Alexander memerhatikan Kimbeerly yang terus menampakkan senyum manisnya dengan sorakan semua orang yang hadir. Ya, mereka melangsungkan pernikahan hari ini. Semua orang turut bahagia dan sekarang waktunya membuktikan bahwa mereka saling mencintai melalui sebuah ciuman. Alexander menarik pelan tengkuk Kimbeerly dan melayangkan ciumannya yang lantas dibalas oleh Kimbeerly.
Suara teriakan dan sorakan penuh kebahagian memenuhi aula pernikahan dengan Alexander yang lantas melepaskan diri. Mereka saling bertatapan sebelum akhirnya menyunggingkan senyuman. Alexander menggenggam jemari Kimbeerly dengan erat dan gadis itu yang terus menampakkan senyum menawan.
“Aku akan selalu mencintaimu.”
Alexander menoleh melihat Kimbeerly yang kembali tersenyum setelah mengatakan perasaannya kepada Alexander. Alexander hanya tersenyum tipis menanggapi hal itu. Ia segera membawa Kimbeerly berjalan ke depan untuk menjamu para tamu yang sudah datang.
Sorot mata Alexander tertuju pada dua orang yang tampak terharu di depan sana. Mereka adalah orang tua Kimbeerly yang sedang menampakkan senyum bahagia karena putri dan menantu mereka datang menemui setelah perubahan status yang baru saja terjadi. Alexander menampakkan senyum tipisnya setelah berada di hadapan kedua orang tua Kimbeerly.
“Selamat atas pernikahan kalian, Kimbeerly dan Alexander. Aku bahagia sekali melihat kalian telah resmi menjadi sepasang suami istri.” Victoria bicara sembari memeluk putrinya dengan penuh kasih dengan sorot mata yang juga menatap Alexander di samping putrinya.
Jeremy tidak bicara. Ia terus memerhatikan putrinya yang terus menampakkan senyum lebar hari ini. Ia tidak menyangka bahwa putri satu-satunya dalam keluarga mereka telah memiliki pasangan sekarang. Apalagi dengan sosok Alexander yang mengenal mereka dengan singkat. Jeremy bukannya tidak menyukai perubahan status anaknya, hanya saja ia merasa ini terlalu cepat. Jeremy masih ingin melihat Kimbeerly bersamanya dan menjadi anaknya yang tidak pernah jauh dari mereka. Sayangnya, ini sudah takdirnya.
“Ayah.”
Jeremy menampakkan senyumnya dengan anggukan sederhana. Ia menyambut Kimbeerly dalam dekap hangat sembari merasakan hatinya yang sedikit tidak rela melepaskan sang putri untuk diserahkan kepada Alexander. “Selamat atas pernikahanmu, Putriku yang cantik.”
Kimbeerly mengangguk menanggapi ucapan selamat dari ayahnya. Ia melepaskan diri dan menatap ayahnya yang baru saja mengusap air mata yang hampir keluar. “Kau jangan menangis, Ayah. Selamanya aku akan menjadi putrimu dan tak akan kemana-mana.”
Jeremy menggeleng. Ia kembali memeluk Kimbeerly. “Ayah hanya sedikit tidak rela putri satu-satunya dalam keluarga Libason sudah memiliki pasangan sekarang apalagi akan meninggalkan rumah.”
Alexander tersenyum miring mendengar penuturan Jeremy. Wajahnya begitu tenang tetapi tidak dengan sorot mata elang itu. Tidak ada orang yang akan memperhatikan bagaimana dirinya sebenarnya. Alexander pandai memasang wajah dan menempatkan diri.
“Ehem!”
Deheman Alexander lantas membuat pelukan Jeremy dan Kimbeerly terlepas. Kedua orang itu menatap Alexander sebentar sebelum akhirnya tertawa kecil. Menyadari bahwa orang baru tengah tersinggung dengan percakapan mereka.
“Jangan katakan kau cemburu dengan ayah dan putrinya itu, Alexander.” Victoria mengomentari ekspresi dan cara bertingkah Alexander dengan tertawa.
Alexander tersenyum tipis. “Seharusnya memang tidak, tetapi siapa yang tahu tentang perasaan manusia? Aku bahkan tidak bisa mengendalikannya untuk tidak cemburu meskipun aku tahu mereka adalah seorang ayah dan anak.”
Ketiga orang itu tertawa menananggapi ucapan Alexander. Pria itu benar-benar tahu caranya membuat suasana hangat. Jeremy juga selalu memandang Alexander sebagai orang yang cerdas. Pria itu tidak pernah terlihat berpikir tetapi ucapannya selalu sesuai dengan hal apa yang terjadi. Wajar saja jika putrinya terpikat dengan pria seperti ini. Alexander pandai melakukan apapun.
“Baiklah, baiklah. Maafkan Ayah mertuamu ini yang tidak mengerti dengan perasaanmu. Aku akan menyerahkan putriku untukmu,” ucap Jeremy seraya menjauhkan diri dari Kimbeerly dan mendorong pelan putrinya untuk mendekat kepada Alexander.
“Itu bukan salahmu, Tuan Libason. Itu salahku karena tidak memahami bahwa kalian sedarah yang malah membuatku terlihat konyol dengan ungkapanku yang tadi. Maafkan aku membuatmu tersinggung.” Alexander berujar sembari membungkukkan sedikit tubuhnya.
“Orang tuamu tidak datang, Alexander? Aku tak melihat mereka sejak acara dimulai.”
Alexander menaikkan satu alisnya dengan wajah lesu. Merasa bersalah lalu berujar, “Mereka meminta maaf padaku sebelumnya karena harus menunggu nenek yang sedang sakit parah di rumah sakit. Sebelumnya aku datang bersama Ayah tetapi dia dengan sangat menyesal tidak bisa menghadiri pernikahan putranya sendiri karena harus pergi ke luar kota. Aku akan meneleponnya nanti dan mereka juga menitipkan salam kepada kalian.”
Victoria dan Jeremy saling pandang. Merasa aneh dengan ungkapan Alexander. Hampir tidak ada orang tua yang ingin mengabaikan hari bersejarah anak mereka, apalagi untuk anak semata wayang dan ungkapan Alexander membuat mereka tidak yakin dengan kebenaran yang ada.
“Alexander berkata yang sebenarnya, Ayah and Ibu. Mereka mengatakan permintaan maafnya padaku tepat sebelum kita menikah dan memperlihatkan keadaan nenek Alexander yang begitu kritis. Ayahnya juga sedang dalam perjalanan bisnis penting hingga tidak bisa ikut serta dalam acara pernikahan kita. Meskipun ada rasa kecewa tetapi aku memaklumi keadaan mereka.” Kimbeerly berujar karena melihat raut tidak percaya dari kedua orang tuanya.
Alexander. Pria itu mengangguk menyetujui ucapan Kimbeerly sembari menampakkan wajah bersalahnya. Sorot mata itu terus meneliti raut wajah Jeremy juga Victoria. Jelas sekali mereka masih merasa belum percaya dengan apa yang Kimbeerly katakan, tetapi mencoba menutupinya dengan senyuman tipis. Alexander tersenyum sinis lalu mengalihkan pandangannya ke arah lain.
Sedangkan Kimbeerly yang melihat Alexander mengalihkan pandangan, merasa bahwa pria itu sedang menutupi rasa sedihnya. Ia mengelus lengan Alexander, bermaksud menenangkan lelaki itu dari rasa tidak nyaman dan suasana canggung saat ini. Alexander kembali menoleh dan menampakkan senyuman tipis kepada Kimbeerly.
“Baiklah, Ibu … Ayah … aku harus menyambut beberapa teman dan tamu yang hadir. Sebelumnya terimakasih telah memberiku selamat dan merestui hubungan kami. Kalian begitu berarti bagiku sampai kapanpun dan dimanapun. Ku pikir aku memang harus hidup dengan kedua orang tuaku yang hebat ini, tetapi justru aku malah beralih kepada Alexander untuk menuju masa depan. Putri kalian ini memang kurang ajar.”
Jeremy dan Victoria saling menatap sebelum akhirnya tertawa. Mereka mengangguk menyetujui Kimbeerly dan setelahnya, Kimbeerly membawa Alexander pada salah satu meja, dimana teman-temannya berkumpul dan menikmati hidangan yang tersedia.
“Selamat atas pernikahanmu, Kimbeerly. Aku tidak percaya kau akhirnya menyusul jejakku.”
Kimbeerly menanggapi dengan senyuman atas ucapan salah satu temannya.
“Apalagi lelakimu sangat tampan dan terlihat … berwibawa,” sahut yang lain.
“Kimbeerly yang polos tidak akan lagi ada setelah malam pertama mereka.”
Semua orang yang ada disekitar tertawa mendengar celotehan salah satu orang. Sebaliknya, Kimbeerly mengalihkan pandangan dengan wajah memerahnya juga Alexander yang tampak biasa saja. Seolah tidak peduli dengan apa yang teman-teman Kimbeerly katakan dan sibuk dengan pikirannya sendiri.
Getar ponsel membuat Alexander tersadar. Ia melihat sebentar ponselnya lalu membisikkan sesuatu pada Kimbeerly. Gadis itu terlihat murung sebentar sebelum akhirnya mengangguk menyetujui.
“Aku tidak akan lama, Baby.” Alexander berujar kembali dalam sebuah bisikan untuk menenangkan Kimbeerly.
Alexander segera beranjak pergi. Meninggalkan Kimbeerly bersama dengan teman-temannya yang juga terlihat penasaran dengan apa yang akan dilakukan pria itu hingga membiarkan istrinya sendirian. Kimbeerly hanya mampu melihat kepergian Alexander dan mencoba mengalihkan rasa sedihnya dengan bercanda bersama teman-temannya.
“Ku rasa suamimu bukan pria yang memiliki waktu panjang.”
Kimbeerly merasa tersinggung dengan ungkapan salah satu temannya namun ia membalas dengan gelengan pelan. “Dia memiliki banyak waktu, hanya saja mungkin itu lebih penting.”
Teman-teman Kimbeerly saling menatap dengan rasa penasaran yang tidak mampu mereka lontarkan. Biarkan itu menjadi rahasia bagi mereka sendiri lalu hilang begitu saja.
“Kau sedang dimana, bodoh? Aku menunggumu sejak satu jam tadi.”
Alexander sedikit menjauhkan ponselnya begitu suara teriakan nan melengking menerpa pendengarannya. Ia berdehem sebentar lalu mulai bicara. “Kenapa malah menungguku? Aku tidak berjanji menjemputmu jika kau lupa. Dasar!”
“Apa?! Kau melupakan perkataanmu sendiri? Dasar pria suka mengingkari janji. Katakan saja jika kau enggan menemuiku dan lebih memilih pekerjaan barumu itu.”
“Gunakan dasimu dengan benar, Alexander.” Kimbeerly berujar setelah memperhatikan penampilan suaminya dari ranjang luas yang ia baringi. Sedangkan Alexander berada di depan kaca seluruh badan sembari memasang jam tangan.“Aku sibuk memasang jam tangan,” ujarnya yang lantas membuat Kimbeerly menyingkap selimutnya dan mendekat.“Katakan saja kau malas membenarkannya dan butuh bantuan.”Alexander hanya menanggapi dengan senyuman tipis lalu membiarkan Kimbeerly sibuk dengan dasi yang ia kenakan. Sorot mata itu terus menatap wajah cantik Kimbeerly. Alexander tersenyum dalam hati. Ia merasa sedikit bersalah dengan apa yang ia lakukan saat ini tetapi egonya memutus semua perasaan yang hadir. Alexander mengalihkan pandangan setelahnya.“Selesai.”Alexander melihat pantulan dirinya di depan cermin lalu tersenyum simpul. Ini hari pertama ia masuk dalam perusahaan. Kimbeerly sudah menyiapkan segala keperluannya dengan baik serta wanita itu yang terus menampakkan senyumnya. Harusnya Alexander iku
Seminggu sudah sejak Alexander memimpin perusahaan El group’s yang merupakan perusahaan milik keluarga Libason. Sejak saat itu pula ia terus menelusuri tentang orang-orang yang sudah masuk dalam rencananya sembari meneruskan lakunya sebagai pengganti presdir. Waktu yang ia rencanakan memakan waktu sangat lama, maka ia tidak akan menyia-nyiakan waktunya hanya untuk bersantai dan menikmati. Ini belum seberapa dengan semua rencana yang ia susun. Perjalanan masih lumayan panjang dan Alexander berusaha keras agar tidak memakan banyak waktu untuk mendapatkan hasil yang ia inginkan.Tepat pukul satu siang, saat waktu istirahat. Alexander pergi dari ruangannya untuk makan siang, dan juga melihat salah satu orang dalam rencananya. Dia adalah salah satu anak buah kepercayaan Jeremy yang juga bekerja di perusahaan, tetapi khusus dibagian produksi dan hanya keluar ruangan saat jam makan. Alexander sudah memperhitungkan semuanya sejak awal, dan benar saja. Orang yang ingin ia temui baru saja kelua
“Kau baru pulang?”Alexander tak menggubris Kimbeerly yang baru saja bertanya saat ia baru masuk ke dalam kamar. Ia menaruh tas kerjanya di meja dan berangsur pergi menuju kamar mandi begitu saja. Mengabaikan Kimbeerly yang melihatnya pergi dengan raut wajah sedih sebab tidak digubris oleh suaminya.Alexander mengintip sebentar untuk melihat Kimbeerly, wanita itu mengambil tas kerjanya dan meletakkan pada tempat yang benar lalu menuangkan air putih ke dalam gelas yang kosong yang selanjutnya di minum wanita itu. Alexander menghela napas pelan dan kembali fokus dengan apa yang akan ia lakukan. Membersihkan diri dan beristirahat setelah seharian penuh bekerja.Kimbeerly mendudukkan diri di sofa yang ada di kamar. Sesekali melihat bagian kamar mandi yang masih tertutup pintunya. Ia menunggu Alexander untuk melakukan makan malam bersama karena ia sudah menunggu kepulangan Alexander sejak beberapa jam yang lalu, tetapi pria itu seolah tidak ingin melihatnya. Bahkan menanggapi ucapannya jug
Berita terbunuhnya seorang pegawai membuat heboh perusahaan. Antara karyawan saling menyatakan argument-nya dan kenyataan yang menyakitkan. Semua itu karena berita pagi ini yang memberitahukan kepada semua orang bahwa kepala devisi bagian produk meninggal dunia saat perjalanan bisnis.“Dari keterangan penyidik tidak ada yang salah dengan mobilnya tetapi kenapa tiba-tiba menabrak sesuatu. Apa ini sebuah jebakan dari seseorang?”Salah satu karyawan yang satu ruangan dengan korban menyatakan pemikirannya dengan teman-temannya yang lain. Sementara itu, beberapa diantaranya terlihat sedih tetapi juga tidak peduli. Rasa simpati tentu saja ada antara manusia, hanya saja jika dipikirkan terus menerus maka masalahnya tidak akan akan selesai.“Jangan bicara sembarangan. Mungkin memang sudah menjadi takdir tuan John mengalami hal seperti ini. Kau terlalu banyak menonton film hingga tidak bisa membedakan mana kenyataan dan mana khayalan. Semua ini hanyalah takdir buruk yang menimpa tuan John, kit
Seminggu sudah sejak kejadian kematiannya John yang membuat karyawan dan semua orang kaget dengan kenyataan yang ada. Alexander telah kembali tiga hari yang lalu dan menyelesaikan kontraknya dengan baik bersama Felix. Kini saat berada di rumah, ayah mertua dan keluarga Libason juga tengah memberondong dirinya dengan pertanyaan-pertanyaan yang bisa dikatakan menyudutkan dirinya.“Tapi, bagaimana kalian tidak tahu kejadian itu bahkan saat kalian melakukan pekerjaan yang sama.” Victoria mengungkapkan lagi pertanyaannya yang sudah Alexander jawab untuk kesekian kalinya.Semua orang juga memperhatikan Alexander yang membuat pria itu semakin tersudut dengan pertanyaan-pertanyaan yang mereka lontarkan.“Kami melakukan perjalan secara terpisah dan aku yang tertinggal. Tuan John dan lainnya lebih dahulu berangkat ke tujuan sebab aku masih memiliki pekerjaan sebelumnya. Bagaimana aku bisa tahu jika tuan John mengalami kecelakaan di depanku? Kita bahkan menggunakan jalan yang berbeda.”Kimbeerly
Alexander menatap satu orang yang berada diujung jalan sana. Pria yang tengah mengenakan mantel tebal dengan syal sebab udara dingin yang menyita. Tak berbeda jauh dengan dirinya yang menggunakan pakaian serba hitam juga jaket tebal berwarna serupa. Kakinya mulai melangkah dengan sosok di sana yang masih menunggu jemputan dengan sepanjang jalan yang amat sepi. Sorot mata elang itu tak henti menatap sosok di sana dengan kedua tangan yang berada di dalam saku jaket. Senyumannya tersungging dengan rencana epik yang sudah ia sempatkan sejak awal datang ke tempat ini. Sosok di sana, salah satu orang lagi yang telah merenggut kebahagiaannya saat kecil. Yang telah membuatnya kehilangan dua orang yang begitu ia cintai dan kasihi. Suara kaleng kosong yang sengaja ditendang membuat sosok di sana menoleh. Wajah pias terlihat begitu jelas dimata Alexander yang menutupi wajahnya dengan masker dan topi hingga menyisakan bagian mata saja yang samar. Alexander semakin mendekat dan sosok pria itu ya
“Mr. Robert ditabrak truk saat di jalan? Yang benar saja.” “Pada kenyataannya memang begitu. Lalu siapa lagi yang hendak kau salahkan? Presdir kita yang sebelumnya dicurigai banyak orang karena keputusannya? Dia bahkan membawa kesuksesan untuk perusahaan ini tanpa mengabaikan tuan John yang meninggal saat itu.” Pria itu terdiam karena tidak lagi berani curiga dengan siapapun setelah sebelumnya mengatakan pikirannya yang tertuju kepada presdir baru mereka. Pada kenyataannya, Mr. Lemos adalah pembawa kesuksesan untuk perusahaan mereka yang hampir terkena tipuan oleh beberapa orang yang bekerja sama dengan mereka. Ia belajar dari kejadian sebelumnya dan malu dengan apa yang ia ungkapkan waktu itu. Alexander yang ia pikir melakukan kesalahan kepada tuan John ternyata malah memutuskan hal besar untuk semua orang. “Jangan sembarangan bicara apalagi mengungkapkan kecurigaan. Manusia tidak ada yang sempurna dan tidak luput dari kesalahan.” “Aku tidak menaruh curiga dengan siapapun kecuali
“Kenapa bisa terjadi lagi? Tidak mungkin sebuah kebetulan terjadi untuk ketiga kalinya dan bahkan dalam waktu dekat. Tidak ada saksi mata dan bahkan dengan kejadian yang hampir serupa.” Jeremy menghela napas untuk kesekian kalinya. Pikirannya sungguh tidak bisa tenang dengan kejadian yang terus menerus terjadi, apalagi hal itu terjadi kepada orang-orang kepercayaannya. Tentu saja rasa curiga mulai muncul untuk satu-satunya pelaku yang belum ditemukan sampai saat ini. Jeremy dan Edward juga tidak berhenti untuk mencoba mencari bukti jika benar itu tindakan yang sengaja tetapi menggunakan dalih kecelakaan. “Jika benar ini terjadi karena satu pelaku, lalu kesalahan apa yang mereka perbuat hingga saling bersangkut paut dan bahkan harus mati dengan kejadian yang hampir serupa?” “Kau tenanglah dulu, Kakak. Kita tidak boleh tergesa-gesa dalam menyelidiki hal ini. Lagipula kita bisa mencari tahu lebih dulu kesalahan apa yang mereka perbuat hingga kematian mereka juga meninggalkan kecurigaa
Dua tahun telah berlalu begitu cepat. Usia yang sebelumnya muda semakin bertambah tua dan bayi yang bari saja lahir kini sudah pandai bicara dengan kakinya yang mulai berjalan tertatih sebab belum benar-benar bisa mengendalikannya. Kejadian demi kejadian terus berganti dan tawa serta tangis juga mengimbangi. Semua telah dilalui dengan suka dan duka yang bergantian. Menerjang orang-orang dan menyadarkan bahwa waktu memang secepat itu berlalu serta meninggalkan kenangan tiada akhir.Hari ini, di tempat yang amat sejuk serta terpaan angin menyapa dengan lembut pada dua keluarga yang sedang melakukan camping. Suasan ramai dengan tawa yang terdengar menandakan bagaimana mereka merasakan kebahagiaan saat ini dan melupakan semua kejadian yang terjadi sebelumnya. semua orang tersenyum, saling bercanda dan keempat anak yang bermain dibagian berbeda dengan keempat orang dewasa. Ya … mereka adalah keluarga Alexander dan Velena. Dua keluarga dengan kehidupan berbeda yang menyatu menjalin hubungan
Keadaan Valerie semakin membaik dan anak itu yang mulai mengingat dengan perlahan setelah lima bulan lamanya mengalami amnesia sejak kecelakaan. Begitu juga dengan Johaan, pria itu sudah kembali dengan rutinitas pekerjaannya dan kabar yang menggembirakan datang dari Velena yang hamil dua bulan saat ini. Tentu saja ini dijalani tidak mudah. Banyak kesedihan dan juga kebahagiaan yang tercampur menjadi satu dan itu semua juga mendapatkan banyak banyuan dari Alexander serta Kimbeerly yang merawat mereka dengan baik.“Gabriel letakkan mainanmu. Panggilkan ibumu untuk Arthur.”Gabriel segera beranjak atas perintah ayahnya yang duduk di sofa dengan dirinya yang bermain di lantai. Ia pergi ke kamar untuk melihat Arthur dan memanggil ibunya untuk segera datang. Bayi Arthur kini semakin tumbuh sehat dengan tubuh berisi nan juga terlihat semakin tampan. Tidak berbeda dengan Gabriel dulu, Arthur begitu mempesona bagi mata siapa saja yang melihatnya.“Awh … kau sangat menjijikkan, Arthur. Harusnya
Berada dipenjara sejak dirinya dinyatakan bersalah atas semua tuduhan dengan bukti yang ada, kini kehidupan Edward begitu menyedihkan berada disel tahanan. Pria itu hampir tidak pernah tidak depresi satu hari saja sebab pikirannya yang terlalu ricuh memikirkan cara agar dirinya tidak disalahkan. Gangguan otaknya sungguh menyita perhatiannya dengan tubuhnya yang perlahan semakin mengurus karena ia yang juga tidak mau makan dengan baik. Tidak ada yang menjenguk atau bahkan menanyakan kabarnya selama berada disel tahanan dan hal itu semakin memperjelas Edward bahwa Kimbeerly satu-satunya keluarga yang ia miliki benar-benar memutuskan hubungan keluarga dengannya.Seperti saat ini, Edward sesekali akan berteriak histeris dengan depresi yang ia alami. Ia bahkan dipindahkan ke sel tahanan khusus sebab dengan depresi yang ia alami membuat tahanan yang lain merasa terganggu dan hal itu malah membuat Edward babak belur karena dipukuli oleh tahanan yang lain. Hal itu juga telah diminta jauh sebe
Bolak-balik datang dan pergi antara rumah Velena, rumah sendiri dan kantor yang dilakukan Alexander selama beberapa hari ini membuat pria itu terlihat amat lelah. Kimbeerly bahkan harus menyiapkan vitamin tambahan untuk Alexander sebab tidak mau pria itu tiba-tiba jatuh sakit akibat kelelahan. Arthur juga perlahan pulih setelah tiga hari lamanya masih demam meski suhunya tidak setinggi hari pertama.“Kau tidak pergi bekerja?” tanya Kimbeerly yang baru kembali dari lantai bawah dan berpikir Alexander sudah siap lalu akan segera pergi, tetapi yang ia lihat saat ini justru hal sebaliknya. dimana Alexander justru sedang rebahan dengan Arthur yang berada di samping tubuh pria itu.“Aku mengambil cutie dua hari.”Kimbeerly mendekat dan menaruh susu dan vitamin berbentuk pill itu di atas nakas. “Kau merasa tak enak badan? Kita bisa ke dokter.”Kimbeerly mencoba memegang kening Alexander, tetapi pria itu segera menggeleng dan menampakkan senyuman. “Aku tidak mau melihatmu sakit, Al. Jadi kata
Sejak kepulangan Alexander dan Kimbeerly dari rumah Velena, kini berganti dengan mereka yang harus merawat Arthur yang mengalami demam tinggi. Apalagi Alexander juga harus bolak-balik dari rumah ke kantor lalu kembali ke rumah Velena untuk memastikan semuanya. Hal itu membuat tubuh Alexander benar-benar lelah dan ia juga tidak dapat berkeluh kesah sebab semua tanggungjawab ada padanya. Bagaimanapun ia harus menghandle semuanya sebaik mungkin dan tidak memiliki kesalahan.“Apakah masih panas?” tanya Alexander pada Kimbeerly lewat telepon video yang mereka lakukan saat ini.“Masih. Suhunya semakin panas.”“Aku akan segera kembali,” ujar Alexander kemudian memutuskan telepon video mereka. Ia juga bisa mendengar sendiri bahwa Arthur masih terus menangis di sana.Alexander menghembuskan napas pelan. Ia kini berada disebuah apotek untuk membelikan vitamin bayi dan beberapa asupan susu untuk Arthur. Meski telah diperiksa oleh dokter, tetapi suhu tubuh Arthur belum juga menurun dan anak itu y
Hari ini Velena, Johann serta Valerie sudah diperbolehkan pulang setelah beberapa hari menerima menanganan baik di rumah sakit. Alexander juga turut andil dalam hal ini untuk menjemput mereka dan kembali ke rumah, ditemani dengan Kimbeerly yang memang sudah pulang lebih dahulu setelah persalinan. Hanya Alexander dan Kimbeerly, sebab Gabriel dan Arthur tetap di rumah dan Alexander sudah menyewa orang untuk menjaga mereka sampai Alexander dan Kimbeerly kembali.“Terimakasih sudah mau kami repotkan, Alexander. Aku minta maaf karena malah membuatmu bolak-balik rumah sakit menjaga kami sekaligus Kimbeerly. Kau pasti lelah.”Alexander tersenyum tipis mendengar Johann yang berujar. Mereka sudah berada di mobil menuju ke rumah dengan Valerie yang terus berada dipangkuan Velena sebab hanya Velena dan Alexander yang diingat oleh anak itu.“Jangan seperti orang lain, Johann. Kami keluarga dan bantuan seperti ini seharusnya memang ada. Lain kali, jangan sungkan jika memang butuh bantuan. Aku akan
Alexander menghentikan dorongan kursi rodanya begitu sampai di depan sebuah ruangan operasi Johann yang tertutup rapat. Velena diam ditempat dengan sorot mata menatap pintu ruangan tersebut. Harapannya untuk terus merasakan kebahagiaan pupus begitu melihat kenyataan bahwa dua orang yang ia cintai bahkan belum bisa ia temui. Dua orang yang menjadi sumber kekuatannya justru sedang menagalami masa kritis dan harus mendapatkan penanganan lebih banyak untuk bertahan hidup. Ini menyakitkan tetapi mau tak mau Velena harus menerimanya.Velena menoleh, menatap Alexander yang berada di sampingnya, seakan menunggu permintaan apalagi yang akan Velena katakan.“Katakan saja,” ujar Alexander yang mengetahui bahwa Velena tidak berani mengatakan apa yang ia inginkan.Wanita itu terdiam dan kembali menatap perut ratanya. “Aku tidak siap mengatakan semua ini kepada mereka.”Alexander mengusap puncak kepala Velena dan mengangguk mengerti. “Aku yang akan mengatakan pada mereka.”Velena menatap Alexander
Velena mendapatkan ruang inap lebih dahulu sebelum Valerie dan Johann yang masih ditangani oleh dokter. Alexander segera menemani sepupunya itu setelah ia berhasil menenangkan diri dan memberitahukan kabar kepada semua orang. Kelurga Johann akan segera datang dan Kimbeerly yang terus meminta maaf karena tidak bisa datang sekaligus karena itu permintaan Kimbeerly agar Velena dan keluarga datang menjenguknya.“Al … kenapa perutku seperti ini?” tanya Velena yang baru sadar dan melihat perutnya yang kembali rata.Alexander mendekat dan menatap sedih melihat keadaan Velena saat ini. Sepupunya itu terlihat jelas sedang kebingungan tetapi Alexander bahkan tidak tega mengatakan kebenarannya kepada wanita itu. Itu terlalu menyakitkan untuk diberikan sebagai jawaban untuk Velena yang begitu menginginkan seorang anak setelah Valerie.Velena menatap Alexander yang tidak kunjung menjawab pertanyaannya dan malah diam saja dengan mengalihkan pandangan. “Al … katakan sesuatu padaku. Kenapa perutku se
kecelakaan yang terjadi kepada Johann, Velena serta Valerie membuat Alexander tidak bisa berhenti berpikir. Ketiga orang itu sedang dirawat di rumah sakit terdekat dengan tempat kecelakaan dan sekarang Alexander tengah menunggu dokter keluar dari ruangan setelah beberapa saat masuk untuk memeriksa keadaan mereka. Alexander terus mencoba berpikir baik tetapi setelah melihat keadaan ketiga orang itu membuatnya tidak bisa berpikir dengan tenang.Velena mengalami pendarahan dengan beberapa bagian tubuhnya terluka karena kaca mobil yang pecah, Johann memuntahkan banyak darah sebab bagian dadanya yang berpental bagian setir dengan amat keras dan membuatnya terus terbatuk dan tidak bisa bersuara dengan jelas, terakhir adalah Valerie yang mendapatkan beberapa luka dan tidak sadarkan diri setelah kepalanya terantuk bagian kursi depan. Melihat semua keadaan buruk ketiga orang itu tentu saja membuat harapan Alexander semakin rendah.Alexander tidak bisa tenang. Ia berdiri dan melangkah ke sana k