“Sayang?” Adam mengelus lengan Alma, “Kamu ada apa kesini?”Alma menatap Adam. Ia menyerahkan goodie bag pada suaminya itu, “Aku baru belajar masak. Cobain.”Adam mengangguk, “Makasih ya, sayang.”Alma kembali menatap Sezan, “Lo nganterin makan siang buat siapa?”Sezan gelagapan, “Eu... ini aku anterin makan siang buat abang.”Alma melihat sekeliling kolidor, “Mana bang Armand? Makan siangnya di titipin ke mas Adam?” tanyanya dengan nada ketus.“Sayang, kok gitu nanyanya?” Adam kembali mengelus lengan Alma. “Kafe kita bikin menu baru. Amih sama apih bilang bagiin aja dulu sebelum menunya jadi menu tetap. Jadi aku bawain buat mas Adam, aku titipin juga buat kamu.”Alma menatap kotak rice bowl yang hanya ada satu buah tengah di genggam Adam, “Oh, aku disuruh makan berdua sama mas Adam?”Sezan diam menunduk.Adam yang merasa tidak enak dengan sikap dan ucapan Alma yang terkesan arogan pada Sezan, menarik badan istrinya untuk segera masuk ke dalam ruangannya.“Sezan makasih banyak, y
Taksi yang ditumpangi Alma baru sampai di pelataran rumah mama. Setelah membayar argo taksi, ia turun membawa beberapa paper bag berisi kue dan buah-buahan yang Adam pesankan secara online untuk Alma bawakan ke orang tuanya. Ya sebut saja oleh-oleh pertama dari menantu. “Mamaaa!” teriaknya sebelum membuka pintu. Suaranya yang kencang membuat mama yang tengah nonton tivi bergegas keluar membuka pintu. Ketika pintu terbuka, ia mendapati anak semata wayangnya berdiri memamerkan bawaannya yang banyak.“Kamu kesini sama siapa, Ma?”“Sama taksi.”“Adam kemana?”“Mama serius nanyain menantu mama?”“Loh, emangnya kenapa? Wajar dong mama nanyain dia.”Alma nyelonong masuk karena kegerahan. Cuaca di luar sangat panas hingga membuat tenggorokannya kering kerontang. Ia berjalan sampai depan tivi dan meneguk teh tawar kepunyaan mamanya yang nangkring di atas meja. “Ya ampun, Alma. Kamu tuh dateng ke rumah orang t
“Sayang?”Alma menarik selimut untuk menutupi matanya, “Tutup, mas! Kamu ngapain sih buka celana disini? Kebiasaan deh. Pake baju tuh di kamar mandi dooong.”Adam menurut. Ia yang baru saja ikut mandi di kamar mandi kamar istrinya, dan memakai baju dan celana ganti disini segera menyelesaikan memakai celana. “Udah.”Alma perlahan menurunkan selimut dari wajahnya. Ia menatap Adam yang masih berdiri menatap ke arahnya, “Kamu kok bisa masuk?”“Bisa, soalnya aku jin.”“Mas! Yang bener aja. Kamu masuk lewat mana?”Adam tertawa, “Aku bisa masuk karena mama punya kunci serep kamar ini selain kunci-kunci serep lain yang kamu sembunyiin.”Alma manyun karena ia ketahuan menyita semua kunci serep kamar karena enggan di ganggu ketika sedang tidur.“Kamu mandi gih, terus makan, terus kita pulang.”Alma mengendikkan bahunya.“Apa itu maksudnya?”“Aku gak mau pulang.”Adam duduk di
Mama dan papa melotot ke arah Alma. Adam yang baru saja menjatuhkan remote mobilnya diam membeku. Alma yang sadar sudah mengeluarkan ucapan ancaman cerai, diam menunduk. Karena malu, ia berlari masuk ke dalam rumah.Mama menatap Adam tidak enak, “Nak Adam, maafin Alma ya. Mama bakal nasehatin dia. Mama permisi.” Mama berjalan cepat ke dalam rumah untuk memberikan nasihat pada Alma.Mama mengejar Alma sampai ke kamarnya. Saat sampai kamar, Alma langsung menutup dan mengunci pintu kamarnya, “Alma, buka! Mama mau ngomong sama kamu!”Alma menutup kedua telinganya sambil menangis di balik pintu, “Aku gak mau buka pintu. Aku tau mama bakal marah-marah."“Enggak, mama cuma mau ngobrol sama kamu.”“Bohong.”Alma menangis semakin dalam sambil memeluk lututnya. Kenapa ia sampai keceplosan mengatakan minta cerai pada Adam sih? Padahal sama sekali ia tidak berniat memberikan ancaman itu, karena nyatanya ia memang tidak menginginkan pisah dengan Adam. Ia sudah mencintai Adam meski belum mampu meme
“Mas? Kamu kok tidur di bawah?” Alma menyimpan gelas di nakas dan duduk disamping tubuh Adam yang tertidur di atas karpet bulu bawah ranjangnya.“Gak papa aku disini aja.”“Mas, jangan dong, kamu bangun, naik ke atas. Yuk.”Adam membuka matanya, “Aku pikir kamu masih marah sama aku karena makannya lama."“Maaas, gak gitu. Tadi aku ngobrol dulu sama mama.”“Oh.”“Ayo bangun, tidurnya di atas.”“Sini tarik tangan aku.” pintanya manja.Alma menurut, ia menarik lengan Adam. Dengan sengaja Adam menarik Alma ke dalam tubuhnya. Wajah mereka berdekatan, Alma bahkan sengaja menahan nafasnya karena kaget jarak mereka begitu dekat.Adam memajukkan wajahnya, dan, Cup!Bibir mereka menempel. Hanya menempel.Alma melotot dan badannya membeku. Ia menarik badannya dan duduk tegap memunggungi Adam. Sadar Alma enggan meneruskan proses itu, Adam ikut bangun dan berpindah ke atas ka
Alma tengah membantu mama membuat Banana Strudel untuk camilan sore. Meski tidak membantu banyak, tapi lumayan lah, mama bisa menyuruh Alma ini dan itu. Siang ini mama sengaja masak banyak untuk membuat Alma punya kegiatan. Beliau sangat khawatir kalau setelah menikah Alma tetap menjadi orang yang hobi tidur dan hibernasi seperti beruang yang diam di kamar seharian.“Ma, udah dong jangan bikin menu lain lagi. Capek tau.”Mama melirik Alma yang tengah manyun sambil mencuci tangannya, “Baru segini. Kamu tuh harus pintar mencuri hati suami kamu. Salah satu caranya ya ini, masak.”Alma menatap punggung mama yang tengah mengelap meja yang kotor dengan terigu, “Mas Adam bisa masak juga, jadi kalo aku masakkin dia terus, dia gak akan aneh lah.”Mama membalikkan badannya, “Justru itu. Kalo Adam bisa masak, kamu harus lebih jago dari dia. Lawan dia. Nanti juga luluh sendiri.”“Iyaaa.”“Ma, tolong angkatin Banana Strudelny
“Belle sayang.” Adam menghampiri suster Ruth yang mendorong stroller Belle. Ia memangku Belle dan menciuminya hingga puas, “Papa kangen banget sama kamu, nak.”Alma yang melilhat itu menatap malas ke arah mereka. Ia menatap suster Ruth yang mengangguk dan tersenyum sopan padanya, “Masuk, sus.”“Iya, bu.” Suster Ruth melipat sroller dan mengangkatnya ke atas teras. Adam yang anteng memangku Belle harus mengangkat telponnya yang terus bergetar di saku celananya, “Sayang, tolong pegang Belle dulu.”Alma mengernyit, “Kok aku?”“Sayang, ini aku harus angkat telpon dulu.”Alma membuang nafasnya kesal. Dengan terpaksa ia menerima Belle, “Sini.”Adam merogoh saku celananya. Ia mengangkat telpon buru-buru, “Iya, saya ke rumah sakit sekarang.” Ia menutup telpon dan mencium Belle lagi, “Belle, papa kerja dulu ya. Kamu anteng-anteng sama mami.”“Yayayayah.”Adam menatap Alma yang membuang mukanya dengan
Alma menempelkan banyak baju ke badan suster Ruth, “Kurang masuk sama karakter sus.” Ia melempar baju sembarang.“Alma, udah, aku pake yang mana aja.”Alma menatap suster Ruth, “Gak bisa gitu, sus. Kita harus pake baju sesuai suasana hati dan cuaca di luar, gak bisa sembarangan.”“Emang kalo sembarangan kenapa?”“Ya gak bagus aja.” kilahnya. Ia terus melempar baju yang tak sesuai dengan maunya ke atas kasur.“Alma, baju kamu jadi berantakkan.”“Gak papa, nanti bisa bibi beresin. Naaaah ini cocok.” pekiknya. “Pake, sus.”Suster Ruth mengambil baju dan pergi ke kamar mandi. Sedang Alma masih memilih baju untuk dirinya sendiri.Saat suster Ruth keluar dari kamar mandi, Alma sedang bersolek di meja rias. Ia melihat pantulan suster Ruth dari cermin, “Wah, cantik banget sus.”“Ma, aku lepas ya, aku gak bisa pake baju gini.” Suster Ruth terus menarik ujung dress di atas lututnya.Alma membal