Share

BAB II : PERTEMUAN

Author: sutan sati
last update Last Updated: 2024-10-29 19:42:56

POV Zainudin

Siang yang sangat terik, dipadu dengan macetnya jalannya kota Yogyakarta menambah panasnya suhu siang itu. Belum lagi, hari ini Kami dapat tugas praktek lapangan untuk mata kuliah Arsitektur Kota, setiap mahasiswa ditugaskan untuk membuat sketsa bangunan perkotaan, dengan tema bebas. Kegiatan itupun dibebaskan tempatnya, kebetulan ini adalah mata kuliah terakhir di hari ini. Sehingga para Mahasiswa sudah pada berpencar, tidak terkecuali diriku. Entah kenapa kaki ini melangkah begitu saja ke Fakultas Kedokteran, Aku cuek saja membuka kertas gambarku lalu menggambar gedung utama fakultas kedokteran walau banyak yang menatap heran ke arahku, jarang-jarang lihat anak fakkultas teknik yang ganteng mengambil sketsa disini kali yah, hehehe. Untuk itu Aku mengambil posisi dekat tangga antara gedung 1 dan 2, tempatnya lumayan teduh, disamping itu view untuk ke gedung utama sangat pas.

Krringg kriingg

Belum lama Aku memulai aktivitasku, hapeku berdering. Ternyata Patrik yang menghubungi, tumben jam segini dah ngontak temanku satu ini.

"Koe neng endi dab ?" tanya Patrik dari seberang telpon.

"Lagi tugas lapangan di Fakultas Kedokteran, ada apa ?" tanyaku singkat.

"Asem koe, rak bilang-bilang kalau lagi diluar. Tugasnya hunting anak-anak kedokteran po ?" tanya Patrik kepo.

"Susul aja yok!" terdengar suara Rangga didekatnya.

"Asem kau Zain, gak ngajak-ngajak Kita kalau mau hunting." terdengar suara Edi menyela.

"ooo Mahasiswa gendeng. Dibilangin lagi tugas lapangan juga kagak percaya!" kataku sambil ngedumel, dasar mahasiswa alay, tau aja kalau ada kesempatan mereka, hehehe.

Eh karena bicara dengan mereka Aku juga baru sadar, kan lagi berada ditempatnya anak-anak Kedokteran. Biasanya banyak yang ayu-ayu disini, hehehe.

"Sudah yo, gak selesai-selesai tugasku nih." kataku mencari alasan.

"Asem nih, main sudah aja.. woiii... woii.." suara mereka terputus begitu kutekan tombol akhiri panggilan. Bisa kacau kalau beneran mereka nyusul kesini, yang ada malah jelalatan liatin cewek-cewek Mahasiswi Kedokteran. Tapi gara-gara mereka juga, Aku malah jadi clingak-clinguk memandang kesamping, kanan dan kiri memantau situasi. Oh my god! Aku berada di syurga dan dikelilingi bidadari ternyata. Keasikan ngerjain tugas malah gak sadar kalau saat ini banyak mahasiswi-mahasiswi cantik disekitarku. Dan gara-gara ke Sarkem kemaren, pikiranku jadi mudah kotornya begitu melihat cewek cantik, entah kenapa signal dibawah juga makin cepat nangkap yang bening-bening begini, asu benar dah.

Karena saking terpesonanya liat pemandangan disekelilingku, sampai-sampai Aku tidak sadar ada seorang cewek yang lagi berjalan terburu-buru ke arahku, sampai disaat Aku mau berbalik kebelakang arah tangga, dan..

Bughhh

"Awwwww." teriak seorang wanita menabrakku yang terjatuh tepat menimpa tubuhku dari atas.

Ini tabrakan yang sangat sempurna dengan akurasi tepat seratus persen 'Bulls Eye'. Ternyata yang menabrakku adalah seorang Mahasiswi yang sangat, hmnnn susah bilangnya! yang jelas tabrakan ini membuatku lemas dan bunga-bunga cinta seperti berterbangan di sekitarku, Aku menatapnya dengan tatapan berbinar indah, terpesona.

Sampai sebuah tamparan yang cukup keras mendarat dipipiku.

Plaakkkkkk

"Awwwwww." Giliranku yang teriak kesakitan karena telapak tangan si wanita tepat mendarat dengan sangat sempurna dipipi kiriku.

"Dasar cowok mesum! Berani-beraninya Kamu menyentuh tubuhku." kata si Wanita dengan api kemarahan yang menyala-nyala di matanya.

Kenapa Ia bisa semarah itu padaku yah ?

Eh barusan dia bilang 'menyentuh tubuhnya'. Eits, Aku baru sadar kalau sebelah tanganku ternyata pas mengenggam payudaranya sebelah kanan sementara tangan kiriku menahan tubuhku yang jatuh ke lantai.

"Ups, ma-maaf!" ujarku salah tingkah. Tapi karena gugup malah memperburuk keadaanku yang sudah terlanjut di cap sebagai cowok mesum oleh wanita yang saat ini menindih tubuhku. karena saking kagetnya, tangan kiriku malah 'tidak sengaja' naik menahan tubuh wanita itu. Tapi parahnya, naik kok yah pas di payudara kirinya. Dan kalian tahu apa yang terjadi selanjutnya ?

Plaaakkkkk

"Awwwwww." teriakku sekali lagi. Karena kali ini, giliran pipi kananku yang dapat jatah tamparan. Sabar Zain sabar, untung dah sempat memegang dadanya, kataku dalam hati menyabarkan diri.

"KAMU...?" katanya tertahan sambil berdiri. Mungkin Ia juga malu karena banyak orang yang memperhatikan ke arah kami.

Di saat Ia berdiri itulah, tidak sengaja Aku melihat name tag yang ada di balik jaket putihnya.

'HAYATI'

Deg

Hayati ?

Diakah Hayati ku ? pikirku terperangah. Bahkan Aku hanya melongo menatapnya dalam posisi yang masih telentang di lantai. Tersadar, Aku cepat-cepat bangkit dan berdiri di depannya.

Sekilas Aku teringat dengan kenangan masa kecilku bersama Hayati.

"Hayati, Kamu nanti kalau sudah besar mau jadi apa ?"

"Aku mau jadi Dokter, biar bisa ngobatin Kamu kalau lagi sakit"

Benarkah Ia Hayati kecilku dahulu ? karena dulu Ia berjanji untuk menjadi seorang Dokter, dan Aku berjanji untuk menjadi seorang Arsitek hebat demi dirinya. dan kembali kedetik ini, ketika Aku menatap ke dalam matanya, kembali jantungku berdetak dengan cepat.

Eits, Tunggu dulu! Kalau seandainya Ia bukan Hayatiku ? apa gak malu nantinya Aku main klaim aja, mana cewek yang didepanku ini cantik buanget, perasaan Hayati dulu gak secantik ini deh!

"Kamu.. Hikss hikss." katanya dengan suara tercekat, wajahnya memerah dan ada air mata yang keluar dari sudut matanya.

"Aduh ma-maaf, Aku beneran gak sengaja memegangnya tadi." Ucapku gugup. Padahal Ia yang tadi menabrakku duluan, malahan Aku yang minta maaf duluan. Yah, sama wanita kan kita harus mengalah, khususnya wanita cantik. Asem pepatah dari mana itu, Wwkwk!

Aku buru-buru mengeluarkan sapu tanganku dari dalam tas dan menyerahkan padanya. Ia awalnya tidak mau menerima uluran sapu tanganku, mungkin karena masih marah atau malu, mbuhlah. Tapi karena malu dilihatin oleh orang-orang yang melihat ke arah kami, akhirnya Ia dengan berat hati menerima uluran sapu tanganku. Ia sempat ragu-ragu mau memakainya.

"Tenang saja, baru dicuci kok itu dan belum ada Kupakai sama sekali." ucapku meyakinkannya, karena itu Ia baru mau menggunakannya.

"Eh ini...?" katanya seperti terkejut begitu melihat di sudut sapu tanganku ada inisial namaku 'Z' yang dijahit dengan tidak rapinya.

Deg

Akupun terkejut melihat ke arahnya, benarkah wanita yang didepanku saat ini adalah Hayatiku ? terus kenapa Ia seperti terkejut begitu dengan inisial yang ada di sapu tanganku. Karena hanya Hayatiku yang tau dengan sejarah sapu tangan itu, dulu Ia yang memberikannya padaku sebagai hadiah ulang tahunku yang ke 5, Ia bela-belain menjahit inisial namaku diatas sapu tangan itu, walau bentuknya agak tidak rapi.

Ia mengeleng-gelengkan kepalanya, seolah menyangkal apa yang sedang dipikirkannya sendiri.

"Ah tidak mungkin." gumamnya lirih seperti agak terkejut dan syok.

"Kamu Zainudin ?" tanyanya lirih.

Deg

"Aku..."

"Beb, Kamu gak apa-apa kan ?" tanya seorang cowok dengan gaya perlente datang menghampiri.

Duaarrrrr

Aku seperti mendengar suara petir yang kencang disiang bolong. Sirna sudah harapanku.

Anjrit, Dia manggil apa barusan, 'Beb' ? dia memanggil Hayati beb. Jadi Hayati sudah punya.. ?

Seketika harapan yang sudah melambung tinggi jadi jatuh hancur berkeping-keping. Semua harapan untuk bertemu dengannya suatu saat, semua rasa yang kusimpan untuknya dan hanya untuknya seorang, jadi tidak berguna dan sia-sia. Fix Ia adalah Hayatiku, namun kenyataan yang kutemui seperti berbalik dengan apa yang Kuimpikan selama ini. Bertemu layaknya Romeo dan Juliet dalam suasana yang romantis, tapi itu sepertinya hanya terjadi dalam novel-novel saja.

"Kamu Zainudin ?" tanya Hayati lagi dengan suara tercekat tanpa menghiraukan panggilan cowok yang mungkin adalah pacarnya tersebut, mungkin Hayati juga ingin memastikan kalau Aku adalah Zainudin melihat dari sapu tanganku yang sedang dipegangnya.

"Kamu kenal dengan Dia, Beb ?" tanya lelaki disebelahnya itu.

"Eh b-bukan. Saya.. Saya Zulfikar." ucapku sengaja berbohong padanya, jujur ketika sudah mengetahui kalau benar perempuan yang dihadapanku saat ini adalah Hayatiku, cinta masa kecilku, tapi begitu mengetahui kalau Ia sudah punya kekasih hati, mungkin sebaiknya Ia tidak tahu tentang siapa Aku yang sebenarnya.

"Ohh Zulfikar!" kata Hayati pelan sambil menghembuskan nafas lega.

"Panggil saja Zul.." kataku dengan senyum yang dipaksakan.

"Oh iya, maaf soal tadi."

"Astaga. Tadi Aku menamparmu yah ?" lanjut Hayati menutup mulutnya begitu sadar kalau Ia telah menamparku dengan sangat kerasnya tadi. Mungkin akhirnya, Ia merasa bersalah juga karena telah menamparku sebelumnya, apalagi setelah tamparannya meninggalkan kenangan merah cap lima jari di kedua pipiku. Dan satu lagi, luka yang paling parah dah berdarah dihatiku, Zain nasibmu. Hadeehh!.

"Maaf, Aku permisi dulu. Tugasku juga sudah selesai disini." kataku undur diri sambil mengumpulkan kertas sketsaku dan memasukkannya kedalam tas cangklungku. Padahal, Aku sebenarnya ingin berlama-lama disini hanya untuk sekedar menatap wajah cantiknya, melepaskan rindu padanya. Tapi karena disebelahnya ada pacarnya, ogah deh! Hancur hatiku, hancur hancur hatiku cuukk! Lagian, gak mungkin kan kalau Aku menangis disini, malu cok. Mau ditaruh dimana muka ganteng ini!

"Eh Kamu jurusan Arsitektur di Universitas ini juga ya ?" tanya Hayati begitu melihat kertas-kertas sketsa dan buku gambar yang Kumasukan kedalam tas.

"Iya. Maaf Aku harus buru-buru." kataku sambil melangkah pergi meninggalkan Hayati dan.. pacarnya. Asuu benci banget deh setiap harus menyebut cowok itu pacarnya bahkan untuk menanyakan siapa cowok itu aja, Aku gak minat coy. Cuih! gak terima hati ini cok. Tapi, ah sudahlah. Aku terus melangkah pergi, namun belum jauh kakiku melangkah Aku mendengar Hayati memanggil namaku cukup keras.

"Zulfikar." panggilnya sambil sedikit berlari ke arahku, sementara wajah cowoknya seperti ditekuk melihat kearahku.

"Zul, sebentar.. hahhh hahh." kata Hayati dengan nafas sedikit tersengal karena berlari menyusul langkahku.

Aku mengernyitkan kening melihat ke arahnya.

"Kamu semester berapa ?" tanya Hayati lagi.

"Semester 2." jawabku singkat. Maaf bukannya tidak ingin beramah tamah atau menjawab lebih panjang dengan bahasa yang lebih lembut, tapi hatiku sudah terlanjur terluka saat ini.

"Apa Kamu kenal dengan yang namanya Zainudin ? Dia mungkin satu jurusan dan satu tingkat denganmu." tanya Hayati lagi dengan tatapan penuh harap.

Uasemmm! ternyata Ia masih ingat diriku cok. Lalu kenapa juga Ia sudah punya kekasih ? kalau dalam hatinya masih ada diriku. Apa Hayati merasa bersalah karena telah pacaran, lalu ingin menutupinya dengan mencari diriku. Teganya dirimu Hayati! tidak taukah Kau, kalau Aku yang berdiri didepanmu saat ini adalah Zainudin ? cinta masa kecilmu. Dan tahukah Kamu, kalau sampai saat ini Aku masih jomblo hanya demi untukmu. Dan teganya Kau membuatku hancur dengan statusmu yang sudah memiliki pacar saat ini. Hatiku hancur berkeping-keping sampai susah sudah untuk merekatnya kembali, walau di tempel pakai lem alteco sekalipun, pikir ku lara.

"Mungkin saja Aku kenal." jawabku singkat dengan suara agak bergetar, Aku melengah ke arah lain. Bukan karena Aku tak mau melihatnya, semata karena Aku tak ingin Hayati tahu kalau Aku sedang sedih dan berusaha agar tak menampakkannya didepan Hayati.

"Ihh kamu masih marah karena Hayati menamparmu tadi ya ? Maafin Hayati ya! lagian tanganmu nakal main pegang-pegang.. hmnn itunya Hayati." jawab Hayati dengan muka menunduk agak memerah malu.

"Maafin Aku juga! Aku juga salah kok. Ya udah Aku permisi dulu yah." kataku terburu.

"Eh tunggu dulu!" Sergah Hayati. Duh apalagi Hayati ? apa Kau masih ingin membuat hati ini tambah sedih ? padahal ini temanya romance comedy loh! kalau sedih-sedih tar malah ganti jadi 'drama melow' ala korea, gak nyambung sama tema loh tar ini, hehehe.

Hayati menuliskan sesuatu di atas selembar kertas, lalu meletakkannya diatas telapak tanganku.

"Hubungi Hayati nanti yah, kalau kamu bertemu dengan Zainudin." kata Hayati lagi dengan senyumannya yang membuatku kembali terpesona, tapi begitu melihat cowoknya yang berdiri tak jauh dibelakang Hayati membuatku kembali lemas, sayang senyuman indah ini bukanlah milikku.

"Memangnya Zainudin itu siapanya Hayati ?" tanyaku menatap sendu ke arah matanya.

Hayati tersenyum memperlihatkan lesung pipit imut dipipinya yang manis.

"Dia.. seorang yang sangat berharga bagi Hayati.." jawabnya dengan begitu yakinnya. Lalu berbalik ke arah pacarnya yang telah menunggu tak jauh dari kami.

Deg

Entah aku harus senang atau sedih mendengarnya.

Seorang yang sangat berharga bagi Hayati

Seorang yang sangat berharga bagi Hayati

Seorang yang sangat berharga bagi Hayati

Kata-kata Hayati terngiang-ngiang kembali ditelingaku. Kalau Aku seberharga itu bagimu, lalu kenapa kau tega berpacaran dengan yang lain Hayati ?

Aku tersenyum antara rasa sedih dan senang menatap Hayati yang melangkah semakin jauh dengan cowoknya.

***

"Bajingan! Baru datang mukanya sudah ditekuk begitu." gerutu Edi begitu melihatku datang.

Ternyata ketiga sohibku sudah ngumpul aja di Kos, mereka dengan santainya rokok an depan kamar kosku. Asem pasti mau nguntil Bu Maya lagi mereka bertiga, memang gak jauh dari yang namanya mesum mereka bertiga, dan yang lebih parahnya Aku malah jadi ikutan mereka bertiga, kampret dah!

"Iyo e, bukannya senang habis hunting Mahasiswi Kedokteran, malah pasang bendera muram begitu. Kayak Luffy lagi kalah tarung aja wajah koe Zain." sela Patrik dengan guyonan khasnya.

"Halah, modus itu. Biar kita gak dikasih kontak cewek-cewek Kedokteran." kata Rangga lagi mengejek.

Aku hanya berjalan lemas, tanpa melihat kearah mereka. Membuka pintu kamar, lalu berjalan pelan ke dalam kamar, lalu Aku membaringkan diri diatas kasur. Aku benar-benar gak semangat cok, separuh pengharapanku sudah terampas oleh kenyataan. Aku nelangsa, nelangsa beneran ini.

"Eleh eleh, beneran lagi ada masalah Kau rupanya Zain ?" tanya Rangga menyusul masuk ke dalam kamar diikuti oleh Patrik dan Edi Ray.

"Sorry bro! kirain Kau pura-pura aja tadi." kata Edi merasa tak enak begitu melihatku yang tidak bersemangat.

"Ono masalah opo e Zain ? kamu di palakin sama Mahasiswa Kedokteran tadi ?" tanya Patrik menyelidik.

"atau Kau dipukuli karena terlalu jelalatan melihat mahasiswi kedokteran tadi ?" tanya Edi dengan tudahan yang mengenaskan. Asem, pertanyaan macam apa pula itu.

"Atau kau ngaceng tadi melihat mahasisiwi Kedokteran, terus ketahuan dan diusir sama Satpam ?" tanya Rangga gak kalah gilanya.

"ah taik lah! kalian ini mau bully Aku atau apa sih ? mana ada kasusnya orang ngaceng diusir ma satpam, mau adu pentungan ma satpam itu namanya." umpatku kesal, lalu duduk dan menyandarkan punggungku ke dinding kamar.

"Habis, koe pasang wajah ditekuk kayak orang putus cinta begitu." ujar Patrik.

"Tadi Aku ketemu Hayati." ucapku lirih sambil menghela napas.

"Hayati ? Pacar masa kecilmu itu ? cantik gak broh ?" tanya Rangga penasaran.

"Nenennya besar gak ?" tanya Edi menimpali.

"Bening gak ?" tanya Patrik gak mau ketinggalan.

Aku menatap mereka bertiga heran. Asem! sudah rusak ketiga sahabatku ini.

Andai mereka tahu, Aku juga telah memegang nenennya Hayati, tambah heboh mereka ini pastinya.

"Cantik sih." kataku pelan.

"Seharusnya kau senang toh ?" kata Rangga.

"Iyo e. Bukannya kusut begini." sela Patrik.

"Tapi, Dia sudah punya pacar." kataku lemas.

"Serius broh ?" tanya ketiganya kompak. Aku hanya mengangguk lemah, selemah semangatku hari ini.

Ketiga sahabatku jadi terdiam, menunduk. Entah ikutan sedih, tau ah gelap.

"Nah semangat bro!" kata Edi tiba-tiba dengan penuh semangat.

"Asu, ngagetin ae koe ed." kata Patrik yang kebetulan duduk disebelahnya.

"Aku ada ide." kata Edi lagi.

"Ide apaan ?" tanya Rangga.

"Kita ke Sarkem lagi, biar Zain semangat dan gak lesu lagi." kata Edi dengan wajah cerah.

"Wooo asuuu gak jauh dari selangkangan koe Ed." kata Patrik sewot.

"Gak bro, Kapok Aku! Mau Kau di sembelih sama preman sarkem, hah ? mungkin saat ini wajah kita sudah di pasang sepanjang gang Sarkem sana, setelah kita tiba-tiba kabur tanpa bayar kemaren itu." kata Rangga khawatir.

"Hahaha koe sih Zain, main kabur duluan, jadinya kan kita ikutan lari. Bisa-bisa mereka nyuruh pembunuh bayaran buat hunting koe." tambah Patrik menakuti.

Asem malah bahas kejadian kemaren mereka, gak tahu Aku lagi sedih apa. Prihatin kek! beginilah kalau punya teman-teman mesum, tema-nya sedih malah bahas hal mesum, kan gencrot namanya.

"Lah, mang gimana ceritanya kok Kau bisa masuk ke dalam kamar itu kemarin Zain ?" tanya Edi penasaran.

"Kampret kalian, Aku lagi sedih bukannya dihibur malah nambahin masalah." kataku menggerutu.

"Tenang anak muda! Seorang pemuda harus tegar menghadapi masalah, kalau karena itu saja sudah mematahkan semangatmu, maka Kau tidak pantas disebut pemuda. Ayo tunjukan semangat kuda mu, eh muda mu." kata Edi sok bijak.

"Tumben koe pintar Ed!" kata Patrik.

"Eddiii Ray.." kata Edi bangga sambil menepuk-nepuk dada kekarnya.

"Halah, kebetulan ototnya gak nyumbat saluran otaknya aja itu." kata Rangga meledek.

"Ooo kampret koe." kata Edi sambil melempar bantal ke arah Rangga.

Akhirnya, mau tidak mau Aku jadi terhibur juga dengan kehadiran ketiga sahabatku ini, walau otaknya rada miring karena kebanyakan coli dan nonton film bokep. Tapi mereka setia kawan dan selalu ada saat susah dan senang, apalagi saat nonton bokep bareng, wayahe wayahe.

"Memang beneran koe gak ngapa-ngapain tuh cewek Zain ? Ayu tenan loh padahal." tanya Patrik penasaran.

"udah tak kasih film tutorialnya masih aja gak kau praktekin Zain, hahaha." kata Rangga sambil tertawa meledekku.

"Aku gak kebayang lah, cewek udah bugil begitu, malah ditinggal lari sama si Zain, hahaha." kata Edi menimpali sambil menyeringai mesum.

"Asem kalian. Gara-gara kalian yang merusakku." kataku tertawa geli mengingat kejadian sebelumnya.

"Anjrit Aku ae masih takut kalau mau ke Malioboro lagi loh." timpal Patrik bergidik ngeri.

"Hahaha" tawa kami berempat.

Flashback kejadian beberapa hari sebelumnya.

Aku keluar terburu-buru dari rumah tempat kami jajan disusul oleh Edi dan Patrik, dan Rangga.

"TAHAN MEREKA BERTIGA!" teriak sang mucikari dari dalam rumah.

"Lari cepat lari." teriakku pada teman-temanku sambil ngacir duluan.

"Anjritt rusuh si Zain nih." kata Patrik yang ikutan berlari.

Edi yang kusangka jago, karena tubuhnya yang paling kekar dan berotot malah paling kencang larinya diantara kami berempat, kampret tuh anak, malah dia yang paling ngebut duluan.

Kami berlari ke arah parkiran, begitu sampai diatas motor, kami langsung ngebut menuju arah kosanku.

Flashback end

Sampai sekarang Kami jadi trauma kalau kesana lagi. Jangankan kesana, untuk mampir ke Malioboro pun kami tidak berani. Takut masih di cari-cari oleh preman sarkem.

"Gara-gara Zain nih, ilang sudah tempat refreshing kita." kata Edi mendumel.

"Anjir refreshing jar e." kata Patrik terbahak sambil geleng-geleng kepala.

"By the way! mereka masih ingat wajah kita gak yah ?" tanyaku khawatir. Takutnya mereka masih nyariin kami, apa gak terancam nih keselamatan. Belum tamat kuliah malah sudah tamat disini duluan, pikirku cemas.

"Koe mungkin Zain. Kan Koe yang lari duluan dan gak bayar. Kita awalnya dah niat mau bayar, tapi karena lihat Koe lari, yo kita melu, hehehe." kata Patrik menakut-nakuti.

"Asu, kan kita berempat. Kalau gak karena kalian, gak mungkin Aku kesana cok!" kataku membela diri.

"Sudah-sudah, tenang aja. Untuk sementara kita berdiam diri dimarkas dulu. Jangan kemana-mana dulu. Kalaupun harus berjalan jauh, harus bareng." kata Edi menimpali.

"oo sok ide kau Ed. Kemarin aja Kau yang paling kencang larinya." kata Rangga mengejek.

"Itu darurat coy. Kalau yang ngejarnya cuma satu-satu sudah Aku selesaikan kemarin itu." kata Edi membela diri.

"Ngeles aja kau Ed, otot aja yang gede." kata Rangga lagi sambil menoyor kepala edi.

"Woles bro woles, hehehe." cengir Edi.

"Lah kenapa juga kita bahas masalah ini. Kan tadi kita lagi bahas masalah Hayati. Asem kalian ini." kataku yang baru tersadar jika topik sudah beralih terlalu jauh.

"Hehehe biar gak tegang aja bro." kata Edi santai.

"Lagian kau juga sih Zain. Cari yang lain saja sudah! buat apa wajah ganteng kalau gak dimanfaatin." ucap Rangga menambahkan.

"Iyo e Zain. Bunga tak setangkai, kumbang tak seekor." kata Patrik dengan pepatah sok bijak.

"Artinya apah ?" kata Edi dengan dahi berkerut bingung.

"Mbuh, Aku yo dengar dari ceramah di Youtube, hehehe." kata Patrik ketawa.

"Anjrit kirain ngerti Koe." Ejek Edi.

"Itu lah bro, Aku terikat janji masa kecil dengannya. Tapi.." kataku terhenti, teringat kejadian terakhir sebelum Hayati pergi meninggalkanku.

"Tapi apa ?" tanya temanku kompak.

"Tadi itu Aku gak jujur padanya. Aku memperkenalkan diriku sebagai Zulfikar." ucapku lirih.

"Woo kenapa gak jujur aja sih kau Zain ? siapa tahu Dia langsung berpaling pada Kau dan meninggalkan cowoknya itu." kata Rangga.

"Gak semudah itu cok." jawabku.

"Iya Zain, siapa tahu jika Kau jujur, si Hayati malah langsung berpaling pada Kau." sela Edi.

"Itu dia masalahnya. Mereka kelihatan sudah dekat sekali, Aku gak mau jadi Pepaya." kataku ngasal.

"Opo iku Pepaya ?" tanya Patrik bingung.

"Perebut pacar Yanto." jawabku semakin ngasal.

"Hah! Sopo meneh iku Yanto ?" jawab Patrik telmi.

"Mbuhlah, Aku yo ora kenal." kataku mengikuti logatnya patrik.

"Oo semprul, rak kenal ngapain koe sebut namanya." kata Patrik kesal sambil melempar tisu ditangannya kearahku.

"Hahaha." Akhirnya lepas juga tertawaku setelah bersedih hati karena memikirkan Hayati.

"Tapi, tau kah kalian ? tadi ketika Aku pergi, Hayati mengejarku dan menanyakan, apa Aku kenal dengan Zainudin atau tidak ? gak tahu Aku harus senang atau sedih cok. Ternyata Hayati masih ingat padaku, walau Ia tidak bisa mengenali wajahku secara langsung saat kami bertemu. Itu lah yang membuat Aku dilema cok." ucapku panjang kali lebar.

"Tenang Zain, selagi jamur kuning belum melengkung, itu tandanya masih milik bersama." kata Edi dengan wajah sok serius.

"Janur dab, bukan jamur." kata Patrik meluruskan.

"Jamur kuning itu mah eek kau Ed, wkwkwk." kata Rangga menertawakan Edi.

"Yah maksudku itu, hehehe." jawab Edi lagi sok cool.

"Saranku yo! Koe maju terus Zain. Perjuangkan cintamu brother." kata Patrik menyemangati.

"Iya Bro. Nah itu Aku sependapat, jadi lelaki itu pantang menyerah! Kalau perlu kita selesaikan dulu pacarnya si Hayati itu, biar gak ada saingan Kau Zain." Usul Edi dengan Ide yang lebih ekstrim lagi.

"Ndasmu main selesaikan anak orang, yang ada Koe ngacir lagi kayak kemaren." ejek Patrik.

"Kemaren itu mah beda versi mas Bro." kata Edi nyengir.

"Edi didengerin, keburu kiamat dunia. Aku yo setuju sama Patrik, Kamu maju terus Zain. Kalau butuh bantuan Kita, kita mah siap kapanpun Kamu butuh bantuan kita." sela Rangga menyemangati.

"Tapi Aku terlanjur memperkenalkan diri sebagai Zulfikar padanya, bukan sebagai Zainudin sebagaimana yang Hayati kenal." jawabku lemas merutuki diri sendiri, ngapain juga yah Aku tidak jujur pada Hayati kalau Aku ini Zainudin bukannya malah mengaku sebagai Zulfikar.

"Justru malah bagus itu Zain." kata Rangga sambil berpikir.

"Kok bagus ?" tanyaku bingung.

"Iya, Kamu dekati aja tuh Hayati sebagai Zulfikar. Jadi Kamu bisa bebas mengorek informasi tentang dirinya. cari saja alasan kalau Kamu akan mencari Zainudin untuk Hayati, nah Kamu bisa sambil pedekate dengan dia nantinya." kata Rangga memberi ide.

"Oh iya, benar juga yo. Koe malah gak perlu cari-cari alasan lagi untuk mendekati Hayati." kata Patrik mendukung ide Rangga.

"Nah itu. Aku juga setuju!" kata Edi menimpali.

Aku mengangguk-anggukan kepala setuju dengan ide mereka, ternyata ketidaksengajaanku memperkenal diri sebagai Zulfikar bukannya Zainudin ada hikmahnya juga. Gak salah pepatah bilang, banyak kepala lebih baik daripada satu. Hari ini Aku menemukan hikmahnya, untung ada teman-temanku yang luar biasa ini. walau banyak mesumnya, kadang pikiran mesum mereka ada positifnya juga, hehehe.

Kami ngumpul dan bercanda sampai sore, tapi gak ada nonton mesum lagi seperti hari sebelumnya, catet itu!

Sampai mereka memutuskan untuk pulang kekosnya masing-masing, kecuali Patrik yang harus pulang ke rumahnya di Wonosari sana.

Related chapters

  • BUKAN ZAINUDIN DAN HAYATI   BAB III : UNTUK ZAIN

    POV Zain Aku kembali kekamar Kosku, saat jam sudah diangka 4 sore.Waktu kulihat HP, banyak sekali notifikasi panggilan dan WA yang masuk. Astaga, ternyata dari teman-temanku yang menanyakan keberadaanku, bahkan mereka kekamarku siang tadi saat jam makan siang. Aku lupa mengabari sahabat-sahabatku kalau hari ini ada tugas lapangan. Namun ada sebuah WA yang membuatku hatiku berteriak senang, yaitu sebuah pesan WA dari Hayati. Ia baru membalasnya, setelah seminggu yang lalu Aku mengirimkan pesan WA padanya. Hayati : "Maaf baru balas pesannya Zul, Hayati kemaren-kemaren lagi sibuk praktek. Boleh! main aja ke kos Hayati, alamatnya : Jl. dilarang Toleh-Toleh no.xx. Kalau kesini jangan lupa kabari yah^^ see u" Aku yang barusan kelelahan karena banyak mengerjakan tugas lapangan, malah jadi semangat otomatis begitu membaca pesan WA-nya Hayati, sampai-sampai Aku meloncat kegirangan. Hehehe, soalnya Aku sangat khawatir kal

  • BUKAN ZAINUDIN DAN HAYATI   BAB IV : HAYATI

    POV Hayati "Nak, segera berkemas ya! Hari ini juga Kita akan pindah ke Bandung." Ucap Papa padaku. "Loh kata Papa kemarin Kita gak jadi pindah ?" protesku yang merasa keberatan karena kepindahan Papa secara tiba-tiba. Setelah sebelumnya, belum ada kepastian dari Dinas Kesehatan tentang rencana pemindahan tugas Papa. "Iya Nak. Papa baru menerima suratnya pagi ini, dan besok Papa sudah mulai berdinas di tempat tugas yang baru. Jadi Kita harus pindah hari ini juga." ucap Papa lembut. "Tapi Pa.. Hayati gak mau pindah dari sini! nanti kalau pindah, Hayati gak akan bisa bertemu lagi dengan Zain." ujarku yang menolak untuk pindah. "Terus Hayati mau tinggal sama siapa disini ? hmnn! Mama kan harus ikut juga kemanapun Papa pergi Nak." Ucap Mama membantu meyakinkanku. "Tapi Mah... hikss. Zainudin gimanaa?" ucapku mulai menangis. Aku sangat berat hati untuk meninggalkan sahabatku satu-satunya itu. Satu-satunya orang terdekat sela

  • BUKAN ZAINUDIN DAN HAYATI   BAB V : SIASAT

    "Beb, hari ini kita jalan yuk! Sejak kita dekat disini, malah belum pernah jalan-jalan, kemana kek gitu ?" Tanya Adam siang itu. "Adam,pleasejangan lagi panggil Aku begitu. Hayati gak suka." Ucapku kesal karena Ia masih saja memanngilku dengan panggilan itu, padahal Kami sama sekali tidak pacaran. "Tapi kan kita sudah dekat Beb. Orang tua Kita juga sudah setuju dan telah menjodohkan kita." jawab Adam bersikukuh dengan panggilannya. Hufftt, ini karena Papa dan Mama juga yang pakai acara jodoh-jodohan segala. Si Adamnya jadi ngelunjak dan berlaku seenaknya. "Iya, tapi bukan berarti Adam seenaknya manggil Hayati begitu. Hayati gak suka!" ucapku makin kesal. "Oke, oke. Tapi, baik sekarang ataupun nanti akan sama saja. Biar Kita jadi terbiasa saja." Ucapnya sambil tersenyum. "Hufftt.. kalau Adam masih begitu juga, Hayati gak mau dekat-dekat dengan Adam lagi." ujarku tambah kesal sambil berlalu pergi. Adam tidak

  • BUKAN ZAINUDIN DAN HAYATI   BAB VI : PENCULIKAN

    POV Zainudin Gila, malu banget cok! Mau berlagak jadi superhero yang gagah dalam membela seorang perempuan, malah terkapar duluan hanya kena sebuah pukulan di hidung. Mau ditaroh dimana muka ganteng ini ? malah Hayati yang mengobati hidungku yang berdarah hari itu. Untungnya Hayati sangat pengertian dan tidak mengungkit sama sekali kejadian siang itu. Ia dengan telatennya menghentikan pendarahan dihidungku dan membersihkan darahnya hingga bersih. Sungguh dokter idaman banget nih, pujiku mengaguminya dalam hati. Berkat kejadian hari itu juga, hubungan Kami jadi semakin dekat tiap harinya. Hayati bahkan terang-terangan memintaku untuk mengantar-jemputnya kuliah. Aku sih senang-senang saja, bisa selalu bersama dengan wanita yang Kucintai. Walau Hayati taunya Aku adalah Zulfikar bukan Zainudin, karena memang Aku memperkenal diriku demikian. Namun anehnya, Hayati tidak lagi pernah menanyakan tentang Zainudin padaku. Apa Ia memang sudah lupa? Atau

  • BUKAN ZAINUDIN DAN HAYATI   BAB VII : BAD OR HAPPY ENDING ?

    POV ZAINUDIN"Uhuk.. uhukk.. di mana Saya?" tanyaku sambil coba duduk. Gila, sakit banget rasanya kepalaku. Tubuhku rasanya remuk redam akibat dikeroyok oleh para preman tadi."Ini diminum dulu, Mas!" ujar salah seorangsecuritysambil memberikan segelas air minum padaku."Hmnn terima kasih, Mas." ucapku sambil meminum air pemberiannya. Hahhh baru agak sedikit lega rasanya."Teman Saya dimana, Mas?" tanyaku syok begitu sadar kalau Hayati tidak ada didekatku."Tenang Mas, sedang ditangani oleh pihak berwajib. Untung tadi ada Bang Midun ini. Kalau gak ? apa yang terjadi dengan Mas! Mbuhlah, Kita juga gak berani ikut campur soale." katasecurityyang memberiku minum tadi sambil menunjuk orang berpakaian bebas yang duduk di sampingnya."Urang Minang ang Yuang?" tanya Bang Midun padaku. (Kamu orang Minang ?)Eh dia orang Padang kah?"Iyo Da." Jawabku sambil meringis kes

  • BUKAN ZAINUDIN DAN HAYATI   BAB I : JANJI

    Flashback : "Hayati, kamu nanti kalau sudah besar mau jadi apa ?" tanya Zain kecil pada sahabat satu–satunya itu. "Aku mau jadi Dokter, biar bisa ngobatin Kamu kalau lagi sakit." Jawab Hayati dengan gaya polosnya. "Tapi, Aku takut disuntik. Kata Kakakku, disuntik itu sakit." jawab Zain kecil sambil mengelembungkan pipinya. "Masa cowok takut sama suntik ? Nanti Hayati suntiknya dengan sayang deh!" kata Hayati lagi dengan senyum cantiknya yang gemesin. Zain kecil menatap Hayati kecil dengan senyum senang. "Iya deh, Zain janji gak akan takut kalau Hayati yang menyuntiknya." kata Zain sambil memegang tangan Hayati kecil. "Kalau Zain, sudah besar nanti mau jadi apa ?" tanya Hayati sambil mereka berpegangan tangan. "Zain mau jadi Arsitek, biar bisa bangunin rumah buat dokternya Zain." jawab Zain kecil dengan sangat yakin sambil menatap Hayati. "Beneran ?" tanya Hayati kecil sangat senang. Zain kecil mejawab d

Latest chapter

  • BUKAN ZAINUDIN DAN HAYATI   BAB VII : BAD OR HAPPY ENDING ?

    POV ZAINUDIN"Uhuk.. uhukk.. di mana Saya?" tanyaku sambil coba duduk. Gila, sakit banget rasanya kepalaku. Tubuhku rasanya remuk redam akibat dikeroyok oleh para preman tadi."Ini diminum dulu, Mas!" ujar salah seorangsecuritysambil memberikan segelas air minum padaku."Hmnn terima kasih, Mas." ucapku sambil meminum air pemberiannya. Hahhh baru agak sedikit lega rasanya."Teman Saya dimana, Mas?" tanyaku syok begitu sadar kalau Hayati tidak ada didekatku."Tenang Mas, sedang ditangani oleh pihak berwajib. Untung tadi ada Bang Midun ini. Kalau gak ? apa yang terjadi dengan Mas! Mbuhlah, Kita juga gak berani ikut campur soale." katasecurityyang memberiku minum tadi sambil menunjuk orang berpakaian bebas yang duduk di sampingnya."Urang Minang ang Yuang?" tanya Bang Midun padaku. (Kamu orang Minang ?)Eh dia orang Padang kah?"Iyo Da." Jawabku sambil meringis kes

  • BUKAN ZAINUDIN DAN HAYATI   BAB VI : PENCULIKAN

    POV Zainudin Gila, malu banget cok! Mau berlagak jadi superhero yang gagah dalam membela seorang perempuan, malah terkapar duluan hanya kena sebuah pukulan di hidung. Mau ditaroh dimana muka ganteng ini ? malah Hayati yang mengobati hidungku yang berdarah hari itu. Untungnya Hayati sangat pengertian dan tidak mengungkit sama sekali kejadian siang itu. Ia dengan telatennya menghentikan pendarahan dihidungku dan membersihkan darahnya hingga bersih. Sungguh dokter idaman banget nih, pujiku mengaguminya dalam hati. Berkat kejadian hari itu juga, hubungan Kami jadi semakin dekat tiap harinya. Hayati bahkan terang-terangan memintaku untuk mengantar-jemputnya kuliah. Aku sih senang-senang saja, bisa selalu bersama dengan wanita yang Kucintai. Walau Hayati taunya Aku adalah Zulfikar bukan Zainudin, karena memang Aku memperkenal diriku demikian. Namun anehnya, Hayati tidak lagi pernah menanyakan tentang Zainudin padaku. Apa Ia memang sudah lupa? Atau

  • BUKAN ZAINUDIN DAN HAYATI   BAB V : SIASAT

    "Beb, hari ini kita jalan yuk! Sejak kita dekat disini, malah belum pernah jalan-jalan, kemana kek gitu ?" Tanya Adam siang itu. "Adam,pleasejangan lagi panggil Aku begitu. Hayati gak suka." Ucapku kesal karena Ia masih saja memanngilku dengan panggilan itu, padahal Kami sama sekali tidak pacaran. "Tapi kan kita sudah dekat Beb. Orang tua Kita juga sudah setuju dan telah menjodohkan kita." jawab Adam bersikukuh dengan panggilannya. Hufftt, ini karena Papa dan Mama juga yang pakai acara jodoh-jodohan segala. Si Adamnya jadi ngelunjak dan berlaku seenaknya. "Iya, tapi bukan berarti Adam seenaknya manggil Hayati begitu. Hayati gak suka!" ucapku makin kesal. "Oke, oke. Tapi, baik sekarang ataupun nanti akan sama saja. Biar Kita jadi terbiasa saja." Ucapnya sambil tersenyum. "Hufftt.. kalau Adam masih begitu juga, Hayati gak mau dekat-dekat dengan Adam lagi." ujarku tambah kesal sambil berlalu pergi. Adam tidak

  • BUKAN ZAINUDIN DAN HAYATI   BAB IV : HAYATI

    POV Hayati "Nak, segera berkemas ya! Hari ini juga Kita akan pindah ke Bandung." Ucap Papa padaku. "Loh kata Papa kemarin Kita gak jadi pindah ?" protesku yang merasa keberatan karena kepindahan Papa secara tiba-tiba. Setelah sebelumnya, belum ada kepastian dari Dinas Kesehatan tentang rencana pemindahan tugas Papa. "Iya Nak. Papa baru menerima suratnya pagi ini, dan besok Papa sudah mulai berdinas di tempat tugas yang baru. Jadi Kita harus pindah hari ini juga." ucap Papa lembut. "Tapi Pa.. Hayati gak mau pindah dari sini! nanti kalau pindah, Hayati gak akan bisa bertemu lagi dengan Zain." ujarku yang menolak untuk pindah. "Terus Hayati mau tinggal sama siapa disini ? hmnn! Mama kan harus ikut juga kemanapun Papa pergi Nak." Ucap Mama membantu meyakinkanku. "Tapi Mah... hikss. Zainudin gimanaa?" ucapku mulai menangis. Aku sangat berat hati untuk meninggalkan sahabatku satu-satunya itu. Satu-satunya orang terdekat sela

  • BUKAN ZAINUDIN DAN HAYATI   BAB III : UNTUK ZAIN

    POV Zain Aku kembali kekamar Kosku, saat jam sudah diangka 4 sore.Waktu kulihat HP, banyak sekali notifikasi panggilan dan WA yang masuk. Astaga, ternyata dari teman-temanku yang menanyakan keberadaanku, bahkan mereka kekamarku siang tadi saat jam makan siang. Aku lupa mengabari sahabat-sahabatku kalau hari ini ada tugas lapangan. Namun ada sebuah WA yang membuatku hatiku berteriak senang, yaitu sebuah pesan WA dari Hayati. Ia baru membalasnya, setelah seminggu yang lalu Aku mengirimkan pesan WA padanya. Hayati : "Maaf baru balas pesannya Zul, Hayati kemaren-kemaren lagi sibuk praktek. Boleh! main aja ke kos Hayati, alamatnya : Jl. dilarang Toleh-Toleh no.xx. Kalau kesini jangan lupa kabari yah^^ see u" Aku yang barusan kelelahan karena banyak mengerjakan tugas lapangan, malah jadi semangat otomatis begitu membaca pesan WA-nya Hayati, sampai-sampai Aku meloncat kegirangan. Hehehe, soalnya Aku sangat khawatir kal

  • BUKAN ZAINUDIN DAN HAYATI   BAB II : PERTEMUAN

    POV Zainudin Siang yang sangat terik, dipadu dengan macetnya jalannya kota Yogyakarta menambah panasnya suhu siang itu. Belum lagi, hari ini Kami dapat tugas praktek lapangan untuk mata kuliah Arsitektur Kota, setiap mahasiswa ditugaskan untuk membuat sketsa bangunan perkotaan, dengan tema bebas. Kegiatan itupun dibebaskan tempatnya, kebetulan ini adalah mata kuliah terakhir di hari ini. Sehingga para Mahasiswa sudah pada berpencar, tidak terkecuali diriku. Entah kenapa kaki ini melangkah begitu saja ke Fakultas Kedokteran, Aku cuek saja membuka kertas gambarku lalu menggambar gedung utama fakultas kedokteran walau banyak yang menatap heran ke arahku, jarang-jarang lihat anak fakkultas teknik yang ganteng mengambil sketsa disini kali yah, hehehe. Untuk itu Aku mengambil posisi dekat tangga antara gedung 1 dan 2, tempatnya lumayan teduh, disamping ituviewuntuk ke gedung utama sangat pas. Krringg kriingg Belum lama Aku memu

  • BUKAN ZAINUDIN DAN HAYATI   BAB I : JANJI

    Flashback : "Hayati, kamu nanti kalau sudah besar mau jadi apa ?" tanya Zain kecil pada sahabat satu–satunya itu. "Aku mau jadi Dokter, biar bisa ngobatin Kamu kalau lagi sakit." Jawab Hayati dengan gaya polosnya. "Tapi, Aku takut disuntik. Kata Kakakku, disuntik itu sakit." jawab Zain kecil sambil mengelembungkan pipinya. "Masa cowok takut sama suntik ? Nanti Hayati suntiknya dengan sayang deh!" kata Hayati lagi dengan senyum cantiknya yang gemesin. Zain kecil menatap Hayati kecil dengan senyum senang. "Iya deh, Zain janji gak akan takut kalau Hayati yang menyuntiknya." kata Zain sambil memegang tangan Hayati kecil. "Kalau Zain, sudah besar nanti mau jadi apa ?" tanya Hayati sambil mereka berpegangan tangan. "Zain mau jadi Arsitek, biar bisa bangunin rumah buat dokternya Zain." jawab Zain kecil dengan sangat yakin sambil menatap Hayati. "Beneran ?" tanya Hayati kecil sangat senang. Zain kecil mejawab d

DMCA.com Protection Status