Beranda / Romansa / (BUKAN) PENGANTIN SEWAAN / BAB 07. Pernikahan Dadakan

Share

BAB 07. Pernikahan Dadakan

Penulis: Sarana
last update Terakhir Diperbarui: 2024-10-29 19:42:56

Natasha merasa ada yang memanggil namanya. Dia berhenti sejenak dan menoleh ke belakang. Sontak, ia terkejut saat melihat sepupunya, Fadhil, berdiri di sana dengan senyuman lembut di wajahnya.

"Kak Fadhil?" ucap Natasha, suaranya penuh kegembiraan. "Kapan Kak Fadhil pulang? Aku tidak tahu kalau Kak Fadhil sudah kembali dari Kairo."

Fadhil tersenyum lembut seraya menjawab, "Kemarin." Ia menghamburkan pandangannya ke sekeliling, mencari teman Natasha yang mungkin ada di sana. Karena setahunya, Natasha jarang sekali menghabiskan waktunya di luar jika tidak ada kepentingan.

"Sedang apa kamu di sini?" tanya Fadhil dengan wajah bingung.

"Aku.." Natasha menggantungkan ucapannya seraya menggaruk tengkuk lehernya yang tak gatal, saat ia tidak bisa menjawab pertanyaan sepupunya itu. Dia merasa sedikit canggung karena tidak bisa memberikan alasan yang jelas.

Fadhil tersenyum lembut, ia tahu jika Natasha enggan menjawab pertanyaannya. "Kamu masih saja sama seperti dulu," ucapnya dengan penuh pengertian.

Setelah mengatakan itu, Fadhil mengangkat ke atas satu kantong plastik di tangannya, menunjukkan adanya sesuatu yang ingin dia berikan kepada orang tua Natasha. 

"Oh, ya. Aku ingin mengantarkan ini untuk Bibi Asiyah dan Paman Adam. Mereka ada di rumah, kan?" tanya Fadhil kepada Natasha.

Natasha menjawab dengan pasti, "Ya, Kak. Mereka ada di rumah."

"Kalau begitu, kita pergi bersama saja," ajak Fadhil dengan ramah.

Natasha mengangguk setuju, melupakan keberadaan Edgar yang sedang berada di rumah Adam. 

***

Suara ketukan pintu memecah keheningan yang melingkupi ruang tamu. Adam, yang sedang terduduk dalam lamunan, tersentak dan buru-buru beranjak dari posisinya. Ia berharap Natasha, putri tunggalnya, yang datang pulang setelah pergi sejak tadi.

"Natasha, dari mana saja kamu? Apa kamu tidak tahu jika Bapak dan Ibu mengkhawatirkan–," ucap Adam saat membuka pintu, dengan harapan yang datang adalah Natasha. Namun, saat ia melihat Edgar berdiri di depannya, ekspresi wajahnya berubah drastis.

"Selamat sore, Om," sapa Edgar dengan lembut, mencoba menunjukkan sikap sopan meskipun suasana sedang tegang.

Namun, Adam tidak merespon dengan baik. Sejak dia mengira Edgar menghamili Natasha, senyuman di wajahnya menghilang dan digantikan oleh kekhawatiran yang mendalam.

"Siapa dia, Pak?" tanya Asiyah pada Adam, yang muncul di belakang suaminya dengan tatapan tajam.

Namun, sebelum Adam menjawab pertanyaan Asiyah, Edgar sudah menyapa wanita paruh baya itu lebih dulu.

"Halo, Tante. Kenalkan, saya Edgar Pradipta," sapanya dengan suara lembut.

Asiyah merasa ledakan emosi dalam dirinya ketika mendengar nama "Edgar". Tanpa berkata sepatah kata pun, ia bergegas masuk dan segera kembali dengan membawa sapu di tangannya. Wajahnya dipenuhi dengan ekspresi kemarahan yang sulit untuk disembunyikan.

Bugh!

Bugh!

Bugh!

"Jadi, kamu orangnya? Pria yang berani menghamili Natasha?!" seru Asiyah, meluapkan emosinya pada setiap pukulan yang ia berikan pada Edgar.

Namun, saat Asiyah hendak memukulkan kembali sapu pada tubuh Edgar, pria tersebut menahannya kuat.

"Kalian salah paham!" ucap Edgar dengan tegas. 

Sontak, Asiyah menjatuhkan sapu di tangannya, lalu menatap ke arah Adam yang ada di sisinya. 

"Masuklah, kita bicara di dalam," titah Adam dengan dingin.

Sebelum melangkah masuk, Edgar menatap tajam ke arah Julian yang baru saja tiba di depan rumah Adam. Namun, Julian merespon dengan mengusap lengan kanan dan kirinya dengan raut wajah memelas, tidak dapat menahan untuk menjatuhkan komentar yang menusuk hati. "Pasti sakit, ya," ejeknya pada sahabatnya itu.

Tampaknya ucapan Julian telah memicu kemarahan dalam diri Edgar. Dengan suara yang penuh kekesalan, Edgar menggerutu, "Sialan!" Jika bukan karena rencananya, Edgar tidak akan pernah mau melibatkan diri dalam situasi yang rumit ini.

Tetapi saat ini, tidak ada jalan lain. Edgar memutuskan untuk melangkah masuk ke dalam rumah Adam. Dia duduk di salah satu kursi yang tersedia di seberang Adam, diikuti oleh Julian yang setelahnya.

Tanpa basa-basi, Adam langsung menanyakan pertanyaan yang serius, "Katakan yang sebenarnya, apakah kamu telah menghamili Natasha?"

"Tidak," jawab Edgar dengan mantap, sambil menatap Adam dengan tegas.

Adam tidak puas dengan jawaban itu dan terus mencecar Edgar dengan pertanyaan lain, "Lalu, dari mana kamu mengenal Natasha?"

Edgar menjawab dengan tenang, "Aku bertemu dengannya saat sedang melakukan seminar di kampus Natasha. Sejak saat itu, aku mulai tertarik padanya dan ingin menikahinya."

Adam dan Asiyah saling bertukar pandang, tampak masih ragu dengan jawaban Edgar.

"Jika Om dan Tante masih mengira aku menghamili Natasha, kita bisa datangkan dokter kandungan kemari untuk mengeceknya," terang Edgar, berusaha membuat Adam dan Asiyah percaya.

Edgar memandang Julian yang duduk di sampingnya dan berkata, "Hubungi rumah sakit Melati, dan minta dokter obgyn datang ke sini." Julian mengangguk dan akan segera melaksanakan perintah tersebut, namun sebelum dia bergerak, Asiyah buru-buru mengambil sikap.

"Tidak perlu. Kami mempercayaimu," ujar Asiyah dengan cepat, suaranya penuh keyakinan.

Edgar menjulurkan tangannya ke arah Julian. Meskipun tidak mengucapkan sepatah kata pun, Julian langsung memahami apa yang Edgar ingin sampaikan. Julian memberikan sebuah kotak kecil berwarna merah beludru yang berisi cincin berlian pada sahabatnya itu.

Edgar menerima kotak tersebut dan meletakkannya di atas meja, membuat Adam dan Asiyah saling bertukar pandang dengan ekspresi bingung.

Tidak sampai di situ saja. Tiba-tiba, salah satu bodyguard Edgar yang baru saja datang bersama dengan seorang pria berusia setengah baya mengetuk pintu.

"Apa mereka boleh masuk?" tanya Edgar pada sang tuan rumah.

Karena pintu rumah Adam dibiarkan terbuka begitu saja, hingga orang-orang di dalam sana bisa melihat siapa yang datang.

Adam mengangguk dengan ragu, "Silahkan," jawabnya dengan bingung.

Salah satu bodyguard Edgar melangkah dengan mantap masuk ke dalam rumah Adam. Ia ditemani oleh seorang pria setengah baya yang tampak serius. Dengan langkah pasti, bodyguard tersebut meletakkan sebuah koper berisi uang di atas meja. "Saya sudah membawakan penghulu dan uang yang Anda minta, Tuan," ucapnya pada Edgar.

"Kerja bagus!"

Adam, yang sejak tadi bingung dengan kehadiran mereka, menatap Edgar dengan ekspresi campur aduk. "Ada apa ini sebenarnya?" tanyanya dengan nada penasaran.

Sebelum menjawab pertanyaan tersebut, Edgar membuka koper di atas meja yang berisi tumpukan uang berwarna merah. "Aku ingin menikahi Natasha sekarang juga. Aku sudah membawa penghulu, dan uang satu milyar ini sebagai maharnya," jawab Edgar.

Sontak, Adam dan Asiyah terkejut saat mendengar ucapan tersebut. Keduanya diam bergeming dengan mata yang saling beradu pandang.

"M-Menikah?!" pekik Natasha. Entah sejak kapan wanita bercadar itu ada di ambang pintu. 

Seketika, Edgar dan yang lainnya menoleh ke asal sumber suara. Namun, saat netra Edgar mendapati seorang pria yang berdiri di sisi Natasha, ia bergumam dengan pelan, "Apa pria itu pacar Natasha? Jika iya, aku harus buru-buru menikahi wanitaku."

"Apa baru saja kamu mengatakan sesuatu?" tanya Adam yang tak sengaja mendengar gumaman Edgar.

Edgar, yang terkejut dengan pertanyaan tersebut, dengan cepat berusaha mencari alasan agar Adam tidak mencurigainya. Ia ingin mengalihkan perhatian pria paruh baya tersebut dari kata yang baru saja ia ucapkan.

"Aku hanya penasaran, siapa lelaki yang berdiri di samping calon istriku, Om."

Komen (3)
goodnovel comment avatar
Nur Hikmah
, ... bgt dgn alur ceritanya .........
goodnovel comment avatar
Koryati Karim
bgs tp hrs beli koin, bisa gak dgn nonton iklan utk melanjutka.n membaca
goodnovel comment avatar
Amar Channel
seneng bacanya
LIHAT SEMUA KOMENTAR

Bab terkait

  • (BUKAN) PENGANTIN SEWAAN   BAB 08. Pura-pura Posesif

    Pernyataan yang diucapkan oleh Edgar spontan membulatkan mata Natasha lebar. Ia benar-benar merasa geli dengan sikap yang ditunjukkan oleh Edgar. "Ada apa dengan ekspresinya?" gumam Natasha dalam hati. Adam dengan bangga memperkenalkan Fadhil, keponakannya, kepada Edgar. Ia mengatakan, "Dia Fadhil, sepupu Natasha, yang kuliah di Kairo." Kemudian Adam menatap ke arah pintu dan dengan ramah mengajak Natasha untuk mengajak Fadhil masuk.Natasha diam sejenak, merasakan kehangatan dalam sikap Adam yang telah kembali normal. Ia menjawab dengan senyuman, "Ayo masuk, Kak."Fadhil mengangguk lembut seraya tersenyum. Namun, sebelum ia melangkah masuk, ia mengucapkan salam dengan sopan, "Assalamu'alaikum."Semua orang di dalam ruangan menjawab bersamaan, "Wa'alaikumussalam."Asiyah, yang duduk di samping Adam, berdiri dan dengan ramah mempersilahkan Fadhil untuk duduk di tempatnya. "Silahkan duduk," ucapnya dengan hangat.Setelah Fadhil duduk, Adam dengan penuh kehangatan mengusap bahu keponaka

  • (BUKAN) PENGANTIN SEWAAN   BAB 09. Janggal

    Setelah langkah mereka sudah sampai di ruang tamu, Asiyah dan Natasha terkejut melihat keberadaan beberapa orang yang sedang menata hidangan di sana. Adam, Asiyah dan Natasha saling pandang dengan kebingungan."Bagaimana, Om? Apa akadnya bisa kita mulai sekarang?" tanya Edgar kepada Adam.Sebelum menjawab pertanyaan Edgar, Adam menatap Natasha dengan wajah bingung, mencari persetujuannya. "Bagaimana, Nak?" tanyanya.Natasha memejamkan matanya sejenak, mencari keberanian dalam diri untuk menghadapi situasi yang mengejutkan ini. Dalam hati, ia meyakinkan dirinya sendiri bahwa ia sanggup melewati semuanya. "Mari kita lakukan," jawabnya dengan mantap.Jawaban Natasha tersebut cukup mengagetkan Adam dan Asiyah. Begitupun dengan Fadhil yang masih berada di sana. "Paman, Bibi, aku pulang dulu, ya," pamit Fadhil tiba-tiba.Adam heran dengan kepergian Fadhil yang terburu-buru. "Kenapa cepat sekali?" tanya Adam."Aku lupa jika ada janji dengan temanku, Paman," jawab Fadhil, mencari alasan untuk

  • (BUKAN) PENGANTIN SEWAAN   BAB 10. Satu Atap

    Natasha terkejut dan terdiam. Ia merasakan ketakutan yang melintas di dalam dirinya. Dengan suara bergetar, Natasha akhirnya berkata, "Kamu adalah orang yang paling jahat yang pernah kutemui." Dalam keputusasaannya, ia memalingkan wajahnya dan menyandarkan kepalanya pada kaca jendela mobil. Namun, kata-kata Natasha tidak mempengaruhi Edgar sedikit pun. Ia tetap dingin dan tidak merasa bersalah sedikit pun. Setelah beberapa saat berlalu, mobil Edgar meluncur dengan tenang melalui gerbang besi yang megah, memasuki halaman mansion yang mempesona. Setelah Julian menghentikan mobilnya, Edgar memberikan perintah kepada sahabatnya sebelum keluar dari mobil tersebut. Dengan suara datar, ia berkata, "Tinggalkan kami berdua." Walaupun mansion milik Edgar terlihat megah dan besar, namun di dalamnya ia hanya mempekerjakan tiga orang saja. Dua asisten rumah tangga bekerja di pagi hingga sore hari, dan satu petugas keamanan yang berjaga di depan. Edgar tidak suka jika terlalu banyak orang di ke

  • (BUKAN) PENGANTIN SEWAAN   BAB 11. Trouble Maker

    Bi Murni mengarahkan pandangannya ke kamar tersebut, lalu berjalan ke arahnya. "Ini kamar khusus untuk pembantu, Non. Tapi, karena Bibi dan Bi Yeti tidak tinggal di sini, kamar ini sekarang kosong," jawabnya sambil membuka pintu kamar yang jauh lebih kecil dibandingkan dengan kamar-kamar yang lain."Kalau begitu, aku pilih kamar ini saja, boleh, kan?" ucap Natasha dengan senyuman dari balik cadarnya.Seketika, Bi Murni terkejut. Ia mengerjapkan matanya cepat, dan menatap ke arah kamar berukuran kecil itu, mencari alasan kenapa Natasha lebih memilih kamar itu daripada kamar-kamar yang lainnya."Boleh, Non. Tapi, apa kamar ini tidak terlalu sempit?" tanya Bi Murni dengan ragu.Natasha menggeleng pelan, "Tidak, Bi, tenang saja," jawabnya dengan ramah."Baiklah. Kalau begitu, Bibi pergi dulu, ya, Non. Jika Non Natasha membutuhkan sesuatu, panggil saja Bibi atau Bi Yeti," pungkasnya sebelum melangkah pergi"Iya, Bi," jawab Natasha dengan sopan.Setelah Bi Murni pergi, Natasha masuk ke dala

  • (BUKAN) PENGANTIN SEWAAN   BAB 12. Merahasiakan Identitas

    Tanpa memberikan jawaban, Edgar menatap Bianca dengan datar. "Pulanglah, aku ingin istirahat," ucapnya dengan tegas. "Ah.. jadi benar, dia pembantu barumu, ya?" tanya Bianca kembali, mencoba untuk mencari tahu tentang identitas Natasha. Meskipun Edgar tidak memberikan respon, Bianca tetap bertahan dengan asumsinya.Bianca menatap Natasha dengan serius, mencoba membaca reaksi wanita itu dari sorot matanya, kemudian berkata pada Edgar yang berdiri di belakangnya. "Bukankah kamu tidak suka jika ada orang baru yang menginjakkan kaki di mansionmu?" tanya Bianca dengan rasa penasaran yang menggebu di dalam dirinya. Ia mencoba mengingat-ingat apa yang telah ia ketahui tentang preferensi Edgar.Bianca tahu betul bagaimana Edgar, pasalnya, ia adalah teman masa kecil Edgar yang telah mengenalnya selama bertahun-tahun. Mereka telah menghabiskan banyak waktu bersama dan saling memahami satu sama lain. Bianca tahu apa yang disukai dan tidak disukai oleh pria tersebut.Dengan percaya diri, Bianca

  • (BUKAN) PENGANTIN SEWAAN   BAB 13. Secantik Bidadari

    "A-Ada apa?" tanya Natasha terbata-bata, tanpa menatap wajah Edgar yang tengah menatapnya datar. Tanpa menjawab pertanyaan Natasha, Edgar melirik ke arah kirinya seraya berkata dengan tegas, "Letakkan semuanya di dalam," perintah Edgar pada tiga bodyguardnya yang membawa semua keperluan Natasha, termasuk dengan pakaiannya. Tiga bodyguard itu mengangguk patuh dan mulai memasukkan barang-barang ke dalam kamar. Mereka bergerak dengan sigap, menempatkan semua barang dengan rapi di tempat yang sesuai. Namun, saat mereka hendak masuk ke dalam kamar tersebut, salah satu dari mereka berhenti sejenak dan berkata pada Natasha, saat wanita bercadar itu menghalangi jalannya."Permisi, Nona," ucap bodyguard tersebut dengan sopan."S-Silahkan," jawab Natasha dengan cepat. Ia buru-buru menggeser tubuhnya, namun, Natasha tidak menyadari bahwa ujung gamisnya tersangkut di langkahnya sendiri.Bruk! Tubuhnya secara tidak sengaja menabrak dada Edgar. "Ssshh.." rintih Natasha, refleks menjauhkan kepala

  • (BUKAN) PENGANTIN SEWAAN   BAB 14. Penasaran

    "Cantik?" gumam Edgar dalam hati, sibuk menerka-nerka bagaimana wajah Natasha.Tak dapat dipungkiri, walaupun wajah Natasha masih tertutup oleh cadar, namun matanya memancarkan keindahan yang menenangkan bagi siapa pun yang melihatnya.Edgar menggelengkan kepala dengan tegas, saat menyadari bahwa ia tengah memikirkan Natasha. Ia kembali melanjutkan makanannya yang sempat terhenti."Aduh.. aku jadi penasaran, Mur," ucap Bi Yeti pada Bi Murni yang masih asyik dengan obrolannya.Bi Murni semakin mendekatkan dirinya pada Bi Yeti, lalu berkata, "Tuan Edgar akan menyesal jika menyia-nyiakan bibit unggul seperti Non Natasha. Bagaimana ya jika mereka memiliki anak kelak? Pasti anak mereka akan sangat cantik seperti ibunya."Sontak, Edgar tersedak makanannya sendiri saat mendengar ucapan Bi Murni. "Uhuk. Uhuk. Uhuk." Edgar buru-buru meletakan peralatan makan di tangannya dan meraih segelas air putih.Bi Murni dan Bi Yeti yang mendengar itu buru-buru berlari ke arah Edgar. "Apa ada yang salah d

  • (BUKAN) PENGANTIN SEWAAN   BAB 15. Ternyata Istriku Cantik

    Edgar menerima bungkus mie dari tangan Natasha. Namun, alih-alih memakannya, ia justru membuangnya dengan cepat. Natasha terkejut melihat tindakan tersebut, dengan reflek ia menurunkan ujung hijab yang menutupi wajahnya. "Kenapa mienya dibuang?"Gluk! Edgar menelan salivanya dengan susah payah saat melihat wajah Natasha tanpa cadar dari jarak dekat. Keindahan dan pesona wajah wanita itu melebihi ekspektasi Edgar. Ia merasakan kekaguman yang mendalam dan tak bisa lagi menyangkal pesona yang dimiliki oleh istrinya itu.Natasha protes dengan raut wajah kesal, "Jika kamu tidak mau memakannya, seharusnya kamu memberikannya padaku, bukan malah membuangnya begitu saja."Namun, saat Natasha menyadari bahwa Edgar sedang menatap wajahnya, ia buru-buru menutupi kembali wajahnya dengan menggunakan ujung hijabnya. Begitu juga dengan Edgar, yang cepat-cepat memalingkan wajahnya ke arah lain.Edgar menjawab dengan suara datar, "Sejak kapan mie instan bisa dimakan dengan cara seperti itu?"Natasha s

Bab terbaru

  • (BUKAN) PENGANTIN SEWAAN   BAB 148. Menghilang di Jalan

    Edgar menepikan mobilnya di pinggir jalan dengan perasaan putus asa setelah berbicara dengan Barra. Hatinya terasa kosong, dan pikirannya dipenuhi pertanyaan yang tak kunjung terjawab. Ia meremas kemudi mobil dengan erat, berusaha meredam emosi yang terus bergemuruh di dalam dirinya. "Apakah Natasha benar-benar membenciku?" gumamnya pelan, suaranya nyaris tertelan oleh keheningan mobil. Ia tidak bisa memahami mengapa semuanya berubah begitu cepat. Edgar menutup matanya sejenak, berharap menemukan kedamaian di tengah kekacauan pikirannya. Tapi, justru yang muncul adalah bayangan Natasha—wajahnya yang selalu tenang dan tatapannya yang dalam.Tiba-tiba, suara notifikasi pesan masuk memecah kesunyian. Edgar membuka matanya dan meraih ponselnya dengan lesu, mengira itu hanya pesan dari Julian yang mungkin ingin membahas urusan pekerjaan. Namun, saat melihat nama pengirim di layar, tubuh Edgar menegang. Nama yang tertera di sana bukan Julian, melainkan Barra.Dengan cepat, Edgar membuka pes

  • (BUKAN) PENGANTIN SEWAAN   BAB 147. Gugatan Cerai

    Keesokan harinya, Edgar duduk di ruang kerjanya dengan tatapan kosong. Penampilannya jauh dari rapi seperti biasanya– dasi yang seharusnya terikat sempurna kini menggantung longgar di lehernya, dan rambutnya yang sedikit acak-acakan memperlihatkan betapa berantakannya kondisi Edgar. Ia menatap kosong ke arah jendela ruang kerjanya, tapi yang dilihatnya bukanlah pemandangan di luar sana, melainkan kekacauan yang ada di dalam pikirannya sendiri. "Natasha.. Di mana kamu sekarang?" gumamnya pelan, hampir tidak terdengar di tengah keheningan ruangan.Edgar menggenggam kepalanya, jari-jarinya mencengkeram rambutnya yang sudah kusut. Ia tidak pernah merasa sekacau ini sebelumnya. "Kenapa semalam kamu tidak pulang?" Pertanyaan itu terus bergema di kepalanya. Edgar merasa seolah-olah ia telah kehilangan kendali atas hidupnya. "Aku harus menemukannya, harus... tapi di mana harus memulai? Bagaimana jika semuanya sudah terlambat?" Keraguan itu terus menghantuinya, membuatnya semakin tenggelam

  • (BUKAN) PENGANTIN SEWAAN   BAB 146. Keputusan Terberat

    Sesaat setelah mobil Edgar berhenti dengan keras di halaman mansionnya, ia keluar dengan tergesa-gesa. Hatinya berdebar kencang, seakan ada sesuatu yang mendesaknya untuk segera menemukan seseorang. Tanpa menunggu lebih lama, ia segera melangkah masuk ke dalam rumah."Natasha!"Nama itu terucap berkali-kali, berputar dalam pikirannya seperti mantra yang terus bergema. Dengan langkah cepat, Edgar menyusuri lorong-lorong yang panjang dan sepi, berharap menemukan istrinya di salah satu sudut rumah yang luas ini. Ketika ia tiba di ruang tamu, Bi Murni, pembantu setianya, muncul dari dapur, mendengar kegaduhan yang tak biasa dari majikannya."Tuan Edgar, ada apa?" tanya Bi Murni, sedikit khawatir melihat raut wajah pria itu yang tampak cemas.“Natasha di mana?” Edgar langsung memotong tanpa basa-basi, pandangannya tajam mencari jawaban dari wajah tua yang telah mengabdi di rumah itu selama bertahun-tahun.Bi Murni mengerutkan kening, sedikit bingung dengan pertanyaan yang tiba-tiba.“Sejak

  • (BUKAN) PENGANTIN SEWAAN   BAB 145. Tertipu

    "Tidak. Aku tidak ingin meneruskan pernikahan kontrak ini."Barra dan Julian saling pandang, terkejut mendengar jawaban yang tak mereka sangka-sangka. Baru beberapa menit yang lalu Edgar mengatakan jika ia bahagia dengan pernikahannya, namun, kini dia dengan memutuskan untuk mengakhirinya. Barra dan Julian benar-benar tidak mengerti dengan jalan pikiran Edgar.Edgar melanjutkan, "Aku ingin menjadikan pernikahanku bersama Natasha sebagai pernikahan yang sesungguhnya."Barra hampir tidak percaya dengan apa yang baru saja ia dengar. Dengan alis terangkat dan suara yang sarat dengan ironi, dia berkata, "Hampir saja aku memakimu, Edgar. Aku kira kau sudah kehilangan akal."Namun, alih-alih marah atau tersinggung, Edgar hanya terkekeh pelan, sebuah senyum samar menghiasi wajahnya. Ketenangan itu hanya berlangsung sejenak, sebelum Julian tiba-tiba terpaku, pandangannya terarah pada pintu di sudut ruangan, seolah melihat sesuatu yang tak seharusnya ada di sana.Edgar, yang menangkap perubaha

  • (BUKAN) PENGANTIN SEWAAN   BAB 144. Palsu

    "Jika kamu memang benar-benar menyukainya, maka nikahilah Dita."Barra terdiam, matanya bergerak gelisah seolah mencari jawaban yang tepat. Dia menyukai Dita, itu jelas. Namun, setiap kali berpikir tentang pernikahan, bayangan masa kecilnya tentang pertengkaran tanpa henti orang tuanya menghantui pikirannya. Trauma itu masih begitu nyata, membuatnya ragu untuk melangkah lebih jauh."Edgar, ini tidak semudah yang kamu pikirkan," Barra akhirnya angkat bicara, suaranya terdengar goyah. "Aku... aku takut. Pernikahan bukan sekadar soal cinta. Aku melihat bagaimana orang tuaku berakhir, dan aku tidak ingin mengalami hal yang sama."Edgar mengangguk, memahami perasaan sahabatnya. "Aku mengerti ketakutanmu, Barra," Edgar menekankan, suaranya lebih lembut tapi tetap tegas. "Tapi kamu harus ingat, jika kamu tidak menikahi Dita, mungkin suatu hari nanti dia akan berubah pikiran dan menerima perjodohan yang diatur orang tuanya dengan pria lain."Barra menelan salivanya, perasaan tidak nyaman mul

  • (BUKAN) PENGANTIN SEWAAN   BAB 143. Melawan Trauma

    Natasha mendadak terdiam, mengalihkan pandangannya sejenak dari perbincangan yang sedang berlangsung. Barra dan Julian, yang sedari tadi saling melirik, bisa merasakan ada sesuatu yang mengganggu pikiran Natasha. Edgar, yang duduk di sebelah Natasha, menangkap kegelisahan itu. Dengan lembut, ia meraih tangan Natasha dan mengusapnya, mencoba menenangkan istrinya yang terlihat mulai resah. "Sayang..." panggil Edgar dengan suara rendah, penuh perhatian.Natasha tersadar dari lamunannya dan menatap Edgar, lalu beralih pada Barra dan Julian yang masih memandanginya dengan penuh tanya. Senyum tipis terukir di balik cadarnya, meskipun matanya masih menyiratkan kekhawatiran. "Aku akan cari minum untuk kalian dulu," ucapnya tiba-tiba.Namun, sebelum Natasha sempat bangkit dari tempat duduknya, tangan Edgar sudah menahan lengannya. "Duduklah," katanya. "Biar aku minta mereka yang membelinya."Edgar melirik ke arah beberapa bodyguard yang tengah berjaga di sudut ruangan. Sinyal singkat dari Edg

  • (BUKAN) PENGANTIN SEWAAN   BAB 142. Sentuhan Manis

    "Terima kasih atas traktirannya," ucap Natasha dengan ceria, sambil menjilat es krim cone cokelat yang manis dengan perpaduan rasa vanila yang lembut. Ia menikmati setiap gigitan dengan senyum yang tak hilang dari wajahnya, seolah-olah es krim itu adalah hadiah paling istimewa yang pernah ia terima. "Aku hanya memberimu sebuah es krim, bukan sebongkah berlian. Kenapa kau terlihat begitu senang?" tanya Edgar, suaranya terdengar santai tapi penuh perhatian.Natasha berhenti sejenak dari menikmati es krimnya, lalu menoleh menatap Edgar. "Jelas aku senang. Ini pemberian dari suamiku."Mendengar jawaban Natasha, Edgar tertawa pelan, suaranya rendah dan penuh kehangatan. "Kamu tidak menawariku?" tanyanya, dengan nada sedikit menggoda, sambil menatap es krim di tangan Natasha dengan senyuman iseng."Kalau kamu mau, cobalah," ucap Natasha lembut. Ia menyodorkan es krim di tangannya ke arah Edgar.Namun, Edgar tidak langsung menerima tawaran itu. Alih-alih mengambil es krim dari tangan Natasha

  • (BUKAN) PENGANTIN SEWAAN   BAB 141. Jarak

    “Menjauhlah dari Ayahku!” seru Edgar dengan nada tegas, suaranya memecah keheningan yang memenuhi ruangan. Sosoknya tiba-tiba muncul di ambang pintu, bayangannya membingkai tubuhnya yang tegap namun tampak tegang. Matanya tajam menatap Rio, seakan tak ingin pria itu mendekati figur yang terbaring di atas ranjang. Natasha yang sejak tadi berdiri di samping Rio, langsung menoleh begitu mendengar seruan itu. Dalam hatinya, ada kecemasan yang mulai merayap. Sementara itu, Rio, yang duduk di kursi roda, hanya menghela napas panjang. Pandangannya turun, seolah sudah bisa menebak arah pembicaraan yang akan terjadi. “Sudah kuduga akan seperti ini,” gumamnya, nada suaranya rendah namun cukup terdengar oleh Natasha.Rio hendak mendorong roda kursinya maju, ingin menghadapi Edgar yang kini menguasai ruangan dengan kehadirannya. Namun, sebelum dia bisa melakukannya, Natasha segera menahan kursi roda agar tetap di tempat. “Tetaplah di sini. Biar aku yang bicara padanya."Edgar, yang menyaksikan

  • (BUKAN) PENGANTIN SEWAAN   BAB 140.

    "Astaga!" pekik Dita, terkejut saat melihat jam di pergelangan tangannya. Ia tidak menyangka waktu telah berlalu begitu cepat. Segera, ia meneguk sisa minumannya hingga tandas, meninggalkan rasa manis yang sedikit asam di lidahnya. Barra, yang duduk santai di depannya dengan cangkir kopi di tangan, mengangkat alis. "Kenapa?" tanyanya, suara tenangnya seolah tak terganggu oleh kegaduhan Dita yang tiba-tiba."Aku harus ke restoran sekarang," jawab Dita tergesa. Tangannya gemetar saat ia meraih tas di sampingnya, mencari dompet dengan jari-jarinya yang tak sabar. Ketika dompet itu akhirnya ditemukan, ia segera membuka bagian dalamnya, mencari beberapa lembar uang. Tanpa berpikir panjang, ia menarik uang itu dan menyerahkannya pada Barra. "Ini untuk kopiku," katanya, setengah menunduk agar uang itu lebih cepat berpindah tangan.Barra ikut berdiri saat Dita bersiap melangkah keluar. Dengan nada yang tenang namun terdengar sedikit bercanda, ia berkata, "Kau melukai harga diriku sebagai pri

DMCA.com Protection Status