[Ayo, bicara. Ini tentang kau yang tidak akan pulang sebelum perasaanmu membaik. Aku butuh penjelasan]Kupadamkan ponsel setelah membaca satu pesan dari Jay. Aku baru saja tiba di kamar hotel. Sedang tidak ingin ada gangguan, apalagi berdebat dengannya.Kupikir Jay akan protes. Padahal ini hanyalah gertakan yang hanya tampak di depan para ibu sebagai bukti bahwa aku kecewa dan terluka.Jika dia memaksa, aku akan kembali ke rumah sesuai isi dari surat perjanjiannya. Aku tidak akan ingkar, harusnya dia tahu itu.Sedikit kecewa ketika kudapati Neil tidak ada di kamar. Bahkan lampu kamar mandi juga padam, tanda tidak ada siapapun di sini. Aku sendirian.Meski tidak pernah percaya pada hal berbau mistis, tetap saja tempat ini mencekam. Dengan dua kasus kehilangan nyawa menggunakan cara yang berbeda, tentu saja membuat bulu kudukku sedikit meremang.Mandi dengan terburu-buru, aku tetap tidak melihat kepulangan Neil. Seperti inikah rasanya dia menungguku selama ini? Tidak peduli pada situasi
“Darimana kau bisa tahu aku ada di sini?” Pertanyaan yang memang pantas kutanyakan pada Jay, ketika dia tepat muncul di ruanganku.Menyeringai, Jay menghampiri mejaku. Duduk di atasnya tanpa ragu. “Memangnya di mana lagi aku bisa menemukanmu?” Jay tertawa. “Kau selalu ke Vigor Food’s di ujung kota setiap akhir bulan untuk pemeriksaan. Benar, bukan?”Ah, dia ingat rupanya. Aku lupa memperkirakan itu karena kepalaku dipenuhi Neil dan kegiatan kami pagi tadi.“Jadi, ada apa?”“Kau mengabaikan pesanku.”“Hanya ada satu pesan, jadi kukira itu bukan hal yang penting,” dalihku. Tetap sibuk memeriksa beberapa laporan yang tidak begitu banyak di mejaku.Aku berhenti bergerak ketika merasakan Jay mengendusku. Dia menatapku dengan wajah tanpa seringaian dan tawa seperti tadi.“Kau melakukannya?”“Apa?”“Tidak salah lagi. Kau bercinta dengan Neil.”“Itu bukan urusanmu.” Aku kembali fokus pada laporan, tapi hatiku gelisah. Untuk apa dia membicarakan hal ini di sini? Lagipula, kenapa dia bisa tahu
Aku mengerjap dan hampir tertawa mendengar pertanyaan Jay.“Hmm ... dia ... sedikit lembut, penuh semangat, dan—”“Sudah-sudah. Aku tidak meminta kau menjelaskannya secara rinci!” gerutu Jay. Wajahnya mengerut kesal.Setelah puas menahan tawa, aku melirik arlojiku dan Jay secara bergantian. Berharap dia berhenti sejenak, tapi itu tidak terjadi. Gerakan Jay semakin teratur dan itu artinya, akan butuh waktu lebih lama dari ini.“Jay ... kau tahu kan, aku harus bekerja lagi dan pulang tepat waktu?”“Aku tahu. Tapi ini akan sedikit lebih lama. Aku masih sangat menikmatinya, Ava. Jangan membuatku kecewa,” keluh Jay, dia menyandarkan kepalanya di pundakku.Menghela napas, aku tidak menjawab dan ingin fokus pada pembicaraan saja agar semua ini tetap berjalan dengan normal, karena Jay tampak lambat seakan dia lelah.“Ada apa denganmu?” Kupegang kepala Jay untuk melihat wajahnya dengan jelas. Benar saja, Jay tampak kesakitan. “Hei, Jay, kau baik-baik saja?”“Tidak. Aku tidak baik-baik saja. Se
Terbangun dalam pelukan Jay, aku bergerak pelan untuk mengangkat lengan kiriku dan melihat arloji. Jam delapan lewat.Gawat!Perlahan, aku melepas diri dari dalam dekapan Jay. Merangkak untuk menuruni ranjang dengan gerak sangat hati-hati.Sebelum pergi, aku menarik selimut untuk menutupi tubuh Jay. Dia tampak tenang dengan suhu tubuh yang mulai terasa normal, tidak sedingin tadi, menurut perkiraanku.Keterlambatan ini pasti akibat kelelahan pagi tadi bersama Neil dan menjelang makan siang bersama Jay. Ya memang, tubuhku sedikit pegal di sana-sini.Ah, kenapa bisa sekacau ini? Bukan Jay yang salah, tapi aku. Kenapa tidak berjaga-jaga seperti biasa?Saat akan masuk ke mobil, aku melihat cahaya menyorot ke arahku. Aku menoleh, memicing dan terkejut ketika Neil keluar dari dalam kendaraannya.Merasa bersalah, aku menutup pintu kembali. Berjalan ke arah Neil yang kini sudah mematikan mesin mobilnya.“Neil?”“Aku mengira kau ke mana, ternyata pulang ke sini?” Pertanyaan sekaligus jawaban l
Saat berada di rumah? Itu pertanyaannya, kan? Baiklah, akan kujawab sesuai pertanyaan dan sesuai dengan yang ingin Neil dengar. “Tidak ada. Aku hanya membuatkannya sesuatu untuk dimakan. Jay sedikit sulit dengan menu sarapan di luar rumah.” Aku menggeleng. Tapi itu memang kenyataannya. “Maaf, sayang ... aku tidak bermaksud mencurigaimu. Hanya saja, aku ingin semua keadaan benar-benar adil mulai sekarang.” Neil mengecupku lagi. “Aku mengerti.” Setelah balas mengecup, aku memeluk Neil. Dalam diam, aku terus berusaha melihat dan merasakan sesuatu yang berbeda dari Neil. Tidak, dia tidak berbeda. Kasih sayang dan sikap tulusnya masih sama. Hanya saja, dia menjadi tegas dalam bersikap dan bertindak. Sesuai dengan apa yang diucapkannya. “Neil, aku akan mandi dulu. Bagaimana denganmu?” Kami melepas pelukan, Neil menatapku. “Kita mandi bersama?” Neil tampak mulai menggodaku. Tidak seperti sebelumnya, kali ini dia lebih agresif dengan menunjukkan ketertarikan seksualitas lebih kenta
“Hai, Ava. Rasanya lama tidak bertemu.” Suara Jay masih bicara di ponsel, membuatku tertawa karena jarak kami yang terpisah saat ini hanya berkisar sepuluh meter kurang lebih.Setelah mematikan ponsel, Jay berjalan menghampiriku. Kenapa ada yang lain dengannya? Oh, tidak hanya dengannya, tapi juga denganku.Ada apa dengan kami? Mungkin masih terlalu cepat untuk menilainya lebih jauh. Ingat, selama tingkah Jay tidak menyebalkan dan juga tidak merugikan, tak ada alasan untuk menolak sikap baiknya padaku.Jika ingin memiliki hubungan yang baik sebelum kami benar-benar berpisah suatu saat nanti, ini mungkin bisa jadi permulaan yang bagus.“Mau minum teh bersama?” Jay bertanya setelah beberapa menit kami selesai memilih mawar dengan campuran beberapa warna untukku. Pink, putih, peach, dan merah.“Baiklah. Kau sudah sarapan?” Kutatap dia dengan kedua mata menyipit. Wajah yang masih pucat di balik kulit eksotisnya. “Pasti belum.”Jay tertawa. “Kau benar.”“Sudah kutebak.” Aku ingat bahwa kam
Selepas Jay membalas lambaianku dengan tidak kalah semangat, meski dia tetap saja tampak canggung, aku segera pergi ke ruanganku.Mendapati panggilan tidak terjawab dan pesan dari ibu di ponselku.[Segera lakukan tes kesuburan sebelum kedua orang tua itu marah besar. Mereka tidak bisa menunggu lebih lama lagi]Aku menghela napas begitu kesal. Suasana hati yang sudah terasa menyenangkan, seketika kacau kembali.Neil meneleponku ketika tujuanku ingin menghubungi Jay untuk kembali membahas masalah ini.“Halo, Neil.”“Kau di mana dan sedang apa, sayang?”“Di ruanganku. Sedang memeriksa laporan. Apa ada sesuatu, Neil?”“Aku menemukan tempat nyaman untuk makan siang kita,” jelas Neil.Ah, ya ampun, aku lupa! “Oh, benarkah? Restoran? Kafe? Atau gerai seperti Vigor Food's?” Berpura-pura antusias, entah kenapa aku berharap makan siang kami batal.“Rahasia. Aku akan menjemputmu nanti.”“Hmm, baiklah.” Tanpa sadar, suaraku yang keluar dari mulut terdengar lemas. Ups! Semoga Neil tidak menyadarin
Jay membiarkanku berada dalam pangkuannya, sembari memelukku erat-erat. Dia mencium keningku berulang kali tanpa bergerak ke arah yang lebih jauh, seperti bukan dirinya yang biasa kukenal.Saat ini, Jay tampak lebih mengerti arti dari kebersamaan yang mendalam dan nyaman.“Terasa hangat.” Jay tersenyum, tapi kemudian mengernyit menatapku, “Walau kau tidak memintanya, tapi aku akan mengatakan pendapatku, Ava. Saat ini, kau jauh lebih ringan dari terakhir kali aku memangkumu.”“Oh, benarkah?” Sedikit terkejut, aku tersenyum canggung. Benarkah berat badanku turun dengan begitu cepat?“Sesuatu mengganggu pikiranmu akhir-akhir ini?” Pertanyaan Jay terlampau serius.“Tidak ada. Pola makanku mungkin berubah,” sanggahku, tersenyum lagi, meletakkan kepalaku di pundak Jay.Hujan di luar mereda, ketukan di pintu menjelaskan bahwa aku masih berada di kantor, bukan di kamarku.Merosot turun dari pangkuan Jay dan terlepas dari selimut yang hangat, aku terburu melangkah sampai ke pintu. Wajah salah
Aku tidak tahu kapan Jay pergi dari kamarku. Ketika terbangun, aku justru melihat Dira sedang meletakkan nampan berisi makan siang.“Dira ... kau tahu ada seseorang tadi bersamaku?” Cemas, aku takut hanya kembali berhalusinasi melihat dan merasakan Jay ada bersama denganku.Dira menggeleng bingung. “Tadi Nyonya Martha memanggilku untuk mengambil parfait greek yogurt buatannya untuk Anda, dan kami berbincang sebentar. Tapi aku tidak melihat siapapun yang keluar dari rumah.” Penjelasan Dira membuatku ragu, bahwa aku dan Jay baru saja melewati sesi bercinta yang menyenangkan.Benar-benar tidak ingat, tapi aku yakin sejak pagi kami bersama. Jejak percintaanku dan Jay masih terasa di tubuhku. Tapi dia pergi tanpa pamit, mungkin dia menghilang saat sudah berhasil membuatku tidur nyenyak dalam pelukannya.Neil pulang lebih cepat, sekitar jam empat sore. Dengan wajah berseri-seri, Neil naik ke ranjang setelah dia selesai mandi. Menciumku tanpa ragu, dia berhenti sejenak dan tampak terkejut, m
Melewati trimester pertama, perutku semakin besar dari kehamilan normal yang sering kulihat di manapun. Kecuali satu yang kutahu, aku mengandung bayi kembar. Tebakanku tidak salah dan keyakinan ibu jelas benar, karena hasil Ultrasonografi menunjukkan hal itu.Kehamilan enam belas minggu, terlihat seperti dua puluh tujuh minggu. Itu mengembirakan sekaligus mengundang cemas banyak orang terdekat, terutama diriku. Padahal dokter sudah berulang kali mengatakan bahwa kandunganku sehat.Banyak hal yang semakin sulit kulakukan tanpa merasa cepat kelelahan. Bahkan ibu dan Neil melarang keras agar aku tidak lagi datang untuk mengurus gerai.Sekarang masih pagi, Neil sudah kuusir secara halus dengan alasan dia juga harus mengurus Harrison Express atau kami akan kelaparan. Itu hanya alasan, aku tahu Neil menurutiku karena dia juga merasa perlu bertanggung jawab pada perusahaannya. Jadi dia pergi dengan sedikit enggan.Seorang pelayan wanita bernama Andira, diperintahkan ibu untuk menemani, terut
Kini giliran Neil yang mengernyit bingung. Dia menepikan mobil, tepat di bawah sebuah pohon rindang tepi jalan. Memberi pandangan bingung, aku hanya coba tersenyum.“Sayang ... bukannya kau yang ingin memintaku untuk melepaskanmu suatu saat nanti? Aku benar-benar bingung ketika pernyataanmu berubah begitu cepat.” Neil mengenggam tanganku erat-erat.Benar, aku berubah pikiran seketika. Sekarang, aku tidak bertujuan untuk meminta dia melepasku. Setelah kupikirkan lagi, akan ada saatnya di mana Neil sendiri yang akan benar-benar rela melepaskanku lebih dulu. Membiarkan salah satu dari kami pergi ke mana hati menuntun.“Jangan khawatirkan itu. Berharap saja yang terbaik untuk kita, Neil.” Saling memeluk erat, kami berbagi kehangatan.Neil tidak mengusikku lagi dengan pertanyaan itu. Kami berangkat menggunakan sopir pengganti. Neil yang menginginkannya dengan alasan harus fokus menemaniku di kursi belakang selama dua jam perjalanan.Tidak banyak yang ingin kubicarakan saat ini. Jadi aku me
Bagaimana caranya agar dia kembali seperti Neil yang pertama kali kulihat di taman dekat rumahnya? Dia yang lembut, ramah dan selalu tersenyum padaku.Sekarang dia tampak hancur, sama seperti hatiku. Bisakah aku menebus semua kesalahanku padanya?“Aku hanya mengembalikan cincinnya, bukan hal lain. Tapi, aku ingin kita membuat kesepakatan bersama.”“Kesepakatan apa?” Dia bertanya curiga.“Mari hidup bersama. Kita pergi dari sini. Anggap bayi ini anakmu. Tapi berjanjilah, ketika aku ingin kau melepasku, kau harus melepaskanku tanpa ragu, tidak ada lagi Neil yang lemah karena ditinggalkan. Apa kau sanggup seperti itu?”Tidak perlu waktu lama untuk membuat Neil mengangguk. “Baiklah, aku menyanggupinya. Akan kuurus semua yang diperlukan. Bagaimana denganmu?”“Aku juga akan mengurus semuanya. Neil, aku ingin kau tahu satu hal, meski kau terobsesi padaku, tapi aku tidak akan menganggapmu seperti itu. Aku pasti berusaha menjadi istri yang baik untukmu.”Neil terdiam, dia bergetar, pucat, dan
“Kemarilah ...” Jay membantuku berbaring di sisinya, “kita akan seperti ini sebentar.” Dia memelukku dengan lembut, terasa hangat dan nyaman.Inilah yang sesungguhnya. Benar, hatiku menyadarinya. Aku mencintai Jay entah sejak kapan. Dia yang kuinginkan, meski tidak masalah jika nanti kami akan berpisah.Semua menjadi tidak begitu penting. Perasaan harus memiliki, keinginan untuk membalas semua perbuatan buruknya selama kami menikah, seakan pupus dengan sendirinya. Aku lupa bagaimana caraku membenci selama setengah hidupku pada pria ini.“Kau banyak berubah, Ava.” Jay bergumam. Suaranya bernada keheranan.“Begitukah? Apa ini karena bayinya?” Aku coba mengalihkan.“Hmm ... mungkin tidak sepenuhnya salah, tapi kau juga ikut andil dalam hal ini.” Jay mencium jari jemariku.“Kau benar, aku jadi sangat memahami perasaanku saat ini.” Aku tersenyum. Tidak masalah jika Jay tidak mencintaiku. Bisa seperti ini sebelum berpisah, malah akan membuat perasaanku jauh lebih baik, daripada menyesal den
Benar, ini semua tentang itu.Aku dan Jay menerima tatapan tidak menyenangkan dari keduanya. Terutama ibu. Sekarang kami berada di kamarku.Entah kenapa ibu meminta kami untuk berkumpul di kamar dengan nuansa hijau mint yang tidak pernah berubah sejak terakhir kali kutinggalkan. Dan warnanya persis seperti kemeja longgar yang kukenakan sekarang.Tapi itu hanya kebetulan. Kemarahan ibu terlihat lebih nyata. Membuatku menciut seketika.“Kalian ... berani sekali kalian mengajukan perceraian setelah kakek meninggal? Dasar anak kurang ajar!” Ibu melayangkan pukulannya padaku, tamparan pertama mengenai pundak kiriku, tapi Jay melindungi dengan cepat, pukulan ibu selanjutnya malah diterima pria ini dengan sukarela.“Ibu ... maafkan kami. Sebagai gantinya, tolong pukul aku saja. Ava sedang hamil bayi kami, Bu.” Jay menunduk, tepat di hadapan Ibu.“Via ... sudah hentikan. Kau ingin tekanan darahmu naik lagi, hmm?” Ayah ikut menasihati, menarik lengan ibu agar kembali duduk di sisinya.Jay meng
“Ava, apa kau memang tidak ingin diganggu, Sayang?” Suara Jay terasa sejuk terdengar di telingaku, mengisi penuh relung hati. Kenapa baru sekarang dia memanggilku dengan sebutan itu?Tapi, ya, aku sadar, Jay hanya ingin menaikkan emosi Neil di depanku.Neil menoleh ketika aku baru bersiap membuka mulut untuk bicara. Dia menatapku tajam. Aku tahu kata kuncinya. Aku jelas paham kode aman agar Neil tidak membuat kesengsaraan baru untukku, tentu saja, ancaman akan dipisah dari Jay selamanya.Tapi aku bukan wanita yang bisa bertahan di bawah ancaman. Aku tidak akan bisa diancam oleh siapapun, kecuali mendiang kakek dan ibu.“Bawa aku pulang, Jay. Aku ingin pulang bersamamu.” Air mataku mengalir. Rinduku pada Jay sudah tidak terbendung lagi, padahal kami baru berpisah beberapa jam yang lalu.“Bia!” Neil sudah mencengkeram lenganku. “Kenapa kau bersikap seperti ini padaku, hah?” Suaranya seperti tercekat, dia tampak sangat frustrasi.“Neil, maafkan aku ...” Kutatap dia dengan lekat, meski ai
“Apa aku terlihat baik?” Menaikkan alis, aku mendorong dada Nathan sedikit menjauh dariku. Dia pintar memanfaatkan situasi, mencuri kesempatan yang begitu besar dari kesempitan yang kualami. “Kapan kita keluar? Aku tidak bisa lebih lama lagi di sini.”“Tenanglah sedikit. Aku harus coba menghubungi Neil untuk memastikan dia ada di mana saat ini.” Nathan menggerutu kesal, dia meraih ponsel dan mulai menelepon.Nathan mondar-mandir di depanku. Dia berulang kali mencoba, tapi sepertinya Neil tidak berniat menjawab panggilan Nathan. Ah, ini percuma. Akan lebih baik jika aku percaya pada diriku sendiri.“Sudahlah, Nathan. Ini buang-buang waktu. Aku akan keluar seorang diri. Kau bisa menyusul setelah aku pergi.” Beranjak, aku sudah melangkah tanpa dicegah oleh Nathan.“Tapi aku tidak akan peduli pada apa yang nanti terjadi padamu, Ava. Aku sudah memperingatkanmu.” Nathan duduk santai di sofa berdebu. Dia tersenyum seolah mengejekku.Tidak peduli, aku coba meyakinkan diriku bahwa mungkin saja
Bertahan dengan kepalan kedua tangan di samping tubuh, aku mendiamkan lebih dulu niatan Nathan tanpa maksud ingin mengumpat tepat di depan wajahnya.Aku harus segera pergi dari sini, itu saja.Tidak ada lagi niatku untuk menginap di sini walau satu malam saja. Neil mengambil sikap tegas lebih dari sebelumnya. Meski aku bisa menerimanya, tapi aku tidak bisa meneruskannya lebih jauh lagi.Dan yang terpenting, aku benci berhutang budi pada siapapun. Apalagi pada tipikal pria seperti Nathan yang bagai angin. Tidak pernah bisa ditebak ke mana dia akan berhembus pergi.Jujur saja, sampai detik ini, aku tidak pernah tahu hutang budi seperti apa yang terjadi antara mendiang kakekku dan kakek Hamlet. Hingga aku dan Jay menjadi korban pernikahan konyol akibat hutang budi.Ah, sudahlah. Sudah berakhir. Semua sudah selesai sesuai dengan keinginan kedua belah pihak. Aku tidak akan pernah tahu bagaimana cara menghadapi ayah, ibu dan nenek tentang ini, tapi akan tetap kuhadapi.Berharap sungguh agar