Home / Romansa / Balada Asmara Biduan Dangdut / PERTANYAAN TES TAHAP DUA

Share

PERTANYAAN TES TAHAP DUA

Author: Haras
last update Last Updated: 2021-12-02 23:35:30

“…Siapa di antara kalian yang paling jago bikin lirik lagu?”

Kami kompak menunjuk Dewik. Namun dia segera menyangkal. Katanya, “Kami selalu diskusi soal lirik, aransemen lagu, dan pokoknya semua hal jika sedang bikin lagu. Jadi lagu kami kemarin itu hasil rembuk bersama. Malahan Kang Bambang-lah orangnya yang punya andil besar di lagu tersebut.”

Aku tertegun dengan kerendahan hati betina itu.

“Oh iya, ngomong-ngomong soal lagu, katanya kalian udah bikin lagu sendiri, kan? Coba deh terangkan, apa sih yang spesial dengan lagu tersebut?”

Seketika Dewik menyerahkan micropone kepada Kang Bambang. “Kalau soal itu, kita tanya saja sama pembuatnya.”

“Baik, silakan Kang Bambang.”

Kang Bambang berdehem. “Ehemm! Jadi gini. Lagu tersebut saya buat tujuannya satu, ya cuma ingin menghibur orang-orang aja. Sebenarnya aku udah lama kok bikinnya, tapi baru-baru ini aja kami ulik bareng-

Locked Chapter
Continue to read this book on the APP

Related chapters

  • Balada Asmara Biduan Dangdut   EMPAT MATA SAJA

    Malamnya, aku mengajak Inces untuk berbicara empat mata di Resto Hotel. Setelah memesan kopi kami pun meminta asbak, memilih tempat duduk di smoking area, lalu mulai berbicara.Awalnya aku berbicara ringan saja. Tapi kemudian kukatakan maksud yang sebenarnya.“Aku pengen pulang, Inces,” kataku sungguh-sungguh. “Aku udah janji sama Emak jika beberapa hari ke depan aku akan pulang. Aku nggak bisa ngingkarin janji ini. Tolonglah…”“Kamu mau keluar dari grup musik ini?” tanya Inces menyipitkan mata.Kugelengkan kepala. “Bukan gitu. Aku cuma pengen pulang sebentar, nengokin Emak dan terutama Temu.”“Temu? Siapa itu Temu?”“Bayi,” jawabku pendek. “Kami menemukannya di depan rumah waktu itu. Jadi aku dan Emak sudah janji akan membesarkannya bersama-sama.”“Ohh…”“Jadi gimana, Inces?”“Mmm, berapa hari

    Last Updated : 2021-12-03
  • Balada Asmara Biduan Dangdut   RALINE

    “Nces.”“Iya, kenapa Kir?”“Aku ke atas dulu ya.”Inces tak peduli. Bencong itu masih menekuni sosial media dengan sesekali tertawa-tawa sendiri.“Yaudah sana. Tidurlah kalau capek. Eike lagi nunggin kabar dari Ahmad Deddy nih. Ntar kalau udah ada keputusan dari mereka, Eike pasti hubungin kalian segera. Moga aja deh ya kalian bisa lolos tes tahap 1 dan 2.”“Amiin. Eh, emang malam ini ya keputusannya?”Inces mengangguk. “Udah sana tidur. Kita bicara lagi besok pagi aja.”“Oke sip.”Selanjutnya aku meninggalkan Resto Hotel tersebut, berjalan ke arah lift sambil memegang kertas yang baru saja kuterima. Sempat kuedarkan pandangan mataku ke segala arah, mencari sosok Raline sebagai pengirim surat ini. Tapi tak ketemu.“Apa maksud ini semua?” batinku terus bertanya.Ketika pintu lift terbuka, aku masuk dan segera memencet to

    Last Updated : 2021-12-03
  • Balada Asmara Biduan Dangdut   ADEGAN RANJANG 18+

    PERINGATAN!!! Seperti biasa, bab ini hanya akan berisi full adegan ranjang. Jika tidak berkenan, kalian bisa untuk tidak membacanya. Aku pastikan dengan tidak membaca bab ini, kalian akan tetap bisa mengikuti jalan cerita novel ini dengan utuh. Demikian. Terima kasih. **** Setelah mengatakan itu Raline menanggalkan baju piyamanya. Tampaknya otaknya sedang terpengaruh oleh alkohol, sehingga wanita itu tidak ragu sedikit pun saat melepasnya. Badannya ramping, dan kedua asetnya menggantung mungil. Meski ukurannya tak sebesar milik Dewik, namun itu tidak bisa memungkiri bahwa aku sangat berahi. Dia langsung mendekat dan menyerangku. Tanpa menunggu persetujuan dariku, wanita cantik itu lekas membenamkan bibirnya ke bibirku, dan badannya yang telanjang ditempelkan ke badanku. Aku kesulitan mengimbangi permainan bibirnya. Napasku tersengal-sengal. Aku mendorongnya, tapi itu tidak menyurutkan niatnya untuk m

    Last Updated : 2021-12-03
  • Balada Asmara Biduan Dangdut   DI KOLAM RENANG

    Aku berjalan menjauhi kamar Raline sembari merenung, mengapa kehidupanku di Ibu Kota bisa menggila seperti ini? Kadang-kadang aku merasa bahwa apa yang telah aku lakukan bukanlah Cukir yang dulu.Cukir yang dulu bisa dibilang lugu. Dia laki-laki polos yang bahkan terhadap wanita tidak punya rasa percaya diri. Namun kini lihatlah sekarang! Pria polos ini telah banyak tidur dengan para wanita. Ada apa ini sebenarnya? Apakah Ibu Kota bisa menjadikan seorang manusia menjadi hewan belaka?Tiingg!!Bunyi pintu lift terbuka. Segera aku masuk dan kembali memikirkan itu semua.****Di kamar, Dewik telah tertidur lelap. Jam dinding menunjukkan hampir tengah malam. Padahal aku tadi janji padanya untuk tidak pergi sampai larut. Aku bilang padanya, aku hanya ingin mengobrol dengan Inces empat mata, dan berjanji akan segera kembali ke kamar sebelum dia tidur.Tapi kini dia telah tidur. Lelap sekali tampaknya, mungkin dia kelela

    Last Updated : 2021-12-03
  • Balada Asmara Biduan Dangdut   JADWAL TES TAHAP TIGA

    Inces dan Kang Kang Bambang menyusul kami ke kolam renang lantai atas hotel. Tak hanya datang membawa tangan kosong, mereka datang dengan membawa beberapa cemilan dan sebotol anggur merk mahal. Aku tengah berbaring di bangku panjang kolam renang. Barang-barang itu langsung diletakkan di sebuah meja kecil di dekatku.“Apa ini?” tanyaku.“Anggur,” sahut Kang Bambang.“Buat apa, Kang?”“Ya sebagai perayaan karena kita sudah berhasil lolos tes tahap 1 dan 2 lah, apa lagi?” Dia tampak bersemangat.Bersamaan dengan itu Dewik yang menyadari kedatangan mereka segera menyudahi berenangnya. Dia keluar dari kolam renang dengan badan yang masih basah. Air kolam menetes di setiap lekuk tubuhnya yang padat. Seksi sekali. Apalagi saat dia mengibaskan rambutnya, bikin aku hampir lupa dunia. Dan terakhir dia mengambil 2 lembar handuk putih, lalu melilitkan ke rambut dan tubuhnya. Selesai itu dia duduk di samping

    Last Updated : 2021-12-03
  • Balada Asmara Biduan Dangdut   MALAM MINGGU

    Malam Minggu.Ibu Kota terasa lebih hidup, lebih bergairah.Di sepanjang jalan aku lihat muda-mudi berboncengan, berpelukan, berbicara entah apa seraya tersenyum dan tertawa. Si perempuan yang membonceng mencubit pinggang pacarnya, dan pacarnya menggeliat. Jari mereka menunjuk-nujuk bintang, menunjuk-nunjuk gedung, menunjuk-nujuk lampu jalanan, hingga pada waktu yang tepat kedua sejoli itu saling menunjuk-nujuk hidung.Tak berhenti sampai di situ, ketika mobil ini melewati sebuah taman, aku mendapati lebih banyak sejoli yang sedang bermesraan. Mereka duduk di bangku taman, si wanita menyandarkan kepalanya ke pacarnya, lalu mungkin pacarnya sedang berbicara mengenai rencana masa depan yang cerah, secerah matahari, hingga membuat si wanita kepayang.Aku menduga, setelah itu mereka pasti akan pergi menghabiskan malam berkeliling kota mengendarai sepeda motornya. Serta sesekali mereka akan berhenti membeli kacang rebus, es krim, atau makanan-makanan ringan, a

    Last Updated : 2021-12-03
  • Balada Asmara Biduan Dangdut   AL 4 M

    Selesai penampilan malam ini kami berkumpul di belakang panggung. Inces menghitung semua uang saweran dengan disaksikan kami dan juga perwakilan pihak club. Sesuai kesepatakan, dari uang saweran akan dibagi 70:30. Bagian terbesar untuk kami adalah 70%, sedang sisanya yang 30% untuk pihak club.“Dua puluh satu juta!”Kami semua terenyak saat mendengar perkataan Inces itu! Dua puluh satu juta? Astaga, aku tidak menyangka jika saweran akan sebanyak ini. Semuanya adalah lembar seratus ribuan atau paling kecil adalah lima puluh ribuan. Beda sekali dengan di kampung yang kebanyakan hanya uang lima ribuan.Semua uang tersebut kemudian diserahkan kepada perwakilan club, dan nanti bagian kami akan diberikan melalui transfer. Petugas club pergi membawa uang-uang tersebut, kemudian kami sedikit berbincang kemudian memutuskan pulang.Di depan gedung clun Si Jon sudah menunggu kami. Taksi besar berwarna kuning itu bahkan tidak perlu dihubungi, dia su

    Last Updated : 2021-12-04
  • Balada Asmara Biduan Dangdut   AIR MATA

    Aku mendapat kabar jika Temu masuk rumah sakit. Kabar tersebut datang melalui pesan singkat Aisyah yang dikirim ke ponselku.Seketika aku syok! Bocah yang terlahir tanpa kasih sayang Ibu Bapaknya itu sakit apa? Betapa malang. Betapa kabar ini mengejutkan.Segera kuambil ponselku dan mencoba menghubungi Aisyah. Tapi telepon hanya berdering tanpa ada tanda-tanda jawaban dari seberang. Aku mondar-mandir ke sana-sini di dalam kamar hotel seraya terus mencoba menghubungi Aisyah. Tapi sayang sepertinya gadis itu sedang terlalu sibuk untuk menjawab panggilanku.“Kenapa, Mas?” Dewik yang baru saja keluar dari kamar mandi ikut bingung melihat tingkahku. Biasanya aku tenang, bahkan cenderung cuek serta tidak memikirkan apa-apa. Tapi kali ini berbeda.“Mas?”“Temu masuk rumah sakit,” jawabku pendek.“Astaga, kenapa dia? Sakit apa bocah itu?”“Aku tidak tahu.”“Dari si

    Last Updated : 2021-12-04

Latest chapter

  • Balada Asmara Biduan Dangdut   TAMAT + EKSTRA BAB

    Dua Tahun Kemudian.Kupandangi foto-foto pernikahan di dalam album. Lembar demi lembar kubuka perlahan, sesekali senyumku terbit. Hingga seketika ingatanku terseret kembali di hari pernikahan itu.Pagi itu, acara cukup meriah digelar di pelataran pondok. Tenda-tenda besar warna biru diberdirikan, lengkap dengan kursi dan meja dan tentunya pelaminan serba putih.Saat itu aku masih ingat, tamu udangan kebanyakan dihadiri oleh tamu dari Abah Yai, dan hanya sedikit sekali kawan-kawanku yang datang, paling-paling dari kawan-kawan Emak atau teman dari tetangga desa sebelah.Kang Bambang tentu saja tidak bisa pulang. Inces juga tidak hadir. Dan Dewik tentu saja tidak mungkin mendatangi acara tersebut. Meskipun ketiganya saat itu sudah kuberi undangan dan kabar, namun aku tahu jika mereka sedang sangat sibuk, mempersiapkan konser tour keliling Indonesia bersama Mbak Inul Daratista.Dan sekarang, 2 tahun sudah berlalu, tidak terasa.Pagi ini seperti

  • Balada Asmara Biduan Dangdut   MELAMARMU

    Seminggu Berlalu...Langit pagi yang cerah, sebagaimana cerah hati dan perasaanku. Hari ini adalah momentum bersejarah, sebab pada akhirnya, aku akan melamar seorang gadis anak Kiai, Aisyah.Sejak habis subuh, aku sudah sibuk mandi dan berdandan sangat rapi. Meskipun jarak rumah kami hanyalah selemparan batu, tapi aku tidak mau menyepelekan, apalagi kalau nanti sampai telat!Emak pun sudah ikut berdandan seraya mempersiapkan semua keperluan. Kotak-kotak yang berisi barang-barang seserahan, seperti jajanan pasar, baju-baju gamis, alat-alat mandi, roti, seperangkat alat rias, semua sudah tertata rapi di teras rumah, dibungkus kotak mika transparan serta diberi ikatan pita berwarna biru.Dan di antara kotak-kota besar itu, ada sebuah kotak kecil yang berisi cincin bbermata berlian biru. Mengilap terkena cahaya matahari pagi.Duh... cantiknya.Orang-orang mulai berdatangan di pagi yang masih ranum itu. Mereka adalah Pak Erte, Pak Erwe, serta beb

  • Balada Asmara Biduan Dangdut   BERLIAN BIRU

    “Cincin siapa ini, Kir? Atau ini jangan-jangan mau diberikan ke Aisyah?” Emak berkata dengan masih menerawang cincin tersebut di bawah sinar matahari.Tampak berkilau dan terang, perhiasan itu jika ditilik sekilas memang sangat mahal.“Mmm, cincin itu sebenarnya punya Raline, Mak. Wanita itu yang memberikannya padaku. Dia bilang, suatau hari pasti akan berguna.”“Raline artis itu?”Aku mengangguk.Emak lanjut bicara dengan tertawa-tawa, “Woalah, ada-ada aja. Masak barang sebagus ini dikasihkan ke kamu?”“Memangnya itu bagus, Mak?”Emak mengendikkan kedua bahu. “Kalau pastinya ya Emak kurang tahu. Soalnya ini berlian. Tapi, Emak yakin harganya sangat mahal.”Tiba-tiba terbesit ide brilian. “Mak, pagi ini mau ke pasar nggak?”“Iya. Emak mau beli sayur buat masak.”“Yuk aku anterin, hehehehee. Sekalian manasin Vespa,

  • Balada Asmara Biduan Dangdut   PENGAKUAN DOSA

    Awalnya aku tak ingin mengangkat. Lama telepon kubiarkan berdering. Tapi pada akhirya kuangkat juga panggilan tersebut.“Hallo?”“Mas...” suara Dewik serak, seperti baru saja menangis. “Kamu pulang tanpa pamit sama aku?”“Aku pikir kemarin kamu sedang sibuk.”“Tapi kalau sampai tidak pamit itu keterlaluan, Mas. Kita pergi ke Ibu Kota bersama, lalu sekarang kamu memutuskan untuk pulang dan menikai seorang gadis lain, aku terima! Tapi apakah berat mengucapkan pamit?”Sebentar aku diam. Suara seraknya semakin kentara.“Mas? Hallo?”“Aku tahu kamu sedang sibuk dengan seorang laki-laki muda pengusaha kaya raya. Sebab itulah aku sengaja tidak pamit. Aku taku ganggu.”“Astaga, Mas! Mas?”Telepon kututup. Singkat tapi padat, aku tak ingin bicara lagi dengan dia. Malam ini tidak tepat. Sebab aku ingin segera tidur, dan berharap m

  • Balada Asmara Biduan Dangdut   KESEPAKATAN

    Selepas shalat magrib aku langsung diajak Abah Yai menuju ke Ndalem. Memang benar ternyata, setelah shalat hatiku terasa lebih adem.Abah Yai mempersilakan aku duduk dan berkata, “Gimana? Sudah adem kan hatinya sekarang?”“Betul, Yai. Sudah enakan.”“Nah, makanya jangan pernah tinggalkan sholat, ya.”Aku hanya mengangguk.“Jadi gimana tadi, soal mau melamar Aisyah? Nak Cukir sudah janji sama Aisyah?”“Betul, Yai. Bahkan saya sekarang ini sudah tidak ikut ke grup dangdut lagi. Saya sudah keluar karena saya ingin melamar Aisyah.”Mendengarku bicara, Abah Yai membuang napas berat. Seperti ada penyesalan dalam dadanya.“Mmm, maaf, Nak Cukir. Aisyah sekarang sudah dilamar sama orang. Lebih tepatnya kemarin siang, rombongan teman Abah datang ke sini buat melamarkan putranya. Yah, sayang sekali. Padahal kalau Nak Cukir yang melamar duluan tentu saja Abah mau.”

  • Balada Asmara Biduan Dangdut   KABAR MENGEJUTKAN

    Aku tiba di gang ujung desa saat hari hampir surup. Langit senja menguning keemasan, sebentar lagi pasti akan padam.Aku berjalan pelan dengan tangan membawa koper dan barang-barang serta sedikit oleh-oleh yang sengaja aku beli di stasiun tadi. Meski uangku telah habis, tapi membawa buah tangan adalah hal yang lumrah dan harus kulakukan.“Emak lagi apa, ya?” batinku girang merasa sudah rindu sekali dengan perempuan tua itu. Maka segera kakiku melangkah lebih melalui jalan desa yang becek, barangkali hujan baru saja reda.Begitu sampai di depan rumah, betapa aku kaget karena merasa asing dengan bangunan tersebut. Aku sampai mengucek-ngucek mata guna memastikan jika penglihatanku tidak keliru.“Apa benar ini rumahku?”Sebab rumah yang tadinya kurang layak pakai kini telah menjadi lantai dua. Emak pasti sudah memanggil tukang dan juga merehapnya. Semuanya di cat serba warna putih dan bahkan kami sekarang memiliki pagar da

  • Balada Asmara Biduan Dangdut   KEPERGIAN

    Pagi yang cerah.Aku terbangun dengan mata masih berat, dan ternyata Kang Bambang tidur di sebelahku.Semalam dia ikut bantu-bantu mengemasi barang-barangku, dan sekarang, waktunya aku pulang ke desa untuk menemui Emak dan Aisyah.Ada perasaan sedih sebenarnya, mengingat bila selama ini perjalanan di Ibu Kota tidaklah mudah. Tapi, keputusanku sudah bulat sempurna, sehingga aku beranjak dari kasur kemudian mandi.Selesai mandi, aku menyisir rambutku agar rapi.“Kang, oi, bangun, Kang!” Badan Kang Bambang kugoyang-goyangkan, dan seketika matanya mengerjap.“Eh?”“Anterin aku ke stasiun, yuk!”“Kamu yakin mau pulang sekarang?” tanyanya sambil menguap.“Yakin lah.”“Nggak nunggu yang lainnya?”“Lainnya siapa?”“Dewik, Inces, atau Yudi Keling mungkin?”Kulihat di sekitar Markas. Sepi. Manusia-manusia yan

  • Balada Asmara Biduan Dangdut   SEMUANYA HARTA RAIB

    “Tolong berhenti di minimarket depan itu, Pak.”“Baik.”Setelah taksi merapat di bahu jalan, segera aku keluar dan mengambil 2 botol minuman. Satu untuk aku, satunya lagi untuk si supir.Namun ketika sampai kasir dan kuberikan kartu ATM, lagi-lagi ini eror.“Maaf, Pak, kartunya nggak bisa dipakai.”“Apa? Kenapa bisa begitu?”“Saya kurang tahu. Sepertinya ada yang memblokir kartu bapak.”“Mana mungkin, Mbak? Aku nggak pernah merasa memblokirnya.”Si kasir menyerahkan kartu tersebut dan berkata, “Kalau ada orang lain yang punya semua identitas bapak, mungkin saja dia yang melaukannya.”“Pasti ini ulah Inces!”“Maaf, Pak?”“Oh, nggak apa-apa. Mmm, kalau begitu saya bayar pakai uang tunai saja.”“Baik, Pak.”Dengan perasaan kesal aku menuju ke taksi dan langsung pulan

  • Balada Asmara Biduan Dangdut   MATA-MATA

    “Kenapa? Ada apa di meja VIP nomor tujuh?” tanyaku penasaran.Lita dengan wajah yang serius berkata, “Ada Mbak Dewik, Mas.”“Dewik?”“Iya. Sepertinya dia sedang mabuk berat. Barusan aku menyapa, tapi Mbak Dewik hanya ketawa-tawa seperti tidak mengenalku. Dan yang jelas, dia sedang bersama laki-laki muda yang mesum itu, berduaan saja,” pungkas Lita kemudian dia mengelap meja bar.Sial. Apa yang mesti kulakukan sekarang? Apakah aku harus pergi ke meja VIP nomor tujuh kemudian membawanya pulang? Atau aku biarkan saja dia, toh sekarang kami punya kehidupan sendiri-sendiri? Bingung. Aku benar-benar bingung.Malam semakin ramai. Pengunjung makin banyak memadati club, dan satu per satu mereka memesan minuman. Ada yang datang berdua membawa pasangan. Namun kebanyakan mereka atang sendirian, dan nanti berharap sepulang dari sini mereka akan membawa pasangan dalam keadaan mabuk kemudian melakukan kencan satu ma

DMCA.com Protection Status