Share

TERBONGKAR

Author: Aya Arini
last update Last Updated: 2024-10-29 19:42:56

Seperti biasa, Adinda akan menyiapkan makan siang untuk Alvin dengan mengemasnya di dalam bok seperti makanan yang dipesan dari katering. Hal ini sudah berjalan hampir dua minggu dan sampai hari ini Alvin belum menyadari jika masakan yang ia santap adalah olahan Adinda. Wanita itu memang sengaja membedakan masakan yang ia masak untuk sarapan dan makan siang, jadi Alvin tidak perlu curiga sama sekali.

“Ibu ke mana?” Adinda menjatuhkan mangkuk yang ia pegang karena terkejut. Alvin tiba-tiba saja muncul di dapur tanpa memberi tanda.

“Ah, maaf, saya ngagetin kamu?” ringis Alvin tidak enak. Lalu dengan sigap membantu Adinda memebereskan makanan yang berantakan.

“Mas Alvin kok tumben udah pulang?” tanya Adinda untuk mengalihkan rasa canggung yang tercipta. Setelah Alvin menanggalkan tatapan sinisnya, suasana yang sering terjadi di antara mereka malah penuh dengan kecanggungan.

 <

Locked Chapter
Continue to read this book on the APP

Related chapters

  • BUKAN KISAH SEMPURNA   14. JALANI, BOSAN, BERCERAI

    “Mbak Dinda ngapain?” Almira ikut duduk di lantai, berdampingan dengan Adinda yang kini terlihat sibuk mengerjakan sesuatu. “Lagi iseng aja, nggak punya kerjaan bingung aku,” jawab Adinda sembari tersenyum, lalu kembali fokus pada pekerjaan di tangannya. “Itu mau bikin tas, Mbak?” tanya Almira lagi seraya mengamati gerakan tangan Adinda di mana ada benda seperti besi kecil di tangan kanan wanita itu, sementara tangan sebelah kiri terdapat benang dengan ukuran besar yang melilit telunjuknya. “Iya, ini namanmya ngerajut,” jelas Adinda. Ia sering membuat berbagai macam benda seperti; tas, gelang, cincin, sepatu bayi. Dulu, biasanya semua barang itu ia tawarkan pada tetangga atau teman-temannya. Sekarang, ia seperti terputus dengan kontak dunia luar, sehingga apa yang ia buat memang hanya sebntuk untuk mengisi waktu luang. “Mbak Dinda itu apa si yang nggak bisa,” ujar Almira dengan tatapan kagum.

  • BUKAN KISAH SEMPURNA   15. RAHASIA ALVIN

    “Cantik sekali,” gumam Adinda sembari membuka album foto di tangannya. Isinya foto pernikahan Alvin dan juga Sofia. Hari di mana semuanya masih tampak indah dan berbagai rencana sudah tersusun rapi. Namun, hari itu juga semua tragedi berawal hingga merubah Alvin menjadi sosok yang dingin.“Dia memang cantik,” bisik Alvin sembari menatap satu titik di atas tempat tidur. Di mana di matanya, Sofia tengah terlelap begitu damai dalam tidurnya.Adinda yang akhirnya mendongak untuk melihat ekspresi Alvin saat menggumamkan kata cantik, ikut menggerakkan kepala ke arah yang sama. Ada senyum sendu yang wanita itu berikan ketika tahu ke mana mata Alvin mengarah.“Ini kalian prewed di mana? Lokasinya bagus,” tanya Adinda sengaja untuk memutus hening yang terasa tidak mengenakkan. Alvin pun terpancing dan ikut menunduk untuk melihat foto yang Adinda maksud.“Itu di Bogor,

  • BUKAN KISAH SEMPURNA   16. MENERIMA KENYATAAN

    Adinda bisa mengembus napas lega saat akhirnya Alvin menepikan mobilnya di sebuah danau buatan. Laki-laki itu turun dari mobil, lalu duduk di sebuah bangku yang menghadap ke arah danau. Ada kilau bening yang memantul, saat cahaya matahari sore menimpa air danau yang cukup tenang.“Saya nggak butuh dihibur,” ujar Alvin dingin saat sadar seseorang duduk di sampingnya. Ia tahu sejak tadi Adinda dan beberapa pengawal sewaan ibunya mengikuti mobil yang ia kendarai.“Saya nggak akan ganggu, saya hanya mau menemani Mas Alvin,” ujar Adinda lirih sembari ikut memandang riak kecil yang timbul di permukaan danau saat sebuah ranting pohon jatuh.“Saya pengin sendiri,” ujar Alvin lagi, berharap Adinda mau pergi dan membiarkan dirinya menikmati waktu tanpa gangguan siapa pun.Adinda tentu saja tidak akan melakukan perintah Alvin. “Saya tahu rasanya kehilangan seseorang yan

  • BUKAN KISAH SEMPURNA   17. CANGGUNG

    Kedua mata itu perlahan terbuka saat terdengar suara kikikan, dan bisikan lirih antara dua orang wanita. Mata Adinda yang pertama kali terbuka, dan bisa ia rasakan tubuh bagian kirinya yang pegal. Lalu, mata wanita itu memicing dengan dahi berkerut saat ada Almira dan Marlina di depannya.“Ibu, Mira?” Adinda segera melebarkan mata dan menarik diri saat sadar kini ia tengah bersandar pada bahu seseorang. Dan wanita itu langsung berdiri tegak saat mengingat apa yang terjadi.“Emm, A-aku mau mandi dulu,” ujar wanita itu bingung sembari melangkah cepat ke kamarnya. Mengabaikan kikikan geli yang kembali hadir dari bibir Almira, dan Marlina sendiri tampak menggeleng geli sembari melangkah kea rah dapur.“Ehemm! Mas Alvin sama Mbak Dinda ngapain?” goda Almira saat sosok Adinda sudah menghilang di balik pintu kamar wanita itu.Alvin malah tampak cuek karena memang tidak ad

  • BUKAN KISAH SEMPURNA   18. ANDAI ORANG ITU AKU

    Alvin terbangun dengan tubuh kaku karena semalaman tidur miring tanpa mau mengubah posisi. Bukan apa-apa, ia hanya merasa takut Adinda akan terganggu jika dia bergerak sedikit saja. Hal yang sama juga sebenarnya Adinda rasakan. Malah, wanita itu nyaris tidak bisa memejamkan mata. Dadanya terus saja berdebar dengan cara yang tidak Adinda mengerti. Sehingga pagi-pagi sekali ia sudah terjaga dan memilih mengerjakan apa pun itu bisa meredam perasaan yang membingungkan itu.Alvin menoleh ke sisi lain tempat tidur dan mengedar pandang saat tidak menemukan sosok Adinda di sana. Ia melongok kamar mandi, tetapi tidak juga terdengar gemericik air. Namun, matanya menangkap satu setelan pakaian kerja yang menggantung di depan lemari. Tanpa bisa dicegah, secuil senyum terbit dan laki-laki itu pun segera masuk ke kamar mandi untuk membersihkan diri.Tidak sampai sepuluh menit laki-laki itu sudah selesai dengan pakaian rapinya.

  • BUKAN KISAH SEMPURNA   19. IMPIAN ADINDA

    “Kamu bosen, ya?” tanya Alvin pada Adinda yang sejak tadi hanya diam di acara pertunangan sepupunya ini. Pesta tidak digelar di gedung mewah karena memang hanya akan berselang satu bulan sebelum digelar pernikahan. Alvin sendiri tidak terlalu mengerti susunan acara yang digelar karena ia sedari dulu paling enggan ikut campur sesuatu yang bukan menjadi urusannya.Adinda yang memang sebenarnya sudah ingin pulang hanya bisa meringis sungkan sebagai jawaban. Alvin yang mengerti arti dari ringisan itu, segera minta izin pada ibunya untuk membawa Adinda pulang.“Kita pulang!” ajak laki-laki itu seraya menarik pelan lengan Adinda untuk ke luar dari kerumunan orang. Sesekali menyapa orang yang dikenal dengan anggukan serta senyuman tipis.“Memangnya Mas Alvin nggak papa?” Adinda takut nanti akan ada omongan tidak baik jika mereka meninggalkan acara yang belum selesai ini. Apalagi ia tidak diaj

  • BUKAN KISAH SEMPURNA   20. PERHATIAN ALVIN

    Marlina lah orang yang paling terlihat senang saat mendengar kabar jika Alvin dan Adinda akan pergi ke Bandung hanya berdua. Meski berkali-kali putranya menjelaskan jika semua itu hanyalah urusan pekerjaan, tetapi tetap saja, bagi wanita itu ini semua adalah perkembangan yang bagus.“Pak Cakra kan tahu aku udah nikah, nggak mungkin, kan, aku pergi sendiri.” Jawaban yang Alvin beri, saat ibunya terus saja menggodanya karena mau mengajak Adinda.“Yah … kalau kamu nggak mau juga sebenarnya kamu punya banyak alasan buat nggak ngajak Adinda,” ujar Marlina. Wanita itu memperhatikan Alvin yang sedang merapikan bajunya untuk besok pagi. Sementara Adinda pamit pergi sejak pagi tadi dan belum pulang hingga malamm sudah menjelang seperti sekarang.“Ya udah apa aku batalin aja?” ancam Alvin dengan wajah kesal. Sesungguhnya ia merasa gugup karena ibunya terus saja membuatnya merasa tidak nya

  • BUKAN KISAH SEMPURNA   21. PERUBAHAN SIKAP ALVIN

    Pagi-pagi sekali Alvin dan Adinda sudah berangkat dengan menggunakan mobil yang Alvin kendarai. Kepergian dua orang itu tentu saja diiringi oleh senyum bahagia yang tidak juga luntur dari bibir Marlina. Wanita itu berharap, perjalanan tiga hari ini akan membuahkan hasil yang bagus. Sehingga saat pulang nanti, semuanya terlihat semakin membaik, dan tidak ada hal yang perlu ia khawatirkan.Marlina mengingat jelas isi perjanjian yang ia buat dengan Adinda. Jika wanita itu hanya terikat pada pernikahan dengan Alvin sampai anak laki-lakinya itu terlepas dari delusi yang selama ini menghantui. Dan termyata, semuanya berjalan begitu baik dan kini Alvin bisa sembuh meski belum secara penuh. Namun, setidaknya itu bisa Adinda gunakan sebagai alasan untuk menyudahi perjanjian yang telah disepakati. Dan Marlina sungguh tidak ingin semua ini berakhir. Mencari wanita lain untuk menggantikan posisi Sofia tidak lah mudah. Adinda adalah satu-satunya wanita yang tepat untuk Alvin

Latest chapter

  • BUKAN KISAH SEMPURNA   EPILOG

    Adinda menyibak tirai penutup jendela kaca yang membentang dari ujung ke ujung. Senyum itu merekah saat pemandangan laut lepas menjadi pemandangan indah yang kini menyejukkan mata. Rengkuhan hangat dari belakang tubuhnya membuat senyum itu merambat ke mata dan menunjukkan binar bahagia yang smakin terlihat nyata. "Gimana, suka?" tanya Alvin menciumi puncak kepala wanita yang sudah hampir dua bulan ini menjadi istrinya. Rencana bulan madu yang terus tertunda itu akhirnya terealisasi dan keduanya memutuskan untuk pergi ke Bali. Bukan memutuskan sebenarnya, Alvin mendapat tiket bulan madu gratis dari salah satu kliennya dan ternyata pelayanan yang dirinya dapat cukup berkelas. Adinda mendongak sembari menjawab, "Suka banget," katanya, lalu menepuk lengan suaminya saat satu kecupan laki-laki itu daratkan di bibirnya. Alvin hanya tertawa geli mendapat respon seperti ini. "Kamu sudah buat daftar perjalanan kita?" Laki-la

  • BUKAN KISAH SEMPURNA   53. HARI BAHAGIA

    Pesta pernikahan itu digelar dengan sederhana, tetapi terasa begitu sakral dan intim. Hanya keluarga dekat yang diundang. Bahkan rekan kerja Alvin pun hanya dipilih yang benar-benar sudah bekerja sama lama dengan laki-laki itu.Sementara Adinda sendiri tidak memiliki teman yang harus dirinya undang. Hanya teman kerja yang baru-baru ini dirinya kenal dan juga beberapa tetangga yang sering menolongnya. Untuk wali nikah sendiri, Adinda menggunakan wali hakim. Karena entah kebetulan atau bagaimana, satu-satunya om yang dirinya miliki dari pihak ayah sedang ke luar negeri dan tidak tahu kapan pastinya akan kembali. Tentu saja itu menjadi hal menguntungkan bagi Adinda, karena dirinya tidak harus berurusan dengan laki-laki yang begitu kejam itu. Bahkan jika bisa, seumur hidupnya Adinda tidak ingin lagi bertemu dengan laki-laki itu.Adinda terlihat begitu bahagia dan juga cantik hari ini. Meski sebenarnya ini bukan pernikahan yang pertama, tetapi te

  • BUKAN KISAH SEMPURNA   52. PERNIKAHAN SEDERHANA

    Adinda segera mengikuti langkah Alvin ke luar dari kafe. Dan kondisi yang terjadi selanjutnya adalah hening. Alvin sibuk dengan kemudi dan jalanan macet di depannya. Sementara Adinda sendiri bingung harus mulai menjelaskan perkara tadi dari mana."Tadi Alvaro cuman mau pamit," ujar wanita itu pada akhirnya. Tidak mau ada kesalah pahaman yang ia takutkan akan mengacaukan hari penting mereka."Dia mau pindah ke luar negeri, dan tadi itu cuman salam perpisahan." Wanita itu menoleh ke arah Alvin yang juga manatap ke arahnya dengan pandangan datar."Kenapa nggak ngomong dulu?" Kali ini Adinda mengerjab bingung."Mas Alvin nggak baca pesan aku?" Laki-laki itu tampak mengernyitkan dahi, lalu memeriksa ponselnya yang berada di dalam saku."Maaf aku nggak sempet pegang hape tadi." Penjelasan yang membuat Adinda merasa sedih karena dibohongi."Kan kamu telpon kalau aku

  • BUKAN KISAH SEMPURNA   51. ALVARO PERGI

    Adinda berusaha untuk berpikir positif dengan apa yang Alvin lakukan. Maka alih-alih menghampiri laki-laki itu, Adinda memutuskan untuk pergi ke tujuan awalnya. Mungkin calon suaminya itu membutuhkan waktu untuk sendiri. Entah apa yang sedang Alvin pikirkan saat ini. Apakah laki-laki itu menyesal dengan keputusan pernikahan ini? Adinda menggelengkan kepalanya, mencoba menghapus pemikiran buruk itu. Mengalihkan pada kegiatannya membeli barang-barang yang ia butuhkan.Kegiatan Adinda terhenti saat ponselnya berdering. Namun, wanita itu ragu untuk mengangkatnya karena sang penelpon adalah seseorang yang sudah lama sekali tidak ia temui. Adinda memutuskan untuk mengangkat panggilan tersebut saat mengingat kembali perpisahan yang mereka jalani adalah dengan cara baik-baik."Hai, Va, ada apa?" Adinda berusaha untuk santai. Meski tidak lagi memiliki hubungan dekat dengan Alvaro, tetapi mungkin mereka masih bisa untuk menjadi teman.

  • BUKAN KISAH SEMPURNA   50. PERDEBATAN

    Rasanya masih tidak percaya dengan apa yang terjadi pada hidupnya kini. Bahkan, Adinda masih sering merasa takut jika kebahagiaan yang kini dirinya rasakan hanyalah sebuah mimpi. Namun, perdebatan yang kini tengah terjadi di sampingnya seolah menyentaknya pada kenyataan hidup, di mana roda tengah berputar di atas. Bukan tentang ekonomi, tetapi roda kebahagiaan yang ia rasakan kali ini porsinya melebihi dari sekadar jumlah uang dengan nilai tinggi."Bu, Alvin sama Adinda sudah membahas ini sebelumnya, dan kami sepakat untuk menggelar pesta sederhana."Adinda yang mendengar penjelasan Alvin hanya bisa meringis bingung karena sedikit lagi akan ada yang mendebat."Nggak bisa gitu, Vin. Kita juga harus memberi kenangan buat Adinda. Meski ini bukan pernikahan pertama, tapi Adinda juga pasti ingin mengalami sesuatu yang berkesan." Marlina masih kekeh dengan pendapatnya yang dirasa benar.Adinda yang ingin m

  • BUKAN KISAH SEMPURNA   49. TAKDIR YANG UNIK

    Adinda mengernyitkan dahi saat terdengar suara mobil yang tidak lagi asing berhenti di depan rumahnya. Mungkin akan menjadi hal yang biasa jika mobil itu datang di jam biasa dirinya berangkat bekerja. Namun, kali ini jam masih menunjukkan pukul lima pagi dan wanita itu baru saja melipat mukenanya demi menjalankan salat subuh.Wanita yang masih mengenakan piyama bermotif bunga itu pun segera ke luar. Membuka pintu tepat sebelum sosok Alvin mengetuk pintu rumahnya. Kini, laki-laki itu sudah berdiri di sana sembari menunjukkan senyum menawan yang akhir-akhir ini mulai menjadi mimpi indah bagi seorang Adinda."Mas Alvin ngapain?" tanya Adinda masih dengan wajah bingung. Bukannya langsung menjawab, laki-laki di depannya malah melihat ke jam yang melingkar di tangan, sebelum kembali menatap dirinya."Kamu punya waktu sepuluh menit untuk bersiap." Alvin mengatakan itu tanpa beban, seolah Adinda tidak akan dibuat bingung.

  • BUKAN KISAH SEMPURNA   48. CUKUP DIAM DAN MENUNGGU

    "Wah, Dinda keren, ya, yang jemput mobilnya ganti-ganti terus," bisik salah satu rekan kerja Adinda. Tidak benar-benar berbisik sebenarnya. Terbukti dari jarak Adinda yang cukup jauh masih bisa mendengar obrolan tersebut. Bahkan salah satunya menghampiri Adinda yang sudah siap untuk melangkah ke luar karena Alvin memang sudah menunggunya. Dan lagi ini memang sudah waktunya pulang."Yang jemput orangnya sama nggak, Din?" Nada kepo terdengar jelas dari bibir wanita yang kini berdiri di samping Adinda.Adinda hanya tersenyum, enggan menjawab karena tahu apa tujuan orang-orang ini mengurusi hidupnya. "Saya duluan, ya. Kalian hati-hati," ujarnya sembari meneruskan langkah, mencoba mengabaikan cibiran tidak menyenangkan yang terdengar dari belakangnya."Capek?" Sambutan lembut dengan senyuman menenangkan ini sudah menjadi rutinitas yang Adinda dapat.Alvin memang selalu menyempatkan waktu untuk menjemputny

  • BUKAN KISAH SEMPURNA   47. KOMITMEN

    Senyum terus terpatri di wajah wanita itu sejak beberapa hari ini. Adinda lupa kapan tepatnya terakhir kali ia merasakan kebahagiaan seperti ini dalam hatinya. Terkadang rasa takut itu muncul. Wanita itu takut jika semua rasa menyenangkan ini hanyalah sesuatu yang semu, atau malah yang sebenarnya terjadi ini adalah mimpi. Namun, kemunculan Alvin yang setia menjemput dan mengantarkannya ke tempat kerja membuat keyakinan Adinda muncul. Ini bukan mimpi, Alvin memang tengah menjanjikan sebuah kebahagiaan untuk masa depan yang sudah ia impikan sejak lama.'Kabahagiaan itu memang nggak abadi, adakalanya kita merasa sakit. Mungkin Tuhan hanya sedang menunjukkan bahwa Dia punya kuasa untuk membolak-balikkan kehidupan manusia pada titik mana pun. Lagi pula, bukankah kita akan mengenal rasa bahagia setelah kita merasakan sebuah sakit karena penderitaan?'Entah di mana Adinda pernah mendengar kalimat seperti itu. Rasa sakit ada untuk kita lebih belajar

  • BUKAN KISAH SEMPURNA   46. MEMULAI DENGAN CARA YANG BENAR

    Adinda bisa merasakan sesuatu yang baik baru saja terjadi pada dirinya. Jika kemarin ada rasa tidak nyaman setiap kali ia bangun dari tidurnya yang tidak pernah terasa lelap. Maka kali ini rasanya sangat berbeda. Entah malam tadi ia bermimpi atau tidak. Namun, dirinya seperti merasakan kehadiran Alvin di kamar Marlina. Laki-laki itu seperti mengucapkan banyak kalimat menenangkan, dan mengecup keningnya sebelum pergi. Adinda tidak tahu itu mimpi atau bukan. Dan misalkan semua itu mimpi, sungguh itu mimpi paling nyata yang pernah ia rasakan.Maka saat dirinya keluar kamar, dan bertepatan dengan sosok Alvin yang juga baru keluar dari kamar sebelah, Adinda tidak bisa untuk tidak gugup. Namun, hal berbeda ditunjukkan oleh Alvin. Laki-laki itu tampak santai dengan senyum yang terus mengembang di bibir. Meski malam ini tidak bisa tidur dengan lelap karena terus memikirkan wanita yang sedang dihampirinya itu, tetapi Alvin merasakan jika perasaannya semakin membaik.

DMCA.com Protection Status