat sidang pertama kelak."Desi si*"*****." Seru Ardi marah dengan suara men
"Sebenarnya dimana Desi dan anak-anak? Kenapa kamu sampai tidak tahu keberadaan mereka, Ardi?" Seru Mama jengkel yang membuatku keringat dingin. Sedangkan Papa hanya diam saja sambil menatapku tajam.Aku sangat tahu karakter orang tuaku yang lebih sayang dengan Desi. Tidak mungkin jika aku mengarang cerita jelek tentang Desi. Bukannya percaya Mama justru akan sangat marah padaku. Rasanya pikiranku buntu di tatap sedemikian tajam oleh orang tuaku "Aku nggak tahu Ma. Seharian ini aku bekerja di kantor jadi aku nggak tahu keman Desi dan anak-anak pergi. Tadi siang Bu May sempat telpon kalau Desi sedang tidak enak badan sehingga tidak bisa rewang di rumah tetangga. Jadi, Bu May yang menggantikannya. Aku izinkan karena tidak enak dengan tetangga kami jika tidak ada yang rewang. Baru saja aku pulang sore ini bersamaan dengan Papa dan Mama, mereka sudah pergi. Aku baru saja hendak mencari mereka. Tolong jangan marah padaku dulu." Jelasku pelan dengan suara bergetar. Ya ampun kenapa aku tida
Siang itu aku berkenalan dengan anak Bu May yang bernama Raya. Wajah cantik, tubuh seksi dan sikap yang ramah langsung memikatku saat itu juga Entah kenapa aku bisa langsung jatuh cinta pada Raya. Bukan hanya rasa tertarik seperti yang aku rasakan pada Sarah dan dua mantan kekasihku yang lain. Karena masih ingin mengobrol dengan Raya lebih banyak lagi, aku mengajaknya dan Bu May untuk menemaniku duduk di meja makan. Mumpung Desi dan anak-anak sedang tidak ada di rumah. Hampir saja kami ketahuan oleh Desi yang tiba-tiba saja sudah pulang ke rumah. Untungnya dia tidak curiga sama sekali dengan kedekatanku bersama Raya. Apalagi ini pertama kalinya aku mengijinkan pembantu untuk duduk di meja makan yang sama denganku. Setelah Desi pergi aku bisa menghela nafas lega.Di tengah kelumit hubunganku dengan Sarah yang sedang berada di masa membosankan, rasanya sangat menyenangkan bisa menjalnin hubungan dengan wanita baru seperti Raya. Dia jauh lebih pengertian dan baik daripada Sarah. Raya tid
Pov ArdiMenikah ternyata sangat membosankan. Apalagi jika istri sudah melahirkan bayi. Membuat penampilan fisik menjadi berubah seratus delapan puluh derajat. Wajahnya jadi sayu karena kurang tidur akibat begadang mengurus bayi. Tidak ada lagi badan seksi milik Desi yang bisa kulihat. Namun, di sisi lain aku juga menuntutnya untuk melahirkan sebanyak empat kali. Hingga kami memiliki tiga anak perempuan dan dua anak laki-laki. Aku ingin memiliki anak sebanyak mungkin yang bisa di jadikan pewaris perusahaan Papa. Sekaligus anak yang bisa mengurusku di masa tua nanti.Pelayanan yang di berikan Desi di atas ranjang juga tidak bisa maksimal lagi. Sehingga membuatku sering mencari pelampiasan pada wanita lain. Yang sudah aku uji kebersihannya melalui peemeriksaan kesehatan di rumah sakit. Setelah memastikan jika wanita yang aku pilih sehat dan bebas dari penyakit menular baru kami melanjutlan hubungan. Aku bisa memberikan banyak uang pada wanita simpananku setiap mereka mau melayani dengan
Rasanya badanku sangat letih saat pulang ke rumah bersama Andi dan Tika yang menyusul ke bimbel. Sedangkan Raka berada di rumah bersama Salma dan Salwa. Beruntung si kembar mau membantu dengan mengambil alih dapur dengan memasak untuk membuat menu makan malam kami kali ini. Mereka juga mau membantu pekerjaan rumah seperti menyapu dan mencuci piring. Bahkan untuk urusan seragam sekolah, anak-anak dengan terampil menyetrika. Tentu saja dengan di dampingi oleh si kembar. "Pokoknya Ibu tenang saja. Urusan pekerjaan rumah serahkan pada kami. Ibu juga nggak perlu lagi memasak biar nggak kecapekan. Fokus saja bekerja di bimbel. Kalau adik-adik mau menyusul kami yang akan mengantarkan." Kata Salma pagi ini saat kami tengah berkutat untuk membuat sarapan di dapur. Sedangkan Salwa dan Tika sudah membagi tugas untuk menyapu halaman depan dan rumah. Raka dan Andi masih sibuk membereskan tempat tidur dan buku yang akan mereka bawa ke sekolah."Terima kasih sayang. Kamu dan Salwa juga nggak perlu
Meskipun merasa sedih setelah melihat pesan balasan Wulan, aku berusaha untuk menenangkan diri. Mungkin untuk saat ini aku harus membiarkan Mama dan Papa berspekulasi sesuai dengan fitnah yang sudah di katakan Bu May pada mereka. Karena aku tidak ingin sembarangan memberikan bukti sebelum persidangan di mulai. Teringat dengan pesan Pak Hendra agar aku selalu berhati-hati terkait dengan barang bukti yang sudah di berikan ke pengadilan agama.[Biarkan saja Lan. Biar Papa dan Mama melihat sendiri di pengadilan bukti-bukti yang sudah aku serahkan. Aku takut jika memberikan bukti itu sekarang Mas Ardi akan punya bahan untuk mengelak. Bisa saja dia akan menyiapkan sangkalan mengingat Mas Ardi bisa melakukan segalanya dengan uang.]Balasku cepat. Aku tahu jika kemungkinan besar orang tua Mas Ardi akan tahu lebih cepat. Hanya saja hatiku tetap merasa sedih karena harus pergi begitu saja tanpa ijin pada mereka. Aneh sekali. Padahal ini keputusanku. Tapi, aku juga yang merasa sedih. Mungkin kar
Jarum jam sudah menunjukkan setengah empat sore saat kami sampai di rumah ini. Langit jingga mulai terlihat menjelang malam. Aku meminta anak-anak untuk menunggu di teras. Sementara aku pergi ke rumah pemilik kontrakan yang jaraknya hanya dua rumah saja dari sini. Saat bertemu Bu Marni langsung menyerahkan kunci rumah padaku lalu kami masuk ke dalam. Ruangan tampak bersih karena ada yang rutin menyapu selama dua bulan ini. Tidak ada perabotan di ruang tamu dan dapur. Tapi, setidaknya sudah ada tempat tidur dan lemari di setiap kamar yang di beli Ratna setelah aku mentransfer uang padanya. Saat Ratna dan keluarganya menginap di rumah ini. Dua koper besar yang dulu di bawa Ratna sudah ada di kamar utama. Sedangkan satu koper lagi aku kirim lewat jasa travel dan di letakan di dapur. Baru aku kirim beberapa hari lalu setelah anak-anak selesai ujian akhir sekolah atau yang biasa di sebut dengan UAS.“Kita sholat jamaah di ruang tengah dulu ya. Baru pasang seprai di kasur terus istirahat se
POV DesiSatu minggu lebih aku berusaha menghindari jebakan Mas Ardi walaupun obat terlarang itu sudah di tukar dengan teg biasa. Kadang kala aku menyanggupi keinginannya untuk minum teh di ruang makan atau berdua saja di dapur. Aku merasa gugup karena bingung harus menunjukkan reaksi apa setelah minum teh itu yang di yakini Mas Ardi mengandung obat terlarang. Namun, tidak ada reaksi apapun dari Mas Ardi selain ekspresi heran. Dia juga tidak curiga sama sekali. Setidaknya aku merasa sangat lega karena selalu berhasil lolos. Kesibukanku bersama anak-anak membuat Mas Ardi tidak bisa menjebakku untuk tidur bersama pria lain. Selain itu, dia juga harus sibuk bolak-balik dari rumah Sarah ke rumah ini karena harus membagi waktu setelah mereka resmi menikah secara siri. Membuatku bisa dengan mudah memasukan obat tidur setiap dia akan menjalanklan rencana untuk menghubungi temannya yang akan ikut dalam rencana untuk memfitnahku. Membuat Mas Ardi merasa bahwa ia terlalu kelelahan hingga bisa t
POV RayaLiburan selama tiga hari ke Bali bersama Mas Ardi sungguh menyenangkan dan menakjubkan. Karena ini kedua kalinya aku bisa liburan ke Bali setelah study tour saat SMA dulu. Ada banyak tempat yang lebih bagus sudah kami kunjungi. Di tambah dengan banyaknya oleh-oleh yang sudah kubeli dengan harga ratusan juta. Membuat aku membeli banyak baju, tas, sepatu dan masih banyak barang yang bagus dan sangat mahal. Tidak lupa juga aku membelikan untuk Ibu dengan jumlah yang sangat banyak.Dia sangat pengertian mengajakku pergi tanpa perlu bertanya dimana keberadaan suamiku. Setelah aku cerita Mas Ardi memang tidak pernah bertanya secara detail tentang sosok Mas Harun. Membuatku merasa sangat lega karena mereka bedua sudah saling mengenal sebagai rekan kerja di kantor. Aku takut jika Mas Ardi akan memilih mundur sebelum semua rencanaku dan Ibu terlaksana. Di sisi lain aku juga banyak menguping percakapan Mas Ardi dengan Sarah di kamar hotel tempat kami menginap. Dia selalu mengira jika a