Danu tampak melamun setelah Nisa pergi dari hadapannya.'Bagaimana aku bisa langsung mengiyakan ajakannya?' gumam Danu seketika merutuki kebodohannya.'Perempuan itu pasti menyangka kalau aku tertarik padanya,' batin Danu kesal pada dirinya sendiri."Argh! Stupid!" pekik Danu hampir menjerit.Tentu ia berharap jika para karyawan sudah seluruhnya pulang sehingga tak ada yang akan mendengar pekikan atau teriakannya.Sesuai janji, Danu menjemput Nisa tepat di jam lima sore. Keberangkatannya jelas mengundang rasa penasaran kedua orang tuanya di rumah."Pergi sama Nisa, Bu." Danu menjawab pertanyaan sang ibu yang menanyakan penampilannya saat akan pamit pergi. "Pergi sama Nisa? Kencan?" tuduh ibunya tadi. "Enggak kencan, Bu. Nisa minta temenin ke acara nikahan temannya."Sang ibu senyum-senyum menggoda putranya. "Sama aja. Alasan aja itu."Danu memutar bola matanya, jengah. "Terserah ibu aja."Sekarang di sinilah Danu berada. Di halaman parkir kediaman Setiawan, rumah keluarga Nisa.Berk
Suasana pesta pernikahan kawan Nisa berlangsung cukup mewah. Beberapa orang yang yang hadir bukanlah orang sembarangan karena pemilik hajat adalah salah satu orang penting di negeri ini. "Apa ayah kamu enggak diundang?" tanya Danu setelah tahu siapa keluarga dari kedua mempelai. "Ayah sebetulnya diundang, tapi beliau ada keperluan. Jadi, ya ... aku sekalian mewakilkan.""Ada keperluan, tapi tadi masih kelihatan santai saja di rumah." Danu berkata heran. Namun, Nisa malah tertawa melihat kebingungan Danu. "Kan berangkatnya malam. Habis maghrib baru berangkat. Lagian ayah memang bukan orang yang ribet.""Oh. Sendiri atau sama ibu kamu?""Sama ibu."Danu mengangguk, paham. "Berarti ibumu juga orang yang santai, ya?""Ya, gitu deh." Nisa sepertinya mengerti kemana arah pembicaraan Danu. "Kamu enggak seneng, ya, Mas?" Tiba-tiba saja Nisa memanggil Danu dengan panggilan yang ayahnya sarankan. Seketika Danu tersedak minuman yang tengah ditenggaknya. Hal itu membuat Nisa tertawa terbahak
Sepanjang malam Danu tidak bisa tidur setelah kembali dari mengantar Nisa pulang. Obrolan dengan gadis itu masih terngiang di benaknya. "Aku memang sudah lost contact dengan Mas Amar sejak dia menikah."'Dia bilang cuma mengidolakannya, tapi kenapa ia memutuskan untuk tidak pernah menghubunginya lagi?' batin Danu bertanya. 'Mungkinkah kalau sebenarnya Nisa mencintai Mas Amar?' tanya Danu dalam hati. Hatinya tiba-tiba gelisah memikirkan ucapan gadis itu. Memikirkan apa yang Nisa katakan, Danu jadi teringat dengan pertanyaannya mengenai apakah Nisa mengenal Amar atau tidak. Saat itu Nisa tidak langsung mengakui. Meski Danu memberinya clue, tetap saja Nisa tidak ingat. Baru setelah disodorkan sebuah poto —itupun setelah beberapa detik mengamati, Nisa bisa mengenali. "Apakah selama ini ia memang telah melupakan sosok Mas Amar?" tanya Danu sembari menatap layar ponselnya. Di fitur galeri ada potonya dengan Nisa saat berpose dengan pengantin. "Aku bahkan lupa menanyakan tentang lelaki
"Seharusnya kamu jangan bicara begitu sama ibumu." Danu mencoba menegur Nisa saat mereka sedang menikmati sarapan pagi di salah satu restoran yang tak jauh dari rumah gadis itu. Danu sengaja mengajak gadis itu mampir sebentar, sebab perutnya yang tiba-tiba keroncongan. Ia tak mau pada saat rapat nanti tidak fokus karena lapar. Beruntung Nisa mau. Karena kalau tidak, mungkin Danu akan membiarkan gadis itu turun dan melanjutkan perjalanan ke kantor dengan naik taksi. Mendapat teguran dari Danu, Nisa merasa jika lelaki di depannya tengah menunjukkan rasa perhatiannya sebagai seorang kekasih. "Memang apa yang salah sama ucapanku, Mas?" Sepertinya Nisa tidak lupa dengan panggilan 'mas' yang ayahnya sarankan. Gadis itu selalu memanggil Danu demikian ketika sedang berduaan. Mulai memahami sifat Nisa yang iseng, membuat Danu terbiasa. Sehingga ia tak lagi kaget saat panggilan yang terkesan akrab itu diucapkan. "Bagaimana pun kita tidak setuju atau tidak suka dengan apa yang orang tua ki
Danu akhirnya kembali bertemu dengan orang tua yang pernah ia buat kecewa. Perasaan yang sejak tadi tak tenang karena khawatir akan membuat suasana tak nyaman, berubah seratus delapan puluh derajat kala orang tua itu tersenyum dan memeluknya. "Apa kabar, Nu?" tanya seorang wanita yang tak lain adalah ibunya Mita. Seketika Danu menangis dan memeluk wanita paruh baya itu lagi dengan perasaan yang tak bisa digambarkan. Terlebih saat lelaki tua di sebelahnya menepuk punggungnya lembut. "Aku belum sempat meminta maaf kepada Ibu dan Bapak secara langsung. Hukumlah aku, Bu, Pak, karena tidak punya nyali untuk menghampiri kalian dan meminta maaf atas kesalahanku kepada Mita.""Sudahlah. Yang lalu biarlah berlalu. Tuhan sudah memberikan teguran atas kesalahanmu itu. Sekarang Mita sudah hidup baik dengan Amar. Ibu dan Bapak do'akan semoga kamu juga segera bisa melewati dan melupakan semua masalah yang ada." Ibu Mita menatap Danu dan tersenyum, membuat mantan menantunya itu kembali memeluk pe
Pekerjaan membuat Danu melupakan momen pertemuan Nisa dan Amar kemarin. Terlebih Nisa yang menjabat sebagai sekretaris-nya juga terlihat acuh dan bersikap biasa. Nisa mampu menguasai pekerjaannya dengan sangat baik dan cepat. Belum ada dua pekan pekerjaan yang ia kerjakan selalu berakhir sempurna. Hal itulah yang membuat Danu puas. Kekhawatiran akan sekretaris baru, seketika terlupakan dengan kinerja Nisa yang mumpuni. Siang saat seharusnya istirahat, Danu memilih untuk memesan makanan. Masih ada laporan yang belum ia selesaikan, membuatnya terpaksa makan di dalam ruangan. "Pesankan saja saya makanan dan minuman!"Nisa yang berdiri di depan Danu sekarang mengangguk paham. Kegiatan rutin yang ia lakukan di setiap jam istirahat, adalah menanyakan kebutuhan makan siang untuk Danu, manajernya. "Baik, Pak. Bapak mau pesan makanan dan minuman apa?"Danu berpikir sejenak. Beberapa detik ia berpikir, lalu menjawab."Sop buntut aja, sama nasi putihnya jangan lupa. Minumannya es jeruk saja.
Nisa tengah menunggu seseorang di sebuah kafe. Pulang dari bekerja, ia sengaja menghubungi seseorang untuk berkonsultasi tentang masalahnya sekarang. Seorang perempuan datang, lalu menyalami Nisa —bahkan mencium pipi kanan dan kiri. "Maaf, ya, Mba Mita. Baru pulang umroh langsung aku ajak ketemuan.""Enggak apa-apa, Nisa. Santai saja."Seseorang yang Nisa ajak ketemuan ternyata Mita, mantan istri Danu. "Tapi, Mba 'kan butuh istirahat," sahutnya tak enak hati. "Iya, sih. Ya sudah, kalau gitu aku pulang lagi, ya?" Mita tampak meledek Nisa. "Ya-ya udah. Kalau Mba Mita mau pulang, enggak apa-apa kok!"Mita menghela napas panjang. "Kamu ini gimana sih! Tadi ngajak ketemuan, tapi sekarang malah ngusir," ucapnya seraya duduk tanpa diminta. "Eh, itu. Habis enggak enak, Mba." Nisa ikut duduk berhadapan dengan Mita. "Udah, enggak usah dipikirin. Aku belain datang, karena berpikir kalau ada hal penting yang mau kamu tanyain." Mita tersenyum menatap Nisa. "Tapi, harus penting, ya? Jangan
Danu sampai di rumahnya sebelum makan malam. Ibunya sudah stand by di dapur menemani pelayan yang sedang menyiapkan makanan. "Malam, Bu!" sapa Danu menyempatkan masuk ke dapur. "Eh, Nu. Malam. Baru pulang?" jawab sang ibu seraya mengulurkan tangan saat Danu menariknya. "Iya, Bu. Banyak banget kerjaan." Danu berkata seraya menghempaskan tubuhnya ke kursi di ruang makan. Danu melepas ikatan dasinya, lalu menggulung lengan kemejanya. "Ini apa, Bu?" tanya Danu saat matanya melihat bungkusan di atas meja. Sang ibu menoleh, lalu tersenyum. "Itu oleh-oleh dari Mita.""Oleh-oleh? Mereka memang udah pulang?" tanya Danu seraya membuka bungkusan tersebut, lalu mengambil sebungkus kecil kacang pistachio kesukaannya. "Udah kemarin. Tadi Ibu dan ayah mampir ke sana.""Ibu ke sana?" Danu menoleh sambil mengunyah kacang yang ia pegang. "Iya," kata ibunya Danu yang sudah menata makanan di meja makan. "Ayah yang ajakin. Bapaknya Mita kasih kabar pas ayah kirim pesan. Terus ayah langsung deh aj
Proses ijab kabul berjalan dengan lancar. Meski sudah dua kali menikah, Danu tetap merasa gugup ketika acara hendak dimulai. Tapi, sang penghulu membuat suasana hatinya jauh lebih baik sebab kepandaiannya mencairkan suasana. Nisa dihadirkan setelah Danu mengucap ijab kabul. Gadis itu muncul bersama Mita mengenakan kebaya berwarna pink yang cantik, secantik wajahnya. Beberapa orang yang belum mengenal Nisa, tampak terpesona dengan kecantikan gadis itu yang tampak alami. Ya, Nisa meminta pada penata riaknya untuk tidak mendadaninya dengan riasan yang tebal. "Natural saja, tapi bagus."Alhasil, beginilah penampakan Nisa sekarang. Mampu membuat semua orang terpana dengan kecantikannya yang khas dan alami. "Orang kaya yang enggak banyak tingkah. Danu beruntung." Amar berkata pelan kepada istrinya. Mita tersenyum mendengar ucapan Amar. Ia setuju dengan pujian suaminya itu. "Aku pikir keduanya beruntung," balas Mita memilih tak memihak. "Setuju.""Kamu tidak cemburu atau iri 'kan, Mas
Sebelum saya melanjutkan bab terakhir kisah Danu dan Nisa, izinkan saya mempromosikan cerita terbaru yang berjudul PENGANTIN YANG TAK DIINGINKAN. Saya berharap kalian suka dan membaca cerita tersebut yang akan saya update di bulan Februari besok. Cerita ini masih ber-genre romantis. Mengisahkan dua insan manusia yaitu Shania dan Alex yang menikah bukan atas dasar cinta.Bagaimana kisah keduanya? Tentu kalian harus membacanya dari awal sampai akhir supaya tidak penasaran. Untuk itu, saya beri kalian spoiler di bab awal, ya. Untuk bab selanjutnya kalian bisa buka cerita PENGANTIN YANG TAK DIINGINKAN di baris paling bawah. Selamat membaca. Happy reading! BAB 1.Malam itu Shania berdiri di depan cermin, memandang wajahnya yang lesu. Ia merasa terjebak dalam kehidupan yang tidak diinginkannya. Pernikahan dengan Alex, putra keluarga kaya, terasa seperti sebuah kesepakatan bisnis, bukan persatuan cinta.Shania masih ingat jika teman kuliahnya itu adalah kekasih Maura, primadona kampus yang
Namun, ide dan saran Danu justru diterima dengan sangat baik oleh Rendy dan istrinya. Kedua orang tua Nisa dengan serta merta setuju dan langsung mem-booking aula hotel miliknya di tanggal yang Danu minta. "Kalian ini kenapa sih? Kok bisa-bisanya kompak untuk urusan beginian," ucap Nisa saat Danu menyampaikan keinginannya tersebut. Nisa mungkin hanya protes di mulut, karena pada kenyataannya, ia pun merasa bahagia karena akan segera melepas masa lajangnya. Ia dan Danu akan menikah dengan acara yang ayahnya buat begitu mewah. "Kamu anak Ayah dan ibu satu-satunya. Tidak mungkin kalau kami membuat pesta sederhana dengan keluarga dan kolega kita yang begitu banyak.""Lagipula, Ayah ingin semua orang tahu bahwa putri Ayah yang cantik ini sudah ada pemiliknya. Seorang laki-laki pemberani yang bisa menaklukan hati putri Ayah yang sangat terjaga ini. Danu bukan seorang lelaki pengecut yang tidak mampu menghadapi aral dan masalah."Ucapan sang ayah membuat Nisa terdiam. 'Apakah ayah sudah t
"Jadi, Mas Danu yakin kalau dia tidak akan mengganggu kita lagi?" tanya Nisa setelah mendengar penuturan Danu tentang pertemuannya dengan Selena. "Semoga saja begitu. Aku tidak mau berkata yakin sebab wanita itu bisa saja melakukan hal di luar nalarnya. Tapi, aku cukup memberinya penjelasan tentang sesuatu.""Penjelasan apa?""Bukan penjelasan. Tapi, lebih ke ancaman mungkin." Danu terkekeh. "Mas Danu ngancam apa?""Aku cuma bilang, jangan macam-macam dengan hubunganku sekarang. Karena calon mertuaku bukanlah keluarga sembarangan. Mereka bisa melakukan apa saja jika ada yang berani mengusik anaknya.""Kamu bilang begitu?" Nisa menatap tak percaya. "Ya." Danu terkekeh. Dipandangnya Nisa yang malah menggeleng karena ceritanya. "Kamu ini ada-ada saja.""Memanfaatkan kekayaan keluargamu aku pikir akan berhasil. Setidaknya, ia langsung bungkam ketika aku bicara begitu.""Haha. Kamu percaya diri sekali.""Aku kenal Selena. Dia memang bukan perempuan lemah lembut seperti Mita. Tapi, aku
Danu sudah parkir di depan gerbang rumah Nisa setelah pertemuannya dengan Selena berakhir dengan keributan. Perempuan itu jelas tidak terima dengan keputusan yang diambilnya. "Dia bukan anakku. Seharusnya kamu meminta pertanggung jawaban lelaki itu, dan bukan malah mengganggu bahkan menemui aku seperti ini.""Dia pergi meninggalkan aku, Danu.""Apa bedanya dengan kamu yang pergi meninggalkan aku dengan dalih balas dendam. Padahal saat itu aku tidak tahu menahu tentang hubungan gelapmu dengan lelaki itu. Bahkan, aku juga menyangka bahwa anak yang ada di dalam kandunganmu adalah anakku.""Aku minta maaf, Danu.""Aku sudah memaafkan kamu, Selena. Tapi, aku tidak bisa kembali denganmu. Apalagi setelah semua yang kamu lakukan.""Kamu yang lebih dulu menyakiti aku!" teriak Selena di tengah taman yang sepi. Tak banyak orang yang ada di sana, kecuali ia dan Danu juga beberapa pasangan muda mudi lain yang menempati titik berbeda. "Ya, kalau begitu kita impas bukan?""Benar. Kita impas. Jadi,
Nisa sudah akan beranjak meninggalkan Danu dan Noah, tapi tiba-tiba Danu bersuara. "Aku pikir bukan kamu yang seharusnya pergi. Tapi, aku."Nisa menoleh. "Bukannya tadi kamu mau bertanya sama dia? Kenapa jadi berubah pikiran?" tanya Nisa ketus. "Awalnya, iya. Tapi, buat apa aku bicara pada laki-laki pecundang yang bahkan kisah masa lalunya sudah tidak memiliki harapan lagi," ucap Danu yang kemudian berbalik untuk menuju ke mobilnya. Nisa tidak menghentikan langkah lelaki itu. Ia memilih diam sampai mobil milik Danu berlalu meninggalkannya dan Noah. Sekarang hanya tinggal ia dan Noah. Laki-laki itu tampak senang karena bisa berbicara berdua saja dengan sang mantan kekasih. "Apa yang mau kamu bicarakan?" tanya Nisa masih tidak bergeming di posisinya. Di tempat lain Danu yang sudah meninggalkan area gedung, melajukan kendaraannya dengan kecepatan yang cukup tinggi. Meninggalkan Nisa yang saat ini tengah berbicara dengan Noah, membuat dadanya sesak menahan kesal. Saat dirinya masih
Danu mungkin tengah bahagia sekarang. Sebab hubungannya dengan Nisa yang akan melangkah lebih maju dari sebelumnya. Kekhawatiran yang Nisa tunjukkan, dengan sangat mudah ia tenangkan. Mereka akan membawa hubungan yang belum matang itu agar tetap terjaga hingga perasaan cinta benar-benar hadir di hati mereka. Namun, satu yang Danu lupa jika saat ini ada sosok lain yang tengah menunggu responnya. Sosok itu yang sudah Danu buang jauh dari hatinya, kini muncul kembali seolah meminta perhatiannya."Aku mau bicara sama kamu," ucap Danu pada Nisa yang siang itu baru saja selesai istirahat. "Sekarang?" tanya Nisa yang masih berbicara santai dengan karyawan lainnya di kantin. "Kalau kamu sudah selesai istirahat saja," jawab Danu yang memilih melakukan komunikasi dengan calon istrinya itu melalui aplikasi pesan. Danu masih menjaga hubungannya dengan Nisa dari orang-orang di kantor. Bukan karena tidak mau orang lain tahu, tapi ia memilih menyimpan rahasia itu sampai di waktu yang tepat. "Ka
Danu terdiam beberapa saat setelah Nisa menjawab pertanyaannya. "Aku pikir itu cuma alasan saja," gumamnya. "Awalnya aku pikir juga begitu, tapi ketika aku kembali bertemu Tia, dengan penuh keyakinan perempuan itu mengatakan bahwa Noah merasa tak percaya diri karena statusnya yang cuma staf biasa bisa berpacaran dengan aku yang adalah anak dari bosnya." Helaan napas terdengar kencang setelah Nisa menjelaskan. "Dan kamu percaya?" Danu kembali bertanya. Nisa mengangguk. "Aku percaya kalau Tia tidak berbohong. Terlebih lagi sikap Noah yang selama ini tidak berani menyentuhku, aku pikir alasannya berubah dan akhirnya berselingkuh adalah karena itu.""Lantas, apakah maksudmu dengan menceritakan ini semua adalah karena kamu sudah memaafkan dan mau kembali padanya?""Tidak. Aku enggak bilang begitu!" Nisa sontak menggeleng. "Kenapa kamu berpikir ke arah sana, Mas?""Bukan. Aku cuma menyimpulkan apa yang kamu katakan di akhir tadi. Dengan ia tidak pernah menyentuhmu, lain denganku yang su
Acara makan malam berlangsung penuh kehangatan. Kedua keluarga seperti sudah sangat akrab hingga membuat acara malam itu berlalu dengan penuh tawa dan kegembiraan. Baik Danu dan Nisa sama-sama bisa melupakan debaran di hati mereka karena kedua orang tua mereka yang berbicara tanpa henti, membicarakan apa saja yang bisa membuat semuanya tertawa. Kedua sejoli itu tentu saja bersyukur karena kegugupan yang tiba-tiba melanda, seketika sirna. Satu hal yang membuat keduanya sadar, bahwa tidak ada pembahasan apapun yang berhubungan dengan acara pertunangan mereka. Danu mengirim pesan ke ponsel Nisa secara sembunyi-sembunyi —khawatir aksinya akan membuat heboh jika ketahuan. 'Sepertinya makan malam hari ini memang murni hanya makan saja.'Bunyi pesan Danu pada Nisa yang langsung gadis itu sadari. Sebelum membalas, Nisa memandang Danu dan tersenyum. 'Iya. Sepertinya begitu.' Nisa mengirim balasannya singkat. Danu kembali memeriksa ponselnya, lalu mengetik balasan pesan dari Nisa. 'Maa