“Maaf tadi kami berbincang sebentar,” sahut Thalita sekenanya. “Sebentar? Hampir 20 menit,” kata Diko seraya melirik jam di pergelangan tangannya. “Perusahaan Adrian tidak terlibat dengan semua ini Diko.” “Dari mana kamu tahu?” tanya Diko seraya membenarkan posisi duduknya dan menyilangkan kedua tangannya di depan dada. “Ya dia yang bilang padaku dan dari yang dia bicarakan aku rasa dia jujur,” kata Thalita lalu menghempaskan dirinya di kursi depan meja Diko. “Baru bertemu tapi sepertinya kamu sangat mengenal dia ya,” ujar Diko merasa cemburu. “Aku hanya menyampaikan apa yang aku lihat Diko, tolonglah jangan libatkan pribadi kita dalam masalah ini,” kata Thalita tegas. “Baik ... aku minta maaf, lalu Joe bekerja sama dengan siapa kalau begitu?” tanya Diko lalu melipat tangannya di atas meja. Thalita mengedikkan bahunya. “Aku juga tidak tahu, itu yang harus kita selidiki,” ucapnya. ** Diko pulang ke rumah dengan perasaan yang bercampur aduk, ia sangat marah pada dirinya karena
Thalita kembali ke kantor saat menjelang jam makan siang hampir tiba, segera Cya menghampirinya untuk menyampaikan beberapa hal yang telah Thalita lewatkan karena mengantar Diko ke bandara tadi.“Thalita ... kamu itu dari mana saja? Kamu tahu tidak banyak hal yang kamu lewatkan seharian ini,” cecar Cya begitu Thalita baru memasuki ruangan kerjanya.Thalita duduk di kursinya lalu melepas syal dan meletakkan tas serta syal tadi di tempatnya. “Memangnya ada apa?” tanyanya setenang mungkin.“Kamu tahu tidak, Joe sudah ditangkap oleh polisi karena kasus pencurian data perusahaan. Ternyata selama ini dia mendekati kamu ada tujuan tertentu ya, secara kamu sekretaris CEO,” celoteh Cya.Thalita merasa bahwa itu bukan berita besar untuknya. “Lalu, apa lagi?”“Lalu ... kalau aku tidak salah dengar tadi kamu di cari sama CEO yang baru. Yang tampannya beda tipis dengan pak Diko itu loh, hehe” goda Cya seraya terkekeh pelan.Thalita melirik jam di pergelangan tangannya. “Pantas saja, dia kan
Tak terasa jam kerja telah usai, waktunya para karyawan untuk pulang. Tapi tidak untuk Thalita, apa lagi kini ia harus merangkap sebagai asisten pribadi Adrian yang membuatnya semakin sibuk.Karena terlalu lelah, tak terasa Thalita sampai tertidur di atas meja kerjanya dengan menjadikan kedua tangannya sebagai bantal. Adrian mengetuk pintu ruangan Thalita beberapa kali. Merasa tak ada jawaban dari pemilik ruangan, Adrian masuk begitu saja ke dalam ruangan wanita itu dan mendapatinya sedang tertidur dengan sangat lelap.“Pantas saja tidak dijawab, dia sedang tidur rupanya,” batin Adrian sambil berjalan perlahan mendekat ke meja Thalita.Memperhatikan Thalita yang sedang terlelap membuat hatinya tersentuh, seharian ini ia telah banyak membuat wanita itu sangat kerepotan dengan berbagai permintaannya. Ia pun menyadari itu, semua memang ia lakukan untuk mengetahui seberapa layak gadis itu menjadi asisten pribadi sekaligus sekretaris yang akan mendampinginya untuk bisa membuat perusahaa
#Dear My Lovely Thalita, Sayang, saat kamu membaca surat ini, aku sudah berada di London. Mungkin aku terlalu lemah karena harus mengatakan semua ini melalui sebuah surat. Tahukah kamu betapa aku sangat mencintaimu? Ya, aku sangat-sangat mencintai kamu melebihi diriku sendiri. Aku bahkan rela memberikan apa pun yang aku miliki agar kamu bisa bahagia meski itu nanti bukan denganku. Berat rasanya mengatakan hal ini, aku bahkan tak mampu mengatakannya saat percakapan kita di taman sebelum aku berangkat ke London, aku tidak sanggup mengucapkannya padamu. Aku ingin mengatakan bahwa kita harus mengakhiri hubungan ini, bukan karena aku tidak mencintaimu. Tapi karena aku tidak ingin membuat kamu menunggu ketidak pastian dariku. Aku ingin kamu menemukan pria yang lebih baik dariku, setia, dan bukannya pengecut sepertiku yang selalu membuat hatimu kecewa. Maaf... hanya itu yang bisa aku katakan dan aku ingin kamu tahu meski hubungan kita harus berakhir seperti ini aku tidak akan pernah melu
Vino’s Restaurant...Seorang lelaki berkaca mata hitam turun dari mobil sedan miliknya, kemudian ia berjalan memasuki sebuah restoran yang sudah cukup lama tak ia kunjungi. Restoran tersebut adalah milik sahabatnya semasa mereka kuliah dulu, dan sejak 2 bulan setelah kembalinya dari luar negeri ia bertemu dengan sahabat yang ternyata adalah pemilik restoran ini. Sejak saat itu restoran Vino menjadi salah satu tempat makan yang paling sering ia kunjungi setiap bulannya selama setahun ini pria itu berada di Indonesia.“Iyan, akhirnya kamu datang juga. Mau pesan seperti biasa?” tanya Vino setelah bersalaman dengan sahabatnya itu.Adrian melepas kaca matanya. “Yes, seperti biasanya ya. Thank’s bro,” sahutnya antusias.Iyan begitulah panggilan akrab Adrian di kalangan orang-orang terdekatnya. “Makin sukses saja sekarang, perusahaan semakin banyak ya di mana-mana,” puji Vino seraya berbincang dengan Adrian di salah satu meja.“Apa sih, tidak juga. Justru kamu ini yang restorannya sem
“Dia di sini?” tanya Adrian mengedarkan pandangan ke seluruh penjuru restoran namun tak menemukan siapa pun selain Thalita dan Daniel yang berjalan ke arah mereka.“Iya, itu dia kemari,” tunjuk Vino pada Thalita. “Dia adikku, namanya Thalita. Bagaimana menurutmu?”“Jadi ... Thalita itu... dia adikmu?” tanya Adrian memastikan bahwa ia tidak salah dengar.“Iya Thalita adik kami,” timpal Dara yang baru datang. “Cantik bukan?” godanya.“Kalau Thalita adik kalian, lalu anak kecil itu—““Mommy!” seru Daniel seraya berlari memeluk Dara.“Ini yang sejak tadi kamu minta, sudah puas Sayangku?” tanya Thalita memberikan es krim pada Daniel seraya mencubit gemas pipi keponakannya itu.“Aku kira anak ini anaknya, karena tadi dia memanggil Thalita mama,” kata Adrian yang membuat semua tertawa dengan pernyataan polosnya.Thalita menatap tajam pada Adrian. “Memang tampang saya seperti ibu-ibu ya sampai Bapak kira sudah punya anak,” kesalnya.“Maaf, habis wajah kalian juga mirip hehe. Maaf ya,
Thalita’s POV Sejak kepergian Diko 1 tahun yang lalu, duniaku terasa berhenti berputar bersamaan dengan hancurnya hatiku karena ditinggal pergi olehnya begitu saja hanya melalui sebuah surat yang ia titipkan pada penjaga di rumahnya. Ingin rasanya aku berteriak, meluapkan segala amarah serta rasa kecewaku yang teramat dalam pada Diko. Kalau saja tidak ingat dengan kondisi ayahku, mungkin aku akan pergi menyusulnya ke London dan meminta penjelasan langsung darinya. Tapi setelah aku pikir kembali, untuk apa? Untuk apa aku harus mengejar cinta lelaki yang tidak pernah menghargaiku dan keluargaku. Aku berusaha memaafkan kesalahan keluarganya di masa lalu karena telah membuat aku kehilangan bundaku untuk selama-lamanya. Membuatku tidak bisa merasakan kasih sayang tulus seorang ibu seperti yang anak lain rasakan pada umumnya. Aku menemukan sosok seorang ibu yang selama ini aku rindukan pada kasih sayang yang diberikan oleh mama Diko, namun apakah itu semua tulus? Entahlah, mereka sama sa
Diko’s POV1 tahun berlalu, setiap detik yang aku lalui tanpanya terasa begitu menyiksa. Memang aku yang memutuskan hubungan kami dan akulah yang sekarang menderita karena kebodohanku melepas wanita yang sangat aku cintai demi mengejar karier untuk menyelamatkan perusahaanku dari kebangkrutan.Aku tersiksa tanpanya, hatiku pun hancur ketika harus memutuskannya hanya melalui sebuah surat yang aku titipkan pada penjaga rumahku. Mungkin sekarang dia membenciku, juga keluarganya pasti akan menganggap aku sebagai lelaki pengecut yang hanya bisa lari dari masalah.Aku terpaksa melakukan semua ini, menuruti keinginan orang tuaku untuk pindah ke London. Mereka memintaku untuk memutuskan hubungan dengan kekasihku, Thalita. Mereka bilang agar aku bisa lebih fokus dalam merintis usaha di sini tanpa memikirkan masalah percintaan.Aku sangat yakin, keluarga Thalita saat ini sangat membenci keluargaku. Baru saja mereka mau memaafkan kesalahan papa di masa lalu, namun sekarang kami malah menyaki
Setelah mendudukkan Thalita di samping Diko, pak Tio segera mengambil tempat di depan calon menantunya itu. Beliau yang akan menjadi wali nikah langsung untuk putri tersayangnya. Bapak penghulu mempersilakan Diko menjabat tangan pak Tio untuk bersiap mengucap ijab kabul.“Saya nikahkan dan saya kawinkan engkau Diko Argawinata bin Arya Argawinata dengan putri saya Thalita Aurelia binti Tio Leandro dengan mas kawin berupa emas sebesar 1794 gram dibayar tunai,” ucap pak Tio dengan tegas.“Saya terima nikah dan kawinnya Thalita Aurelia binti Tio Leandro dengan mas kawin berupa emas sebesar 1794 gram dibayar tunai,” jawab Diko mantap dengan satu tarikan napas.“Bagaimana para saksi?” tanya pak penghulu.“SAH!!” jawab Adrian dan para saksi lainnya dengan kompak.“Alhamdulillah,” ucap syukur semua orang yang hadir di ruangan itu.Thalita dan Diko turut mengucap syukur dalam hati atas kelancaran ijab kabul mereka. Diko merasakan kelegaan yang luar biasa setelah berhasil mengucapkan ijab
Diko mendekap Thalita dalam pelukan hangatnya, melepas segala rasa rindu yang telah keduanya pendam karena keegoisan mereka selama ini.“Aku masih merasa seperti mimpi, bisa memeluk kamu kembali setelah semua yang kita lewati selama ini. Terima kasih ya kamu mau menerimaku lagi,” ucap Diko seraya mengeratkan pelukannya pada wanita yang sangat ia rindukan.Thalita menghirup dalam-dalam aroma tubuh yang selama satu tahun ini sangat dirindukannya. “Aku pun masih merasa seperti mimpi, kalau pun ini memang mimpi aku rela terjebak selamanya asal bersama kamu di dalamnya,” ucapnya membuat pria di hadapannya tersenyum bahagia.Diko mengurai pelukan mereka. “Sejak kapan kamu jadi pintar menggombal?” godanya membuat pipi Thalita bersemu merah.“Siapa yang menggombal? Aku hanya membalas perkataan kamu saja,” elak Thalita seraya memunggungi Diko lalu mengulum senyumnya.Diko memeluk gadis itu dari belakang, yang merupakan pelukan favoritnya. “Kamu tahu tidak, aku paling suka memeluk kamu sep
“Maksud Mas apa? Mas Adrian tidak mencintaiku?” tukas Thalita.Adrian tersenyum getir. “Harusnya aku yang bertanya seperti itu ke kamu. Kamu tidak pernah mencintaiku kan? Aku tahu di hati kamu hanya ada namanya, bahkan meski kamu membencinya kamu masih menyimpan syal pemberiannya. Kamu tidak pernah sedikit pun bisa menghapus dia dari hati kamu, sekeras apa pun aku mencoba membuat kamu mencintaiku. Aku tetap tidak bisa,” lirihnya dengan mata berkaca-kaca.Air mata menetes begitu saja membasahi pipi Thalita. “Mas, tolong dengarkan aku dulu, aku sudah berusaha Mas. Aku akan belajar mencintai kamu, tapi tolong beri aku waktu,” pintanya.“Belajar mencintaku? Sampai kapan? Satu tahun lebih aku berusaha sabar menunggu waktu itu tiba, bahkan sampai dia kembali kamu tetap tidak bisa mencintai aku kan?” cecar Adrian.Thalita menutup wajah dengan kedua tangannya, menumpahkan tangisnya di sana. “Maafkan aku, Mas,” lirihnya.Adrian berjalan menghampiri Thalita, mengusap kepala gadis itu dan m
Meski hatinya merasa nyaman, Thalita berusaha keras agar tidak kembali pada perasaan yang telah membuatnya hancur. Ia telah melangkah maju dan tidak ingin mengingat masa lalu yang hanya akan menghambat masa depannya. Namun apa daya, ia tak bisa mengendalikan perasaannya. Meski cinta Adrian begitu besar padanya, namun tetap tak mampu merobohkan dinding cintanya untuk Diko. Hingga saat ini cinta itu masih sama, berapa kali pun gadis itu menyangkal perasaannya.Adrian pun menyadari itu, tatapan yang tak pernah ia dapatkan dari Thalita saat gadis itu menatap pada Diko. Seperti saat ini, mereka telah selesai menghadiri rapat bulanan yang diadakan oleh kantor Xander Corporation. ARGA Advertising yang merupakan rekan bisnis pun turut hadir untuk mempresentasikan hasil kerja sama antara mereka.“Sayang,” panggil Adrian lembut, membuat Thalita menoleh padanya.Saat ini Thalita, Adrian, dan Diko tengah duduk bersama di ruangan kerja Adrian untuk membahas hasil kerja perusahaan mereka seusa
“Adrian?”“Iya Diko ini aku Adrian, kakakmu,” sahut Adrian dengan tersenyum ramah. “Jadi selama ini—“ Diko tidak sanggup meneruskan ucapannya.“Maaf aku tidak bisa memberi tahu kamu di awal pertemuan kita, karena waktu itu aku belum bisa menerima papa Arya tapi sejak papa Arsene meninggal aku menjadi sebatang kara. Kemudian papa Arya dan mama Aulia datang dengan sabar mereka selalu menemaniku dan berusaha menjadi orang tua yang baik untukku. Sejak itu aku baru bisa menerima mereka sebagai ganti orang tuaku,” kata Adrian menjelaskan. “Lalu untuk apa kamu mengambil perusahaanku?” tukas Diko masih tak terima.“Aku bukan mengambilnya, aku hanya membantumu mengembangkannya. Dan sekarang kamu bisa menikmati hasilnya bukan?” Diko beranjak dari duduknya. “Lalu kekasihku? Apa bisa kamu kembalikan juga?” tanyanya kemudian.Adrian menggeleng cepat. “Thalita sudah bukan kekasihmu lagi, dia tunanganku. Dia juga bukan barang yang bisa kamu minta kembali, salahmu sendiri telah menyia-nyiak
Waktu sudah menunjukkan pukul 05.00 sore saat mereka keluar dari area pemakaman.“Lapar tidak sayang? Kita makan yuk,” ajak Adrian saat mereka sudah berada dalam mobil.“Lumayan sih, Mas.”“Oke kita makan ya, aku ingin mengajak kamu ke tempat makan favoritku,” kata Adrian antusias seraya melajukan mobilnya.Thalita hanya mengangguk dan tersenyum.Tak butuh waktu lama, 15 menit kemudian Adrian memarkirkan mobilnya di pinggir jalan lalu mengajak Thalita untuk turun dan berjalan ke sebuah tempat makan yang merupakan langganannya.“Bang, biasa ya kali ini 2 porsi tapi,” kata Adrian sambil melirik lalu tersenyum ke arah Thalita.“Siap Mas, silakan duduk dulu ya,”Lalu Thalita dan Adrian pun memilih tempat duduk tanpa meja tepat di sebelah rombong yang bertuliskan ‘Nasi Goreng Jawa Mantap’. Seperti namanya, makanan yang disajikan memang sangat mantap dan menggoyang lidah siapa pun yang memakannya. Meski hanya kios di pinggiran jalan, namun rasanya tak kalah dibanding restoran mahal
Diko telah selesai bernyanyi, ia meletakkan gitarnya dan berjalan dengan langkah gontai menuruni panggung.“Ada yang ingin aku bicarakan, kamu ikut aku sekarang,” kata Vino dengan tatapan tajamnya, begitu Diko baru saja turun.Dara dan pak Tio yang melihat kejadian itu lalu mengikuti mereka dari belakang.“Ada apa Kak Vino?” tanya Diko dengan wajah tanpa berdosa.“Ada apa kamu bilang? Sadar tidak, kamu itu sudah sangat menyakiti keluargaku, terutama adikku! Sadar tidak huh!” bentak Vino dengan menunjuk wajah Diko membuat pria itu tertunduk dalam diam.Dara yang baru saja datang bersama pak Tio langsung menghampiri Vino agar suaminya itu tidak terlalu melampiaskan emosinya, karena di luar acara pertunangan masih berlangsung.“Maaf ....”Hanya kata itu yang dapat Diko katakan, lidahnya terasa kelu. Terlebih ia baru saja patah hati membuat dirinya semakin terpuruk.“Untuk apa kamu datang ke sini, ingin merusak acara adikku iya?” tukas Vino dengan penuh amarah sambil mengepalkan k
Hari pertunangan Thalita dan Adrian tiba, restoran Vino telah dihias sedemikian rupa hingga tampak sangat indah. Dengan hiasan bunga mawar putih yang mendominasi, membuat suasana malam semakin romantis.Satu persatu tamu undangan mulai berdatangan, Dara dan Vino mewakili keluarga Thalita untuk menyambut para tamu lalu mempersilakan mereka menempati tempat duduk masing-masing menanti kedua calon untuk memasuki ruangan acara dan saling bertukar cincin tunangan.“Apa kamu sudah benar-benar yakin Sayang mengambil keputusan ini untuk bertunangan dengan Adrian?” tanya pak Tio memastikan lagi perasaan Thalita, ia tak ingin putrinya sampai kecewa untuk kedua kalinya.“Iya Yah, meski Diko sudah kembali aku tidak mau terjebak lagi dengan cinta palsunya,” ujar Thalita dengan tatapan sendu.“Apa pun keputusan kamu ayah pasti mendukung, ayah hanya ingin yang terbaik untuk kamu. Ayah berharap kamu akan selalu bahagia ya Sayang,” kata pak Tio dengan mata berkaca-kaca, tak menyangka putri kecilny
Rapat dengan klien di kantor, baru saja usai. Kini Thalita tengah sibuk mengerjakan tugas dari Diko sedangkan Adrian melanjutkan rapatnya di luar bersama klien tadi tanpa ditemani Thalita, karena mereka akan meninjau lokasi yang akan digunakan untuk event perusahaan klien tersebut.[Sayang, sepertinya aku akan pulang terlambat. Kamu pulang naik taksi online dulu tidak papa ya?] ~ Adrian[Iya, Mas.] ~ ThalitaSetelah membalas pesan Adrian, Thalita kembali melanjutkan pekerjaannya agar bisa selesai sebelum jam kantor berakhir. Meski Diko memberinya waktu hingga besok, namun Thalita tak mau menunda pekerjaannya untuk itu ia memilih segera menyelesaikannya hari ini. Selesai dengan tugasnya, Thalita segera mengantar dokumennya kembali ke ruangan Diko untuk diperiksa. Thalita mengetuk pintu beberapa kali namun tak ada jawaban dari sang pemilik, akhirnya ia memberanikan diri untuk masuk dan meletakkan dokumen tersebut di meja Diko.Thalita mengedarkan pandangan ke sekeliling ruangan, n