Happy reading and enjoy!
Chapter 4Goddess"Kau salah tempat, Señora. Biasanya para pria bersenang-senang dengan wanita di lantai atas. Bukan di sini," ujar pria itu.Jessie mengedarkan pandangannya ke ruangan yang penuh dengan mesin judi modern dan menurutnya mesin judi di sana seperti mesin Arcade di wahana permainan anak-anak yang dulu pernah dikunjungi saat dirinya masih kecil. Itu adalah pengalaman satu-satunya karena sebagai anak yang dilahirkan di keluarga kerajaan, ia tidak memiliki kebebasan untuk bermain-main sepuasnya seperti anak kecil pada umumnya."Ada apa, Señora? Apa kau ingin mencoba permainan di sini sebelum menemukan suamimu?"Jessie mengerjapkan matanya dan mengangguk pelan. "Ini sedikit mengingatkan aku pada masa kecilku.""Nah, kau pasti sering memainkannya, 'kan?""Ya. Tapi, itu sudah sangat lama. Aku tidak yakin masih mengingatnya sekarang.""Ya. Kau benar," ucap pria yang tidak menyebutkan namanya itu. "Kalau kau mau aku bisa membantumu agar kau mengingatnya."Bingo!Jessie tidak keberatan, tetapi ia harus tetap berada di jalurnya. Ia berdehem pelan. "Ah, kurasa tidak. Lagi pula aku tidak memiliki uang untuk mencobanya.""Aku bisa meminjamkan uang untukmu. Maksudku jika untuk sekali atau dua kali percobaan, kurasa tidak masalah dengan beberapa Peso dan kau tidak perlu membayarnya."Jessie menggigit bagian dalam bibir bawahnya. Sepertinya mengambil sedikit keuntungan dari pria asing di depannya memang bukan masalah, hanya saja dirinya perlu mengulur sedikit waktu agar sandiwaranya semakin meyakinkan."Terima kasih, Tuan. Tapi, aku belum pernah bermain judi sebelumnya. Aku yakin uangmu tidak akan kembali," ucap Jessie disertai ekspresi menyedihkan yang dibuat-buat.Pria itu mengangkat alisnya. "Nona, bukankah baru saja aku mengatakan kau tidak perlu membayarnya?""Tapi....""Tidak baik menolak kebaikan seseorang," potong pria itu.Jessie berpura-pura berpikir sejenak. "Baiklah, Tuan."Pria itu menyeringai, menampakkan deretan giginya yang putih dan rapi kemudian mengeluarkan beberapa lembar uang dari saku pakaiannya. "Nah, gunakan ini untuk permainan kecil," ucapnya seraya menyodorkan pecahan di tangan pria itu.Jessie mengerjap. Hanya beberapa puluh Peso yang berarti jika dirinya tidak beruntung, itu berarti tidak akan merugikan dirinya dan kurang dari dua detik, ia memutuskan untuk menerima uang itu."Ayo, kita coba keberuntunganmu di mesin itu," ujar pria itu seraya menunjuk sebuah mesin dan berjalan mendekatinya diikuti oleh Jessie. "Ini sangat mudah, kau akan mendapatkan bonus besar jika kau beruntung.""Ini benar-benar seperti permainan di anak-anak," desah Jessie."Ya," kata pria itu. Ia berhenti di samping sebuah mesin. "Kau akan mendapatkan uang sepuluh kali lipat jika kau berhasil membuat tiga tulisan "bonus" di layar ini berhenti bersamaan."Kedengarannya mudah. "Hanya itu?" tanya Jessie."Ya. Hanya seperti itu dan sekarang kau bisa masukkan uangmu ke sini," ujarnya seraya menunjuk bagian untuk memasukkan uang kertas.Jessie mengejawantahkan ucapan pria itu, tetapi mesin menolak uang yang Jessie masukkan. "Ups, apa ada masalah dengan mesin ini?" tanyanya.Pria itu terkekeh. "Kau hanya perlu membalik uangnya, Señora."Bibir Jessie membentuk huruf O dan ia membalik uang di tangannya kemudian kembali memasukkan ke dalam mesin, sedangkan pria asing di sebelahnya menekan sebuah tombol yang bertuliskan "mulai"."Nah, kita lihat keberuntunganmu, Señora," ujar pria itu.Jessie menggigit bibirnya saat layar bergerak, berharap keberuntungan menghampirinya. Ia menggesek-gesekkan kedua telapak tangannya karena gugup seraya merasakan jantungnya yang berpacu cepat seiring gerakan layar di depannya. Sayangnya hanya ada dua tulisan "bonus" yang berhasil berjejer dan selebihnya hanya angka dua puluh."Sialan," geram Jessie dengan pelan dan nyaris hanya didengar oleh dirinya sendiri."Jangan khawatir," ucap pria itu yang rupanya mengetahui kegelisahan Jessie seraya mengambil sebuah kertas yang keluar dari bagian bawah tempat Jessie memasukkan uang. "Ini bukan awal yang buruk, kok. Dan kau bisa menukarkan ini."Jessie mengerjap menatap kertas yang disodorkan pria asing itu. "Apa ini?""Ini hadiahmu."Kertas seukuran uang kertas bertuliskan barcode itu adalah hadiah? Jessie kembali mengerjap. "Ini?""Tukar di sana, kau akan mendapatkan uang dan kau bisa mencoba lagi," ujar pria asing itu seraya menunjuk tempat yang terkesan seperti tempat penukaran hadiah di wahana permainan anak.Jessie menukarkan kertas itu dan benar saja dirinya mendapatkan 140 Peso. Benar-benar fantastis dan Jessie tanpa keraguan mulai mencoba keberuntungannya dan masih didampingi oleh pria asing di sampingnya hingga kurang dari satu jam, dirinya benar-benar berubah menjadi wanita kaya karena keberuntungan yang mengikutinya. Mungkin pria yang bersamanya adalah dewa penolong yang dikirimkan Tuhan."Kau benar-benar beruntung, Señora," ucap pria itu seraya tersenyum dan menatap uang setumpuk uang di tangan Jessie.Jessie menyeringai. "Ya. Ini menyenangkan.""Kurasa kau harus mencoba tempat lain." Pria itu menaikkan sebelah alisnya.Tidak. Jessie melirik uang di tangannya yang mungkin kini berjumlah ratusan ribu Peso. Ia mengambil 200 Peso dan mengulurkan pada pria asing yang bersamanya. "Aku harus mengembalikan uangmu," ucapnya."Kau tidak perlu melakukannya, itu hanya beberapa Peso.""Aku tidak ingin berutang." Jessie menggeleng."Aku tidak menganggapnya begitu dan aku telah mengatakannya sejak awal," ujar pria itu."Tapi....""Baiklah jika kau memaksa, bagaimana jika kau membayar utangmu dengan segelas tequila?" potong pria itu.Kedengarannya lebih baik dan setelah itu dirinya bisa segera keluar dari tempat menyeramkan itu. "Ya. Ide bagus," jawab Jessie disertai senyum ramah yang sebenarnya palsu."Nah, kalau begitu kita bisa menikmati tequila di lantai atas. Perjudian di sana lebih mewah dan kau mungkin bisa bertemu dengan suamimu yang nakal itu."Suami.... oh, Tuhan. Jessie lupa jika dirinya di awal pertemuannya dengan pria itu adalah sedang mencari suaminya yang sedang berjudi."Ah, iya. Tapi, sebenarnya aku tidak peduli lagi dengan suamiku," ucap Jessie dengan nada sedikit ragu-ragu."Bagus. Tapi, aku yakin kau ini adalah Dewi judi yang dikirimkan Tuhan ke sini." Jemari pria itu menyentuh ujung hidungnya. "Jika kau bermain judi kartu di atas... aku yakin uangmu akan bertambah seratus kali lipat dan kau tidak perlu bekerja lagi sebulan," ujarnya dengan nada sangat meyakinkan.Bersambung....Jangan lupa untuk tinggalkan komentar dan Rate.Terima kasih dan salam manis dari Cherry yang manis.🍒🥰Happy reading and enjoy!Chapter 5EscapeBeck berjalan mengitari tempat yang ia sebut terkutuk. Mesin-mesin Arcade yang berjejer rapi dan beberapa orang tertawa senang karena berhasil mendapatkan jackpot, juga beberapa orang yang tampak kesal sembari mengepalkan tangannya disertai umpatan kasar yang terlontar dari mulut mereka. Orang-orang yang menurutnya memiliki pemikiran aneh karena menggantungkan keberuntungan dari tempat judi. Di matanya tidak ada kebetulan dan keberuntungan juga tidak akan datang secara cuma-cuma di dunia ini. Semua kenyamanan dan kesejahteraan berasal dari usaha dan kerja keras, bukan dari orang-orang malas yang menggantungkan harapan setinggi langit, tetapi tidak berusaha untuk menggapainya. Beck diam-diam menggelengkan kepalanya saat ia melewati seorang pria yang sedang bersorak dan terlihat congkak saat menarik kupon penukaran hadiah, ia yakin jika pria itu telah mengalami kekalahan puluhan kali dan sedikit kemenangan selama bermain judi. Beck berani bert
Chapter 6Toilet's Kissing"Kau harus menolongku." Ucapan yang baru saja dilontarkan wanita yang berdiri di belakangnya membuat Beck mengerutkan keningnya seraya menatap cermin. "Maaf, bisa kau ulangi?" Jessie membelalak panik dan meletakkan telunjuknya di depan bibir dengan posisi vertikal kemudian menyeret lengan Beck. "Pokoknya kau harus membawaku keluar dari tempat ini." "Hai, Nona. Apa yang akan kau lakukan?" tanya Beck terheran-heran. Primadona di meja judi yang sempat dikaguminya tiba-tiba meminta bantuannya, apa lagi si pirang itu membawanya masuk ke dalam salah satu toilet. "Nona, ada apa?" Jessie seraya memutar kunci pintu toilet lalu berbalik menghadap Beck. "Kau sendiri, apa yang kau lakukan di toilet wanita? Kau pasti berniat buruk, 'kan?" Beck mengernyit. "Pintu toilet pria terkunci, lagi pula aku hanya ingin mencuci tanganku. Jadi...." Beck mendekatkan wajahnya ke arah wanita pirang di depannya. "Aku sepertinya pernah melihatmu...," ucapnya seraya mengingat-ingat.
Chapter 7Kiss Me!"Apa kita telah terbebas?" tanya Jessie beberapa menit setelah mobil yang dikemudikan Beck mejauh dari tempat perjudian. Beck melirik spion untuk memastikan tidak ada orang yang mengikuti mereka juga memastikan tidak ada sisa lipstik Jessie yang menempel di bibirnya. "Ke mana aku harus mengantarmu, Tuan putri?" Jessie membetulkan kemeja pria yang ia kenakan dan berdehem, "Sebenarnya tempat tinggalku hanya beberapa blok dari tempat perjudian dan itu sudah kita lewati." Tuan putri yang ini memang senang membuat masalah, pikir Beck seraya mengetuk-ngetukkan jari-jarinya di kemudi mobil. "Kenapa kau berada di kota ini dan kenapa kau bersama pria jelek itu?" Pria di sampingnya pasti pria yang tidak update dengan gosip di media sosial hingga tidak tahu gosip tentang dirinya, pikir Jessie. Well, itu cukup menguntungkan. Jessie berdehem. "Aku sekarang tinggal di sini dan aku sedang belajar mandiri," ujarnya seraya membetulkan kacamata hitam yang baru saja diletakkan ke
Chapter 8Fake Boyfriend Hal gila macam apa yang Jessie cetuskan? Tetapi, melihat ketegangan di mata Jessie, Beck mendekatkan wajahnya dan melumat bibir indah Jessie. Memberikan kecupan demi kecupan kemudian selangkah demi selangkah mereka berjalan tanpa melepaskan ciuman di bibir mereka. Awalnya ciuman itu terasa ringan, tetapi saat lidah Beck berkelindan dengan lidahnya, Jessie mulai kehabisan napas dan udara di sekelilingnya sepertinya menjadi sedikit panas. Jessie membenamkan jari-jarinya di antara rambut Beck, ia memekik lembut saat Beck mendorongnya ke dinding di samping pintu lift dan Jessie meraba-raba tombol lift untuk menekankan ibu jarinya pada tombol lift yang memerlukan sidik jarinya sebagai akses untuk membuka pintu lift. Sementara ciuman mereka terus berlanjut karena sepertinya lift keparat itu berada di lantai teratas dan memerlukan banyak waktu untuk mencapai lantai dasar. Terlalu lama hingga Jessie nyaris kehabisan napas karena Beck benar-benar menciuminya dan tub
Chapter 9Negotiation "Sialan! Jangan main-main dengan penipu itu, Beck! Kau bisa membeli sepuluh jalang di sini dan kupastikan kau tidak perlu membayar sepuluh juta Peso!" umpat Charlie hingga membuat Beck mengernyit. Siapa yang menginginkan wanita? Bahkan jika sekarang Jessie bertelanjang di depannya sekali pun, mungkin dirinya tidak akan tertarik. Pertama Jessie adalah seorang infanta, adik penerus kerajaan Spanyol sekaligus adik sahabatnya. Jessie tidak sepadan dengannya dan yang kedua, wanita itu dinilainya terlalu manja hingga menimbulkan banyak masalah. Sama sekali bukan tipenya. Beck berdehem. "Bisakah aku bicara langsung dengan mereka?" tanya Beck kemudian ia mendengar Charlie berbicara dengan seseorang dan suara berat pria beraksen Meksiko menyapanya. "Aku ingin wanita itu," ucap seorang pria yang Beck tebak adalah si pria jelek yang mendobrak pintu toilet. "Bukankah kau ingin uangnya?" tanya Beck dengan nada sangat tenang. "Aku ingin wanita itu," jawab pria jelek. Be
Chapter 10Teasing the Princess Jessie beberapa kali menguap hingga mengeluarkan air mata. Ia duduk dengan memangku MacBook di samping Beck yang mengemudikan mobil dan tidak memberikan komentar apa pun sepanjang perjalanan. "Berapa lama lagi kita tiba di perkebunan?" Jessie akhirnya membuka percakapan setelah mungkin dua puluh menit ia memendam pertanyaan di dalam benaknya. "Mungkin setengah jam lagi." Jessie mendesah karena lelah. Ia baru tidur jam tiga pagi dan bangun pukul tujuh kemudian mengemas beberapa barang yang diperlukan lalu bergegas pergi meninggalkan apartemennya tanpa sarapan terlebih dahulu. Seperti seorang buronan dan mungkin sekarang juga penampilannya menyerupai gelandangan. Jessie benci itu.Ditambah penderitaannya tidak sampai di situ karena di perjalanan, ponselnya berbunyi mengisyaratkan surat elektronik berisi pekerjaan yang dikirim kakaknya. Meskipun kepalanya berdenyut-denyut, mau tidak mau Jesssie membuka MacBook-nya dan bekerja dari pada mendapatkan omel
Chapter 11Princess? "Jadi, kau memiliki dua kuda di istalmu?" Beck memiliki dua kuda di Tijuana. Ia sengaja membeli untuk mempermudah dirinya mengelilingi perkebunan dan menurutnya itu lebih efesien dibandingkan menggunakan kendaraan bermotor, di samping itu juga dengan menunggangi kuda di perkebunan dirinya merasa lebih rileks.Kuda pertama yang Beck beli adalah jenis kuda Mustang dari peternak kuda di Los Angeles. Beck memberinya nama Leo, tidak ada yang istimewa dari nama itu, ia hanya ingin memberi nama Leo pada kuda berwarna hitam legam itu. Kemudian kuda yang ke dua ia beli bukan atas dasar kebutuhan, Beck membeli karena dirinya jatuh cinta pada pandangan pertama. Kuda berjenis Thoroughbred berwarna cokelat mengilap itu biasanya digunakan untuk kuda pacu, entah apa yang dipikirkan saat itu hingga dirinya tidak berpikir panjang untuk membeli kuda yang diberi nama James. Yang jelas, ia baru beberapa kali menunggangi James, menurutnya kuda itu kurang cocok digunakan untuk menge
Chapter 12GossipBeck dan Jessie menunggangi kuda melintasi perkebunan agave menuju ke arah matahari tenggelam, keduanya memacu kudanya dengan kecepatan sedang hingga mereka tiba di sisi lembah yang menghadap ke barat. Dari tempat itu mereka dapat menyaksikan beberapa perkebunan agave milik penduduk lokal, juga tanah-tanah yang sedikit tandus dan dibiarkan kosong begitu saja. Sebenarnya Beck memiliki rencana untuk memperluas lagi lahan perkebunannya, hanya saja itu mungkin akan dilakukan lima atau sepuluh tahun yang akan datang karena kondisi keuangannya belum memadai untuk membeli seluruh lahan kosong di sekitar perkebunannya.Beck turun dari kudanya kemudian mengulurkan tangannya untuk membantu Jessie turun dari punggung kuda lalu ia menambatkan tali kuda mereka di pohon. "Jadi, ini tempatnya?" tanya Jessie dengan nada sedikit kurang ramah. Beck menepuk-nepuk punggung Jemes kemudian mengelus bagian kepala kuda itu dengan penuh kasih sayang. "Tidak, kita akan ke atas bukit kecil
EpilogueJessie keluar dari kamar mandi dengan handuk melilit di dadanya dan rambut basah yang digulung handuk, matanya tertuju pada Beck di atas tempat tidur dan sepertinya tertidur. Bibirnya mengulas senyum bahagia, tiga hari di pondokan bersama suaminya benar-benar bulan madu yang luar biasa. Mereka berada di dalam pondokan hanya berdua, bertelanjang hampir sepanjang malam di atas tempat tidur, terkadang mereka bercinta di mana saja mereka menginginkan seperti di sofa, di meja dapur bahkan di meja makan. Itu benar-benar luar biasa seperti fantasi liar Jessie selama ini.Setiap waktu Beck memasak untuk kebutuhan mereka dan tentu saja Jessie membantu pekerjaan suaminya meskipun hanya memotong wortel atau memisahkan daun basil dari tangkainya. Sesekali Nyonya Carmen datang untuk membersihkan pondokan dan berbelanja kebutuhan makanan.Jessie duduk di tepi tempat tidur, matanya mengawasi Beck, mengagumi wajah dan dada telanjang suaminya yang dipenuhi dengan otot yang tersusun kencang.
EndSehari sebelum pesta pernikahan yang dilakukan di hari pertama bulan Maret, Jessie sedang mencoba gaun pengantinnya ketika Aneesa masuk ke dalam rumah diikuti Beck, pengawal, dan Nanny-nya. Gadis kecil itu tersenyum riang dan berlari kecil menghampiri Jessie."Bagaimana perjalananmu, Sayang?" tanya Jessie seraya mengelus rambut Aneesa.Ia tidak dapat membungkuk terlalu dalam dikarenakan gaunnya terlalu ketat di bagian perut."Aku menyukai perjalanan ke sini," kata Aneesa. "Senang mendengarnya. Lalu bagaimana kabarmu?" tanya Jessie kemudian ia menerima kecupan di bibirnya dari Beck. "Aku merindukan Rocky." Rocky adalah anak anjing Alaska milik Nick yang diinginkan Jessie dan seperti dugaan Beck, dengan senang hati Nick memberikannya kepada Jessie.Jessie terkekeh. "Kau tidak merindukanku?" "Aku juga merindukanmu. Jessie, kenapa kau mengenakan gaun pengantin?" "Kami akan menggelar pesta pernikahan," kata Jessie. "Menikah?" "Ya. Aku akan menikah." "Dengan siapa kau akan menik
Chapter 51Be Friend?"Mommy bilang jika kau adalah ayahku," ucap Aneesa dengan nada ragu-ragu seraya waspada menatap Beck.Beck tersenyum dan mengangguk, air mata yang sejak tadi ditahan akhirnya terdorong keluar. "Ya, aku ayahmu." Aneesa mendongak menatap Duncan, terlihat kebingungan kemudian menatap Beck sambil mengulurkan tangannya menyentuh wajah Beck. "Sebenarnya aku tidak mengerti." Beck memejamkan matanya, merasakan sentuhan kulit lembut dari tangan gadis mungil di pipinya. "Kelak saat kau menjadi dewasa, kau akan mengerti, Sayang." Kemudian ditatapnya mata Aneesa, seperti yang Jessie ucapkan, mata Aneesa adalah matanya. Ia mengecup kedua tangan Aneesa dengan lembut agar Aneesa tidak ketakutan kemudian ia berucap, "Boleh aku memelukmu?" Aneesa mengangguk. Dipeluknya Aneesa, di belainya rambut Aneesa dengan penuh kasih sayang, dikecupnya beberapa kali rambut di kepala Aneesa. Perasaannya bahagia, tetapi dadanya terasa sangat sesak karena khawatir jika kelak putrinya akan m
Chapter 50Everything You WantSatu hari sebelum Natal tiba, setelah memasang dekorasi Natal di tempat tinggal mereka, keduanya terbang menuju Athens Internasional Airport menggunakan jet pribadi yang dipinjamkan oleh Nick."Apa kau akan terus memeluk bunga itu?" tanya Beck karena hingga pesawat telah terbang dengan sempurna di atas ribuan kaki, Jessie masih memeluk buket bunga. Jessie tersipu dan menghirup aroma mawar merah di pelukannya. "Akhirnya kau memberiku bunga." Beck mengusap-usap rambut di kepala Jessie. "Aku sudah memastikan jika durinya sudah tidak ada, barangkali kau ingin menamparku menggunakan bunga lagi." Jessie terkekeh dan kembali menghirup aroma mawarnya. "Ini bunga pertamaku darimu, aku tidak ingin merusaknya."Beck memeriksa jam tangannya. "Jadi, selama tiga jam penerbangan kita, kau memilih untuk mengagumi bunga itu dari pada menikmati penerbangan denganku?" Jessie meletakkan kepalanya di pundak Beck dan mengangkat buket bunga agak tinggi. "Jika iya?" "Aku b
Chapter 49Four ChildrenXaviera, ibu Vanilla menceritakan kepada Beck dan Jessie bagaimana kisah cintanya dengan Rafael. Wanita itu pernah menyembunyikan kehamilannya dan Rafael baru mengetahuinya setelah Vanilla lulus dari bangku universitas, sedangkan Vanilla baru mengetahuinya saat merencanakan pernikahannya dengan Nick. Namun, cerita Xaviera menyembunyikan kehamilannya tentunya berbeda dengan alasan Charlotte. Saat berhubungan dengan Rafael, dirinya tidak tahu jika Rafael adalah pria beristri dan ketika melarikan diri ke Barcelona, Xaviera tidak menyadari jika dirinya dalam keadaan mengandung. "Menurutku, kau beruntung karena tahu lebih cepat," ucap Rafael kemudian memandangi wajah Vanilla. "Aku bahkan hanya bisa mendengar kelucuan masa kecil putriku dari ibunya." Xaviera tersipu karena Rafael mengecup punggung tangannya. "Ya. Kalian bisa membesarkan Aneesa bersama-sama. Kalian hanya harus menyikapi masalah ini dengan kepala dingin dan lebih dewasa." "Apa kau sudah menghubung
Chapter 48 What's the Plan?Beck dan Jessie tiba di rumah Nick, mereka disambut oleh Marcello yang melompat-lompat kegirangan karena Jessie memberikan dua kotak coklat yang digemari anak-anak. "Beck, bisakah kau bukakan coklatnya untukku?" pinta Marcello kepada Beck."Biar aku kubukakan untukmu," kata Jessie karena Beck memegangi dua botol sampanye."Terima kasih, mi amor," ucap Beck seraya menatap Jessie dan tersenyum bahagia."Beck! Lihat mainan baruku!" ucap Marcello memamerkan mainan di tangannya yang berupa sebuah mobil-mobilan kecil dengan daya baterai.Beck membungkuk untuk melihat apa yang Marcello tunjukkan padanya. "Wow, bagus sekali.""Kemarin Yang Mulia mengirimkannya untukku.""Keren, kau menyukainya?" tanya Jessie.Marcello mengangguk kemudian berjongkok, menekan tombol di bagian bawah lalu meletakkannya di lantai dan mobil-mobilan itu melaju kencang di lantai. Mercello berteriak kegirangan dan berlarian ke mengejarnya. Beck tersenyum melihat tingkah bocah itu dan di b
Chapter 47Big SurprisedDelapan hari setelah kepergian Charlie, Beck dan Jessie berniat hendak pergi ke rumah Nick dan Vanilla, mereka mengadakan pesta keluarga. Tetapi, keduanya terkejut manakala mendapati Arnold berada di ruang tamu bersama pengacara keluarga Danish.Beck mengerutkan alisnya. "Ini hari Sabtu dan aku tidak mengundang kalian ke sini." "Aku hanya diminta untuk mengantarkannya ke sini," kata Arnold karena tatapan Beck seperti meminta penjelasan kepadanya."Besok adalah peringatan hari ke sembilan Charlie meninggalkan kita," ucap Mr. Harcourt. "Ya. Aku mengingatnya," kata Beck."Dan dia berpesan agara hari ini aku menyampaikan pesan padamu," ucapnya.Beck mendengus, bagaimana bisa sahabatnya itu mengatur waktu seperti itu. Apa dia mengirim pesan dari kubur?"Pesan? Tentang 20% perkebunan yang diberikan padaku? Nilainya terlalu besar, aku tidak bisa menerimanya. Berikan saja itu pada orang tuanya atau Charles." Mr. Harcourt mengedikkan bahunya. "Ini bukan sekedar 20%
Chapter 46A Little Girl Satu jam kemudian Jessie dan Beck berada di rumah duka, beberapa orang yang mereka jumpai mengangguk dan menyapa Beck dengan ramah. Tetapi, itu bukan berarti dirinya adalah orang penting melainkan mereka bersikap ramah karena keberadaan Jessie berada di sampingnya. Setelan serba hitam yang dikenakan Jessie dipadukan dengan sepatu tinggi dan mantel hitam sebatas lutut yang diletakkan di pundak tanpa memasukkan lengannya ke dalam mantel. Rambutnya digelung dengan sederhana kemudian ditambahkan topi yang memiliki renda di bagian depan menutupi wajahnya seolah menegaskan bahwa meskipun dirinya tidak lagi berstatus seorang Putri kerajaan, Jessie tetaplah berjiwa aristokrat. Beberapa pria tidak segan-segan mengamati seolah sedang terkagum-kagum karena Sang Putri yang mungkin selama ini hanya dapat mereka saksikan di halaman berita berada di depan mereka dengan penampilan yang luar biasa. Mereka mendekati peti mati yang terbuka dilapisi kain tilai transparan untu
Chapter 45Wife in Black Hari itu juga, Beck dan Jessie bersiap-siap pergi ke rumah duka untuk melihat Charlie yang terakhir kalinya di rumah duka. Jessie celana panjang model standar berwarna hitam hitam dipadukan dengan blus tanpa lengan dengan potongan kerah V yang tidak terlalu rendah di dadanya yang disiapkan oleh pelayan pribadinya.Saat pemakaman Dimitri, Jessie mengenakan gaun hitam bergaya khas bangsawan wanita Eropa lengkap dengan veil-nya, saat itu kesan anggun terpancar pada Jessie. Kemudian saat berkabung, Jessie juga mengenakan pakaian hitam sepanjang hari, tetapi hari ini pakaian serba hitam yang dikenakan Jessie di pandangannya terlihat berbeda. "Kuharap pakaianku tidak terlalu mencolok," kata Jessie seraya menilai dirinya di depan cermin.Beck yang sedang mengancingkan lengan kemejanya menghentikan gerakannya dan memandangi istrinya. Jessie mengenakan pakaian apa pun, bahkan pakaian sederhana sekali pun, di mata orang-orang akan tetap terlihat mencolok karena status