Sumi tidak bisa menahan perasaan terkejutnya. Ia sampai bangkit dari tempat duduknya dan menatap ke arah seseorang yang baru saja memanggilnya dengan nama aslinya tersebut. Sementara Pram? Ia juga terkejut dengan kehadiran orang yang baru menyapa Sumi dengan panggilan Sunny, bukan terkejut karena orang itu menyapa Sumi, tapi terkejut kenapa seseorang yang tidak lain adalah Galih itu sampai menemukannya, padahal ia belum memberitahukan sahabatnya itu bahwa ia ada di rumah sakit. "Lu tau gue di sini?"Pertanyaan Pram membuat situasi antara Galih dan Sumi yang sama-sama terkejut teralihkan. Sumi mengusap wajahnya kasar sementara Galih mengarahkan pandangannya pada Pram. "Tadi di persimpangan lampu merah gue liat lu, gue panggil lu kagak dengar, abis tu gue liat lu ke sini, gue samperin aja, siapa yang sakit?" Galih menjelaskan apa yang dipertanyakan oleh Pram, sambil sesekali melirik ke arah Sumi yang mengalihkan perhatiannya pada Sheila yang masih sibuk makan es krim di tempatnya.
"Apa? Mama sakit?" tanya Sumi. Wajahnya berubah terlihat sangat khawatir dan Galih mengangguk mendengar pertanyaan Sumi."Iya, beliau sakit karena rindu padamu."Sumi terdiam. Entahlah, jika pada awalnya ia tidak pernah terpancing sedikit pun tentang kabar apa saja dari orang tuanya, sekarang tidak tahu kenapa, Sumi merasa terpancing. Perasaannya tidak enak. Ibunya jarang sakit, perempuan itu sangat menjaga kesehatan, jika sekarang sakit artinya ibunya benar-benar sudah merasa sangat tertekan."Pulang, Sumi, sebelum kamu menyesal sudah bertindak seperti ini, mumpung masih ada orang tua, kalau kau masih mau di sini, tidak masalah, asalkan kau sudah berdamai dengan mereka...."Ucapan Galih tidak direspon oleh Sumi. Perempuan itu hanya mengusap wajahnya perlahan, berusaha untuk berpikir bahwa apa yang dikatakan oleh Galih perlu dipertimbangkan. Beberapa saat kemudian, Pram keluar dari ruang rawat inap Shelin, Sumi berganti masuk karena sebuah keputusan sudah ia pikirkan setelah menerima
"Astaga, lu kenapa? Sakit? Kita periksa sekarang!"Dengan ributnya, Galih berusaha untuk memindahkan Pram dari tempat duduknya sementara salah satu petugas kebersihan langsung menghampiri mereka dan mencoba membersihkan muntahan Pram dengan segera.Galih meminta maaf pada petugas kebersihan, dan mengatakan Pram sedang sakit hingga melakukan itu semua, dan petugas itu berusaha untuk mengerti.Setelah membersihkan muntahan Pram, petugas itu pamit dan Pram meminta Galih untuk berhenti mengajaknya agar pindah tempat supaya ia diperiksa dokter.Pram menyandarkan punggungnya dan memejamkan mata berusaha untuk membaca doa dan ayat kursi seperti yang dikatakan oleh Galih. Galih mengusap pundak sahabatnya itu pula sambil membaca doa karena ia yakin Pram sekarang sedang diganggu.Beberapa saat kemudian, kedua mata Pram terbuka, wajahnya yang berkeringat dingin berangsur membaik tidak lagi ketakutan seperti tadi.Galih memberikan satu botol air mineral yang diberikan oleh petugas kebersihan tad
Pram bangkit dari tempat duduknya. Pergerakannya membuat Galih dan Sumi langsung menatapnya serempak. "Lu mau ke mana?" tanya Galih pada Pram. "Ke ruang di mana Prima dirawat.""Tapi, keadaan lu masih keleyengan gitu?""Gue harus memastikan sesuatu, sepertinya ada yang aneh dari kami berdua, kami berdua kayak sengaja kagak dipertemukan satu sama lain, lu mikir gitu kagak, sih?"Ucapan yang keluar dari mulut Pram membuat Galih jadi termangu, jika dipikirkan memang seperti itu adanya, Pram dan juga Prima seolah tidak diperkenankan untuk bertemu, tapi kenapa? "Lih, coba kamu temenin Pram, deh. Biar aku yang nemenin Mbak Shelin di sini sebelum nanti aku pulang ke rumah."Sumi akhirnya bicara demikian, dan sarannya disetujui oleh Shelin, ia juga penasaran, mengapa Prima dan juga Pram tidak bisa saling melihat, padahal seharusnya mereka bisa saling melihat karena mereka bertemu dalam jarak yang dekat. Galih mengiyakan apa yang dikatakan oleh Sumi, ia dan Pram akhirnya keluar dari ruang
Galih terkejut melihat ekspresi wajah Pram yang benar-benar di luar dugaan. "Pram! Nyebut! Istighfar, apa yang lu liat itu kalau menakutkan bukan yang harus lu liat, baca doa! Bentengi diri lu jangan sampai terperdaya!"Galih berusaha untuk membuat Pram kuat hingga ia berusaha mengingat sahabatnya itu agar bisa menguasai dirinya sekarang ini."Dia menakutkan! Dia bukan manusia!!" Teriakan Pram memancing perhatian orang lain yang hilir mudik di koridor yang sama dengan mereka. Ini membuat mereka berhenti melangkah dan memperhatikan Pram yang mundur beringsut dengan wajah yang terlihat begitu sangat ketakutan. Prima yang tidak paham mengapa Pram jadi bersikap seperti itu padanya hanya bisa diam tapi juga memasang sikap siaga. Ia benar-benar tidak habis pikir, apa yang sebenarnya terjadi hingga membuat Pram jadi ketakutan saat melihat dirinya? Sampai kemudian, Pram pingsan dan Galih meminta bantuannya untuk membawa tubuh Pram ke ruang IGD.Dokter langsung menangani Pram, dan Galih
"Aku bisa minta air?" kata Prima setelah beberapa saat hanya diam ketika mendengar pertanyaan beruntun Galih. "Bisa! Aku ke ruang Shelin dulu, kebetulan tadi aku bawa beberapa air mineral baru, aku ambilkan satu buatmu, kau tidak apa-apa aku tinggal dulu?" tanya Galih karena melihat kondisi Prima yang sangat memperihatinkan, membuat ia jadi khawatir jika meninggalkan pria itu sendirian."Aku tidak apa-apa, insya Allah.""Baiklah, aku pergi dulu sebentar."Prima mengangguk dan membiarkan Galih yang beranjak dari tempat duduknya untuk mengambil apa yang ia inginkan dari ruang Shelin. Tidak lama Galih pergi, Tante Putri yang kesal karena Pram ada di rumah sakit tapi ingin melancarkan aksi protesnya pada sang anak terpaksa mengurungkan niatnya karena Pram masih belum terlalu bisa diajak komunikasi.Ia melihat pemuda yang dimaksud Galih tadi lalu mendekati."Kenapa kau tetap di sini?" katanya pada Prima. Prima mendongak, melihat ke arah Tante Putri, dan lagi-lagi seperti tadi, ia melih
Perkataan Galih membuat Tante Putri bangkit dan langsung menatap wajah Galih dengan sorot mata tidak suka."Galih, kau terlalu banyak berspekulasi, membuat aku jadi tidak suka padamu, kau itu tidak tahu apa-apa, ini masalah keluarga kami, jadi kau tidak perlu ikut campur dalam masalah ini."Tante Putri bicara demikian membuat Pram yang tadinya hanya berbaring saja lantaran kepalanya masih terasa pusing jadi bangkit dari sikap berbaringnya. "Ma, Galih mungkin tidak perlu ikut campur dalam masalah keluarga kita, tapi, aku berhak tau apa yang sebenarnya terjadi. Apa yang sebenarnya terjadi? Mama pasti tahu sesuatu, kan?"Tante Putri beralih menatap ke arah Pram ketika sang anak bicara demikian padanya. "Bagaimana keadaanmu?" katanya tanpa merespon apa yang diucapkan oleh sang anak. "Aku sudah tidak apa-apa.""Kalau begitu, kita pulang sekarang.""Tidak, aku mau menengok Shelin.""Sudah berapa kali Mama bilang hentikan hubungan kamu dengan dia, kamu lupa? Perempuan itu memberikan kesia
"Apa maksudnya?"Tante Putri tidak mengerti maksud kata 'membunuh sekali lagi' yang dikatakan oleh Pak Kusno."Ya, karena dia masih hidup dan aku terlanjur menyegelnya lantaran kau tidak sabaran, maka dia kembali hidup tapi bukan seperti manusia murni pada umumnya.""Jadi, dia benar-benar bukan manusia, kah?""Kau melihatnya seperti apa?""Makhluk yang menakutkan.""Itulah yang membuat ia bangkit.""Jadi, dia bukan Prima asli, kah?""Kurasa bukan.""Apa yang harus aku lakukan untuk membunuh dia sekali lagi?"Pak Kusno segera membeberkan aturan yang harus dilakukan oleh Tante Putri untuk membuat Prima yang menurutnya bangkit secara terpaksa bisa kembali mati. Wajah Tante Putri terlihat tegang mendengar apa yang diucapkan oleh pria paruh baya di hadapannya itu."Apakah harus melakukan hal itu, Pak? Tidak bisa diwakilkan? Maksudku, apakah aku bisa membayar orang lain untuk melakukan hal itu?" tanyanya pada pria tersebut."Tidak bisa, yang harus melakukannya kau, karena kau adalah seseor
Perasaan Shelin jadi tidak karuan ketika mendengar apa yang diucapkan oleh Pram. Beberapa kali mantan suaminya itu bicara demikian tentang dirinya yang bukan pembawa sial, Pram selalu mengatakan, bahwa yang membawa sial itu dirinya sendiri."Masalah siapa yang sial, aku tidak mau tahu, karena bagiku, semua yang terjadi itu ada hikmahnya, kejadian buruk sekalipun, rasa trauma karena sudah membuat kehidupan orang lain jadi terpuruk membuat aku berpikir banyak tentang itu, dan yang mempermasalahkan ibu kamu....""Kita bahas ini di depan ibuku? Kamu mau?""Untuk apa?""Aku hanya ingin ibuku tahu aku yang ingin rujuk dengan kamu, bukan kamu, biar beliau tidak menyalahkan kamu."Shelin menghela napas. Ditatapnya Pram saat pria itu bicara demikian, hingga akhirnya perempuan itu setuju dengan apa yang diusulkan Pram, dan mereka melanjutkan perjalanan pulang khawatir Sheila mencari mereka karena sudah pergi terlalu lama.***"Julie?" Sumi terkejut ketika saat ia membuka pintu rumahnya, Julie
Sang ustadz menghela napas panjang mendengar isi pertanyaan Pram. Ia menatap Pram, Shelin dan Galih bergantian."Orang yang memberikan perintah pada seorang dukun untuk melakukan kejahatan, akan menerima balasannya sendiri, Nak. Jadi, lambat laun, Allah akan memberikan balasannya, kau tidak perlu repot untuk membalas.""Tidak perlu diperkarakan?" "Kamu memperkarakan dengan kondisi dia yang seperti itu, hukumannya juga tertunda, kepolisian akan membuat dia sembuh dulu baru proses dijalankan, biasanya hal-hal seperti itu tidak akan bisa sembuh kecuali ada mukjizat dari Allah dan orang itu sendiri bertobat, jika tidak entahlah....""Begitu, ya. Baiklah, terima kasih, Ustadz, kalau begitu kami pamit dulu, terima kasih sekali lagi." Pram, Shelin dan juga Galih akhirnya pamit dari hadapan ustadz tersebut. Mereka berpikir mungkin akan lebih baik ke rumah sakit untuk mengetahui bagaimana keadaan Ratna sebelum kembali ke kost Shelin. Shelin menghubungi Sumi untuk memastikan apakah sang ana
Galih, Pram dan juga Shelin manggut-manggut mendengar penjelasan pria tersebut. Lalu, mereka mempersilahkan orang itu untuk memanggil seorang ustadz terdekat agar bisa memeriksa keadaan pemilik rumah yang dibayar Ratna untuk praktik ilmu tak lazimnya. Beberapa saat kemudian, orang itu sudah kembali bersama ustadz yang dimaksud dan mereka langsung masuk ke rumah dukun yang dibayar Ratna untuk memeriksa apa yang terjadi, akan tetapi, ketika mereka baru saja sampai di ambang pintu, dukun itu berteriak agar mereka tidak masuk.Ustadz itu meminta yang lain untuk tetap di luar, karena pria pemilik rumah itu menatap tajam ke arahnya dengan mata yang merah entah karena apa."Pergilah kamu dari raga orang itu, jangan mengganggu manusia, kau punya dunia sendiri, jangan mengacaukan kehidupan manusia!"Ustadz itu bicara dan Pram, Galih, Shelin serta laki-laki yang memanggil ustadz itu memperhatikan dengan raut wajah yang demikian tegang. "Aku tidak akan pergi! Dia harus bertanggung jawab atas k
Pendapat Galih akhirnya diterima oleh Pram. Shelin meminta maaf pada Sumi karena sudah merepotkan wanita itu untuk membuatnya menjaga Sheila, namun Sumi meyakinkan pada Shelin bahwa ia tidak keberatan sama sekali untuk menjaga anak temannya tersebut. Alhasil, mereka segera berangkat ke tempat di mana Pram mendapatkan informasi tentang dukun yang dimaksud. Mereka berharap, informasi itu benar, karena mereka ingin masalah bisa selesai secepatnya.Setelah menempuh perjalanan yang lumayan melelahkan lantaran terjebak macet, akhirnya mereka sampai di sebuah rumah yang dikatakan rumah di mana Ratna sering terlihat datang di waktu waktu yang tidak biasa. Saat mereka mengetuk pintu rumah tersebut, cukup lama mereka menunggu pintu itu dibuka, sampai akhirnya, seseorang membukakan pintu dan terlihat heran melihat beberapa orang berdiri di depannya seperti itu. "Ada perlu apa kalian ke sini?" tanyanya dengan wajah kurang bersahabat."Ada perlu untuk mengetahui apa yang dilakukan seseorang yan
Sang ibu terenyuh mendengar apa yang diucapkan oleh sang anak angkat, ia tidak bisa berkata-kata, meskipun ada kekhawatiran yang ia simpan di dasar hati jika nanti Prima justru kembali pada keluarga aslinya, namun wanita itu tidak bisa melarang apa yang diinginkan oleh sang anak. Karena baginya, kebahagiaan Prima yang terpenting."Jaga anakku dengan baik, Julie, apapun kesalahan yang pernah kau lakukan, aku harap kau tidak melakukannya kembali terlebih pada putraku, kalau kau menyakitinya, aku orang pertama yang sangat ingin memberikan kamu pelajaran, ingat itu."Begitu pesan ibunya Prima pada Julie sebelum akhirnya perempuan itu keluar dari ruangan untuk mengurus administrasi perawatan Prima.***"Selamat ya, aku ikut senang ternyata kalian itu berjodoh, jangan ditunda untuk menikah, kalian cocok!" Shelin bicara demikian ketika mengetahui Galih dan Sumi akhirnya resmi berpacaran dan sebentar lagi akan menikah setelah meyakini kasus Pram dan juga Shelin yang terbelit masalah berkaita
Karena terkejut dengan apa yang menimpa Prima, Julie berteriak minta tolong. Ibunya Prima yang kebetulan ada di rumah segera ke ruang tamu. Tanpa berpikir panjang, ia berteriak memanggil tukang kebun agar bisa membantunya untuk membawa Prima ke rumah sakit. Julie menawarkan bantuan untuk memakai mobilnya saja. Ibunya Prima mengiyakan, dibantu tukang kebun, mereka segera membawa Prima ke mobil milik Julie dan setelah memasukkan tubuh Prima ke mobil, Julie dan wanita itu segera masuk pula ke dalam mobil. Sesampainya di rumah sakit terdekat, mereka meminta bantuan para petugas medis untuk membawa Prima ke IGD.Wajah ibunya Prima tidak tenang meskipun anak angkatnya itu sudah ditangani oleh dokter yang bertugas. "Apa yang kau lakukan pada anakku?" tanya wanita itu pada Julie. Mereka sedang menunggu dokter yang memeriksa Prima, hingga perempuan itu memutuskan untuk mengintrogasi Julie. "Aku minta maaf, Tante. Aku tidak bermaksud membuat Prima seperti itu, aku hanya ingin meluruskan se
"Benarkah? Masalah apa itu?" Raut wajah Prima semakin terlihat penasaran mendengar apa yang diucapkan oleh perempuan berambut pirang tersebut. "Kamu benar-benar tidak ingat lagi saat masa kuliah kamu dulu?" tanya Julie hati-hati, sekedar untuk memastikan, Prima masih ingat saat ia masih kuliah atau tidak."Tidak ingat."Dia benar-benar amnesia, ingatannya dihapus menggunakan ilmu kah, sampai ia tidak bisa ingat semuanya? Hati Julie bicara demikian. "Dulu, ada seorang wanita yang memperhatikan kamu secara diam-diam...."Julie mulai bercerita. Dan Prima menyimaknya dengan baik."Wanita itu tidak bisa mendekati, karena kamu sangat selektif dengan siapapun yang dekat denganmu, entah karena apa.""Lalu?""Seiring waktu, kamu yang seperti itu makin tenggelam dalam kesendirian, kamu sibuk dengan duniamu sendiri, tidak peduli dengan orang lain, hingga saat semua sibuk berpacaran, kamu justru tidak pernah suka dengan wanita sama sekali.""Kurasa aku memang orang yang seperti itu, karena ak
"Keterlaluan! Jadi, Mama melakukan ini hanya mengejar harta dan kedudukan?" Pram benar-benar tidak bisa menahan perasaannya sekarang hingga emosinya kembali tersulut meskipun Shelin memintanya untuk sabar karena mereka harus mendengarkan secara tuntas apa yang ingin diceritakan oleh Tante Putri pada mereka."Maaf, Pram, Mama yang salah, Mama memang takut hidup kita miskin, apalagi saat kamu menikah dengan Shelin, kamu itu bangkrut, Mama semakin sulit untuk menerima semuanya, Mama-""Aku yang membuat Pram bangkrut karena aku pembawa sial?" potong Shelin. "Sebenarnya, aku juga tidak tahu pasti, itu hanya pendapatku saja, karena setelah kamu dengan Pram, hidup Pram itu berantakan, aku membencimu, Shelin, lalu aku mendengar tentang nama kalian yang tidak cocok jika bersama, disitulah aku punya cara untuk membuat Pram percaya bahwa kamu pembawa sial!""Jangan salahkan Tante Putri, khusus untuk memisahkan kalian, aku juga ikut andil, aku terobsesi dengan Pram, jadi aku menerima tawaran Ra
Apa yang dikatakan oleh Sumi disetujui oleh Galih. Meskipun sekarang tidak bisa dipungkiri ia bahagia lantaran tidak menyangka ternyata ia dan Sumi berjodoh, tapi memikirkan sahabatnya, Pram yang sekarang sedang masa terpuruk, mau tidak mau membuat kebahagiaan Galih belum lengkap.Sementara itu, Shelin, Julie, Pram dan juga Sheila sudah saling berhadapan dengan Tante Putri yang masih belum dipastikan akan masuk penjara kapan karena kasus yang melibatkan dirinya masih diselidiki secara menyeluruh.Melihat kedatangan semuanya, Tante Putri tertunduk dalam. Perempuan itu merasa terpuruk sekarang dengan apa yang sudah terjadi padanya. "Tante, untuk masalah Wira dan apa yang sudah aku terima, aku tidak akan menuntut Tante asalkan Tante mau bicara apa yang sebenarnya terjadi selama ini, aku berjanji tidak akan menuntut Tante dengan alasan karena aku korban, tapi, aku harap, Tante bisa mengatakan semuanya pada kami semuanya. Tanpa bersisa."Shelin yang lebih dulu bicara, dan Tante Putri terd