Maaf hanya bisa 1 bab hari ini. hari ini ada meeting karena pekerjaan lain. Bsk aku crazy up yaa
Sheila mengaduk coklat panasnya yang mulai mendingin karena dibiarkan terlalu lama tanpa dia sentuh. Di depannya, seorang lelaki tengah tengah bermain ponsel. Membiarkan Sheila meluapkan kekesalannya karena Rachel dan Alex kembali berbaikan. Dan itu hanya karena anak yang ada dalam kandungan Rachel. “Seharusnya aku tidak membiarkan perempuan itu hamil. Aku harusnya tidak perlu bekerja sama dengan perempuan ular itu,” kata Sheila. “Maharani maksudmu?” “Siapa lagi. Gara-gara dia memintaku supaya tidak hamil aku jadi kehilangan Alex. Seharusnya aku bisa menguasai harta lelaki itu.” “Kamu singkirkan saja perempuan itu sekalian.” “Hans! Kamu memang sangat pintar.” Hans-lelaki itu adalah kekasih gelap Sheila. Mereka sudah sejak lama menjalin hubungan.Hans mematikan layar ponselnya, menyimpan benda pipih berbentuk persegi panjang itu ke atas meja. Matanya kini menatap Sheila yang masih saja sibuk memikirkan masalah Alex. Padahal, Hans yakin Sheila masih punya banyak waktu dengan suami
Mobil Hans keluar dari halaman parkir kafe langganan mereka. Keduanya sama-sama terdiam, fokus dengan pikiran masing-masing. Alunan lagu dari radio terputar memecah keheningan, samar-samar terdengar Sheila ikut menyanyi mengikuti iringan lagu favoritnya."Kamu masih ingat lagu favoritku?" tanya Sheila di tengah perjalanan mereka."Aku tidak mungkin segala yang berkaitan denganmu," jawab Hans membuat Sheila terdiam seketika.Sheila memilih memperhatikan jalanan luar dari jendela, sepi meski waktu masih terbilang belum terlalu larut malam. Tadi Sheila meminta izin untuk bertemu kawannya di cafe pada Alex. Beruntung Alex percaya walau sebelumnya dia bersikeras ingin mengantarkan Sheila ke tempat tujuannya."Berhenti di depan saja," ucap Sheila.Mobil Hans berhenti tepat di depan rumah yang bersebelahan dengan rumah Alex. Sheila yang hendak keluar dari mobil urung ketika Hans menahan tangannya. Tatapan pria itu membuat Sheila menyernyit heran, tak bisa mengartikan sorot matanya."Kenapa?"
Mendengar deru mobil dari luar rumah membuat Rachel yang hendak pergi ke dapur mengurungkan niatnya. Langkah kakinya membawa Rachel ke ruang utama untuk menyambut kedatangan suaminya. Rachel tidak bisa jauh-jauh dari Alex. Mungkin karena bawaan si jabang bayi yang ingin terus berdekatan dengan ayahnya. Sehingga Rachel selalu merasa rindu kepada Alex.Senyum Alex terbit saat melihat Rachel yang tengah menunggu kedatangannya di ruang utama. Sontak dia mendekati istrinya yang langsung melentangkan kedua tangan."Hai, Sayang," sapa Alex, lantas memeluk Rachel membuat empunya tertawa kecil."Bagaimana hari ini? Apa yang kamu lakukan?" tanya Alex.“Aku merindukan Ibu.”Alex terdiam, sudah sangat lama Rachel tidak pernah membicarakan sang ibu yang sampai saat ini masih terbaring koma.“Kamu mau menengoknya?”“Sudah lama aku tidak mengunjungi Ibu,” kata Rachel.Alex menarik napas panjang dan mengembuskannya perlahan. “Baiklah, kita akan mengunjunginya akhir pekan ini.”“Ah, terima kasih banya
Sheila berjalan mondar mandir di kamarnya. Dia benar-benar bingung bagaimana cara untuk melenyapkan Rachel dan anak dalam kandungannya. Tadinya Sheila pikir Alex akan terpengaruh dengan foto Rachel bersama dengan Elang. Tapi, ternyata Rachel mampu membalikkan keadaan karena ternyata Elang hanyalah kakak angkatnya. Dan bahkan Alex pun pernah bertemu dengan Elang."Hans harus segera gerak cepat, kalau bisa dia mengaku saja sebagai selingkuhannya Rachel agar Mas Alex langsung menceraikannya," gumam Sheila.Rachel mengempaskan tubuhnya di punggung sofa, matanya terpejam sebentar untuk menenangkan pikirannya. Gara-gara melihat Sheila mencium Alex langsung di hadapannya tadi, suasana hati Rachel mendadak buruk. Dia takut Alex akan berpaling darinya. Ya, meski sekarang hal itu sudah menjadi kemungkinan yang besar.Rachel sadar jika kehadirannya di rumah ini hanya untuk meneruskan keturunan karena Sheila tidak bisa hamil.Tiba-tiba, pintu kamarnya diketuk oleh seseorang. Wanita itu pun segera
Sheila bergegas masuk ke dalam sebuah apartemen mewah untuk menemui Hans. Tadi siang, Hans tiba-tiba mengirimnya pesan dan mengatakan jika dia sedang mabuk sekarang. Sheila tahu betul tabiat Hans, dia paling tidak bisa mengendalikan dirinya jika terlalu banyak minum."Selalu saja menyusahkan," gumam Sheila sembari memasukkan password apartemen Hans yang belum terganti sampai sekarang. Jelas saja passwordnya merupakan hari ulang tahun Sheila."Hans!""Hans, kamu di mana?""Ha-ya ampun, Hans!"Sheila segera menghampiri Hans yang tengah tergeletak di lantai, tepatnya di dapur. Sebelum Sheila membawa pria itu ke dalam kamarnya, dia mematikan kompor yang menyala lebih dulu. Entah apa yang sedang Hans lakukan sampai dia harus menyalakan kompor, untung saja apinya kecil."Ayo, bangun," ujar Sheila sembari membantu Hans bangun dari tempatnya.Hans dengan keadaan setengah sadar hanya bisa pasrah ketika Sheila memintanya untuk bangun. Bau minuman yang cukup menyengat membuat Sheila rasanya ingi
Rachel membaringkan tubuhnya di atas ranjang. Seharian ia menyibukkan diri dengan banyak pekerjaan. Dia merasa bosan di kamar terus menerus. Selain itu, sebenarnya Rachel sendiri juga sedang menghindar dari Sheila maupun Alex. Dia sengaja mencari kesibukan sendiri dengan membuat design di meja kerjanya. Dulu, sebelum menikah dengan Alex, Rachel bekerja sebagai seorang designer pakaian di sebuah butik terkenal.Rachel pun mengurung diri di kamarnya sampai jam makan malam selesai."Apa Rachel sedang pergi? Mengapa dia tidak ikut makan dengan kita?" tanya Mahendra yang sudah berkumpul di ruang makan bersama seluruh anggota keluarganya.Namun semua orang diam dan tidak menjawab.Alex seolah tidak peduli, Sheila pun juga tidak peduli, sedangkan Maharani malah menunjukkan ekspresi penuh kebencian. Semenjak Rachel dinyatakan hamil dia memang bertambah benci kepada wanita itu. Maharani menganggap Rachel adalah penghalang rencananya."Apa kalian semua bisu, hah? Aku bertanya di mana Rachel? Ha
Rachel mengernyit dalam tidurnya saat tubuhnya sudah merasakan cukup tidur.Seolah mempunyai alarm di tubuhnya, Rachel pun langsung membuka matanya dan melirik jam dinding yang sudah menunjukkan jam 5 pagi."Astaga, sudah pagi..." gumam Rachel sambil menatap sayang pada Talita yang masih meringkuk di dalam pelukannya itu. Rachel pun mendaratkan bibirnya ke puncak kepala Talita dan membelainya singkat sebelum perlahan Rachel melepaskan diri dari Talita.Rachel terlalu antusias karena hari ini dia bisa mengunjungi sang ibu. Dia tidak peduli Alex akan mengizinkannya atau tidak. Lagipula lelaki itu selalu sibuk dengan urusannya dengan istri pertamanya- Sheila.Sambil mengendap-endap agar tidak mengganggu Talita, Rachel pun segera keluar dan menuju kamarnya sendiri.Rachel langsung saja mandi dan menyiapkan beberapa barang yang akan dibawanya.Setelah semuanya siap, Rachel pun kembali ke kamar Talita dan menyiapkan beberapa barang Talita hingga tidak lama kemudian, anak itu pun bangun."A
"Aunty, mengapa kita ke rumah sakit?" tanya Talita polos sambil mengedarkan pandangan ke sekeliling dinding putih itu."Aunty mau mengunjungi seseorang! Sebentar saja, oke? Setelah itu, Aunty akan mengajak Talita bermain!" Rachel kembali tersenyum hangat sambil menatap anak yang sedang digandengnya itu.Mata Talita pun kembali berbinar-binar dan ia mengangguk cepat. "Talita mau, Aunty!""Hmm, anak pintar! Ayo, Sayang!"Rachel pun menggandeng Talita menuju ke sebuah ruangan yang bertuliskan ICU."Talita, karena anak kecil tidak boleh masuk ke dalam, maukah Talita menunggu di sini bersama suster?" tanya Rachel.“Tidak lama, kan?” tanya Talita.“Tentu saja tidak, kamu takut?”Talita tidak menjawab. Tetapi, dari sikapnya Rachel tahu jika gadis kecil itu pasti merasa takut ditinggal sendiri. Rachel pun terdiam sejenak sebelum ia kembali tersenyum hangat dan mengajak Talita duduk di kursi panjang di depan ICU."Aunty mau melihat ibunya Aunty! Ibu Aunty... tidur di sini..." kata Rachel saba
Rachel masih membelalak lebar mendengar ucapan Alex. "Dasar kurang ajar! Berani sekali kamu memintaku menggantikan wanitamu! Lepaskan aku, Brengsek!"Namun alih-alih melepaskan, Alex malah menyatukan kedua tangan Rachel di atas kepala wanita itu dan menahannya. "Berhenti bersikap seperti ini. Lagipula aku sangat yakin kamu pasti cemburu karena aku mengajak perempuan lain ke rumah ini, kan? Kamu tidak bisa mengelak kalau kamu masih sangat mencintaiku.""Kamu sangat tidak sopan, Alex! Lepaskan aku atau aku akan berteriak agar semua orang tau kalau kamu sedang berusaha melecehkan istrimu sendiri!""Oh, aku takut sekali mendengarnya, Rachel!"Mereka pun masih saling bertatapan dengan tajam saat suara pintu kamar mendadak dibuka dengan kasar.Brak!"Kudengar kalian ribut lagi, hah? Dan apa yang sedang kalian coba lakukan?" pekik seorang pria tua yang nampak membelalak kaget.Alex dan Rachel pun langsung menoleh bersamaan menatap pria tua itu.Rachel langsung terdiam menatap Mahendra, ia m
“Kalau Daddy mau tau perasaan mama kepada Daddy, buat saja Mama cemburu,” kata Alexa kepada Alex.Lelaki itu baru saja bercerita kepada sang anak jika dia ingin sekali kembali membuat Rachel mencintainya seperti dulu. Dan diluar dugaan Alexa malah mengusulkan saran seperti itu.“Apa kamu yakin?”“Coba saja kalau tidak percaya.”Maka, malam ini Alex merencanakan semuanya dengan matang. Ia sengaja bersandiwara dengan seorang gadis yang bekerja di sebuah club malam."Shit! Ayo, cepatlah! Aku sudah hampir sampai!" kata Alex dengan keras."Ah, Alex..." desah wanita di bawahnya makin keras.Brak!Dan wanita muda dengan segala keangkuhannya itu masuk ke sana."Apa kamu pikir rumah ini tempat maksiat? Berhenti sekarang juga!" geram wanita itu dengan tatapan tajam yang berapi-api.Rachel tidak bisa menahan dirinya mengetahui kalau Alex sudah mulai berulah dengan membawa para wanita nakal ke rumahnya.Apalagi karena ada anak-anak di rumah itu.“Kamu memintaku dan anak-anak tinggal di sini hanya
Mahendra merasa sangat senang karena ia baru saja menerima pesan jika saat ini Alex sedang bersama dengan anak istrinya di rumah sakit. Meski merasa khawatir kepada Alexa, tetapi Mahendra senang pada akhirnya Alex mengetahui keberadaan Alexa dan Rachel.“Papi berharap jika kamu dan anak-anakmu mau tinggal bersama lagi di rumah papi,” kata Mahendra kepada Rachel.“Kamu tidak harus tidur dalam satu kamar bersamaku. Tapi, yang paling penting kita bisa satu atap demi anak-anak,” kata Alex kepada Rachel.Rachel menarik napas panjang. Sungguh rasanya sangat berat untuk mengiyakan permintaan Mahendra. Tetapi, ayah mertuanya itu tampak begitu berharap. Mungkin karena ia juga ingin berkumpul dengan cucunya.“Dalam hal ini aku tidak bisa menjawab. Semuanya terserah kepada Alexa,” jawab Rachel lirih.Rachel berharap jika Alexa akan menolak, tetapi ternyata gadis itu menerima permintaan Alex dan Mahendra.“Aku mau tinggal bersama Daddy dan Grandpa,”jawab gadis kecil itu dengan tegas.Dan akhirny
Entah berapa lama Alexa kehilangan kesadaran karena matanya terasa begitu berat. Saat ia terbangun, tubuhnya terasa basah. Hal itu disebabkan karena keringat yang keluar. Ia menoleh ke sampingnya, tampak Rachel memegang tangannya. Sementara kepalanya berada di atas ranjang. Ibunya tertidur dalam posisi duduk. Dan ketika ia melihat ke arah sofa ... ternyata Alex sedang duduk di sana sambil menatap layar laptopnya.“Mama ....”Alex yang mendengar suara Alexa segera menyingkirkan laptopnya dan menghampiri gadis kecil itu.“Kamu sudah bangun, Sayang? Mau minum?”Mendengar suara Alex yang terasa dekat, Rachel membuka matanya. Dan wanita itu tersenyum saat melihat Alexa sudah terbangun. "Kamu mau apa? Bajumu basah, Sayang. Mau mama bantu untuk menggantinya?" tanya Rachel. Alexa duduk di tempat tidurnya, memandangi ibunya dengan tatapan penuh kesedihan. Rachel, mencoba meyakinkan Alexa untuk mengganti pakaian yang kotor dengan yang segar. Namun, gadis kecil itu menolak dengan tegas."Ma
Mendengar suara Celine, Rachel pun bergegas masuk ke dalam. Dan saking paniknya ia sampai tidak menyadari jika Alex pun ikut masuk dan berjalan di belakangnya. Saat mereka masuk, tubuh Alexa sudah ada di atas lantai yang dingin. Sementara Celine duduk bersimpuh di dekat Alexa sambil menangis."Ya ampun, Alexa!” Rachel membantu Alexa bangun, lalu terkejut dengan betapa panasnya tubuh putrinya itu. “Suhu tubuhmu semakin parah!"“Ayo, kita bawa saja dia ke rumah sakit!” kata Alex dengan tegas.Pandangan Alexa buram, kepalanya menjadi pusing tapi suara panik Rachel terdengar jelas. Samar ia juga melihat kehadiran Alex bersama sang ibu. Apa lelaki yang mengaku ayahnya ini juga tengah mengkhawatirkannya?Entah berapa lama Rachel dan Alex membawa tubuh Alexa ke mobil. Akan tetapi, semakin lama Alexa semakin kesulitan membandingkan antara mimpi dan bukan.Gadis kecil itu merasa tubuhnya seperti melayang. Dan semuanya pun menja
Setelah mengantarkan Leo ke sekolah, Rachel pun segera menuju ke butik dan memberikan pesan ini dan itu kepada Jane- asistennya.“Tolong kamu tangani dulu semua pekerjaan hari ini. Terutama awasi pembuatan baju seragam pengiring pengantin yang dipesan ibu walikota. Besok sore semua sudah harus siap. Alexa sakit dan aku harus menemaninya di rumah,” kata Rachel kepada Jane.“Nyonya, sebaiknya Anda fokus dulu dengan kesehatan Alexa. Masalah butik dan pesanan untuk besok percayakan saja kepada saya,” kata Jane sambil tersenyum.“Baiklah kalau begitu. Aku pulang dulu,” ujar Rachel.Wanita itu pun bergegas pulang, dan tepat 30 menit setelah Rachel pulang, Alex tiba di butik itu.“Nyonya Rachel sedang tidak di sini, Tuan. Anaknya sakit,” kata Jane saat melihat Alex masuk.Alex memicingkan mata dan menatap asisten pribadi Rachel itu.“Anaknya yang mana?”“Alexa.”Tanpa berpikir panjang lagi, Alex pun segera keluar dari butik itu dan langsung masuk ke dalam mobilnya menuju ke rumah Rachel.Saa
Hari sudah menunjukkan pukul delapan tapi Alexa belum juga keluar dari kamar. Biasanya gadis kecil itu akan keluar dan menikmati sarapan sebelum Rachel berangkat ke kantor sambil mengantarkan Leo sekolah. Tapi tidak biasanya Alexa terlambat bangun."Ma, di mana Alexa dan Celine?" tanya Leo karena memang saat Leo bangun, kedua adiknya sudah duduk menghadap segelas susu hangat di meja makan."Leo makan dulu ya, Mama akan melihat apa yang kedua adikmu lakukan." ucapnya, Leo mengangguk.Rachel melepaskan apron sebelum menuju kamar Alexa dan Celine. Tidak biasanya Alexa masih tidur jam segini. Dan benar saja gadis kecil itu masih tidur menyembunyikan tubuhnya di balik selimut tebal. Sementara Celine tampak berdiri di dekat ranjang Alexa dengan wajah pucat.“Aku baru saja mau keluar dan memberitahu Mama kalau Lexa sakit,” cicit Celine ketakutan.Rachel menganggukkan kepala lalu mengusap rambut Celine.“Tidak apa-apa. Kamu pergilah sarapan bersama Leo. Biar Alexa mama saja yang urus,” kata R
“Siapa, Leo? Kenapa kamu bilang mama mengenalnya?” tanya Rachel.“Dia paman Alex,” jawab Leo.Rachel mengembuskan napas dengan keras. Sebenarnya apa mau Alex dengan mendekati anak angkatnya? Rachel sangat yakin jika Alex pasti sengaja datang ke sekolah Leo untuk bertemu dengan anak itu.“Apa dia mengatakan sesuatu kepadamu?” tanya Rachel.Leo menggelengkan kepalanya,”Baiklah, kalau begitu kita pulang sekarang. Lukamu harus dirawat.”Rachel pun segera berpamitam untul membawa Leo pulang kepada kepala sekolah. Dan setelah dia mengantar anaknya itu pulang, ia memastikan jika Leo baik-baik saja. Kemudian ia pun segera pergi lagi. Kali ini untuk menemui Alex.BRAK!Alex baru saja selesai dengan meeting jarak jauhnya saat Rachel dengan kasar membuka pintu ruangannya.“Katakan apa maksudmu mendekati anak-anakku? Apa yang kamu inginkan sebenarnya? Aku yakin jika kamu sengaja datang ke sekolah Leo bukan? Kamu mau mengorek keterangan apa dari anakku?”“Wah ... wah, memangnya salah kalau aku ber
"Jadi begitu saja! Apa ada yang mau ditanyakan?" tanya Rachel saat menyudahi rapatnya. Rachel masih menatap para peserta rapat saat tiba-tiba ponselnya berbunyi. Saat ini butik miliknya sudah sangat maju dan beberapa kliennya tentu saja berasal dari kalangan artis dan juga istri pejabat. Rachel pun melirik nama di ponselnya dan sedikit membelalak melihat nama kepala sekolah di sana. "Ah, maaf, kalau ada pertanyaan, silahkan ke Jane dulu, aku permisi untuk mengangkat teleponku!" Dengan jantung yang berdebar kencang, Rachel pun keluar untuk mengangkat teleponnya. Kepala sekolah hampir tidak pernah meneleponnya kalau semuanya baik-baik saja, wanita itu baru akan menelepon kalau Leo mengalami sesuatu di sekolah atau telat dijemput oleh supir. "Halo, Bu, ada apa?" tanya Rachel segera setelah ia mengangkat teleponnya. "Bu Rachel, maaf, aku mengganggumu, ini tentang Leo!" "Ada apa dengan Leo, Bu? Dia baik-baik saja kan?" Rachel sudah mulai cemas. "Dia baik-baik saja, hanya saja dia t