Iseng Clara mengecek saldo di m bankingnya. Saldonya masih sangat tak wajar. Masih sama seperti kemarin."Belum juga ya, Om?" tanya Clara kesal di balik telepon."Hari ini temen Om ngurus ke bank," jawab Om Bastian."Ya sudah," ketus Clara."Eh tunggu. Kita lama gak ketemu, kamu gak kangen sama Om?""Clara bukan Clara yang dulu, Om. Kalau bukan karena masalah ini, Clara juga gak mungkin ngubungin, Om. Please, Om jangan lagi ganggu Clara," kata Clara setengah memohon. Wajahnya begitu memelas meski Om Bastian tak bisa melihat ekspresinya."Om sudah lihat beritanya, kamu sama dia sekarang," ucap Om Bastian.Terdengar suara Azka dari arah depan."Clara." Azka memanggil. Suaranya makin lama makin dekat. Buru-buru Clara mematikan panggilan Om Bastian itu."Hai," sapa Clara tersenyum menatap Azka, "katanya mau datang setelah jam makan siang. Sekarang masih jam sepuluh," ucap Clara seraya mengajak Azka duduk."Bingung mau ngapain di rumah, jadi aku ke sini aja," kata Azka memegang tangan Clar
Menemani Azka fitting jas yang ia pesan, Clara dibuat terpesona dengan tampannya Azka saat mengenakan setelan jas lengkap. Hatinya tiba-tiba saja berdebar dan pikiran terbayang Azka yang berdiri mengenakan jas akan mengucapkan janji suci padanya."Bagus kan, Cla?" tanya Azka.Clara hanya tersenyum."Bagus kan?" Azka bertanya lagi diiringi tawa Om Burhan yang merupakan desain langganan Azka."Eh, iya iya." Clara tersadar dari lamunannya."Ada yang gak sabar pengen jadi pengantin wanita kayaknya," ucap Om Burhan menatap Clara tersenyum.Mendengar ucapan Om Burhan, ia hanya bisa nyengir."Doain aja ya, Om." Azka menyahut."Pasti dong. Saya siap ambil andil," kata Om Burhan bersemangat."Makasih ya, Om," sahut Azka tertawa. Ia kemudian kembali ke kamar ganti dan mengganti bajunya.Pamitan dengan Om Burhan, mereka meninggalkan tempat itu. Clara tak banyak bicara, entah kenapa ia jadi kepikiran dengan apa yang ia bayangkan tadi saat di tempat Om Burhan. Hati kecilnya bertanya-tanya apakah b
Clara menatap piala yang ia terima kemarin malam. Piala yang ia susun di atas meja dalam kamarnya. Betapa ia sangat senang dengan pencapaian yang telah ia raih.Clara sudah lama tidak menerima penghargaan seperti ini. Ia lalu mengambil ponselnya, memotret piala-piala itu kemudian mempostingnya di media sosial. Senyum mengambang dibibirnya saat beberapa artis turut berkomentar dan memberikan selamat padanya.“Senyum-senyum aja nih, Mbak,” kata Bu Iin saat membuka pintu.“Ada apa, Bu?” tanya Clara menghampiri Bu Iin.“Ada Papanya Mbak Clara,” ucap Bu Iin memberitahu.“Baru datang, Bu?”“Baru aja,” kata Bu Iin. Sementara Clara menemui Papa, Bu Iin masuk ke dalam kamar Clara untuk merapikannya.Melihat Papa datang membawakan sebuket bunga, sepasang mata Clara langsung berkaca-kaca. Saking senangnya ia sampai tak bisa berkata-kata.“Selamat ya, Sayang. Papa bangga sama kamu.” Papa memberikan bunga itu seraya memeluk Clara erat. Anak perempuan yang ia besarkan seorang diri kini sudah begitu
Sedang santai menikmati siaran tivi, ekspresi wajah Ibu langsung berubah saat melihat iklan yang Azka dan Clara bintangi. Dengan cepat ia mengganti siaran tivi, sayangnya ia malah mengganti ke siaran infotainment yang sedang menanyakan Azka dan Clara yang tengah di wawancara. Hatinya makan panas saat mendengar Azka yang meminta doa agar hubungannya dengan Clara makin langgeng."Matikan aja lah. Gak ada yang benar siaran tivi," gerutunya sendiri. Ia meraih ponsel kemudian menghubungi teman lamanya itu. Teman lama yang memiliki anak seorang dokter yang ingin ia jodohkan dengan Azka. Sebelum Ibu sudah pernah berbincang dengan teman lamanya itu perihal rencana perjodohan ini. Dan sepertinya teman lama Ibu itu sangat menyambut dan tak keberatan dengan rencana Ibu. Menolak pun tidak. Bagaimana bisa menolak, karena mereka adalah keluarga terpandang di Yogyakarta yang masih memiliki hubungan dengan Sultan."Halo apa kabar, Ning?" sapa Ibu ramah di balik panggilannya."Halo, Retno. Saya kabar
Duduk bersama Bima di bangku kelas bisnis, Azka menatap gambar diri Clara melalui layar ponsel yang telah dijadikannya wallpaper. Azka sengaja tak memberitahu Ayu perihal kedatangannya ke Yogya hari ini. Ia ingin memberi kejutan untuk Ayu dengan menjemputnya di kampus."Kalau nanti Ibunya Mas Azka tambah marah gimana?" tanya Bima membuat Azka mengakhiri kegiatannya menatap Clara."Ya mau gimana lagi," sahut Azka."Jadi Mas Azka bakal terima perjodohan itu?""Ya enggak lah. Terserah, mau dapat restu atau enggak, aku baka tetap menikah sama Clara nantinya," ucap Azka.Beberapa orang yang duduk di sekitar Azka tampak berbisik."Jangan bahas itu sekarang, Bim." Azka mengakhiri percakapan mereka. Bila diteruskan, yang ada akan muncul berita-berita gak jelas di akun gosip sosial media.Setelah sempat berputar-putar di atas langit karena cuaca yang tidak bersahabat, akhirnya pesawat yang mereka tumpangi mendarat juga di bandara Yogyakarta dalam keadaan gerimis. Turun dari pesawat mereka lang
Melihat sikap Azka yang menurut sejak ia datang, Ibu sendiri yang meminta Azka untuk menginap di rumah."Mas, jangan sampai Ibu berpikir kalau Mas Azka mau untuk dijodohin sama Dara. Mas harus cepat bilang sama Ibu," kata Ayu pada Azka. Mereka berdua sedang mengobrol di kamar Ayu setelah selesai makan malam."Iya, Yu. Mas juga niat begitu," sahut Azka."Niatnya begitu?" Ayu mengulangi ucapan Azka yang terdengar ada sedikit rasa ragu di sana.Baru saja bibir Ayu ingin berucap sesuatu, pintu kamarnya dibuka secara tiba-tiba oleh Ibu."Azka, besok Ibu mau kamu jemput Dara di rumah sakit selesai dia kerja, lalu kamu ajak dia jalan," ucap Ibu dengan nada perintah kemudian langsung berlalu pergi."Ya ampun, Ibu kayak gitu banget," gerutu Ayu."Sudah biarin aja, Yu. Setelah ini Mas Azka akan bilang sama Ibu.""Bagus, Mas. Tapi besok Ayu ikut sama Mas Azka," ucap Ayu spontan."Iya terserah kamu, Yu. Sekarang kamu tidur. Mas mau tidur juga," ucap Azka beranjak dari tempat tidur lalu meninggalk
"Aku tahu maksud baik diantara orang tua aku atau kamu. Tapi aku gak bisa menerima maksud baik mereka karena aku sudah punya pilihan sendiri. Aku mohon kamu bisa mengerti ya, Dar." Dari jauh samar-samar Ayu mendengar ucapan Azka dan Dara saat ia selesai ditelpon Clara. Ayu memilih untuk bergabung dengan mereka dulu. Bagaimanapun Ayu tak ingin mengganggu omongan serius mereka.Dara tertawa kecil. "Aku tahu.""Makasih ya, Dar. Aku gak mau membuat kamu jadi berharap lebih dengan aku. Aku gak bisa. Sekarang aku hanya membuat perasaan Ibu baik-baik aja, makanya aku tidak menolak untuk menjemput dan mengajak kamu ke tempat ini," ucap Azka lagi."Iya, Mas Azka. Jangan khawatir," sahut Dara tetap memasang senyum di bibirnya. Meski sebenarnya ia merasa kecewa. Ia sangat senang saat orang tuanya mengatakan akan mengenalkan dan berharap ia bisa berjodoh dengan Azka.Obrolan kembali sedikit berwarna saat Ayu kembali ke meja dan menikmati makanan yang ada.Tak ingin terlalu malam, Dara minta untuk
Clara segera bersiap begitu mendapatkan pesan Azka. Meski ia sendiri belum tau jam berapa pesawat yang Azka tumpangi akan mendarat. Ia terlalu rindu dengan Azka hingga lupa jadwal hari ini kalau ia ada syuting iklan."Clara mana, Bu?" tanya Lisa baru datang."Lagi di kamar, Mbak. Lagi siap-siap," sahut Bu Iin yang sedang menyiapkan sarapan pagi, "mau sarapan sekali, Mbak?""Boleh, Bu," sahut Lisa sembari tersenyum. Ia berjalan menuju kamar Clara, kemudian masuk setelah mengetuk pintu."Cepat amat siap-siapnya, Cla? Syutingnya kan agak siangan," ucap Lisa duduk di tepi ranjang Clara."Hari ini ada syuting?" Clara langsung menghentikan aktivitas berdandannya dan menatap Lisa tak percaya."Ada, Cla. Siang ini kan kita syuting iklan. Kamu lupa apa gimana sih? Kemarin malam kan aku sudah ingetin kamu," kata Lisa.Wajah Clara langsung berubah."Emang kamu mau kemana sih? Pagi-pagi sudah siap-siap mau pergi," kata Lisa."Mau jemput Azka, Lis. Hari ini dia pulang dari Yogya," ucap Clara."Pesa
Hampir setiap hari melihat kemesraan Clara dan Azka di media sosial dan media elektronik, membuat mood Ibu jadi naik turun. Tak bisa salah sedikit, ia akan langsung marah. Seperti saat ini, ia baru saja menyaksikan liputan keseharian Clara dan Azka."Ret, serius amat?" Suara dari arah pintu mengalihkan pandangannya. Beberapa saudaranya datang.Wajah Ibu masih tak berubah."Kenapa sih, Mbak? Azka udah mau nikah tapi Mbak Retno masih diam-diam aja," ucap Wulan, adiknya paling kecil."Mau nikah apa?" tanya Ibu dengan wajah kesal."Itu di tivi, setiap hari isi beritanya tentang Azka sama pacarnya," timpal yang lain."Iya, Mbak. Udah fitting baju pengantin juga. Jadi nikahnya di Jakarta atau di Yogyakarta, Mbak?" tanya Wulan lagi."Kalian kalau kesini cuma mau ngomong gak jelas, lebih baik gak usah," sahut Ibu ketus."Loh? Kenapa Mbak marah? Kita ke sini kan mau dukung rencana pernikahannya Azka. Wong pacar Azka itu artis baik kok. Prestasinya gak kalah dari Azka. Kena berita negatif juga
Mengikuti apa kata Ayu, Azka dan Clara makin sering terlihat bersama di ruang publik. Melayani setiap permintaan wawancara dari wartawan. Mereka juga tak segan terlihat mesra, apalagi Azka. Ia sangat memperlihatkan kecintaannya pada Clara."Apa tadi itu gak terlalu berlebihan, Az? Bilang dalam waktu dekat ini kita akan menggelar acara pernikahan," tukas Clara begitu mereka meninggalkan tempat ulang tahun salah satu anak artis."Berlebihan? Gak dong. Apa yang aku katakan itu adalah doa. Aku berharap bisa secepatnya menikah dengan kamu, Cla," ucap Azka meraih tangan Clara. Menggenggamnya begitu erat kemudian melepaskannya.Clara menatap Azka. Semakin hari ia merasa Azka semakin menunjukkan perubahan sikap. Ia menjadi sangat perhatian dan romantis. Meski merasa tak biasa, Clara juga tak bisa menolak kalau hati kecilnya begitu bahagia dengan perlakuan yang diberikan oleh Azka.Semua itu Azka lakukan memang dari hatinya dan atas saran dari Ayu. Adik perempuannya itu memberi saran pada Azka
Azka tak membiarkan Clara lepas dari pelukan meski Clara telah mengatakan kalau ia sulit bernafas karena eratnya pelukan Azka."Kamu harus tau rasanya jadi aku yang kangen banget sama kamu, Cla," ucap Azka dengan mata berkaca-kaca."Iya aku juga kangen sama kamu, Az. Tapi ini aku gak bisa nafas," kata Clara lagi.Perlahan Azka melepaskan pelukannya dan mengajaknya untuk bicara di ruang tamu."Astaga, Bima," decak Azka melihat ruang tamunya yang berantakan."Kamu duduk aja. Sebentar aku beresin," ucap Clara langsung meraih bungkus camilan dan gelas kopi yang berserakan."Biar aku yang beresin," kata Azka mengambil apa yang sudah ada di tangan Clara."Sudah aku aja. Kenapa sih gak nurut?" Clara melotot.Melihat mata Clara yang melotot, Azka memilih untuk menurut saja. Tak mau merusak suasana pertemuan mereka."Kamu tega banget sih?" Azka menarik tangan Clara.Clara terdiam."Aku sudah ketemu solusi buat hubungan kita, Cla.""Solusi apa?" Kening Clara berkerut."Kita nikah aja. Papa kamu
Hari demi hari Azka lewati begitu saja. Rutinitas syutingnya ia lewati tanpa semangat. Mengobrol dengan orang di lokasi syuting saja hanya seadanya, pikirannya tak bisa lepas memikirkan Clara. Untung ia masih bisa fokus saat syuting hingga tak perlu take berulang kali. Bima juga selalu standby di lokasi siap mengamankan Azka."Tumben, biasanya kamu bareng Clara terus," ucap lawan mainnya yang menyadari ada yang beda dengan Azka beberapa hari ini."Lagi pada sibuk," sahut Azka singkat."Tuh wartawan juga pada nanyain kamu," ucapnya lagi menunjukkan ke arah luar lokasi."Biarin aja lah, sekali-kali buat mereka penasaran," kata Azka asal. Padahal sebenarnya ia sedang menghindar.Selesai syuting Bima langsung mengantarkan Azka ke apartemen."Aku balik dulu ya, Mas. Jangan lupa makan, Mas," pesan Bima. Beberapa hari kemarin Bima melihat makanan yang dibeli tak habis dimakan oleh Azka."Iya," kata Azka seraya masuk ke dalam lift.Setibanya di apartemen, Azka langsung menjatuhkan diri ke ata
Mengirimkan pesan pada Lisa, Clara meminta izin untuk cuti beberapa hari kedepan. Namun Lisa kembali harus mengurut dada karena Clara sudah tak bisa dihubungi lagi. Ia juga tak mungkin bertanya pada Papanya Clara karena takut akan membuat khawatir. Lisa yakin, Clara juga tak memberi tahu hal ini pada Papanya."Aduh, Azka nelpon lagi," gumam Lisa melihat layar ponselnya,Sambil menggaruk-garuk kepalanya yang tak gatal, Lisa mengangkat telepon dari Azka itu."Lis, Clara sama kamu? Dari tadi aku chat, aku telepon gak ada respon," ucap Azka di ujung teleponnya."Dia minta izin cuti beberapa hari ke depan sama aku," ucap Lisa."Cuti? Emang gak ada syuting? Terus kenapa gak bisa dihubungi?""Itu dia. Aku juga gak bisa ngehubungin Clara.""Ck. Clara," desah Azka bingung, "kamu dimana, Lis. Aku samperin ya. Sekalian aku mau keluar," lanjut Azka."Oke. Kita ketemu di rumah Clara aja," kata Lisa.***Bu Iin membukakan pintu untuk Lisa dan Azka yang datang secara bersamaan."Clara pergi jam bera
Setelah lama menghindar dari wartawan, sore ini akhirnya mereka berdua tampil di depan wartawan. Keputusan untuk menghindar ini mereka ambil untuk meredam emosi Ibu. Ia tak ingin Ibu semakin marah bila mereka langsung melakukan klarifikasi."Jadi gimana foto-foto yang beredar itu, Mbak?""Benar wanita itu yang mendekati Azka?""Menurut Mbak Clara gimana?"Pernyataan yang terlontar semua mengenai foto-foto itu."Jadi foto itu diambil oleh siapa aku juga gak tau, itu dokter yang menangani orang tua aku waktu opname di rumah sakit. Aku cuma minta penjelasan. Memang dokter itu anak dari teman orang tua aku," kata Azka menjelaskan sambil erat memegang tangan Clara yang hanya memasang senyum."Apa itu wanita yang dijodohkan sama Azka?" tanya wartawan yang lain."Jodoh aku ada di samping, ini," sahut Azka serius tapi santai merangkul Clara."Jadi berita yang beredar itu gak benar?" Wartawan-wartawan itu masih saja mencecar Clara dan Azka dengan pertanyaan meski mereka sudah berpamitan."Kita
Bima stand by di bandara untuk menjemput Azka. Setelah kesana kemari mencari tiket keberangkatan pesawat di hari yang sama, Azka akhirnya tiba juga di Bandara. Mengenakan sweater hitam serta topi lengkap dengan kacamata, ia berhasil keluar dari bandara tanpa ketahuan siapa-siapa."Makasih ya, Bim," ucap Azka begitu masuk ke dalam mobil. Ia merebahkan kursi, mencari posisi terenaknya.Bima hanya mengangguk."Kita langsung ke rumah Clara ya," lanjut Azka.Sama seperti tadi, Bima hanya mengangguk."Lagi sakit, Bim? Gak ada bunyi dari tadi." Azka merasa Bima tak seperti biasanya."Maaf, Mas," lirih Bima. "Buat apa minta maaf, Bim?""Maaf, Mas. Aku ngasih nomor ponsel Clara sama Ibunya Mas Azka," tukas Bima dengan nada penuh penyesalan."Huft. Ibu dapat nomor Clara dari kamu rupanya, Bim. Pantesan Ibu bisa nelpon Clara.""Maaf banget, Mas. Aku gak ada pilihan lain. Usaha orangtua dan sekolah adikku jadi taruhannya. Kalau Bude sampai marah, Mas Azka pasti tau apa akibatnya," lirih Bima pas
Dengan perasaan yang penuh emosi, Ibu duduk di ruang tamu dan meraih ponselnya. Ia membuka pesan Bima yang telah mengirimkan nomor ponsel Clara."Liat apa yang Ibu lakukan," gerutu Ibu menempelkan ponsel di telinganya setelah menekan gambar gagang telepon di ponselnya. Nomor ponsel yang ia tuju tak langsung terhubung. Namun di percobaan kedua, suara Clara telah ia dengar di ujung telepon."Maaf, dengan siapa saya bicara?" tanya Clara kala tak mendengar suara dari panggilan masuk itu."Halo, selamat pagi," ucap Clara lagi."Rupanya telepon saya waktu itu gak ada pengaruhnya buat kamu ya," ucap Ibu begitu ketus."Maaf ini dengan siapa? Mungkin salah sambung," sahut Clara tak berpikir aneh-aneh."Saya Ibunya Azka. Kamu tahu? Saya Ibunya Azka," ucap Ibu berulang kali penuh penekanan."Oh maaf saya gak tahu, Tante. Tante apa kabar? Sudah keluar dari rumah sakit?" tanya Clara berusaha ramah."Jangan tanya-tanya soal itu! Saya minta kamu jauhi anak saya, karena dia sudah saya jodohkan dengan
Sedang santai di menonton film, Bima dikejutkan dengan panggilan masuk dari Ibunya Azka."Hah, tumben Bude telepon? Bukannya Bude lagi di rumah sakit," gumam Bima. Awalnya ia sedikit ragu untuk mengangkat, tapi ponselnya terus menerus berdering. Berpikir ada hal yang penting, Bima akhirnya menerima panggilan itu."Selamat pagi, Bude," ucap Bima."Pagi, Bim.""Ada apa ya, Bude? Bude sudah keluar dari rumah sakit?" tanya Bima."Bude masih di rumah sakit. Bude mau minta tolong sama kamu," ucap Ibu."Minta tolong apa ya, Bude?" tanya Bima dengan perasaan yang kurang enak. Takut Bude nya itu akan minta tolong yang aneh-aneh."Bude minta nomor ponsel pacarnya Azka. Sekarang kamu kirim sama Bude," ucap Ibu. Dari nada suara yang Bima dengar, ia bisa membayangkan wajah Bude nya itu pasti sedang melotot.'Aduh, ini pasti ada yang gak beres' gumam Bima dalam hati."Bima gak punya nomor ponsel Clara, Bude," sahut Bima berbohong. Padahal pada kenyataannya ia menyimpan nomor ponsel Clara."Gak mung