Beranda / Pernikahan / Bakti Seorang Menantu / 187. Dipatok Ular Bagian A.

Share

187. Dipatok Ular Bagian A.

Penulis: RatuNna Kania
last update Terakhir Diperbarui: 2022-10-08 01:43:31

Dipatok Ular.

Sesampai di depan rumah ibu, terlihat banyak orang. Aku langsung loncat dari motor saat mas Rahman baru saja berhenti. Aku berlari kedalam untuk melihat ada apa di rumah mertuaku.

Saat aku telah mencapai pintu, aku tak kuasa saat melihat apa yang ada di hadapanku.

"Bapaaaaaak!"

——RatuNna Kania ——

Aku menerobos masuk saat melihat bapak tengah dikipasi oleh Bu RT. Sedangkan ibu terlihat sangat khawatir.

"ADA APA INI?" tanyaku dengan menjerit, wajah bapak terlihat tenang tapi dadanya masih naik turun, itu tandanya beliau masih hidup.

"ADA APA INI?" Mas Rahman masuk tak kalah panik denganku.

"Bapakmu dipatuk ular, Man!" ucap Bu RT.

"Kenapa gak dibawa ke rumah sakit? Ayo kita ke rumah sakit!" ucap mas Rahman dengan panik. Urat-Urat di wajahnya tercetak jelas.

"Lagi nunggu pak RT datang, kebetulan lagi keluar," sahutnya lagi.

"Pake motor saja, ayo bantu angkat, ucap mas Rahman. Kebetulan ada Aris suami Tika juga disana. Akhirnya bapak dibawa dengan menaiki motor
Bab Terkunci
Membaca bab selanjutnya di APP

Bab terkait

  • Bakti Seorang Menantu    188. Dipatuk Ular bagian B.

    Dipatuk Ular. Heningnya malam menambah kecemasan. Kami semakin kalut, setiap derit pintu IGD terbuka, maka mata kami pun mengarah kesana. Ini sudah hampir jam dua malam, tapi belum ada kabar apapun dari dalam sana. Krieeet ….Derit pintu kembali terdengar, kali ini benar tebakanku mas Rahman yang keluar, aku langsung berlari ke arahnya, begitu pun kak Eni dan bang Rahmat. "Man!" "Mas!" Kami seolah kompak menyebut nama suamiku. "Aku mau jemput, Ibu," ucapnya dengan lemas. "Aku juga mau lihat, Bapak!" ucap kak Eni dan bang Rahmat serempak. "Sabar! Biarkan aku membawa ibu dulu!" Aku sedikit terperanjat saat mendengar kata-kata yang terucap dari bibir suamiku itu. Mas Rahman tak pernah bersuara tinggi terhadap kakak-kakaknya. Tapi kali ini dia seolah menyembunyikan sesuatu dari kami. Pikiranku tentang bapak sudah makin macam-macam saja. Teringat bu Hanum tetangga emak dulu, ia dipatuk ular tanah saat sedang membersihkan kebun di belakang rumahnya, dan nyawanya tidak bertahan dua p

    Terakhir Diperbarui : 2022-10-08
  • Bakti Seorang Menantu    189. Sepeninggal Bapak bagian A.

    Sepeninggal Bapak.Sirine mobil jenazah begitu meraung-raung di waktu menjelang subuh, sama kerasnya dengan raungan dalam hatiku yang kehilangan sosok mertua yang baik. ——RatuNna——Sepanjang perjalanan tak henti-hentinya aku bertanya dalam hatiku sendiri, kenapa bapak harus pergi secepat itu. Akh, Bukankah jodoh, kematian dan rezeki adalah rahasia Allah? Lantas kenapa aku harus meratap seperti ini. Kuusap kain penutup tubuh bapak yang telah kaku. Begitu berat rasanya menerima dengan lapang kenyataan ini."Mala ikhlas, Pak! Bapak yang tenang. Semoga amal ibadah dan kebaikan, Bapak selama ini jadi penerang di alam kubur. Doakan juga Mala agar selalu sabar menghadapi ujian rumah tangga kami!" Aku menarik nafas dalam dan mengusap-ngusap dadaku yang masih terasa sakit, sakit karena kehilangan sosok bapak mertua yang begitu baik.Aku coba untuk tegar karena siapa lagi yang akan mengurus pemakamannya bapak hingga selesai kalau bukan aku dan Mas Rahman. Jika aku saja sesesak ini, ap

    Terakhir Diperbarui : 2022-10-09
  • Bakti Seorang Menantu    190. Sepeninggal Bapak bagian B.

    Ibu terus menangis. Proses penguburan pun berjalan lancar juga cepat karena banyak yang membantu. Kini yang tersisa hanya gundukan tanah yang sedikit menggunung dan yang ada di pemakaman pun tinggalah keluarga inti saja, para tetangga dan teman-teman dan saudara lainnya sudah pulang. Ibu terus mengusap-ngusap kuburan bapak tanpa berkata sepatah kata pun.Ria sudah di bawa pulang oleh Aisyah dan kak Eni memakai motor, karena kondisi badannya yang lemah dan beruang kali pingsan. Tapi aku tetap membawanya ke pemakaman bapak, agar nanti tak ada penyesalan dalam hatinya sama halnya seperti ibu yang aku paksa bawa untuk melihat penguburan bapak."Bu, ayo kita pulang," ajakku dengan pelan tapi ibu hanya menggeleng dan terus menatap ke arah kuburan."Bapak sudah tenang, Bu. Yuk! kita pulang. Ibu harus istirahat nanti Ibu sakit karena dari kemarin belum tidur," ucapku lagi. Tapi ibu mertuaku tidak bergeming hingga Mas Rahman yang kini mengajaknya bicara."Bu hari sudah semakin siang, terik mat

    Terakhir Diperbarui : 2022-10-09
  • Bakti Seorang Menantu    191. Sepeninggal Bapak bagian C.

    "Ada apa, Man?' tanya bang Rahmat yang datang dari belakang.Mas Rahman menceritakan apa yang terjadi, tentang telepon dari Arif dan dia harus pergi ke Lampung hari ini juga. Bang Rahmat pun mendukung untuk Mas Rahman segera kembali ke Lampung beberapa hari. Karena dia bilang mungkin saja kesempatannya tidak datang dua kali. Dan aku membenarkannya."Percayakan ini pada Abang, Man. Karena aku adalah anak tertua," ucapnya dengan memandang wajah adiknya. Akhirnya dengan berat hati Mas Rahman pun menyetujui untuk pergi. Aku pun mempersiapkan segala sesuatu untuk kepergiannya. Setelah mas Rahman pergi, aku makin sibuk mengurus acara di rumah ibu setiap hari, untung saja di toko ada Agus dan Sandi. Profit pun makin hari makin naik. Aku mengambil keperluan untuk acara tahlilan dari tokoku, tentu saja dengan mencatat setiap barang yang di ambil. Bukan perhitungan, tapi anak bapak ada banyak. Jadi biar tahu berapa pengeluaran untuk acara ini. Uang yang di dapat dari para pelayat pun tak mai

    Terakhir Diperbarui : 2022-10-09
  • Bakti Seorang Menantu    192. Dua juta rupiah, bagian A.

    Dua juta rupiah, Aku mau. "Imbalannya apa? Kalian tidak bisa mengurusi ibu dengan alasan kalian bekerja dan reward untuk aku apa? Selama mengurusi ibu. Kalian bekerja sudah tentu mendapatkan uang lalu aku yang mengurusi ibu dapat apa?" ucapnya dengan lantang. Membuat aku kaget, dan kurasa bang Rahmat pun demikian. Sebegitu perhitungannya kak Eni dengan kami. Padahal sudah jelas selama setahun ini, akulah yang banyak mengeluarkan biaya atau tenaga untuk mengurusi keluarga ini. Dan yang aku titipkan juga ibunya, bukan ibuku."Kamu minta bayaran, Ni?" tanya bang Rahmat. Kak Eni terdiam, aku shock mendengar penuturan kakak iparku itu. Padahal selama ini, kehidupannya selalu ditopang oleh ibu. Bayar kontrakan, bayar listrik, bekal anaknya sekolah dan kadang-kadang makanan pun, selalu dibantu oleh ibu. Ya … kalau ibu sedang tidak punya, siapa lagi yang jadi korban? Pasti aku lah, dengan dalih pinjam dan ibu akan bilang, nanti ibu yang akan bayar. Tapi pada nyatanya tidak pernah terjadi.Se

    Terakhir Diperbarui : 2022-10-14
  • Bakti Seorang Menantu    193. Dua juta rupiah, bagian B.

    Dua juta rupiah, aku mau."Gimana, La?" tanya bang Rahmat sambil memandangku penuh harap. "Bang!" panggil mbak Susan, mungkin dia keberatan dengan jumlah nominal sebesar itu, tapi jujur saja, aku pun demikian. Toh selama ini kebutuhan kak Eni selalu di topang ibu sudah sewajarnya dia mengurusi ibu, apalagi itu wanita yang melahirkannya. Aku tak habis pikir dengan isi kepalanya itu. "Anak ibu ada empat, jadi masing-masing kebagian lima ratus ribu rupiah. Gimana?" tanya bang Rahmat sambil memandang adik kandungnya. "Ndak bisa gitu lah, kalian yang bayar bertiga," sahut kak Eni. "Bukankah kamu yang bilang anak ibu ada empat? Jadi kalau dua juta dibagi empat, masing-masing kebagian lima ratus ribu rupiah. Plus kamu gak usah sewa lagi, pindah kesini tinggal sama ibu. Bagaimana?" "Aku mau ngurusin ibu dan tinggal disini tapi uangnya pengen dua juta genap tanpa kurang sepeserpun," ucapnya lagi."Ya, nggak bisa begitulah! Itu namanya curang, ketika kamu minta bayarannya kamu bilang anak i

    Terakhir Diperbarui : 2022-10-14
  • Bakti Seorang Menantu    194. Dua juta rupiah bagian C

    "Mala! Tunggu!" teriak Mbak Susan.Aku langsung menghentikan langkahku, hanya sekedar ingin tahu, mau ngomong apa kakak iparku ini. "Kenapa?""Jangan gitu, La. Ibu kewajiban kita semua. Tolong mengalahkan sama Eni!" ucapnya dengan bijak. Cih, lihatlah bagaimana cara iparku mencari muka depan suaminya. Selama ini apa yang pernah ia berikan pada ibu mertua kami? Tidak Ada! Bahkan, beras kami pernah di curinya lalu ditukar dengan Pete. Banyak sekali dosa iparku itu, memanfaatkan kebodohan mertuanya sendiri. Berapa kali ibu ikut arisan, berapa kali pula katanya arisannya dibawa kabur, padahal uangnya digunakan sendiri. Jadi ketika dia bijak, jujur aku tak percaya. Apalagi setelah peristiwa viralnya aku di toktok akibat ulahnya, mual sekali rasanya. Dia berubah baik karena ada maunya, karena melihatku dengan keadaan sekarang biar mudah di hutangi."Mengalah? Untuk apa? Sudah jelas, kak Eni bilang itu urusan keluarga ini dan aku hanya menantu. Lah aku tau diri dong. Ngapain juga ngeribet

    Terakhir Diperbarui : 2022-10-15
  • Bakti Seorang Menantu    195. Dua juta rupiah bagian D.

    Aku bergegas mandi dan bersiap untuk ke toko karena walaupun ada karyawan, usaha itu tidak boleh dilepas. Kita harus selalu memantau usaha kita. Itu pesan yang aku dapat dari bosku dulu. Jadi, kalau masalah uang, katanya tidak boleh mempercayakan kepada siapapun. Ketika kita mempunyai usaha, maka keuangan itu harus dikelola oleh kita sendiri atau orang yang benar-benar dapat kita percaya. Karena kalau tidak bisa hancur semuanya dan itu memang benar adanya. Bahkan tidak sedikit orang-orang terdekat, saudara atau suami bisa saja berbuat curang karena kesempatan yang ada untuk melakukan itu semua. Jadi aku akan belajar merintis usaha ini dengan tanganku sendiri.Saat aku memasuki toko, kulihat Agus dan Sandy benar-benar kewalahan karena ada lima orang pelanggan yang sedang memilih barang dan semuanya ditanyakan pada kedua karyawanku. Akhirnya aku suruh Agus untuk melayani mereka dan aku menggantikannya di kursi kasir.Sampai jam dua belas siang masih ada saja pelanggan. Pembeli tidak pe

    Terakhir Diperbarui : 2022-10-15

Bab terbaru

  • Bakti Seorang Menantu    223. Suka sama, Abang, nggak?

    Bab 223. Suka sama Abang, nggak?"Man, ayo pulang. Aku harus ke Jakarta hari ini," ucap Arif memotong omongan Rahman dengan segera. Karena setelah dipikir-pikir olehnya, ini memang terlalu cepat. "Tadi katanya—""Sekarang nggak! Ayo pulang," ucap Arif dengan gusar karena Rahman malah terlihat seperti orang bodoh."Akh, ok!" Hanya itu ucapan yang keluar dari bibir Rahman lalu ia bangkit dan berpamitan pada mertua serta adik iparnya. Bu Sarah menyuruh mereka untuk makan dulu, tapi Rahman menolak dengan alasan Mala susah memasak. Bu Sarah tak bisa memaksa karena dia pikir juga anaknya pasti sudah menyediakan makanan yang enak. Satu persatu mereka saling berjabat tangan tak lupa Arif juga meminta maaf telah merepotkan semuanya. Namun hanya disambut tawa oleh keluarga pak Ahmad dan mereka bilang tak merasa direpotkan."Jangan pacaran, ya!" bisik Arif saat dia bersalaman dengan Aisyah. Gadis itu mengerutkan dahinya dan menatap pria dewasa yang berbadan tegap itu."Ingat pesan, Abang, ya!"

  • Bakti Seorang Menantu    Bab 222. Maaf

    Bab 222. Maaf.Sementara di rumah Mala, wanita itu kini tengah bercerita kepada mertuanya yang sedang duduk dan melihat wajah menantunya dengan seksama. "Bu, alhamdulillah Arif sudah ditemukan, jadi tidak lama lagi mas Rahman akan pulang," ucap Mala sambil menutupi kaki Bu Samirah oleh selimut yang baru saja selesai dipijit olehnya.Bu Samira menarik sedikit ujung bibirnya, dia tersenyum lega saat mengetahui bahwa teman anaknya itu kini sudah ditemukan.Ibu mau tidur sekarang atau mau menunggu mas Rahman dulu?" tanya Mala dengan lembut."Ibu nunggu Rahman aja!" sahut Bu samirah dengan pelan membuat mata Mala sedikit terbuka karena ternyata mertuanya menyahuti pertanyaanya setelah lama terdiam."Alhamdulillah, Ibu sudah bisa menyahuti saya," ucap Mala sambil terduduk lagi dan memegang bahu mertuanya dengan tatapan yang tidak bisa diucapkan oleh kata-kata. betapa bahagianya dia saat ini mengetahui sang mertua sudah bisa kembali berkomunikasi. "Memangnya kamu pikir, Ibu ini bisu?" tany

  • Bakti Seorang Menantu    221. Kesasar Bagian 2.

    Bab 221. Kesasar Bagian 2. "Ais kamu kok bisa ke sini?" Arif malah bertanya seperti itu."Aku mencari Abang! Bang Rahman tadi ke rumah, katanya Abang belum pulang. Akhirnya kami mencari Abang, takutnya Abang kesasar dan benar saja Abang ada di sini. Abang kenapa ngambil jalan sini sih?" ucap Aisyah dengan sedikit kesal."Maafkan Abang ya, is jadi merepotkan semuanya. Abang tadi lupa beloknya harus kemana, ini kan jalan cabang empat jadi Abang bingung mau lurus, belok kanan atau belok kiri. Eh, Abang malah ke sini dan ternyata ini nggak ada kampung malah kebun semua," ucap Arif dengan jujur dan tak enak hati."Lah iyalah, ini kan jalan untuk ke hutan, Bang. Disebelah sana ada kebun-kebun para warga dan memang ada pemukiman juga, tapi itu khusus untuk mereka yang rumahnya jauh dan memiliki ladang disini. Dan tentu saja tidak setiap hari mereka menginap maka tidak akan ada orang. Jadi sangat sepi, terus mobil Abang mana?" tanya Aisyah."Mobil Abang di sebelah sana, Is. Bannya nyelip jad

  • Bakti Seorang Menantu    220. Kesasar.

    Bab 220. Kesasar.Rahman mengendarai motornya dengan pelan. Karena ternyata pas keluar dari kampungnya harus melalui jalanan yang becek akibat hujan. Padahal di rumahnya seharian tadi, panas sekali. Jangankan hujan, mendung pun tidak. Bangunan rumah sang mertua sudah terlihat, namun mobil Arif tak ada disana. Rahman langsung turun dan mengetuk pintu. "Assalamualaikum!" "Loh, Bang Rahman?" pekik Aisyah saat pintu sudah terbuka lebar. Negatif thinking langsung menerpa pikirannya."Arif mana?" tanya Rahman pada Aisyah."Udah pulang dari tadi.""Mala gak menelpon kamu?" tanya Rahman lagi."Nggak, eh tapi sebentar. Aisyah lihat dulu ponselnya." Gadis itu seketika berbalik menuju kamarnya dan mencari ponselnya. Ternyata ada banyak panggilan dari WhatsApp dari sang kakak. Namun sayang sebelum sholat dia telah memasang silent mode on di ponselnya. Aisyah membaca pesan yang dikirim Mala satu persatu. Dia baru paham apa sebabnya yang membuat Rahman datang ke rumahnya. Di ruang tamu, Bu Sar

  • Bakti Seorang Menantu    219. Kesasar atau hilang bagian B

    Bab 219. Kesasar atau hilang.Aisyah langsung masuk ke kamarnya meletakkan seluruh barang bawaannya. Kemudian gadis itu menuju ke dapur, berniat membuatkan minuman untuk Arif dan juga kedua orang tuanya. Tiba-Tiba Bu Sarah pun muncul di dapur."Kamu bikin apa, Is?" tanya Bu Sarah. "Ini aku bikin kopi buat Bapak sama Bang Arif, ada cemilan apa, Mak di rumah?" tanya Aisyah"Tuh ada rengginang sama goreng opak aja, baru digoreng tadi pagi sama Emak!" ucap Bu Sarah dengan menunjukkan letak toples rengginang dengan dagunya. Aisyah pun menata nampan dengan dua buah toples berukuran sedang, serta dua buah cangkir kopi. Lalu mengantarkannya ke hadapan Pak Ahmad dan Arif di ruang tamu.Pak Ahmad terlihat asik mengobrol dengan Arif, hingga sesekali tawa dari keduanya terdengar. Aisyah masuk kembali dan duduk di ruang tengah karena melihat bapaknya dan Arif sedang asik berbincang. Gadis itu gak berani ikut duduk disana."Hmz, Pak boleh saya bertanya?" ucap Arif dengan ragu-ragu. Dia menautkan

  • Bakti Seorang Menantu    218. Kesasar atau hilang bagian A.

    art 112. Hilang atau kesasar? Aisyah mengangguk tanda membenarkan pertanyaan Arif. Gadis berlesung pipit itu begitu sangat terlihat manis dipandang dari samping. "Hmz … bagus, Is. Abang salut sama kamu!" Hanya itu ucapan Arif. Sungguh bertentangan dengan isi hatinya. "Tapi, kalau seandainya ada laki-laki yang tiba-tiba melamar kamu, apa kamu mau terima, Is?" tanya Arif dengan perasaan yang roller coaster. Keringat sudah membasahi tubuhnya. Meski ia telah bersiap dengan penolakan, tapi sisi egoisnya mengatakan bagaimanapun harus bisa memiliki Aisyah. Gadis tujuh belas tahun itu telah memporak porandakan hatinya, membuatnya gila dengan pikiran-pikiran masa depan yang indah jika dirinya beristrikan Aisyah."Gimana, ya! Lagian belum pernah ada yang melamar aku," sahut Aisyah dengan terkekeh geli. Mengingat banyak orang bilang dirinya cantik, pintar dan sebagainya. Tapi belum pernah ada yang melamarnya. "Hah … serius? Tapi pacar punya dong?" Arif mencoba mengorek hal yang paling rahasi

  • Bakti Seorang Menantu    217. Pedekate bagian B.

    "Arif bukan anak kecil. Dia sudah dua puluh tujuh tahun. udah biarin aja! Kamu sekarang kalau mau pulang, ayo cepetan. Arif udah manasin mobil tuh," ucap Mala dengan langsung berbalik pergi. Dia tidak mau lagi mendengar penolakan Aisyah atau apapun. Sedangkan sang adik hanya mengerang pelan, dia tak habis pikir dengan jalan pikiran kakaknya bagaimana mungkin seorang tamu yang tidak tahu wilayah tempat tinggal mereka disuruh mengantarkan dirinya, lelaki yang baru dikenalnya dalam hitungan jam.Meskipun bagi kakaknya, Arif pada sosok yang baik tapi belum tentu dengan dirinya. Tapi apa boleh buat, dia tidak mau menyinggung perasaan siapapun. Akhirnya suka tidak suka, Aisyah menyetujuinya dengan berusaha meyakini bahwa Arif itu orang baik.Aisyah menenteng ranselnya setelah berpamitan terlebih dahulu pada bu Samirah yang sedang duduk diatas kasur. Dia menuju ke teras depan, dimana Kakak dan Kakak iparnya beserta Arif berada."Tuh, Ais sudah siap," ucap Rahman saat matanya menangkap sosok

  • Bakti Seorang Menantu    216. pede kate bagian A.

    "Aisyah itu agamanya kuat. Mungkin saja dia itu tidak akan nyaman dengan keberadaan aku, orang yang dianggapnya memang bukan muhrim. Walaupun sama aku yang sudah jadi keluarganya. Memang dari dulu anak itu seperti itu, kalau aku nggak ada pasti dia akan disini bersama kakaknya. Tapi kalau aku pulang, dia akan gegas pulang juga ke rumahnya. Cuma pernah waktu Mala lahiran, dia disini agak lama," tutur Rahman. "Tapi bukan karena aku kan, Man?" Arif menatap cemas. Arif sangat takut kepulangan Aisyah karena ada dirinya di rumah Rahman. "Bukan! Bukan lah. Dari dulu semenjak aku pulang-pergi ke Lampung Aisyah hanya akan disini kalau aku tidak ada, kalau aku pulang, maka dalam hitungan jam dia akan langsung pulang," tegasnya dan diangguki oleh Mala.Arif tersenyum simpul mendengar apa yang dikatakan Rahman. Dia tidak salah menjatuhkan hati. Dia tidak salah menganggumi. Tatap matanya begitu penuh harap saat kata demi kata diucapkan oleh pasangan suami-isteri itu."Ya … udah, Mas ambil moto

  • Bakti Seorang Menantu    215. Aisyah mau pulang.

    Bersamaan dengan itu, Aisyah berbalik badan hendak masuk karena memang kegiatan menyapunya telah selesai. "Bang Arif, ngapain di sini?" tanya Aisyah, matanya beradu pandang dengan lelaki bertubuh tegap itu. Arif memejamkan matanya seketika. Setelah Rahman dan Mala kini targetnya sendiri tengah menanyainya. "E—anu, Sah. Abang mau ke kamar mandi," sahut Arif sambil menggaruk tengkuknya yang tak gatal, matanya tak berani menatap kearah Aisyah, namun berulang kali membuang pandangannya tapi kembali menatap gadis tujuh belas tahun itu."Ais, Bang. Aku nggak mau dipanggil Sah!" ucap Aisyah dengan cemberut. Dia memang tidak suka dipanggil ujung namanya, dia lebih suka dipanggil awal namanya saja. "Ow … Maaf, ya! Abang nggak tau," ucap Arif lagi sambil tersenyum canggung. Dadanya begitu bergemuruh bak pasukan akan perang, tubuhnya terasa panas dingin dan gemetaran."Iya, tapi jangan di ulangi panggil itu lagi, nanti aku ngambek!" ucap Aisyah sambil berlalu ke dapur guna menyimpan sapu seda

DMCA.com Protection Status