"Pak?" ulang Prima, seolah ia keberatan dengan sebutan itu karena sudah mengatakan pada Shelin jika mereka berdua saja tidak perlu memanggilnya dengan sebutan, pak."Aku sudah bilang, jika berdua saja tak perlu memanggil dengan sebutan, pak," lanjutnya dengan wajah yang serius."Maaf, karena di sini banyak orang, saya kira tidak enak kalau tidak memanggil Bapak dengan sebutan itu."Shelin menjelaskan sambil membungkukkan tubuhnya ke arah Pram. Gaya bicaranya justru semakin formal, hingga membuat Prima makin tidak suka. "Tidak apa-apa, hanya di area rumah Ibu Ani saja kau boleh memanggil dengan embel-embel itu, tentang larangan ibuku, aku minta maaf, meskipun itu kekhawatiran beliau, tapi jangan terlalu diambil hati, lebih baik, kau mencoba untuk menyelidiki tentang kau yang dikatakan sial itu, karena aku juga pernah mengalami kejadian seperti itu, siapa tahu saja, kau juga mengalami kejadian yang sama."Wajah Prima terlihat serius saat mengatakan masalah tersebut. Mereka tidak tahu,
"Mirip dengan siapa?" tanya Pram mendadak pilon."Mirip dengan nama anak pengusaha itu.""Benarkah? Lu serius?"Galih menganggukkan kepalanya. Wajah Pram semakin tegang. Ia benar-benar penasaran dengan pria bermobil itu setelah mendengar penjelasan yang diberikan oleh Galih. "Iya, gue yakin banget, namanya sama, dia kerap dipanggil Prima, gitu.""Terus mukanya? Mukanya mirip adik gue kagak? Liat foto yang gue simpan ini, mirip kagak?" desak Pram, semakin penasaran."Gue rasa kagak mirip, ada perbedaan, mungkin dia cuma seseorang yang mirip dengan adik lu, setahu gue di dunia ini kita punya seseorang yang emang mirip dengan muka kita meskipun kita kagak bersaudara.""Tapi ini bikin gue curiga, Galih! Oke! Wajah mungkin ada yang sama, tapi namanya? Masa namanya juga sama? Kalo nama beda mungkin yang lu katakan itu benar, tapikan ini sama? Masa ada sebuah kebetulan yang gini amat?" Pram masih kukuh untuk menyuarakan rasa tidak percayanya pada apa yang dikatakan Galih bahwa pria bermobi
"Lu curiga kalo Shelin yang bikin lu macam itu?" tanya Galih sedikit terkejut."Ya, terus ngapain kalo mikirin dia gue jadi macam ini? Kalo kagak mikirin dia gue baik-baik aja.""Bukan berarti Shelin yang bikin lu begitu, kan? Sekarang mending lu perbaiki dulu hubungan lu sama Tuhan, insya Allah Tuhan juga akan memperbaiki hubungan lu sama makhluknya.""Kan, gue udah bilang, kalo saban gue ibadah, gue pasti diganggu, gimana gue bisa mendekatkan diri sama Allah?""Pengen gue bawa ke ustadz, kah? Tanya masalah ini sama beliau?""Gue takut dirukyah....""Kagak selalu, kalo emang lu kagak kerasukan, kagak dirukyah juga kali. Kecuali, kalo dalam badan lu, udah kelewatan setannya, baru deh.""Boleh deh, kapan?""Kapan lu bisa?"Pram ingin menjawab, tapi ponselnya berbunyi, lekas pria itu memeriksa.Ibunya memanggil. Terpaksa, Pram menerima panggilan itu agar supaya sang ibu tidak mengomel seperti biasanya jika ia terlambat menerima panggilan.Galih hanya mengawasi sahabatnya yang sedang bic
Ucapan yang dilontarkan oleh ibunya Julie benar-benar membuat Tante Putri tidak bisa merespon dengan segera.Perempuan itu terpojok, apalagi suaminya yang memang tidak tahu menahu tentang masalah Prima yang dijodohkan dengan Julie menatapnya dengan tatapan meminta penjelasan.Pria itu hanya tahu, Prima memang ingin dijodohkan, tapi ia tidak tahu, dijodohkan dengan siapa."Aku minta maaf pada kalian, bukan ingin merahasiakan, aku dulu hanya terlalu kecewa karena Prima menolak langsung tanpa berpikir dulu tentang rencana kita. Bisakah kita melupakan masalah itu? Sebagai ibunya, aku juga merasa berat membahas masalah Prima, karena sekarang dia sudah tiada, yang penting sekarang, Julie dan Pram saling mencintai itu sudah cukup, bukan?"Tante Putri berusaha untuk melunakkan hati calon besannya, khawatir sekali dirinya jika rencana perjodohan Julie dengan Pram justru gatal karena masalah itu menjadi penghambat."Kami sebenarnya tidak ingin mempermasalahkan hal itu, hanya saja selama ini kam
Tidak berapa lama kemudian, guru itu kembali dengan Sheila yang digandengnya.Melihat sang anak, Pram berjongkok sambil memanggil Sheila, dengan wajah yang terlihat sangat gembira.Kekhawatiran Pram jika sang anak akan membencinya karena sudah lama tidak menemui sang anak musnah seketika. Melihat ayahnya, Sheila berlari dan memeluknya sambil menyebutnya ayah. Rasa haru dan terenyuh membuat perasaan Pram jadi haru biru. Kedua matanya menghangat, tidak menyangka bisa memeluk anaknya adalah sesuatu yang luar biasa membuatnya sangat bahagia. "Papa tenapa lama puyang? Telja telus, Papa...."Bocah itu merengek, setelah puas memeluk sang ayah, dengan mengatakan, papa kenapa lama pulang, kerja terus papa, begitu kata Sheila."Iya, maaf, ya. Papa cari uang, karena Papa ingin Sheila bisa punya uang banyak, jadi Papa kerja keras...."Ada perasaan bersalah menyelusup hati Pram, ketika ia harus berbohong pada sang anak tentang kenapa ia tidak pulang dengan waktu yang cukup lama. Tetapi apa bol
Pram mengakhiri percakapan seiring suara Galih di seberang sana tidak terdengar lagi. Ia mengikuti apa yang dikatakan oleh Galih, mencoba untuk membaca doa dan istighfar, tapi, Pram bingung karena ternyata ia justru tidak bisa menggerakkan lidahnya sedikitpun untuk melakukan hal yang diperintahkan oleh Galih padahal berbicara saja ia lancar.Alhasil, Pram membaca di dalam hati, keringat memercik di keningnya pertanda ia berusaha keras untuk melakukan hal itu. Tidak berapa lama kemudian, Galih sudah tiba. Pria itu segera memeriksa keadaan Pram dan memberikan sahabatnya itu sebotol air putih yang sudah dibacakan doa. Pram menurut saja saat diminta Galih untuk meminum air putih tersebut.Untuk sesaat, Galih meminta Pram diam sejenak di tempat mereka duduk sekarang, sampai akhirnya...."Gimana? Masih susah bernapas?" tanya Galih pada Pram.Pram membuka mata, mengerjapkannya, dan mencoba untuk menarik lalu membuang napas berulang kali untuk meyakinkan aktivitas itu tidak lagi sulit unt
"Bisa dikatakan begitu, karena seseorang ingin hal itu terjadi padamu.""Artinya, saya memang sedang diguna-guna?""Dikerjain orang.""Sama, kan, Pak?""Kurang lebih.""Apa bedanya? Toh, artinya sama, kan?"Pram nyaris kehilangan kendali saat berbicara, hingga Galih memintanya untuk bersabar karena mereka sedang di rumah orang lain, di hadapan seorang ustadz pula.Akhirnya, mereka berdua benar-benar pamit dari rumah sang ustadz setelah sekali lagi, ustadz itu memberikan pesan pada Pram untuk melakukan apa yang dikatakannya termasuk menjaga ibadahnya.Pram geram di antara rasa shock yang menyelimuti hatinya. Geram karena tidak menyangka ia akan mengalami hal seperti itu padahal ia tidak percaya dengan segala sesuatu yang berhubungan dengan mistis. Shock karena ternyata ia cukup terganggu dengan situasinya yang sekarang.Bagaimana tidak? Ia seperti orang gila yang terkadang takut karena melihat sesuatu yang orang lain tidak melihat."Gue bakal ngasih pelajaran, kalo tau siapa dalang dar
Ibu Ani segera mendekati Shelin setelah sebelumnya ia meminta Gwen dan ibunya menunggu.Beberapa saat kemudian, ia sudah kembali ke hadapan Tante Gayatri dan Gwen bersama Shelin di sampingnya."Bisa saya bicara sebentar dengan dia?" tanya Tante Gayatri pada Ibu Ani. "Oh, silakan. Di ruang tamu saya saja, Bu."Ibu Ani mengajak dua wanita itu ke ruang tamu miliknya meninggalkan area dapur bersama Shelin yang juga mengikuti walaupun berbagai macam pertanyaan berkecamuk di otaknya.Setelah berada di ruang tamu milik Ibu Ani, Tante Gayatri meminta Gwen untuk meneruskan survei dengan Ibu Ani di dapur. Meskipun kecewa karena tidak bisa mendengar apa yang dibicarakan oleh Tante Gayatri dengan Shelin, Ibu Ani mau tidak mau menuruti apa kata istri bos tersebut.Bersama Gwen, ia akhirnya kembali ke dapur untuk menjelaskan apa yang harus dijelaskan pada Gwen.Setelah Gwen dan Ibu Ani pergi meninggalkan mereka, Tante Gayatri menatap Shelin untuk sesaat lalu tersenyum agar situasi di antara mer
Perasaan Shelin jadi tidak karuan ketika mendengar apa yang diucapkan oleh Pram. Beberapa kali mantan suaminya itu bicara demikian tentang dirinya yang bukan pembawa sial, Pram selalu mengatakan, bahwa yang membawa sial itu dirinya sendiri."Masalah siapa yang sial, aku tidak mau tahu, karena bagiku, semua yang terjadi itu ada hikmahnya, kejadian buruk sekalipun, rasa trauma karena sudah membuat kehidupan orang lain jadi terpuruk membuat aku berpikir banyak tentang itu, dan yang mempermasalahkan ibu kamu....""Kita bahas ini di depan ibuku? Kamu mau?""Untuk apa?""Aku hanya ingin ibuku tahu aku yang ingin rujuk dengan kamu, bukan kamu, biar beliau tidak menyalahkan kamu."Shelin menghela napas. Ditatapnya Pram saat pria itu bicara demikian, hingga akhirnya perempuan itu setuju dengan apa yang diusulkan Pram, dan mereka melanjutkan perjalanan pulang khawatir Sheila mencari mereka karena sudah pergi terlalu lama.***"Julie?" Sumi terkejut ketika saat ia membuka pintu rumahnya, Julie
Sang ustadz menghela napas panjang mendengar isi pertanyaan Pram. Ia menatap Pram, Shelin dan Galih bergantian."Orang yang memberikan perintah pada seorang dukun untuk melakukan kejahatan, akan menerima balasannya sendiri, Nak. Jadi, lambat laun, Allah akan memberikan balasannya, kau tidak perlu repot untuk membalas.""Tidak perlu diperkarakan?" "Kamu memperkarakan dengan kondisi dia yang seperti itu, hukumannya juga tertunda, kepolisian akan membuat dia sembuh dulu baru proses dijalankan, biasanya hal-hal seperti itu tidak akan bisa sembuh kecuali ada mukjizat dari Allah dan orang itu sendiri bertobat, jika tidak entahlah....""Begitu, ya. Baiklah, terima kasih, Ustadz, kalau begitu kami pamit dulu, terima kasih sekali lagi." Pram, Shelin dan juga Galih akhirnya pamit dari hadapan ustadz tersebut. Mereka berpikir mungkin akan lebih baik ke rumah sakit untuk mengetahui bagaimana keadaan Ratna sebelum kembali ke kost Shelin. Shelin menghubungi Sumi untuk memastikan apakah sang ana
Galih, Pram dan juga Shelin manggut-manggut mendengar penjelasan pria tersebut. Lalu, mereka mempersilahkan orang itu untuk memanggil seorang ustadz terdekat agar bisa memeriksa keadaan pemilik rumah yang dibayar Ratna untuk praktik ilmu tak lazimnya. Beberapa saat kemudian, orang itu sudah kembali bersama ustadz yang dimaksud dan mereka langsung masuk ke rumah dukun yang dibayar Ratna untuk memeriksa apa yang terjadi, akan tetapi, ketika mereka baru saja sampai di ambang pintu, dukun itu berteriak agar mereka tidak masuk.Ustadz itu meminta yang lain untuk tetap di luar, karena pria pemilik rumah itu menatap tajam ke arahnya dengan mata yang merah entah karena apa."Pergilah kamu dari raga orang itu, jangan mengganggu manusia, kau punya dunia sendiri, jangan mengacaukan kehidupan manusia!"Ustadz itu bicara dan Pram, Galih, Shelin serta laki-laki yang memanggil ustadz itu memperhatikan dengan raut wajah yang demikian tegang. "Aku tidak akan pergi! Dia harus bertanggung jawab atas k
Pendapat Galih akhirnya diterima oleh Pram. Shelin meminta maaf pada Sumi karena sudah merepotkan wanita itu untuk membuatnya menjaga Sheila, namun Sumi meyakinkan pada Shelin bahwa ia tidak keberatan sama sekali untuk menjaga anak temannya tersebut. Alhasil, mereka segera berangkat ke tempat di mana Pram mendapatkan informasi tentang dukun yang dimaksud. Mereka berharap, informasi itu benar, karena mereka ingin masalah bisa selesai secepatnya.Setelah menempuh perjalanan yang lumayan melelahkan lantaran terjebak macet, akhirnya mereka sampai di sebuah rumah yang dikatakan rumah di mana Ratna sering terlihat datang di waktu waktu yang tidak biasa. Saat mereka mengetuk pintu rumah tersebut, cukup lama mereka menunggu pintu itu dibuka, sampai akhirnya, seseorang membukakan pintu dan terlihat heran melihat beberapa orang berdiri di depannya seperti itu. "Ada perlu apa kalian ke sini?" tanyanya dengan wajah kurang bersahabat."Ada perlu untuk mengetahui apa yang dilakukan seseorang yan
Sang ibu terenyuh mendengar apa yang diucapkan oleh sang anak angkat, ia tidak bisa berkata-kata, meskipun ada kekhawatiran yang ia simpan di dasar hati jika nanti Prima justru kembali pada keluarga aslinya, namun wanita itu tidak bisa melarang apa yang diinginkan oleh sang anak. Karena baginya, kebahagiaan Prima yang terpenting."Jaga anakku dengan baik, Julie, apapun kesalahan yang pernah kau lakukan, aku harap kau tidak melakukannya kembali terlebih pada putraku, kalau kau menyakitinya, aku orang pertama yang sangat ingin memberikan kamu pelajaran, ingat itu."Begitu pesan ibunya Prima pada Julie sebelum akhirnya perempuan itu keluar dari ruangan untuk mengurus administrasi perawatan Prima.***"Selamat ya, aku ikut senang ternyata kalian itu berjodoh, jangan ditunda untuk menikah, kalian cocok!" Shelin bicara demikian ketika mengetahui Galih dan Sumi akhirnya resmi berpacaran dan sebentar lagi akan menikah setelah meyakini kasus Pram dan juga Shelin yang terbelit masalah berkaita
Karena terkejut dengan apa yang menimpa Prima, Julie berteriak minta tolong. Ibunya Prima yang kebetulan ada di rumah segera ke ruang tamu. Tanpa berpikir panjang, ia berteriak memanggil tukang kebun agar bisa membantunya untuk membawa Prima ke rumah sakit. Julie menawarkan bantuan untuk memakai mobilnya saja. Ibunya Prima mengiyakan, dibantu tukang kebun, mereka segera membawa Prima ke mobil milik Julie dan setelah memasukkan tubuh Prima ke mobil, Julie dan wanita itu segera masuk pula ke dalam mobil. Sesampainya di rumah sakit terdekat, mereka meminta bantuan para petugas medis untuk membawa Prima ke IGD.Wajah ibunya Prima tidak tenang meskipun anak angkatnya itu sudah ditangani oleh dokter yang bertugas. "Apa yang kau lakukan pada anakku?" tanya wanita itu pada Julie. Mereka sedang menunggu dokter yang memeriksa Prima, hingga perempuan itu memutuskan untuk mengintrogasi Julie. "Aku minta maaf, Tante. Aku tidak bermaksud membuat Prima seperti itu, aku hanya ingin meluruskan se
"Benarkah? Masalah apa itu?" Raut wajah Prima semakin terlihat penasaran mendengar apa yang diucapkan oleh perempuan berambut pirang tersebut. "Kamu benar-benar tidak ingat lagi saat masa kuliah kamu dulu?" tanya Julie hati-hati, sekedar untuk memastikan, Prima masih ingat saat ia masih kuliah atau tidak."Tidak ingat."Dia benar-benar amnesia, ingatannya dihapus menggunakan ilmu kah, sampai ia tidak bisa ingat semuanya? Hati Julie bicara demikian. "Dulu, ada seorang wanita yang memperhatikan kamu secara diam-diam...."Julie mulai bercerita. Dan Prima menyimaknya dengan baik."Wanita itu tidak bisa mendekati, karena kamu sangat selektif dengan siapapun yang dekat denganmu, entah karena apa.""Lalu?""Seiring waktu, kamu yang seperti itu makin tenggelam dalam kesendirian, kamu sibuk dengan duniamu sendiri, tidak peduli dengan orang lain, hingga saat semua sibuk berpacaran, kamu justru tidak pernah suka dengan wanita sama sekali.""Kurasa aku memang orang yang seperti itu, karena ak
"Keterlaluan! Jadi, Mama melakukan ini hanya mengejar harta dan kedudukan?" Pram benar-benar tidak bisa menahan perasaannya sekarang hingga emosinya kembali tersulut meskipun Shelin memintanya untuk sabar karena mereka harus mendengarkan secara tuntas apa yang ingin diceritakan oleh Tante Putri pada mereka."Maaf, Pram, Mama yang salah, Mama memang takut hidup kita miskin, apalagi saat kamu menikah dengan Shelin, kamu itu bangkrut, Mama semakin sulit untuk menerima semuanya, Mama-""Aku yang membuat Pram bangkrut karena aku pembawa sial?" potong Shelin. "Sebenarnya, aku juga tidak tahu pasti, itu hanya pendapatku saja, karena setelah kamu dengan Pram, hidup Pram itu berantakan, aku membencimu, Shelin, lalu aku mendengar tentang nama kalian yang tidak cocok jika bersama, disitulah aku punya cara untuk membuat Pram percaya bahwa kamu pembawa sial!""Jangan salahkan Tante Putri, khusus untuk memisahkan kalian, aku juga ikut andil, aku terobsesi dengan Pram, jadi aku menerima tawaran Ra
Apa yang dikatakan oleh Sumi disetujui oleh Galih. Meskipun sekarang tidak bisa dipungkiri ia bahagia lantaran tidak menyangka ternyata ia dan Sumi berjodoh, tapi memikirkan sahabatnya, Pram yang sekarang sedang masa terpuruk, mau tidak mau membuat kebahagiaan Galih belum lengkap.Sementara itu, Shelin, Julie, Pram dan juga Sheila sudah saling berhadapan dengan Tante Putri yang masih belum dipastikan akan masuk penjara kapan karena kasus yang melibatkan dirinya masih diselidiki secara menyeluruh.Melihat kedatangan semuanya, Tante Putri tertunduk dalam. Perempuan itu merasa terpuruk sekarang dengan apa yang sudah terjadi padanya. "Tante, untuk masalah Wira dan apa yang sudah aku terima, aku tidak akan menuntut Tante asalkan Tante mau bicara apa yang sebenarnya terjadi selama ini, aku berjanji tidak akan menuntut Tante dengan alasan karena aku korban, tapi, aku harap, Tante bisa mengatakan semuanya pada kami semuanya. Tanpa bersisa."Shelin yang lebih dulu bicara, dan Tante Putri terd