Mulutku yang sedikit terbuka, langsung menutup. Ah, begitu rupanya. Wajahku serasa mendadak kaku dengan sendirinya. “Kalian hampir melakukannya?” Masih saja penasaran, aku mengabaikan harga diri.“Ya. Lilith pintar memancingku. Dia hampir merobohkan pertahananku. Tapi aku tahu dan sadar, rasanya hanya akan menyiksaku dalam kekecewaan. Dan dia tidak akan pernah bisa mendapatkan apa yang diinginkannya dariku saat bercinta.” Jay menatapku lekat-lekat saat bercerita, justru aku yang berwajah kaku antara kesal dan malu karena sebab yang tidak jelas.“Itu ... terdengar aneh bagiku, Jay.”Jay tertawa pelan, mengusap wajahku dan merapikan rambutku yang masih lembab. “Tentu saja aneh, karena kau terbiasa dengan reputasi buruk tentangku di kepalamu.”Aku membalas perlakuan Jay, mengusap pipi kanannya dan saling menatap lama untuk kemudian mencari ciuman pada bagian yang sensitif.“Jangan salahkan aku, Ava. Kau yang memancingku lebih dulu,” bisik Jay.Melepas masa lalu tidak semudah menanggalkan
Dia terus berteriak memanggilku hingga mengundang perhatian dari orang-orang di sekitar.“Ravabia Vigor! Jangan kekanakan dan tolong berhenti!” Dia menangkap lenganku. Dari dulu dia selalu menang dalam olahraga lari. Dia cepat, dengan tubuh langsing yang kini sedikit berisi. “Bisakah aku bicara denganmu seperti seorang teman?”Aku tertawa, jari jemariku terasa bergetar. Dia melepas lenganku. Lalu menatapku dengan ekspresi cemas.“Aku tidak ingat pernah memiliki teman seperti kau dan Britta.”Dia tertawa canggung. Memijat kening seperti setiap kali merasa cemas akan sesuatu. Kebiasaannya tidak berubah sama sekali. “Ava, dengar ... kau selalu menutup kemungkinan untukku dan Britta bicara padamu.”“Bicara apa? Penjelasan tidak masuk akal?” Suaraku sudah tidak terkendali. Aku benci harus bertemu salah satu dari mereka di saat aku sedang ingin menikmati waktu santaiku.“Bicara fakta. Itu yang kami punya.”Aku mendengus, sikap kekanakanku memang sering muncul saat berhadapan dengan kedua sa
Di perjalanan, aku menghubungi ibu dan menanyakan tentang keadaan kakek. Sedikit lega ketika kondisinya cukup baik, hanya tekanan darahnya saja yang tinggi.Kakekku punya banyak beban pikiran. Salah satunya berasal dariku. Ini juga akan menjadi rasa bersalah yang akan tersimpan di hatiku.Neil terus menggenggam jemariku saat dia menyetir. Memberiku semangat lewat aliran kehangatan dan senyum yang lembut selalu tersungging setiap kali kami saling bertatapan.“Aku minta maaf untuk semua waktu yang terbuang percuma karena diriku, Neil.” Aku menatapnya dengan sedih ketika mobil sudah tiba di kawasan parkir. “Empat hari yang terasa berlalu begitu saja.”Neil mendekatkan wajahnya dan mencium bibirku. “Jangan bicara seperti itu. Akan ada banyak waktu pengganti lainnya untuk kita. Aku akan menunggu, karena aku terbiasa begitu.” Neil merentangkan kedua tangannya. “Peluk aku, istriku.”Entah karena perasaan kacau yang terus kudapatkan sejak tadi, air mataku mengalir lagi dipelukan Neil. Panggil
Amelia. Nama wanita yang tadi kupeluk dengan erat. Kami baru saja berpisah satu jam yang lalu. Aku dan dia hanya sempat bertukar nama. Selebihnya, dia menarik diri untuk pergi lebih dulu. Dengan alasan ingin menghubungi suaminya.Sekarang aku sendirian di rumah. Tidak peduli Jay sudah pulang atau dia justru kembali ke Martin Company. Ini sudah lewat jam makan siang. Belum ada apapun yang masuk ke perutku.Meraba perutku yang masih rata tanpa kemunculan tanda apapun, aku sadar untuk tidak bisa bersikap egois. Ada nyawa lain yang perlu kusayangi, kuperhatikan dan kulindungi. Bayiku, anakku.Turun dari ranjang, aku keluar kamar dan masuk ke dapur. Kutinggalkan ponsel yang berisi banyak pesan serta panggilan dari ibuku dan bu Vivian.Itu pasti tentang nasihat-nasihat kehamilan yang baik menurut versi mereka, tapi aku sedang dalam keadaan tidak ingin diganggu siapapun dan peduli pada apapun.Tapi jujur saja, aku senang melihat bu Vivian terlihat baik seolah dia lupa semua kejadian pagi itu
Meskipun tampak ragu, Jay tetap mengangguk. Dia gelisah, tapi aku tidak. Kuambil gaun tidur berwarna kuning cerah. Lalu suara ritsleting gaun tidurku itu menjadi penengah ketika Jay membantu menariknya ke atas.“Aku menolak untuk menjawabnya,” kataku akhirnya.“Itu artinya bisa jadi dua kemungkinan.”“Menurutmu begitu?” Aku meraih sisir, tidak menatap Jay sama sekali.Jay menarik sisir dari tanganku, dia mulai menyisiri rambutku perlahan-lahan. “Siapapun akan berpikir seperti itu, Ava. Kau pasti juga begitu.”Diam menatap cermin, aku memandangi diriku sendiri. Benarkah begitu? Mungkinkah ini bukan bayi Jay, tapi bayi Neil? Tidak! Aku tidak peduli ini bayi siapa, ini bayiku, harta berhargaku dalam hidup.“Tidak masalah jika kau tidak bisa mengakuinya, Jay.”Berhenti menyisir, Jay membalikkan tubuhku hingga kami saling berhadapan. “Apa maksudmu itu, Ava?” Jelas Jay tersinggung. Tampak dari raut wajah menegang dan nada suaranya yang sedikit meninggi.Kurebut sisir dari tangannya. Berjala
“Hmm ... tergantung.”“Wah, kau—”“Jay, Ava ... kalian sudah bangun sayang? Ini Ibu bawakan sarapan untuk kalian berdua.” Suara bu Vivian terdengar dari luar. Tapi dia tidak mengetuk pintu dengan heboh seperti kebiasaan ibuku.“Harus bagaimana?” Jay berbisik, dia bingung.“Biarkan ibu masuk, aku ingin melihat ibu.”Jay mengangguk dan dengan cepat berjalan untuk membuka pintu. Bu Vivian tampak sedikit terkejut melihat penampilan putra tunggalnya ketika pintu sudah terbuka lebar. Pasti menimbulkan kecurigaan.“Apa Ibu mengganggu kegiatan kalian?” Bu Vivian terlihat ragu-ragu untuk melangkah.“Tidak apa-apa, Bu. Masuk saja,” kataku, tersenyum menyambut ibu mertuaku.Setelah meletakkan nampan berisi sarapan di atas meja, ibu mendekat, bersiap untuk memelukku.“Bu, Ava baru saja muntah. Dia bahkan belum mandi,” kata Jay, membuat gerakan ibunya terhenti di udara. Jay dan aku tertawa.“Benarkah itu, sayang?” Bu Vivian tampak cemas. Batal memeluk, dia beralih untuk mengusap-usap perutku. “Mas
“Oh, kau Tania? Si pemilik penginapan?” Aku tertipu. Mereka benar-benar mirip dan aku tidak lagi bisa membedakan keduanya, padahal waktu belum terlalu lama berlalu. Saat di penginapan, aku jelas hafal perbedaan mereka berdua yang kembar identik.Dia mengangguk cepat dan tersenyum. “Tasya tidak bisa ikut karena harus bantu menjaga penginapanku. Lalu kau sedang apa di sini, Nona?”“Ah, begitu. Kebetulan aku sedang ...” Mendadak aku berhenti bicara, Tania beserta yang lain, hanya tahu aku dan Neil. Jadi aku bingung bagaimana cara untuk menjelaskannya, “hanya sedang berkeliling saja. Aku bosan terus berada di rumah.” Aku tersenyum canggung. Kembali melanjutkan setelah berdeham, “Kalian sendiri, sedang apa di sini?”“Rumah paman di sekitar sini. Kami baru saja diantar paman kemari,” sahut Trisa, tersenyum padaku, lalu melirik remaja laki-laki yang berdiri di sampingnya, mereka juga saling melempar senyum. Kutebak, keduanya memiliki hubungan akrab.Kehadiran Jay membuatku sedikit terkejut,
“Kalau begitu, gandeng saja ....” Ucapanku tiba-tiba terhenti karena Jay bukan melakukan apa yang kuminta, dia justru memeluk pinggangku dengan erat.“Ayo, jalan.” Santainya dia berkata, membuatku ingin tertawa.Mengikuti Jay, aku pun menjadi pusat perhatian banyak orang. Berulang kali Jay mengusap punggungku di depan orang-orang dan dia benar-benar terlihat seperti suami juga menantu idaman semua wanita dari berbagai kalangan.Memesan sup daging campur sayur, nasi putih, salad, dan sebotol air mineral, Jay tidak membiarkanku makan sendiri. Dia menyuapiku dengan menggeser kursi menjadi begitu dekat denganku.Lutut kami saling bertemu, Jay tersenyum sangat dan sangat manis hingga aku terlena cukup lama dengan mulut yang sedikit terbuka. Itu memalukan memang.“Buka mulutmu yang lebar, Ava.” Sendok berisi ayam sudah bergerak menuju mulutku.Tersipu, aku benar-benar malu karena satu dan lain hal. Pertama, semua mata benar-benar melotot melihat kami, diiringi bisik setiap orang yang sebena
Aku tidak tahu kapan Jay pergi dari kamarku. Ketika terbangun, aku justru melihat Dira sedang meletakkan nampan berisi makan siang.“Dira ... kau tahu ada seseorang tadi bersamaku?” Cemas, aku takut hanya kembali berhalusinasi melihat dan merasakan Jay ada bersama denganku.Dira menggeleng bingung. “Tadi Nyonya Martha memanggilku untuk mengambil parfait greek yogurt buatannya untuk Anda, dan kami berbincang sebentar. Tapi aku tidak melihat siapapun yang keluar dari rumah.” Penjelasan Dira membuatku ragu, bahwa aku dan Jay baru saja melewati sesi bercinta yang menyenangkan.Benar-benar tidak ingat, tapi aku yakin sejak pagi kami bersama. Jejak percintaanku dan Jay masih terasa di tubuhku. Tapi dia pergi tanpa pamit, mungkin dia menghilang saat sudah berhasil membuatku tidur nyenyak dalam pelukannya.Neil pulang lebih cepat, sekitar jam empat sore. Dengan wajah berseri-seri, Neil naik ke ranjang setelah dia selesai mandi. Menciumku tanpa ragu, dia berhenti sejenak dan tampak terkejut, m
Melewati trimester pertama, perutku semakin besar dari kehamilan normal yang sering kulihat di manapun. Kecuali satu yang kutahu, aku mengandung bayi kembar. Tebakanku tidak salah dan keyakinan ibu jelas benar, karena hasil Ultrasonografi menunjukkan hal itu.Kehamilan enam belas minggu, terlihat seperti dua puluh tujuh minggu. Itu mengembirakan sekaligus mengundang cemas banyak orang terdekat, terutama diriku. Padahal dokter sudah berulang kali mengatakan bahwa kandunganku sehat.Banyak hal yang semakin sulit kulakukan tanpa merasa cepat kelelahan. Bahkan ibu dan Neil melarang keras agar aku tidak lagi datang untuk mengurus gerai.Sekarang masih pagi, Neil sudah kuusir secara halus dengan alasan dia juga harus mengurus Harrison Express atau kami akan kelaparan. Itu hanya alasan, aku tahu Neil menurutiku karena dia juga merasa perlu bertanggung jawab pada perusahaannya. Jadi dia pergi dengan sedikit enggan.Seorang pelayan wanita bernama Andira, diperintahkan ibu untuk menemani, terut
Kini giliran Neil yang mengernyit bingung. Dia menepikan mobil, tepat di bawah sebuah pohon rindang tepi jalan. Memberi pandangan bingung, aku hanya coba tersenyum.“Sayang ... bukannya kau yang ingin memintaku untuk melepaskanmu suatu saat nanti? Aku benar-benar bingung ketika pernyataanmu berubah begitu cepat.” Neil mengenggam tanganku erat-erat.Benar, aku berubah pikiran seketika. Sekarang, aku tidak bertujuan untuk meminta dia melepasku. Setelah kupikirkan lagi, akan ada saatnya di mana Neil sendiri yang akan benar-benar rela melepaskanku lebih dulu. Membiarkan salah satu dari kami pergi ke mana hati menuntun.“Jangan khawatirkan itu. Berharap saja yang terbaik untuk kita, Neil.” Saling memeluk erat, kami berbagi kehangatan.Neil tidak mengusikku lagi dengan pertanyaan itu. Kami berangkat menggunakan sopir pengganti. Neil yang menginginkannya dengan alasan harus fokus menemaniku di kursi belakang selama dua jam perjalanan.Tidak banyak yang ingin kubicarakan saat ini. Jadi aku me
Bagaimana caranya agar dia kembali seperti Neil yang pertama kali kulihat di taman dekat rumahnya? Dia yang lembut, ramah dan selalu tersenyum padaku.Sekarang dia tampak hancur, sama seperti hatiku. Bisakah aku menebus semua kesalahanku padanya?“Aku hanya mengembalikan cincinnya, bukan hal lain. Tapi, aku ingin kita membuat kesepakatan bersama.”“Kesepakatan apa?” Dia bertanya curiga.“Mari hidup bersama. Kita pergi dari sini. Anggap bayi ini anakmu. Tapi berjanjilah, ketika aku ingin kau melepasku, kau harus melepaskanku tanpa ragu, tidak ada lagi Neil yang lemah karena ditinggalkan. Apa kau sanggup seperti itu?”Tidak perlu waktu lama untuk membuat Neil mengangguk. “Baiklah, aku menyanggupinya. Akan kuurus semua yang diperlukan. Bagaimana denganmu?”“Aku juga akan mengurus semuanya. Neil, aku ingin kau tahu satu hal, meski kau terobsesi padaku, tapi aku tidak akan menganggapmu seperti itu. Aku pasti berusaha menjadi istri yang baik untukmu.”Neil terdiam, dia bergetar, pucat, dan
“Kemarilah ...” Jay membantuku berbaring di sisinya, “kita akan seperti ini sebentar.” Dia memelukku dengan lembut, terasa hangat dan nyaman.Inilah yang sesungguhnya. Benar, hatiku menyadarinya. Aku mencintai Jay entah sejak kapan. Dia yang kuinginkan, meski tidak masalah jika nanti kami akan berpisah.Semua menjadi tidak begitu penting. Perasaan harus memiliki, keinginan untuk membalas semua perbuatan buruknya selama kami menikah, seakan pupus dengan sendirinya. Aku lupa bagaimana caraku membenci selama setengah hidupku pada pria ini.“Kau banyak berubah, Ava.” Jay bergumam. Suaranya bernada keheranan.“Begitukah? Apa ini karena bayinya?” Aku coba mengalihkan.“Hmm ... mungkin tidak sepenuhnya salah, tapi kau juga ikut andil dalam hal ini.” Jay mencium jari jemariku.“Kau benar, aku jadi sangat memahami perasaanku saat ini.” Aku tersenyum. Tidak masalah jika Jay tidak mencintaiku. Bisa seperti ini sebelum berpisah, malah akan membuat perasaanku jauh lebih baik, daripada menyesal den
Benar, ini semua tentang itu.Aku dan Jay menerima tatapan tidak menyenangkan dari keduanya. Terutama ibu. Sekarang kami berada di kamarku.Entah kenapa ibu meminta kami untuk berkumpul di kamar dengan nuansa hijau mint yang tidak pernah berubah sejak terakhir kali kutinggalkan. Dan warnanya persis seperti kemeja longgar yang kukenakan sekarang.Tapi itu hanya kebetulan. Kemarahan ibu terlihat lebih nyata. Membuatku menciut seketika.“Kalian ... berani sekali kalian mengajukan perceraian setelah kakek meninggal? Dasar anak kurang ajar!” Ibu melayangkan pukulannya padaku, tamparan pertama mengenai pundak kiriku, tapi Jay melindungi dengan cepat, pukulan ibu selanjutnya malah diterima pria ini dengan sukarela.“Ibu ... maafkan kami. Sebagai gantinya, tolong pukul aku saja. Ava sedang hamil bayi kami, Bu.” Jay menunduk, tepat di hadapan Ibu.“Via ... sudah hentikan. Kau ingin tekanan darahmu naik lagi, hmm?” Ayah ikut menasihati, menarik lengan ibu agar kembali duduk di sisinya.Jay meng
“Ava, apa kau memang tidak ingin diganggu, Sayang?” Suara Jay terasa sejuk terdengar di telingaku, mengisi penuh relung hati. Kenapa baru sekarang dia memanggilku dengan sebutan itu?Tapi, ya, aku sadar, Jay hanya ingin menaikkan emosi Neil di depanku.Neil menoleh ketika aku baru bersiap membuka mulut untuk bicara. Dia menatapku tajam. Aku tahu kata kuncinya. Aku jelas paham kode aman agar Neil tidak membuat kesengsaraan baru untukku, tentu saja, ancaman akan dipisah dari Jay selamanya.Tapi aku bukan wanita yang bisa bertahan di bawah ancaman. Aku tidak akan bisa diancam oleh siapapun, kecuali mendiang kakek dan ibu.“Bawa aku pulang, Jay. Aku ingin pulang bersamamu.” Air mataku mengalir. Rinduku pada Jay sudah tidak terbendung lagi, padahal kami baru berpisah beberapa jam yang lalu.“Bia!” Neil sudah mencengkeram lenganku. “Kenapa kau bersikap seperti ini padaku, hah?” Suaranya seperti tercekat, dia tampak sangat frustrasi.“Neil, maafkan aku ...” Kutatap dia dengan lekat, meski ai
“Apa aku terlihat baik?” Menaikkan alis, aku mendorong dada Nathan sedikit menjauh dariku. Dia pintar memanfaatkan situasi, mencuri kesempatan yang begitu besar dari kesempitan yang kualami. “Kapan kita keluar? Aku tidak bisa lebih lama lagi di sini.”“Tenanglah sedikit. Aku harus coba menghubungi Neil untuk memastikan dia ada di mana saat ini.” Nathan menggerutu kesal, dia meraih ponsel dan mulai menelepon.Nathan mondar-mandir di depanku. Dia berulang kali mencoba, tapi sepertinya Neil tidak berniat menjawab panggilan Nathan. Ah, ini percuma. Akan lebih baik jika aku percaya pada diriku sendiri.“Sudahlah, Nathan. Ini buang-buang waktu. Aku akan keluar seorang diri. Kau bisa menyusul setelah aku pergi.” Beranjak, aku sudah melangkah tanpa dicegah oleh Nathan.“Tapi aku tidak akan peduli pada apa yang nanti terjadi padamu, Ava. Aku sudah memperingatkanmu.” Nathan duduk santai di sofa berdebu. Dia tersenyum seolah mengejekku.Tidak peduli, aku coba meyakinkan diriku bahwa mungkin saja
Bertahan dengan kepalan kedua tangan di samping tubuh, aku mendiamkan lebih dulu niatan Nathan tanpa maksud ingin mengumpat tepat di depan wajahnya.Aku harus segera pergi dari sini, itu saja.Tidak ada lagi niatku untuk menginap di sini walau satu malam saja. Neil mengambil sikap tegas lebih dari sebelumnya. Meski aku bisa menerimanya, tapi aku tidak bisa meneruskannya lebih jauh lagi.Dan yang terpenting, aku benci berhutang budi pada siapapun. Apalagi pada tipikal pria seperti Nathan yang bagai angin. Tidak pernah bisa ditebak ke mana dia akan berhembus pergi.Jujur saja, sampai detik ini, aku tidak pernah tahu hutang budi seperti apa yang terjadi antara mendiang kakekku dan kakek Hamlet. Hingga aku dan Jay menjadi korban pernikahan konyol akibat hutang budi.Ah, sudahlah. Sudah berakhir. Semua sudah selesai sesuai dengan keinginan kedua belah pihak. Aku tidak akan pernah tahu bagaimana cara menghadapi ayah, ibu dan nenek tentang ini, tapi akan tetap kuhadapi.Berharap sungguh agar