Haris dan Reres telah sampai di lokasi tujuan setelah perjalanan tak lebih dari dua puluh menit karena lokasi yang tak terlalu jauh. Keduanya berjalan memasuki Berlian Plaza yang cukup ramai di hari libur. Reres berjalan sedikit di depan sementara Haris sibuk memerhatikan penuh perhatian. Ketika ada seorang anak kecil yang berlari berlawan arah dengan Reres, Haris segera memegang tangan Reres dan sedikit menaik ke belakang agar tak tertabrak. Hari menoleh ke belakang melihat anak kecil itu. Hal itu Reres menatap Haris sesaat karena merasa terkejut karena Haris menariknya secara tiba-tiba.Haris kembali menoleh kepada gadis di hadapannya. "Kaget ya?" tanya pria itu.Reres anggukan kepala, lalu membuat pipinya menggembung itu buat Haris terkekeh melihat betapa menggemaskannya gadis itu. Tentu saja dalam bayangan harus saat ini akan menggemaskan jika ia mencubit pipi itu atau mungkin menggigitnya hingga buat Reres marah? Haris tak bisa berbuat lebih banyak untuk Reres selama di kantor k
Tak ada kata-kata lain selain caci maki yang kini ada dalam pikiran Reres. Saga menjadi begitu menyebalkan dan jujur ini mengganggunya. Sejak tadi tak ada senyum yang gadis itu tunjukkan. Sementara di sampingnya ada Haris yang sejak tadi berjalan seraya memerhatikan kekesalan Reres. Pria itu mencolek bahu Reres, membuat Reres menoleh, lalu Haris tersenyum menunjukkan giginya. Reres tetap tak tersenyum membuat Haris tersenyum semakin lebar."Aku enggak mood senyum Mas," kata Reres.Haris menaikkan bibir bawahnya ia menatap reres dengan tatapan seolah merajuk. "Muka kamu kaya gini."Hal itu kini membuat Reres tertawa. Setidaknya kini Haris berhasil menghiburnya. Mereka tak menyadari kalau di belakang ada Saga yang tengah memerhatikan ada perasaan kesal karena sang sekretaris bisa membuat sahabatnya tertawa. "Ga," sapa Aira yang terlupakan sesaat.Saga meoleh, meskipun berhati dingin ia ingin menghargai gadis itu karena telah membuatnya bisa datang kemari. "Hmm?""Haris sama Reres pacar
Mobil Haris berhenti tepat di depan rumah Saga. hari ini adalah hari yang menyenangkan baginya. Gadis itu senang karena pada akhirnya tak menjalani liburan dengan tetap berada di rumah dan terpaksa harus mengurusi Saga lagi dan Saga lagi. "Makasih banyak ya Mas," ucapnya."Aku yang makasih karena kamu mau temenin aku," sahut Haris yang jelas merasa senang karena bisa menghabiskan waktu bersama gadis yang ia sukai. Reres tersenyum dalam hati merasa tersanjung karena Haris ucapkan itu padanya. "Aku juga seneng karena hari ini bisa ditraktir sama Mas."Haris tersenyum, ia lalu bergerak untuk melepaskan sabuk pengaman, ia menunjukkan jari telunjuknya seraya menatap Reres seolah meminta untuk tak keluar dulu dari dalam mobil. Haris kemudian beralih segera berjalan ke luar dan membukakan pintu untuk Reres. Gadis itu berjalan ke luar mobil kemudian menekuk lutut seraya kedua tangannya memegang ujung gaun layaknya seroang putri kerajaan. hal itu lagi-lagi membuat Haris terkekeh geli. Anda
Reres kalah pertahanan, stimulus yang diberikan Saga buat gadis itu mengibarkan bendera putih. Keduanya sudah dalam keadaan polos. Ya, tak mengenakan apapun dan Saga kini dengan bebas mendapatkan apa yang ia inginkan sejak kemarin-kemarin. Pria itu telah berada di antar kedua kaki Reres dan sibuk memuaskan hasrat. Reres tak menarik dulu ia pikir begitu, tapi di bawah tubuhnya sahabatnya terlihat begitu luar biasa. Ia kecup dan cium perlahan setiap kali desahan yang keluar sedikit keras. Atau ia sesekali terpaksa menutup bibir gadis itu dengan membiarkan jemarinya masuk ke dalam bibir Reres. Saga coba tahan suara sama halnya dengan Reres juga. Mereka tak bisa terlalu ribut, padahal biasanya Saga menyukai keributan. Pria itu terus bergerak hingga ia buat Reres dan dirinya puas. Kemudian merebahkan tubuh di samping Reres ketika sudah tuntas. Saga menatap Reres yang memejamkan mata. Ia menaikkan selimutnya, hanya saja Reres menahan kemudian melilitkan ke tubuhnya, ia segera duduk di te
Dalam hati sampai pagi ini, Reres terus meruntuki diri akibat kebodohannya semalam. Terpikat, terjerat oleh Saga adalah kebodohan yang entah keberapa. Tapi, tak bisa dipungkiri kalau semalam juga menginginkan hal itu. Ya, meski memang semua berawal dari Saga yang terus saja memaksanya. Siapa yang tak akhirnya kalah setelah diuji terus menerus dengan godaan? Bagaimanapun, Reres bisa dibilang sedang dalam masa geloranya di usia yang masih dua puluhan awal. Setelah selesai mandi dan berganti pakaian. Gadis itu berjalan menuju kamar Saga. Setelah berjalan ke luar kamar, Reres menuju ruang laundry mengambil baju milik Saga yang selesai dicuci dan setrika. Kemudian membawanya ke kamar Saga. Ia segera masuk, melihat pria itu bahkan masih tak mengenakan pakaian. Reres merapikan pakaian, setelah selesai ia berjalan menuju Saga membangunkan sahabatnya itu.Reres menggoyang tubuh Saga. "Bangun Ga."Saga membuka matanya lalu tersenyum. "Hei sayang."Reres hela napasnya. "Lo mabok?"Saga terseny
Di dalam ruangan Saga, Reres duduk di sofa seraya membaca artikel dari ponsel miliknya. Sahabatnya itu benar-benar tak mengijinkan ia untuk keluar ruangan. Tentu saja hal ini membuat Reres merasa terpenjara. Sementara gadis bertubuh gemuk itu merasa kesal dengan perlakuan atasannya. Sejak tadi, Saga sesekali melirik kepada Reres memastikan bahwa Gadis itu tak akan keluar dari ruangan dan tak terlalu jauh dari jarak pandangnya."Lo mau makan sesuatu?"Saga menawarkan."Tidak Pak," sahut Reres. "Terus mau apa biar nggak bosen?" Saga bertanya lagi penuh perhatian. Ia tak ingin Reres merasa bosan sehingga nanti memutuskan untuk keluar dari ruangan itu."Saya mau keluar dari ruangan ini," jawab gadis itu cepat. Rasanya benar-benar menyebalkan sejak tadi hanya diam dan duduk sambil membaca baca artikel. Mendengar penuturan itu membuat Saga memilih untuk tak peduli. Ia kembali membuka-buka dokumen yang kini berada di atas mejanya. Tak akan ia biarkan Reres bertemu dengan Haris. Karena selam
Reres duduk di dalam mobil sejak tadi tak ada yang ia bicarakan. Sejak Reres memberikan kopi untuk Saga. gadis itu tak berbicara sepatah katapun. Reres kesal dikekang, ditahan rasanya seperti terpenjara. Dan itu buat ia muak dan kesal pada perangai Saga. Saga yang duduk di samping Reres merasa cemas juga karena sahabatnya itu tak mengatakan sepatah katapun. Dalam hatinya merasa takut juga karena reres tak pernah marah sampai seperti ini. Sudah lebih dari dua jam mereka saing diam. Bahkan saat Saga memerintahkan, Reres hanya melakukan tanpa perlawanan. Saga melirik, ia tau salahnya dimana. Hanya saja tak mungkin untuk tak melakukan itu. Saga terlalu takut kehilangan Reres; Saga takut Reres bersama Haris kemudian jatuh cinta pada sekretarisnya itu. Ketakutan Saga begitu besar apalagi tau dengan jelas Haris adalah saingannya. Bahkan sejak awal Haris-lah yang menunjukkan ketertarikannya. Saga mengerti kini mengapa sejak lama sekali Haris beri perhatian pada Reres seperti itu. Semua kare
Nindi kini pulang di rumah ia berada di ruangan bersama dengan Ayu. Setelah pulang dari bertemu dengan Lauren tadi, ia memberitahu semua pada Ayu mengenai apa yang terjadi. Kedua wanita itu benar-benar mengatur hidup Saga dengan baik. Saga harus terlihat sempurna diantara kekurangan yang ia miliki. Semua hal yang akan memperburuk citra Saga akan segera diatasi. Semua mereka lakukan dengan alasan untuk kebaikan Saga. Satu-satunya pewaris keluarga itu setelah sang ayah meninggal dunia.Saga layaknya boneka yang diatur dan diawasi oleh keduanya. Jika Saga tau apa yang dilakukan Ayu dan Nindi di belakangnya ia mungkin akan kecewa sekali. Dan keduanya tau itu. Kalau Saga tak boleh mengetahui apa yang mereka lakukan. Sehingga semua direncanakan dan sembunyikan dengan baik. "Jadi gimana caranya kamu buat mereka dekat nanti?" Ayu bertanya pada sang menantu, Nindi."Tadi Aira cerita kalau mereka sempat kencan berempat sama Reres dan Haris. Menurut Aira, Reres itu ada hubungan sama Haris Bu."
"Mas Haris?" Reres kemudian berjalan mendekat. "Katanya mau ke sini kemarin?""Masih ada beberapa yang harus diurus. Kamu tahu kan kalau semua itu nggak segampang itu." Haris berujar menjawab pertanyaan yang diberikan oleh Reres.Kemudian reres mengajak Haris untuk berjalan-jalan di depan rumah. Lokasi yang dipilih Reres memang cukup asri. Keluar dari rumah itu langsung dihadapkan dengan sawah dan juga bangunan-bangunan rumah yang masih terkesan begitu tradisional. Nuansa etik begitu kental, namun di bagian belakang rumah yang menjadi toko brownies, memiliki penampilan yang lebih modern. Itulah alasan mengapa Reres memilih tinggal di lokasi itu.Keduanya berjalan keluar bersama si kembar. Haris mendorong stroller yang digunakan oleh Uca dan Una. Kebetulan juga keduanya begitu senang ketika diajak berjalan keluar rumah. Sejak tadi keduanya juga terlihat senang berinteraksi dengan Haris. Mereka sampai di sebuah taman, biasanya Reres memang suka duduk di sana bersama Brian menikmati sor
Reres dan juga Saga kini berada di dalam bioskop. Sengaja Reres memesan film horor karena tau Saga pasti akan merasa ketakutan. Saga sejak tadi sudah hela napasnya berkali-kali, padahal lampu dalam ruangan saja belum dimatikan. Reres melirik dan tersenyum jahil."Takut pasti kamu kan?" tanya Reres."Jangan aneh-aneh kamu, mana ada aku takut nonton ginian doang." Saga protes karena tak mau merasa diremehkan. "Kamu tuh enggak ada apa-apanya sama Mas Ha--" Ucapan reres terputus, belum sempat ia selesai mengatakan nama Haris, Saga udah membungkam bibir wanita itu dengan bibirnya. Saga menatap dengan serius, lalu menghapus bibir Reres yang basah karena ulahnya."Setiap kamu sebut nama Haris aku cium kamu." Saga mengancam. Lalu dengan cepat Reres menutup bibirnya dengan tangan sambil terus menyebutkan nama Haris. "Saga kalah sama Mas Haris, Saga cemen," ledek Reres sambil terus menutup mulutnya. Saga jadi kesal karena dia jelas tak bisa melwan dalam situasi seperti ini. Saga masih menat
Reres mendadak jadi pusing sekali karena kelakuan nenen Ayu dan Aira tadi. Bahkan Aira mengatakan akan membiarkan Reres kembali setelah memberikan salah satu buah hatinya dan jelas Reres tak akan melakukan itu. Baginya si kembar adalah hal yang paling ia sayangi melebihi dari dirinya sendiri. Dan tentu saja Reres tak akan memberikannya. Ia merebahkan diri dan merencanakan sesuatu. Harus bisa keluar dari rumah ini apapun caranya. Saat itu ponselnya berdering. Reres segera menerimanya. "Halo, Mbak Lauren?""Hai, Res, nomor kamu akhirnya aktif ya? Long time no see. Ketemuan yuk, mau lihat anaknya Saga aku. Saga bilang anaknya cantik-cantik. Mumpung lagi di Indo aku.""Loh memang Mbak Lauren di mana sekarang?""Sekarang di Indo, aku harus balik ke Singapore. Ikut kerja suami. BTW, apa kabar?""Sehat Mbak, Kamu gimana mbak?""Sehat juga, makanya mau ketemu sama kamu. Siapa tau ketularan terus aku punya baby juga. Gimana? Aku jemput deh.""Boleh Mbak,tapi aku ngajak temen ya, karena engg
Reres tengah menyuapi si kembar saat pagi ini Saga melangkahkan kakinya masuk ke dalam kamar gadis itu. Reres menatap tanpa senyum, sementara Saga berusaha tersenyum dan melupakan kekesalannya kemarin. Ia berjalam mendkeat lalu duduk di samping Rere. Yang ia lakukan adalah segera menyapa kedua putri kecilnya. Dan mencoba menyuapi Una sementara Uca dibiarkan makan sendiri karena lebih siap untuk metode itu. "Uca memang makan sendiri ya Love?" tanya Saga.Reres anggukan kepala, "Udah lebih siap dan lebih lahap kalau makan sendiri." Reres menjawab seraya memerhatikan Saga yang menyuapi Una. Keduanya benar-benar mirip dan memang acap kali menatap Una reres selalu teringat Saga. Bahkan sama-sama sulit tersenyum. Saga menoleh menatap Reres yang tak mengalihkan tatapannya. Saga mengusap wajah Reres, "Capek ya kamu?"Reres gelengkan kepala, lalu kembali menatap pada Uca. Saga tau Reres masih marah dan ia akan terima itu karena memang ia sudah memutuskan akan membatasi ruang temu Reres dan H
Reres berada di kamar bersama Brian, setelah tadi adu diam bersama Saga. Saga ada di kamar, tapi ia hanay sibuk dengan si kembar. Bermain bersama kedua buah hatinya itu. Saga memilih untuk mengacuhkan Reres. Karena merasa kesal, Reres memilih untuk keluar bersama dengan Haris. Keduanya sama -sama keras kepala, batu dan bat yang saking diadu kemudian akan hancur. Dan Reres sadar sekali hal itu, mereka terlalu keras kepala dengan keinginan masing-masing dan pada akhirnya akan menyakiti satu sama lain. Brian mengerti itu, melihat Reres selama ini sudah keras kepala sekali, kemudian ia bertemu dengan Saga yang ternyata sama saja. Meskipun ia menyayangi Reres dan bahkan sudah bersama Reres sejak lama sekali. Saga tetap tak bisa menekan rasa egoisnya. Intinya keduanya sama saja. Sama-sama keras dan buat orang -orang yang ada di sekitar mereka jadi pusing sendiri. "Gue capek di sini, sama semua tekanan yang Saga kasih Bri," ucap Reres.'Terus lo mau gimana?""Kita pindah, gue ada rencana s
Saga baru saja kembali dari rumah sakit. Yang menjadi tujuan utamanya adalah Reres dan si kembar. Dokter mengatakan kalau kondisinya sudah lebih baik. Dan dikatakan juga kalau ia sudah bisa melakukan rutinitas seperti biasanya. Hanya saja, masih belum bisa mengangkat benda-benda berat. Kehadiran wanita yang ia cintai dan juga kedua buah hatinya agaknya menjadi salah satu penyembuh bagi Saga.Si pucat melanggarkan kakinya masuk ke dalam rumah bersama Aira. Sementara akhirnya memilih berjalan menuju kamar karena ingin beristirahat pria itu memilih untuk segera menghampiri Reres dan juga kedua putrinya. Saga kemudian melangkahkan kakinya menuju kamar Reres. Ia cukup terkejut, hanya menemukan Brian yang kini tengah merebahkan tubuhnya sambil membaca artikel dari ponsel. Saga kemudian berjalan mendekat dan duduk di samping Brian. "Reres sama si kembar?" Pria itu bertanya pada Brian."Tadi pergi sama Haris, mau ke rumahnya Haris ketemu sama ibunya." Brian menjawab dengan cuek. Ia tak terla
Pagi ini si kembar sudah berpakaian dengan tema rabbit. Keduanya berpakaian seperti itu karena Brian yang baru saja membeli pakaian itu untuk keponakan kembarnya. Saat pertemuan dengan teman-temannya kemarin sengaja mampir ke sebuah toko pakaian anak dan Brian membeli untuk si kembar.Hari ini akan datang ke rumah Haris seperti janji yang sudah Reres katakan kepada pria itu. Hari ini ia berdandan dengan rapi. Karena sudah cukup lama tidak bepergian, sedikit canggung saat kembali harus merias diri. Saat sedang memoleskan make up, Brian berjalan masuk ke dalam kamar. Pria itu menatap kepada Reres dan ia benar-benar baru kali ini melihat sahabatnya itu merias diri. Biasanya di Bali, sama sekali tak pernah memoles wajahnya. Ia biarkan dirinya natural mungkin dengan kata lain sebenarnya Reres malas untuk melakukan itu."Waduh, Ibu make up nih. Kalau di Bali, muka dibiarin kucel en dekil. Kalau di Jakarta bentar-bentar tancap bedak." Brian meledek reres. Kemudian Ia mendapatkan sebuah hadia
Reres malam ini bersama Brian di kamar menjaga si kembar. Seperti malam-malam biasanya mereka sering sekali bercerita dan bertukar pikiran. Reres ingin memberitahukan kepada Brian perihal tentang Haris yang mengajaknya untuk menemui sang ibu. Reres sebenarnya sedikit takut untuk besok bertemu dengan Ais. Sejujurnya dia bisa merasakan kalau Haris masih menyimpan perasaan padanya. Dan itu membuat Reres takut, dirinya takut kalau Haris masih berharap padanya. Reres tak ingin memberi harapan kepada Haris dan Ia juga tak bisa memberi harapan kepada Saga. Karena sejujurnya sampai saat ini belum ada seorangpun yang menempati hatinya lagi."Dan besok gua udah setuju untuk datang ke rumahnya Mas Haris bawa si kembar." Brian menganggukan kepalanya mengerti. Rasanya sulit juga bagi Reres untuk menolak, karena dulu ia sudah sempat berjanji untuk menemui Ibu dari Haris. "Kalau menurut gue sih, nggak ada salahnya Lo ketemu. Ya ketemu aja, anggap aja lagi silaturahmi sama keluarganya teman. Anggap
Aira melangkahkan kakinya masuk ke dalam rumah kedua orang tuanya. senyuman tersungging di bibirnya akibat merasa bahagia, arena pagi tadi Saga begitu baik padanya. Dan memperlakukannya dengan hangat. Meski dalam dirinya sadar betul kalau apa yang dilakukan Saga saat itu adalah karena kehadiran Reres, dan karena ia yang mau memanggilku Reres untuk bisa datang ke rumah. Di ruang tengah sang ayah kini tengah membaca artikel dari ponsel. Akhirnya berjalan mendekat kemudian duduk di samping Hartanto. Wanita itu kemudian memeluk dan mencium sang ayah."Kamu sehat kan di sana nak?" Hartanto bertanya tentang kondisi anaknya selama berada di rumah sang suami.Aira menganggukkan kepalan sambil tangannya merangkul leher sang ayah. Ia memang terkenal sangat manja pada Hartanto. Tentu saja itu karena Aira merupakan anak satu-satunya dari keluarga itu. Dan sang ayah juga selalu memanjakan putrinya. "Aku sehat, Saga juga perlahan pulih." Aira menjawab pertanyaan sang ayah. "Mami ke mana Pi?" "Ka