"Tidak ada primbon yang mengatakan hal demikian, Shelin. Itu salah, primbon hanya mengatakan cocok tidaknya nama seseorang jika disatukan. Tidak ada yang namanya mencelakakan nyawa.""Jadi, tidak ada kaitannya, Bu?""Tidak ada.""Tapi, kata mantan mertua saya-""Mengenai bayangan samar itu, mungkin ada kaitannya, jadi saranku, kamu konsultasi dengan seorang ustadz atau orang pintar, kalau soal masalah makhluk astral, aku tidak begitu paham, khawatir salah kata.""Tapi benar tidak ada kaitannya dengan masalah primbon, kan Bu?""Insya Allah tidak. Setahuku tidak ada perimbon yang mengatakan hal demikian."Aneh, kata Tante Putri ini semua karena aku pembawa sial, tapi kenapa kata ibu ini tidak ada kaitannya, apakah Tante Putri berbohong?Hati Shelin bicara demikian dengan perasaan yang bercampur aduk."Baiklah, kembalilah bekerja, aku hanya ingin bicara hal itu untuk memastikan saja." "Terima kasih untuk sarannya, saya akan mencoba melakukan apa yang Ibu katakan, terima kasih."Shelin a
Wajah Tante Gayatri pucat seketika. Mereka nyaris mencelakakan orang!"Gwen, kenapa? Nyaris saja kamu menabrak orang lain!" tegurnya pada sang anak sambil mengusap dadanya."Mami, sih! Maksudnya apa? Kenapa bilang ada sangkut pautnya segala? Aku enggak ngerti, deh.""Kamu itu suka sama Roxy, kan?""Enggak! Astaghfirullah, pelakor dong aku! Sembarangan, Mami!" sangkal Gwen kencang. Ia mulai mengendarai mobilnya lagi setelah sempat menghentikannya beberapa menit karena terkejut atas ucapan sang ibu."Jangan bohong!""Aduh, Mi. Aku itu emang kagum dengan Roxy tapi aku enggak menyukai seperti yang Mami pikirkan, aku kagum dengan Roxy itu karena dia baik, santun dan bertanggung jawab dengan anak sambungnya, tapi ketika melihat istrinya yang seenaknya begitu, aku tuh jadi kasihan, aku enggak ada mikir buat ngerebut lho, Mi. Aku cuma prihatin sama nasib dia aja."Rupanya, anak ini masih belum bisa membedakan kagum, suka dan cinta. Jelas sekali matanya saja mengatakan hal itu, tapi masih saj
{Shelin, mau aku terkena imbas atau tidak, yang penting apa yang kau alami itu harus dihentikan, kalau tidak, efeknya akan membuat hidup kamu dan Sheila semakin kacau, kau tidak mau itu terjadi, kan?}Akhirnya, Prima mengatakan hal demikian saja, tentang pertanyaan yang diberikan oleh Shelin.Terdengar tarikan napas Shelin di seberang sana, seolah bimbang dengan apa yang akan diputuskannya.{Shelin, aku jemput nanti setelah pulang kerja, kalau kamu diminta lembur, aku sendiri yang meminta izin pada Ibu Ani agar kamu diizinkan untuk keluar}{Enggak usah! Baik, baiklah, kalau gitu aku selesaikan pekerjaan aku dulu!}Prima mengakhiri percakapan. Ia memijit kepalanya yang masih terasa sakit seolah berusaha untuk mengurangi rasa sakit tersebut dengan melakukan hal itu berulang kali. Ia harus bisa mengatasi rasa sakit di kepalanya, karena nanti akan ke Samarinda lagi untuk menjemput Shelin agar ia bisa membawa wanita itu menemui seorang ustadz untuk membicarakan masalah yang selama ini men
Ancaman yang diucapkan oleh Julie cukup membuat Tante Putri terkejut. Tentu saja ia tidak mau rumah yang ia impikan tidak jadi diberikan oleh Julie untuknya lantaran perjodohan gagal.Ia harus bisa membujuk Pram untuk tidak menggagalkan rencana itu bagaimanapun caranya.Setelah Julie pergi, Tante Putri langsung ke kamar Pram untuk mengintrogasi sang anak. "Pram! Buka pintunya!" serunya di depan pintu kamar sang anak.Tidak ada sahutan dari dalam sampai Tante Putri mengulang kembali permintaannya dengan suara yang lebih besar.Kali ini pintu dibuka, Pram berdiri di hadapannya dengan wajah terlihat malas.Ia tahu, pasti ibunya akan membahas masalah Julie, itu sebabnya, Pram tidak mau lekas membuka pintu. Inginnya tidak membuka pintu, tapi apa daya suara sang ibu menggegerkan rumah, khawatir ayahnya yang tidak terlalu sehat akan terganggu dengan situasi ribut-ribut itu."Kamu itu gimana, sih? Kenapa bikin Julie kesal dan marah? Kamu ketemu Sheila segala?"Sambil menerobos masuk kamar sa
"Udahlah! Berisik aja lu, bikin gue sebel aja!"Wira berlalu dari hadapan Sumi sambil menggerutu tidak jelas. Sumi hanya geleng-geleng kepala, ia membiarkan Wira pergi karena ia juga akan pulang sebab satu sift dengan Shelin. Sementara itu mobil Prima sudah berbaur di jalan raya dengan kendaraan yang lain yang berlomba memadati kota kayu Samarinda. Sejak tadi, Shelin melihat Prima seperti menahan sesuatu, ini membuat perempuan itu jadi khawatir ada apa sebenarnya dengan Prima. "Kenapa? Kamu sakit?" tanya Shelin pada pria tersebut. "Cuma sedikit pusing."Prima tidak berbohong dengan kata pusing yang diucapkannya, sebenarnya bukan hanya pusing, Prima juga merasa kepalanya terasa berat dan sakit seperti ada beban yang menghimpitnya. "Kamu nyetir mobil dalam keadaan begitu, bahaya lho, apalagi jaraknya juga jauh, kenapa enggak pas kamu sehat aja?""Enggak papa, bukan sesuatu yang parah kok, aku juga ada pekerjaan di sini, jadi sekalian."Prima mengurangi kecepatan mobilnya ketika di
"Asal ada bukti tidak apa-apa, karena jika tidak, jatuhnya akan memfitnah orang.""Mungkin bukti nyata tidak juga, hanya sebuah kecurigaan yang saya rasakan, karena orang itu sering mengatakan hal yang sama dan berulang pada saya.""Katakan saja padanya, untuk menghentikan semuanya, lihat reaksinya, jika terlihat marah mungkin itu bisa menjadi alasan kau mencurigai tapi jika tertekan, dia bukan orangnya.""Apakah mantan suami kamu yang melakukannya, Shelin?" Sejak tadi membiarkan Shelin dan ustadz itu berbicara, Prima kembali ikut bicara, melontarkan pertanyaan, dan Shelin menghela napas mendengar pertanyaan itu."Bukan, tapi ibunya. Ibunya bahkan meminta aku untuk pergi dari kota ini, karena sialku akan terus mengikuti anaknya meskipun kami sudah bercerai," jawab Shelin pada Prima."Astaghfirullah...."Ustadz dan Prima sama-sama mengucapkan kata itu ketika mendengar apa yang diucapkan oleh Shelin."Ada kemungkinan pelakunya wanita itu, Ustadz?" tanya Prima pada sang ustadz."Meskip
Shelin yang menyadari kebingungan Prima jadi berpaling dan menatap pria itu sejenak."Ada apa?" tanyanya hati-hati."Ah, tidak. Cuma sedikit aneh, aku mengambil jalan yang benar, kenapa kita jadi kembali ke jalan sebelumnya."Prima bicara ragu-ragu, khawatir Shelin tidak percaya dengan apa yang ia katakan."Masa?"Shelin berpaling memperhatikan situasi di luar mobil untuk memastikan apakah yang dikatakan oleh Prima itu benar. Wanita itu memperhatikan dengan sangat teliti, agar tidak ada satupun yang terlewat hingga ia bisa membuktikan.Tetapi, tiba-tiba saja mobil berhenti, dan Prima memegang kepalanya yang mendadak sakit luar biasa. Ini membuat Shelin jadi khawatir."Prima, kepala kamu tambah sakit? Kita ke rumah sakit aja, ya?" kata Shelin sambil memperhatikan Prima yang terlihat payah. "Aku enggak papa, kamu bisa bawa mobil? Biar kamu yang bawa?" tawar Prima, dan Shelin jadi tidak nyaman mendengarnya."Ke rumah mantan mertua aku nanti aja, ya. Kesehatan kamu sedang enggak baik."
"Maksud kamu?" Shelin tidak mengerti dengan apa yang dikatakan oleh Prima, hingga meminta penjelasan detail pada pria tersebut."Iya, tidak ada seorang pengendara motor di samping mobil ini, aku tidak melihatnya, kau bilang ada pengendara motor, bukan? Tidak ada siapapun di situ hanya dua mobil yang bersisian dengan mobil ini."Prima kembali menjelaskan agar Shelin bisa paham dengan apa yang ia katakan.Shelin memperhatikan sisi mobil di mana Pram masih ada di situ dengan motornya. Sekarang, mobil berhenti di perempatan lampu merah. Shelin meminta Prima untuk memperhatikan baik-baik pengendara motor yang juga berhenti tepat di sampingnya."Itu, tepat di samping kamu, pengendara motor berjaket hitam, itu ayahnya Sheila, kamu sekarang bisa lihat, kan?"Shelin mengatakan hal itu sambil menunjuk ke arah luar jendela mobil di samping Prima, dan Prima mengikuti arah telunjuk Shelin."Mana? Itu mobil, tidak ada pengendara di sana, tepat di sampingku, bukan?" kata Prima sekali lagi.Ini mem
Perasaan Shelin jadi tidak karuan ketika mendengar apa yang diucapkan oleh Pram. Beberapa kali mantan suaminya itu bicara demikian tentang dirinya yang bukan pembawa sial, Pram selalu mengatakan, bahwa yang membawa sial itu dirinya sendiri."Masalah siapa yang sial, aku tidak mau tahu, karena bagiku, semua yang terjadi itu ada hikmahnya, kejadian buruk sekalipun, rasa trauma karena sudah membuat kehidupan orang lain jadi terpuruk membuat aku berpikir banyak tentang itu, dan yang mempermasalahkan ibu kamu....""Kita bahas ini di depan ibuku? Kamu mau?""Untuk apa?""Aku hanya ingin ibuku tahu aku yang ingin rujuk dengan kamu, bukan kamu, biar beliau tidak menyalahkan kamu."Shelin menghela napas. Ditatapnya Pram saat pria itu bicara demikian, hingga akhirnya perempuan itu setuju dengan apa yang diusulkan Pram, dan mereka melanjutkan perjalanan pulang khawatir Sheila mencari mereka karena sudah pergi terlalu lama.***"Julie?" Sumi terkejut ketika saat ia membuka pintu rumahnya, Julie
Sang ustadz menghela napas panjang mendengar isi pertanyaan Pram. Ia menatap Pram, Shelin dan Galih bergantian."Orang yang memberikan perintah pada seorang dukun untuk melakukan kejahatan, akan menerima balasannya sendiri, Nak. Jadi, lambat laun, Allah akan memberikan balasannya, kau tidak perlu repot untuk membalas.""Tidak perlu diperkarakan?" "Kamu memperkarakan dengan kondisi dia yang seperti itu, hukumannya juga tertunda, kepolisian akan membuat dia sembuh dulu baru proses dijalankan, biasanya hal-hal seperti itu tidak akan bisa sembuh kecuali ada mukjizat dari Allah dan orang itu sendiri bertobat, jika tidak entahlah....""Begitu, ya. Baiklah, terima kasih, Ustadz, kalau begitu kami pamit dulu, terima kasih sekali lagi." Pram, Shelin dan juga Galih akhirnya pamit dari hadapan ustadz tersebut. Mereka berpikir mungkin akan lebih baik ke rumah sakit untuk mengetahui bagaimana keadaan Ratna sebelum kembali ke kost Shelin. Shelin menghubungi Sumi untuk memastikan apakah sang ana
Galih, Pram dan juga Shelin manggut-manggut mendengar penjelasan pria tersebut. Lalu, mereka mempersilahkan orang itu untuk memanggil seorang ustadz terdekat agar bisa memeriksa keadaan pemilik rumah yang dibayar Ratna untuk praktik ilmu tak lazimnya. Beberapa saat kemudian, orang itu sudah kembali bersama ustadz yang dimaksud dan mereka langsung masuk ke rumah dukun yang dibayar Ratna untuk memeriksa apa yang terjadi, akan tetapi, ketika mereka baru saja sampai di ambang pintu, dukun itu berteriak agar mereka tidak masuk.Ustadz itu meminta yang lain untuk tetap di luar, karena pria pemilik rumah itu menatap tajam ke arahnya dengan mata yang merah entah karena apa."Pergilah kamu dari raga orang itu, jangan mengganggu manusia, kau punya dunia sendiri, jangan mengacaukan kehidupan manusia!"Ustadz itu bicara dan Pram, Galih, Shelin serta laki-laki yang memanggil ustadz itu memperhatikan dengan raut wajah yang demikian tegang. "Aku tidak akan pergi! Dia harus bertanggung jawab atas k
Pendapat Galih akhirnya diterima oleh Pram. Shelin meminta maaf pada Sumi karena sudah merepotkan wanita itu untuk membuatnya menjaga Sheila, namun Sumi meyakinkan pada Shelin bahwa ia tidak keberatan sama sekali untuk menjaga anak temannya tersebut. Alhasil, mereka segera berangkat ke tempat di mana Pram mendapatkan informasi tentang dukun yang dimaksud. Mereka berharap, informasi itu benar, karena mereka ingin masalah bisa selesai secepatnya.Setelah menempuh perjalanan yang lumayan melelahkan lantaran terjebak macet, akhirnya mereka sampai di sebuah rumah yang dikatakan rumah di mana Ratna sering terlihat datang di waktu waktu yang tidak biasa. Saat mereka mengetuk pintu rumah tersebut, cukup lama mereka menunggu pintu itu dibuka, sampai akhirnya, seseorang membukakan pintu dan terlihat heran melihat beberapa orang berdiri di depannya seperti itu. "Ada perlu apa kalian ke sini?" tanyanya dengan wajah kurang bersahabat."Ada perlu untuk mengetahui apa yang dilakukan seseorang yan
Sang ibu terenyuh mendengar apa yang diucapkan oleh sang anak angkat, ia tidak bisa berkata-kata, meskipun ada kekhawatiran yang ia simpan di dasar hati jika nanti Prima justru kembali pada keluarga aslinya, namun wanita itu tidak bisa melarang apa yang diinginkan oleh sang anak. Karena baginya, kebahagiaan Prima yang terpenting."Jaga anakku dengan baik, Julie, apapun kesalahan yang pernah kau lakukan, aku harap kau tidak melakukannya kembali terlebih pada putraku, kalau kau menyakitinya, aku orang pertama yang sangat ingin memberikan kamu pelajaran, ingat itu."Begitu pesan ibunya Prima pada Julie sebelum akhirnya perempuan itu keluar dari ruangan untuk mengurus administrasi perawatan Prima.***"Selamat ya, aku ikut senang ternyata kalian itu berjodoh, jangan ditunda untuk menikah, kalian cocok!" Shelin bicara demikian ketika mengetahui Galih dan Sumi akhirnya resmi berpacaran dan sebentar lagi akan menikah setelah meyakini kasus Pram dan juga Shelin yang terbelit masalah berkaita
Karena terkejut dengan apa yang menimpa Prima, Julie berteriak minta tolong. Ibunya Prima yang kebetulan ada di rumah segera ke ruang tamu. Tanpa berpikir panjang, ia berteriak memanggil tukang kebun agar bisa membantunya untuk membawa Prima ke rumah sakit. Julie menawarkan bantuan untuk memakai mobilnya saja. Ibunya Prima mengiyakan, dibantu tukang kebun, mereka segera membawa Prima ke mobil milik Julie dan setelah memasukkan tubuh Prima ke mobil, Julie dan wanita itu segera masuk pula ke dalam mobil. Sesampainya di rumah sakit terdekat, mereka meminta bantuan para petugas medis untuk membawa Prima ke IGD.Wajah ibunya Prima tidak tenang meskipun anak angkatnya itu sudah ditangani oleh dokter yang bertugas. "Apa yang kau lakukan pada anakku?" tanya wanita itu pada Julie. Mereka sedang menunggu dokter yang memeriksa Prima, hingga perempuan itu memutuskan untuk mengintrogasi Julie. "Aku minta maaf, Tante. Aku tidak bermaksud membuat Prima seperti itu, aku hanya ingin meluruskan se
"Benarkah? Masalah apa itu?" Raut wajah Prima semakin terlihat penasaran mendengar apa yang diucapkan oleh perempuan berambut pirang tersebut. "Kamu benar-benar tidak ingat lagi saat masa kuliah kamu dulu?" tanya Julie hati-hati, sekedar untuk memastikan, Prima masih ingat saat ia masih kuliah atau tidak."Tidak ingat."Dia benar-benar amnesia, ingatannya dihapus menggunakan ilmu kah, sampai ia tidak bisa ingat semuanya? Hati Julie bicara demikian. "Dulu, ada seorang wanita yang memperhatikan kamu secara diam-diam...."Julie mulai bercerita. Dan Prima menyimaknya dengan baik."Wanita itu tidak bisa mendekati, karena kamu sangat selektif dengan siapapun yang dekat denganmu, entah karena apa.""Lalu?""Seiring waktu, kamu yang seperti itu makin tenggelam dalam kesendirian, kamu sibuk dengan duniamu sendiri, tidak peduli dengan orang lain, hingga saat semua sibuk berpacaran, kamu justru tidak pernah suka dengan wanita sama sekali.""Kurasa aku memang orang yang seperti itu, karena ak
"Keterlaluan! Jadi, Mama melakukan ini hanya mengejar harta dan kedudukan?" Pram benar-benar tidak bisa menahan perasaannya sekarang hingga emosinya kembali tersulut meskipun Shelin memintanya untuk sabar karena mereka harus mendengarkan secara tuntas apa yang ingin diceritakan oleh Tante Putri pada mereka."Maaf, Pram, Mama yang salah, Mama memang takut hidup kita miskin, apalagi saat kamu menikah dengan Shelin, kamu itu bangkrut, Mama semakin sulit untuk menerima semuanya, Mama-""Aku yang membuat Pram bangkrut karena aku pembawa sial?" potong Shelin. "Sebenarnya, aku juga tidak tahu pasti, itu hanya pendapatku saja, karena setelah kamu dengan Pram, hidup Pram itu berantakan, aku membencimu, Shelin, lalu aku mendengar tentang nama kalian yang tidak cocok jika bersama, disitulah aku punya cara untuk membuat Pram percaya bahwa kamu pembawa sial!""Jangan salahkan Tante Putri, khusus untuk memisahkan kalian, aku juga ikut andil, aku terobsesi dengan Pram, jadi aku menerima tawaran Ra
Apa yang dikatakan oleh Sumi disetujui oleh Galih. Meskipun sekarang tidak bisa dipungkiri ia bahagia lantaran tidak menyangka ternyata ia dan Sumi berjodoh, tapi memikirkan sahabatnya, Pram yang sekarang sedang masa terpuruk, mau tidak mau membuat kebahagiaan Galih belum lengkap.Sementara itu, Shelin, Julie, Pram dan juga Sheila sudah saling berhadapan dengan Tante Putri yang masih belum dipastikan akan masuk penjara kapan karena kasus yang melibatkan dirinya masih diselidiki secara menyeluruh.Melihat kedatangan semuanya, Tante Putri tertunduk dalam. Perempuan itu merasa terpuruk sekarang dengan apa yang sudah terjadi padanya. "Tante, untuk masalah Wira dan apa yang sudah aku terima, aku tidak akan menuntut Tante asalkan Tante mau bicara apa yang sebenarnya terjadi selama ini, aku berjanji tidak akan menuntut Tante dengan alasan karena aku korban, tapi, aku harap, Tante bisa mengatakan semuanya pada kami semuanya. Tanpa bersisa."Shelin yang lebih dulu bicara, dan Tante Putri terd