Home / Romansa / Balada Duda - Janda / 3. Suasana Baru

Share

3. Suasana Baru

Author: Chida
last update Last Updated: 2024-10-29 19:42:56

"Pak, meeting setengah jam lagi di mulai," kata Arven assisten Regantara.

"Kenapa mendadak meetingnya, Ven?" Regantara beranjak dari kursi kerjanya menutup laptop.

"Kurang tahu juga, Pak. Pak Wahyu meminta semua jajaran terkait untuk hadir, termasuk tadi saya lihat direktur perusahaan cabang kita di Semarang," terang Arven.

Regantara orang pertama yang hadir di rapat sore itu lalu di susul beberapa manager divisi dan para jajaran direksi perusahaan food and beverage yang sudah berdiri lebih dari 30 tahun itu. Dan terakhir sosok lelaki tua yang masih nampak gagah itu pun memasuki ruangan.

Rapat sore itu berjalan dengan baik, laporan dari semua cabang pun di terima Wahyu dengan garis bibir yang bangga, termasuk cabang baru mereka di Semarang.

"Ada satu hal yang ingin saya sampaikan, terkait dengan perkembangan cabang baru kita di Semarang. Pak Ramli ...." Sorot mata Wahyu berhenti menatap lelaki berumur 50 tahun itu. "Sebagaimana kita tahu kesehatan Pak Ramli belakangan ini sedang bermasalah meski pencapaian kinerja perusahaan baik-baik saja, tapi saya tahu Pak Ramli sedang tidak baik-baik saja."

Semua mata memandang lelaki yang memang terlihat nampak kurang sehat itu.

"Maka dengan ini, tanpa mengurangi rasa hormat saya pada Pak Ramli yang sudah membantu saya semenjak awal berdirinya perusahaan ini, per hari ini Pak Ramli saya tarik kembali ke kantor pusat dan untuk mengisi posisi yang kosong di Semarang maka dengan ini saya minta Regantara untuk menggantikan posisi Pak Ramli di sana."

Mata Regantara terbelalak, seingatnya dia belum memberikan keputusan pada Wahyu untuk menerima tawaran posisi itu.

"Tapi saya—" Regantara tercekat.

"Saya anggap semuanya tidak ada yang keberatan dengan keputusan ini." Satu per satu Wahyu menatap orang-orang kepercayaannya. "Dan untuk Regantara sendiri, semoga ini menjadi kesempatan baik untuk berkarir dan memajukan perusahaan kita."

Tepuk tangan pun terdengar riuh rendah, tatapan hangat begitu terasa. Regantara memang dikenal sebagai salah satu Manager Area yang patut di perhitungkan bukan karena dia menantu dari pemilik perusahaan tapi memang kinerjanya yang selalu baik.

"Pa," sahut Regantara membersamai langkah Wahyu sebelum menuju lift.

"Minggu depan kamu sudah harus berada di Semarang, Papa berharap besar sama kamu Regan."

"Tapi anak-anak, Pa. Regan belum membicarakan ini pada mereka."

"Pergunakan waktu kamu sebaik mungkin." Wahyu menepuk pundak lelaki bertubuh tinggi itu. "Papa pulang dulu, ketemu di rumah." Wahyu menarik sudut bibirnya sebelum pintu lift tertutup.

*****

"Papa pulang kapan?" Suara Arsa begitu nyaring di telinga Regantara.

"Minggu depan, Sayang."

"Berarti janji kemarin harus di tepati, ya?" Kali ini Kayma mendekatkan wajahnya pada layar ponsel.

"Iya ... iya, tiketnya sudah Papa booking. Minggu depan kita ke Dufan."

"Horeeee ...." Suara serta tarian kegirangan nampak dari layar ponsel.

Regantara tersenyum bahagia, sudah tiga minggu dia meninggalkan dua buah hatinya. Meski awalnya harus membuat perjanjian dengan kedua anaknya untuk pulang sebulan dua kali ke Jakarta. Dan kesepakatan itu dia setujui, meninggalkan buah hati tanpa ada sosok seorang ibu begitu berat bagi Regantara, apalagi dia merasakan sendiri saat dia berumur sama dengan anak-anaknya.

"Papa, dua bulan lagi libur sekolah loh. Kay sama Arsa boleh ya liburan di Semarang?"

"Boleh dong ... boleh banget. Jadi hari ini di sekolah ngapain aja?" Seperti biasa hal sepele yang selalu di tanyakan oleh Regantara menjelang tidur.

Celoteh dua bocah itu mewarnai malam, terkadang mereka sama-sama tertawa. Ada saja tingkah lucu kedua anak itu membuat Regantara terhibur.

"Ayo, sudah malam ... besok mau sekolah." Suara lembut Irma membuat kedua buah hati Regantara menunjukkan wajah lesu.

"Besok kita sambung lagi, ya." Regantara menampakkan wajah teduh. "Kay, Arsa ... jangan nakal, jagain Oma. Ok?"

"Siap Papa ... Papa hati-hati di sana. Bye ...." Kayma melambaikan tangannya sementara Arsa seperti biasa menunjukkan wajah cemberut.

"Arsa ... besok Papa telpon lagi ya. Papa nggak sabar mau dengerin cerita Arsa besok." Sudut bibir Regantara mengembang, berusaha menghibur putranya itu.

"Oke deh ... bye Papa." Arsa langsung memeluk guling dan menutup wajahnya.

"Enggak apa-apa ... nanti juga lupa," ujar Irma mengambil alih ponsel dari tangan Kayma.

"Iya, Ma. Titip anak-anak ya, Ma."

"Beres ... kamu tenang aja." Irma tersenyum.

"Regan tutup ya, Ma. Selamat malam, Ma."

"Malam, Regan."

Tirai putih jendela besar itu perlahan Regantara tutup, seperti biasa setiap malamnya Regantara hanya menghabiskan waktu jika tidak di depan laptopnya atau sekedarnmenonton televisi yang pada akhirnya televisi yang akan bergantian melihat dirinya yang tertidur pulas.

*****

Derap kaki Regantara melangkah tegas melewati kubikel - kubikel yang tersusun rapih di setiap ruangannya. Memasuki ruang kerjanya diikuti oleh Winda sekretarisnya yang sedari awal Regantara memasuki gedung kantor tidak berhenti membacakan jadwal lelaki 39 tahun yang harus dilakukan pada hari itu.

"Hari ini ada dua catering yang terseleksi, Pak," ujar wanita yang sudah mempunyai tiga orang anak itu. Winda meletakkan dua profil perusahaan catering di atas meja Regantara.

"Dari tujuh catering yang mengikuti tender kita, dua catering ini yang menurut saya sesuai. Mulai dari kualitas masakannya dan juga harganya," ujar Winda lagi.

"Kapan saya bisa mencicipi masakannya? Saya mau, karyawan menikmati makanan yang di hidangkan. Ini sebagai balas jasa kita untuk mereka yang sudah bekerja sangat keras untuk perusahaan," ujar Regantara.

"Rencananya hari ini, kedua catering akan datang membawa masing-masing dua masakan, Pak. Mungkin sekitar satu jam lagi ...." Winda melirik jam tangannya.

"Kamu juga sudah cek ruangan yang di renovasi menjadi kantin karyawan?" Regantara membolak-balik lembar profil perusahaan yang tadi diberikan oleh Winda.

"Sudah selesai, Pak. Desain sesuai yang Bapak mau."

Regantara mengangguk-angguk, "Hm ... Win, karena usulan kita sudah di setujui oleh orang pusat untuk merenovasi satu ruangan menjadi kantin karyawan serta kerjasama kita dengan pihak catering. Saya mau, kerjasama ini dioptimalkan ... bukan hanya sesaat. Saya mau semuanya merasa nyaman, kita buat suasana baru di kantor ini,," tegas Regantara.

"Baik, Pak."

"Kamu boleh kembali ke ruangan kamu." Regantara membuka laptopnya.

"Meeting dengan pihak Mall, siang ini pukul dua," ujar Winda mengingatkan dan Regantara hanya menjawab dengan anggukan.

Satu jam lebih berkutat dengan zoom meeting antara dia dan Wahyu, mertuanya.

"Jadi, Regantara ... kerjasama kita dengan salah satu Mall di Semarang itu sebaiknya langkah awal perusahaan kita semakin maju. Papa mengharapkan hasil yang luar biasa dari kinerja kamu. Tiga minggu saja kamu sudah membuat anak perusahaan kita ini sudah banyak perubahan. Good job, Regan." Senyuman Wahyu mengembang saat membaca laporan kemajuan perusahaan mereka.

"Regan berusaha sebaik mungkin, Pa. Mudah-mudahan produk kita mampu bersaing dengan banyaknya perusahaan food and beverage yang bermunculan beberapa tahun belakangan ini."

Ketukan di pintu sesaat membuat keduanya terdiam, Winda masuk memberitahukan pihak catering sudah datang.

"Kamu ada pertemuan?" tanya Wahyu.

"Dengan pihak catering, Pa."

"Oh ya, Papa salut dengan ide kamu. Semoga karyawan semakin betah dan nyaman bekerja dengan perusahaan kita."

"Regan hanya mencontoh cara kerja Papa," ucap Regantara menarik sudut bibirnya.

Setelah mengakhiri zoom meeting dengan Wahyu, Regantara meminta Winda membawa salah satu dari pihak catering untuk masuk ke dalam ruangannya.

"Selamat siang," sapa lelaki bertubuh tambun, berkulit putih dan bermata sipit, berjalan menuju pintu.

"Selamat siang, silahkan duduk," pinta Regantara.

"Perkenalkan saya Gunawan dari perusahaan catering Sejahtera," ujar lelaki itu sambil tersenyum.

"Bapak Gunawan ...." Regantara meraih profil perusahaan catering Sejahtera. "Menurut profil perusahaan Anda, catering ini sudah berdiri sejak tahun 2015. Lebih banyak bekerjasama dengan wedding organizer, dan acara seminar beberapa perusahaan."

"Benar, Pak. Kami salah satu perusahaan catering yang cukup di kenal di kota Surabaya ini. Kalo untuk kualitas makanan Bapak jangan khawatir, semua di olah dari bahan berkualitas dan higienis."

"Kalo itu saya percaya." Regantara menarik satu sudut bibirnya. "Hanya saja, perusahaan ini kan meminta jumlah besar, untuk setiap harinya ada lebih dari 150 karyawan pabrik yang akan menikmati hidangan catering Anda yang jika nanti Anda terpilih. Anda siap? Karena ini bukan perkara acara satu hari atau dua hari tetapi setiap hari hingga Sabtu."

"Siap, Pak." Gunawan bersemangat.

"Tapi ...."

"Tapi apa, Pak?"

Regantara diam sejenak.

"Harga Anda masih terlalu mahal."

Gunawan tercekat. "Untuk kota Semarang, Saya rasa masih di harga standar, Pak. Bagaimana kalau Bapak coba dulu masakan yang kami masak."

Gunawan membuka dua paper box, satu paper box berisi daging giling berbentuk bulat dilumuri saos kental berwarna kecoklatan. Sementara satu paper box lagi berisi telur balado.

"Saya coba ya," ujar Regantara meraih sendok plastik yang disodorkan oleh Gunawan.

"Bagaimana, Pak?" Gunawan mencoba menguraika arti raut wajah Regantara.

"Enak ... enak," ujar Regantara sambil mengangguk angguk lalu kembali menyuapkan sedikit daging giling ke mulutnya. "Hanya saja ...."

"Gimana, Pak?" Gunawan mulai gelisah.

"Mengingat ini adalah kompetisi tender, maka ada dua calon dan salah satunya yang akan memenangkan tender ini. Jadi, masih ada satu perusahaan catering yang akan saya nilai." Regantara menutup paper box yang ada di hadapannya.

"Baik, Pak. Saya berharap mendengar kabar baik dari Bapak," ujar Gunawan mencoba menahan perasaan tak menentu di hatinya.

"Sekretaris saya akan menghubungi Anda," ucap Regantara.

"Baik .... Terimakasih, Pak Regan." Gunawan mengulurkan tangannya dan di sambut baik oleh Regantara.

Winda masuk membawakan beberapa berkas yang harus Regantara tandatangani sebelum meeting berlanjut setelah makan siang.

"Kompetitor selanjutnya, mana Win?" tanya Regantara.

"Belum dat—"

Ketukan di pintu membuat Regantara dan Winda menoleh ke arah asal suara.

"Selamat siang, maaf Saya terlambat ...."

Comments (3)
goodnovel comment avatar
Taufik Hidayat
Akhirnya bertemu juga dengan jodohnya setelah sekian lama
goodnovel comment avatar
Aam Aminah
sepertinya disini awal pertemuan Regan dan Rubby
goodnovel comment avatar
Devi Pramita
eyak eyak yg bakal ketemu sama calon jodoh wkwkwk
VIEW ALL COMMENTS

Related chapters

  • Balada Duda - Janda   4. Sambel Goreng Ati

    "Bonoooo ...."Suara nyaring Rubi membuat Bono harus berlari tergopoh-gopoh menghampiri pemilik catering tempat dia bekerja."Ini sudah selesai semua," kata Rubi menyodorkan dua paper box berisi sambal ati kentang dan ikan pesmol yang akan dia bawa ke sebuah perusahaan food and beverage."Mudah-mudahan tendernya, kita menangkan ya, Mbak," ucap Bono merapikan perlengkapan yang akan mereka bawa."Iya, mudah-mudahan ... habis antar aku, nanti jemput Tama ya. Takutnya hujan ... banjir." Rubi meraih tas tangannya."Terus, Mbak Rubi nanti naik apa?""Aku bisa pake ojek online, sekalian mau ke toko Bu Ratih beli perlengkapan roti, sudah mulai sedikit.""Oke ....""Cepet ya, Bon. 15 menit kita sudah harus berada di sana," ujar Rubi meraih helm dari tangan Bono."Iya, Mbak ...."Nyatanya, 15 menit berubah menjadi 30 menit lantaran mereka harus terjebak macet di Simpang Lima."Demo, Mbak," ujar Bono membuka kaca helmnya."Demo apalagi?""BBM, Mbak.""Ya ampun." Rubi mendegus kesal."Mau demo ka

  • Balada Duda - Janda   5. Menang Tender

    "Jadi ... ditinggal gitu aja, Mbak?" Bono menyeruput es jeruknya."Setelah dia mencicipi masakan kita," jawab Rubi."Hhmm ... tapi kayaknya kita menang, Mbak," kata Bono yakin."Seyakin itu kamu, Bon." Rubi kembali berkutat dengan catatannya."Mbak Rubi cerita kalo wajahnya kayak seneng gitu kan waktu nyobain sambal goreng ati." Bono menggeser sedikit gelas berisi es jeruk ke sisi kanannya."Iya sih.""Nah ... masakan yang kita suguhkan kemarin itu aku rasa lebih merakyat. Ya Mbak Rubi tau lah, di sana banyak karyawan pabrik kan ... rata-rata penikmat masakan biasa, itu yang kita jual." Bono mengubah posisi duduknya."Iya, aku ngerti ... cuma aku gak suka bos nya. Sombong ... ih kamu kalo liat juga bakal gemes." Rubi meletakkan pulpennya. "Mukanya itu nyebelin, gayanya gini kalo ngomong," ujar Rubi memperagakan tangan Regantara yang di lipat di depan dada."Haha ... hati-hati Mbak, biasanya dari benci jadi cinta." Bono tertawa."Hush ... opo toh, kamu ada-ada aja. Eh iya, kamu hari in

  • Balada Duda - Janda   6. Bos Semprul

    "Dua menu ini untuk hari Senin dan Selasa ya, Bu," ujar Rubi meletakkan dua kantung kresek di lantai dapur di susul Bono yang membawa lebih banyak kantung kresek berwarna hitam."Ya sudah, nanti Ibu dan Mbok Inah yang kerjakan. Kamu siap-siap sekarang," ujar wanita berumur 55 tahun itu pada Rubi."Nanti ada Yanti yang akan membantu kita, Bu. Rubi hanya sebentar kok ....""Terus yang di toko hanya dua orang? Roti sudah dikerjakan semua?" tanya Widya lagi."Sudah semua, semua tugas mereka sudah Rubi bagi-bagi. Jadi mudah-mudahan ndak ada masalah."Ibu Widya mengangguk-angguk, selama ini wanita paruh baya itu selalu percaya dengan semua yang Rubi kerjakan. Rubi hanya memintanya untuk membantu sebisanya saja."Mbak, ayo nanti kita terlambat ... enggak enak," ujar Bono. "Aku tunggu di depan, ya.""Iya, aku siap-siap dulu," ucap Rubi lalu menoleh ke arah Widya. "Mbok Inah, semangat ya ...." Rubi mengangkat lengannya lalu tersenyum ke arah wanita yang sama tuanya dengan sang Ibu."Iya, Mbak

  • Balada Duda - Janda   7. Mimpi Di Siang Bolong

    "Kenapa nggak naik pesawat?" tanya Irma saat Regantara memasuki kamar rawat inap Arsa malam itu. Regantara langsung menghampiri tempat tidur dimana Arsa yang sudah terlelap."Gimana Arsa, Ma?" tanya Regantara tanpa menjawab terlebih dahulu pertanyaan Irma."Sudah stabil," jawab Irma. "Panasnya sudah tiga hari sama hari ini, siang tadi panasnya tinggi sekali. Waktu mau di antar ke rumah sakit, Arsa mengalami kejang," ujar Irma yang berdiri di ujung tempat tidur. "Maaf ... Mama jadi kecolongan—""Enggak apa-apa, Ma. Yang penting sekarang Arsa sudah stabil." Regantara tersenyum, dia tidak ingin ibu mertuanya itu semakin sedih. "Dokter bilang apa, Ma?""Tadi sudah cek lab, nanti mungkin dokter jaga yang akan membacakan hasilnya. Mama juga dari tadi menunggu." Irma melirik jam tangannya yang menunjukkan pukul 8 malam."Kayma?""Kayma pulang sama opa nya, dia mau nunggu kamu tapi Mama bilang besok saja, nanti kecapekan." Irma menarik kursi di dekatnya. "Kamu sudah makan?""Belum, Ma ... bel

  • Balada Duda - Janda   8. Acara Dadakan

    Lonceng di pintu masuk toko roti malam itu berbunyi. Rubi masih menghitung sisa roti yang berada di etalase, sedangkan dua pegawai lainnya berada di ruang belakang membereskan peralatan, maklum saja sudah pukul setengah sembilan malam yang artinya toko sebentar lagi tutup."Mau yang ini satu, ini satu, ini juga, yang ini masih bagus?" Regantara menunjuk satu roti keju, roti isi coklat, rasa kopi dan dua risole mayonaise yang tersisa tiga buah id etalase dekat Rubi berdiri.Rubi mengangkat wajahnya, wanita itu gelagapan saat melihat Regantara berada di toko roti miliknya."Pak Regan?""Kamu?" Regantara ikut terkejut melihat wanita berpostur sedang itu berdiri di balik etalase roti. "Kok di sini?" tanya Regantara."Milik saya, Pak," jawab Rubi canggung."Oh ... milik kamu." Regantara mengangguk-angguk."Saya siapkan dulu pesanan Bapak," ucap Rubi sambil mengambil kotak kue. "Hanya ini saja, Pak?" tanya Rubi memberanikan diri menatap lelaki itu."Iya, berapa?""Tiga puluh lima ribu," jaw

  • Balada Duda - Janda   9. Interaksi

    "Mbak ...." Bono memanggil Rubi membuat wanita itu pun ikut menoleh ke arah pintu masuk. Rubi cepat-cepat beranjak dari tempat duduknya saat melihat Regantara berjalan ke arahnya. "Pak," sapa Rubi sambil menundukkan sedikit kepalanya memberi hormat diikuti Yanti dan Bono. "Saya bisa minta kopi?" tanya Regantara. "Hah?" Mata Rubi terbelalak. "Diantar ke meja dekat jendela," kata Regantara lagi. "Oh, iya Pak." Rubi memberanikan kode pada Bono untuk membuatkan Regantara kopi. "Mbak, manis?" tanya Bono. "Enggak tau," jawab Rubi. "Lah, terus?" Bono kebingungan. "Tanya gih," titah Rubi. "Yang nanya?" tanya Bono lagi. "Ya kamu, Bon," jawab Rubi kesal. "Wes, biar aku yang nanya," sahut Yanti mengikat tinggi rambutnya. "Woo ... kesempatan dia." Bono menggelengkan kepala. Tak berapa lama Yanti kembali dengan tersenyum. "Kopi apa?" tanya Bono dan Rubi bersamaan. "Tanpa gula," cebik Yanti. "Pas di tanya mukanya datar buanget, huh." "Lah terus tadi ngapain senyum?" Bono mulai ta

  • Balada Duda - Janda   10. Suami Orang

    Entah ini kali ke berapa mereka berinteraksi, hanya percakapan sederhana tapi kali ini jantung Rubi berdetak begitu kencang ketika tawaran itu terucap dari bibir Regantara. "Masuk," pinta Regantara lagi dan benar saja hujan tiba-tiba turun begitu deras. "Terimakasih, Pak," ucap Rubi. "Sama-sama," jawab Regantara dengan tatapan lurus ke depan menatap jalan yang di guyur hujan deras. "Mau kemana?" "Saya?" "Ya iya kamu, kan di sini cuma ada saya dan kamu." Regantara tersenyum tipis. Rubi ikut tersenyum. "Saya mau ke salah satu kafe di jalan Ahmad Yani, bertemu teman," ujar Rubi. "Hujannya makin deras," ucap Regantara melihat ke atas langit. "Menurut kamu banjir nggak jalan Ahmad Yani?" "Biasanya banjir tapi nggak parah, Bapak bisa turunkan saya di halte nggak jauh dari jalan protokol." "Enggak perlu, biar sekalian saya antar," ujar Regantara tanpa menoleh ke arah Rubi. Hujan mulai reda saat mereka mendekati kafe, meski terhalang dengan kemacetan dikarenakan beberapa genangan ai

  • Balada Duda - Janda   11. Gara-gara Gerd

    "Oh, jadi bos semprul itu ke toko kemarin sore?" tanya Bono sambil meletakkan kontainer makanan yang berisi ayam kecap."Iya, memangnya kemarin dia nanyain aku?" tanya Rubi berharap pertanyaannya itu tidak memancing Bono dalam berpikiran yang tidak-tidak."Dateng ke kafetaria, makan, terus setelah makan dia memang nanya Mbak Rubi," jelas Bono."Nanya nya gimana, Bon? Eh maksudku, dia nanya kenapa?" Rubi mengatup bibirnya lalu mengalihkan pandangannya ke lain tempat."Penasaran, Mbak?" Bono tertawa."Ish." Rubi mendengus kesal."Sayang ya Mbak, sudah punya istri. Mbak jangan sampe jatuh hati lah Mbak, bahaya kalo udah suka suami orang." Bono menepuk-nepuk tangannya setelah beres mengangkat masakan yang akan di bawa ke kantor Regantara."Mudah-mudahan nggak ya, Bon. Jangan sampe ...." Rubi masuk ke dalam mobil menatap lalu lalang kendaraan pagi itu. Perkataan Bono bahkan teman-temannya silih berganti bermain di otaknya. Sebisa mungkin Rubi meredam getar-getar aneh di hatinya belakangan

Latest chapter

  • Balada Duda - Janda   Extra Part 15 : Takdir Cinta

    Sudah hampir setahun keluarga Regantara tak datang kembali ke Jakarta, dan khusus tahun ini bertepatan dengan hari ulang tahun almarhum Debby mereka kembali datang. Sebelum sampai di rumah mantan mertuanya, Regantara menyempatkan diri berkunjung ke makam istri pertamanya. Regantara dan Rubi beserta ke empat anak mereka duduk bersimpuh bersisian dengan gundukan tanah berbalut rumput yang di rawat dengan baik. "Apa kabar, Ma?" Suara lirih Kayma membuka keheningan diantara mereka. Sambil mengusap nisan sang Ibu, mata gadis itu pun berkaca-kaca. Ingin rasanya dia bercerita tentang kegundahan hatinya selama ini. Terlebih tentang cerita antara dia dan Tama, jika pun waktu bisa kembali dan berjalan tidak seperti saat ini, bisa jadi jodohnya adalah Tama. "Arsa, pimpin doa," ujar Regantara. Beberapa saat Arsa memimpin doa, Rubi ikut menaburkan bunga di atas gundukan tanah itu lalu dia merangkul pundak Kayma mengusapnya lembut. "Papa tinggal sebentar ya, Bunda dan anak-anak jika ingin men

  • Balada Duda - Janda   Extra Part 14 : Menutup Masa Lalu

    "Sudah berapa lama kenal Kayma?" tanya Tama dengan napas memburu sambil men-dribel bolanya."Setengah tahun," jawab Saka berusaha meraih bola yang berada di dalam kekuasaan Tama."Sejauh apa?" tanya nya lagi memutar tubuhnya menghindari gerakan Saka."Sampai saat ini masih berteman dan mungkin sebentar lagi akan lebih dari sekedar teman."Tama menghentikan gerakannya, matanya menatap tajam ke arah Saka. Denga satu kali gerakan dia melambungkan bola basket dan tepat masuk ke dalam ring."Benar kata Arsa, permainan Mas Tama keren juga," ujar Saka bergantian memainkan bola yang sudah berada di tangannya.Tama mengindahkan perkataan Saka, masih terngiang di telinganya ucapan Saka yang baru saja terlontar."Lalu menurut kamu, Kayma suka sama kamu?" Tama sekarang bergantian memperebutkan bola di tangan Saka."Ibarat kata orang tua dulu, alon alon waton kelakon. Semua melalui proses Mas, dan kami sedang dalam proses itu," jawab Saka memutar tubuhnya dan memasukkan bola ke dalam ring."Keren

  • Balada Duda - Janda   Extra Part 13 : Pertanyaan Di Hati

    Pukul sembilan lebih lima belas menit Tama berdiri di ambang pintu rumah besar milik Regantara. Kehadiran dirinya membuat kaget seisi rumah. Rubi berlari memeluk anak pertamanya itu, tangis rindunya tak dapat lagi di bendung."Kenapa nggak bilang kalo pulang, Nak?" Rubi masih memeluk tubuh tegap itu."Surprise, Bunda." Rubi melepaskan pelukannya, memberi ruang pada Tama untuk melepas rindu juga pada Regantara. "Sebenarnya Papa sudah tau dari Ayah kamu," ujar Regantara memeluk erat tubuh putra tirinya. "Tapi Papa nggak tau kamu sampainya hari ini." Regantara menepuk pundak Tama. "Sudah besar kamu, Nak." Mata binar memancarkan kebanggaan dari mata Regantara."Mas Tama," ucap Qiara yang juga menangis karena haru."Adik Mas Tama sudah besar, peluk dong.""Mas Tama ...." Qiara menangis karena rindu, saat di tinggal oleh Tama umurnya masih 6 tahun masih terlalu muda melepas kepergian kakak kandungnya itu."Kangen, ya?" Qiara pun menjawab dengan anggukan. Mata Tama mengarah pada sosok tubu

  • Balada Duda - Janda   Extra Part 12 : Kangen Rumah

    Ghea duduk menunggu di taman kota tak jauh dari apartemen mereka, tadi sepulang dari kampus dia mengabari Tama untuk menemuinya di sana. Alasannya, agar bisa langsung makan untuk malam ini di luar. Karena minggu ini dia berjanji akan mentraktir Tama."Hai." Suara Tama mengagetkan Ghea. Gadis berambut sebahu itu menoleh. Hari itu, entah mengapa dia melihat Tama lebih tampan dari biasanya."Kok ganteng ...." Kali ini Ghea memutar tubuhnya memastikan Tama memang benar-benar beda hari itu."Kan mau di traktir, emang nggak boleh ganteng?""Jangan ganteng-ganteng, kalo aku naksir gimana?" candanya."Haha ... jadi ada kabar apa?" tanya Tama sambil menyodorkan minuman kaleng oeghangat tubuh."Duduk sini." Ghea menepuk sisi sebelah kirinya lalu mengeluarkan amplop dari tas punggungnya. "Ini.""Apa?""Masih ingat kan kalo aku pernah cerita aku mengajukan beasiswa lagi untuk melanjutkan belajar di negara ini?""Iya," jawab Tama sambil membuka amplop itu dan perlahan membacanya. "Ghe, ini serius?

  • Balada Duda - Janda   Extra Part 11 : Pilihan Aku Jatuh Di Kamu

    "Jadi?" tanya Hesti sambil menunggu Kayma membereskan buku-bukunya."Jadi sih, tapi kamu temenin ya. Enggak enak kalo sendirian, nanti kesannya aku ada apa-apa.""Ya ampun, Kay. Ada apa-apa juga enggak apa-apa, selagi dia masih single bukan milik siapa-siapa. Ya lanjut aja," kata Hesti ikut meraih tas punggungnya."Emang enggak ada apa-apa, Hes. Kamu jangan mulai deh.""Kamu mau sampe kapan sih mikirin Mas Tama?"Kayma masih terus berjalan di koridor sekolah, kakinya selalu berat melangkah jika nama Tama di sebut."Enggak ada hubungannya sama Mas Tama, Hes.""Ya jelas ono, wong kamunya aja gagal move on. Pangeran di depan mata aja ketutup," sungut Hesti. "Sing tak pikirke ki Bunda, pasti sedih lihat kalian seperti ini. Saudara bukan, kekasih juga bukan tapi masih memendam cinta. Ayolah, Kay ... Saka juga nggak jauh lebih baik dari Mas Tama. Mas Tama boleh saja jadi cinta pertama kamu tapi, mungkin Saka atau lelaki-lelaki di luar sana yang akan menjadi masa depan kamu."Kayma menghenti

  • Balada Duda - Janda   Extra Part 10 : Masih Ingat Dia

    Ghea beranjak dari tempat tidurnya, sudah dua hari ini dia merasakan tubuhnya sedang tidak baik-baik saja, apalagi di tambah dengan halangan yang biasa setiap bulan kaum wanita dapatkan. "Just a minute," ujarnya dengan suara yang sedikit berat. Ghea membukakan pintu apartemennya. Tama sudah berdiri membawa beberapa paper bag makanan. "Masih pagi, Tam ... masuk," ucapnya mempersilahkan Tama untuk masuk. "Aku bawain sarapan pagi," kata Tama yang langsung menuju dapur. "Setelah makan minum obatnya." Tama menyalakan kompor untuk memasak air. Sejak dua hari lalu saat Ghea mengatakan dia sakit, Tama lah yang mondar-mandir memastikan keadaan gadis itu. Maklum saja Ghea adalah perantau luar negara yang tidak mempunyai siapa-siapa. Dan Tama merasa mempunyai kewajiban karena mereka hidup sendiri di negara orang. Ghea menguncir rambutnya hingga tinggi menampakkan leher jenjangnya, dia masih terduduk lemas di sofa. "Di minum teh nya, makan ini." Tama memberikan sebungkus sandwich pada Ghea

  • Balada Duda - Janda   Extra Part 9 : Membuka Hati

    Kayma masih mengenakan piyamanya pagi itu, dia berdiri di sandaran pintu kaca besar yang menghubungkan ruang makan pada taman samping rumah. Suara riuh Qiara yang bersorak tadi membangunkannya. Pandangannya jatuh pada tubuh atletis Saka yang tak mengenakan kaos, hanya dengan celana pendek Tama yang dia berikan semalam. Saka sedang asyik men-dribel bola basket dan mengecoh gerakan Arsa. "Yeay ... Qia tim Abang Saka. Semangat Abang," sorak Qiara. "Abang?" Kayma bergumam. "Eh Kak Kay udah bangun." Qiara menghampiri Kayma lalu menggandeng tangan sang Kakak dan duduk di kursi panjang. "Iya, soalnya kamu berisik," kekeh Kayma sambil mengusak rambut Qiara. Saka menghentikan permainannya, matanya menatap Kayma lalu tersenyum. Tubuh berpenuh peluh itu begitu terlihat silau terkena pantulan matahari. "Qiara kalo udah gede pengen punya pacar kayak Abang, ganteng baik lagi." "Anak kecil, mikirnya." Kayma meraup wajah Qiara. "Emang Kakak nggak suka ya? Kalo Kakak nggak suka nanti Qia bilang

  • Balada Duda - Janda   Extra Part 8 : Menginap

    "Apa kabar, Kay?" Saka mengulurkan tangannya pada Kayma."Baik," jawab Kayma masih tak percaya lelaki berseragam itu ada di supermarket. "Kok ada di sini?" tanya Kayma sambil mengerutkan keningnya."Mm ... belanja," jawab Saka bohong."Hah?""Aku ... itu, belanja ... iya belanja.""Oh ....""Kamu, sendirian?""Sama Bunda di sana ... oh iya aku butuh butter dan mayonaise." Cepat-cepat Kayma meraih barang yang di minta oleh Rubi. "Saka, maaf ya aku harus pu—""Saka? Wah kebetulan sekali ketemu di sini. Sedang libur tugas?" Rubi berjalan menghampiri mereka."I-iya Tante, libur.""Kapan masuk?""Besok, Tante ....""Kalo gitu ikut Tante, makan malam di rumah, ya.""Tapi—""Tante nggak terima penolakan loh, kamu pulang sekarang juga ngapain, kan libur?""Iya, tapi—"Mata Saka sekilas menatap Kayma, rasanya kemarin saat Rubi menelponnya skenarionya hanya makan malam tidak ada menginap di rumah keluarga mereka."Kay, ayo kita antri di kasir. Saka, bisa minta tolong di dorongan troli nya ya,"

  • Balada Duda - Janda   Extra Part 7 : Suatu Kebetulan

    "Hah? Cowok berseragam ... si Mas-mas Taruna? Serius?" Hesti terkejut saat Kayam menceritakan bahwa dia dan pemuda berseragam bernama Saka saling kenal. "Oh, bapaknya siap namanya?" "Saka." "Nah iya si Saka itu ternyata bapaknya satu komunitas dengan Papa Regan?" "Iya, kemarin sebelum mereka pulang, Papa mengundang keluarga Saja untuk makan siang di resto Bunda." "Ya ampun, Kay. Jodoh emang nggak kemana ya." "Jodoh apaan?" "Jodoh Mas Taruna lah .... Terus ada kelanjutannya?" tanya Hesti penasaran. "Kemarin minta nomer hp." "Aduh duuuh, Kay. Mbok kamu kasih?" "Enggak." "Laaah ... yo ngopi, Kay. Di kasih to yah, emang kenapa sih? Buka hati Kay, anggaplah berteman dulu kan nggak harus pacaran. Emang kamu bisa pastiin Mas Tama di sana nggak punya pacar?" Kayma terdiam, apa pula haknya memikirkan Tama. Bahkan lelaki yang pernah mengisi hatinya itu pun tak pernah sedikitpun menanyakan kabarnya atau sekali saja menelpon untuk mendengar suaranya. "Tapi dia kasih nomer hp nya?" H

DMCA.com Protection Status