Berhari-hari menempuh perjalanan, komunitas muda itu tak jua menemukan letak sungai yang dimaksud, mereka hanya berputar-putar dan selalu kembali ke tempat semula. Stok makanan sudah habis sedangkan mereka tidak tahu kapan mereka akan keluar. Nick berpikir keras untuk mendapatkan jalan yang benar, kali ini Nick merasa benar-benar dihimpit kebingungan. Sebagai ketua, ia dibebani tanggungjawab yang besar.
Lelah, Nick menuruti kemauan anggota untuk sekadar mengatur napas yang tersengal. Menuruni tanah berundak, mereka melepas penat di tanah yang datar. Satu tangkai anggur seketika menyejukkan mata, mereka terlihat seperti kawanan anjing hutan yang kelaparan.
“Berikan aku sedikit!” ucap Mehmet pada Sanskar yang berhasil mendapatkan banyak bagian.“Hei, kenapa kau memakannya terus?” Sanskar tak menghiraukan Mehmet, ia terus mengunyah semua anggur hingga tak tersisa.“Kenapa kau menghabiskannya sendiri, Sanskar? Satu biji pun kau tak menyisakannya untuk aku dan Nick.” Wajah Mehmet berubah kesal.“Aku sangat lapar dan haus!” jawab Sanskar sambil menjilati sisa anggur yang membasahi tangannya. Jawaban itu membuat Mehmet spontan memukul bibirnya.“Mehmet, apa yang kau lakukan? Di saat-saat seperti ini kau masih punya tenaga untuk memukul orang?” Nick berujar.“Itu pantas untuk orang yang serakah,” ucap Mehmet.“Ini, ambil. Aku belum terlalu lapar.” Youvee menunjukkan sebutir anggur yang belum dimakannya kemudian ia membelahnya menjadi dua bagian sebelum diberikan kepada Nick dan Mehmet. Steve, Lutfi, dan Sanskar menatap tak percaya pada Youvee. Ada penyesalan yang mengambang di mata mereka.“Terima kasih, Youvee. Sungguh itu tidak perlu, makanlah sendiri untukmu. Aku tidak apa-apa!” ujar Nick.“Lagi pula, setengah butir anggur itu tidak dapat memberikan efek apa-apa. Jika kau yang memakannya sendiri secara utuh, setidaknya itu bisa menghilangkan rasa pahit di mulutmu untuk sementara.” Mehmet menimpali, warna hitam mengkilat bola matanya menukik tajam ke arah tiga orang yang sedang salah tingkah. Akhirnya, dengan segan Youvee mengunyah buah bulat berwarna ungu pekat itu sendirian.“Nick, apa yang akan kita lakukan sekarang?” tanya Mehmet.“Ada yang tidak beres di sini! Kita tidak bisa menemui jalan lain, hanya berputar-putar saja.” “Seperti ada kekuatan tak kasat mata.” Mehmet beropini.“Jika kita berhadapan dengan sihir lalu bagaimana kita melawannya?” Youvee bergidik ngeri, seketika ia benar-benar merasakan aura mistis menerpa.“Berdoa hanya itu satu-satunya harapan kita!” Pandangan Mehmet beralih ke tasbih yang selalu menemaninya.Nick meluruskan pandangan, siapa yang akan tahu wajahnya yang tenang menyimpan banyak ketakutan. Larut dengan pikiran masing-masing, suara aneh berhasil membuyarkan lamunan. Mereka mengamati sekeliling, suara liukan berasal dari kubangan air yang dikelilingi pepohonan berbatang kecil. Nick mencoba memeriksa air keruh di sana. Sekilas, lensa matanya menangkap tubuh berwarna kecokelatan. Mungkinkah itu buaya? Belum sampai menemukan jawaban, tiba-tiba sosok yang mengusik rasa penasarannya menyembul ke permukaan memberi efek kejut yang tak terduga.“Anakonda! Lari!” Nick berkata lirih, tetapi semua orang tidak beranjak tanpa berbicara sepatah kata. Apakah mereka merasakan rasa yang sama, di mana tanah perpijakan mereka seolah berubah menjadi perekat super premium?“Aku tidak bisa lari, berdoalah untuk kali ini!” Mereka merapatkan kaki membentuk saf, mengikuti saran Mehmet.Sepanjangan empat meter, hewan berwarna kehijauan itu terlihat sempurna ketika keluar dari kubangan. Merasa paling diperhatikan, jantung Steve berdebar sangat keras hingga membuat dadanya naik-turun tak beraturan. Sepasang kaki miliknya bergetar, ada cairan yang bergerak di celana jeansnya. Jika saja di hadapan mereka tidak ada anakonda, mungkin ia akan menjadi bahan ledekan kawan-kawannya. Merasa di ambang kematian, Steve memberanikan diri untuk mengambil keputusan besar. Ia berlari sekencang-kencangnya untuk menyelamatkan diri.“Steve!” Kelima pemuda itu berteriak panik.“Dasar anak bodoh!” Nick mengumpat.Upaya Steve melarikan diri menjadi awal yang buruk, ular besar itu menjadi tergerak untuk mengejarnya. Tidak ada jalan lain bagi mereka selain harus mengikuti Steve dan mengesampingkan bahaya yang ada. Steve terjerembab di tanah yang lembab, tubuhnya bergerak mundur menghindari kontak mata ular itu. Nahas, semakin mundur semakin lembek tanah yang ada. Jangankan mundur, bergerak pun sepertinya hal yang menyulitkan.“Sial, itu lumpur hisap!” umpat Lutfi. Mereka tidak bisa melakukan apa-apa selain menyaksikan tubuh Steve yang perlahan tenggelam.Beruntung, anakonda dewasa itu melarikan diri setelah tubuh Steve tertelan lumpur dengan sempurna. Sebuah keajaiban pun terjadi, mereka melihat jalan lain di balik kabut putih setipis benang. Perasaan aneh pun menyerang ketika mereka melintasi kabut. Nick meraih ponsel di saku celana, benda pipih itu kehabisan daya. Satu-satunya alat penopang asa menjadi benda tak berguna. Nick mengomel tidak karuan. Namun, pemuda itu menyadari satu keanehan, tidak ada satu pun dari temannya yang bersuara. Nick menegakkan kepala dan berputar-putar, hanya ada Mehmet yang sibuk menatap langit.“Mehmet, ke mana mereka?” Mehmet mengangkat bahu.“Aah, shitl! Ada apa dengan hutan ini? Tidak mungkin mereka menghilang begitu saja.”“Mungkin kita memasuki kawasan angker.”Nick memindai sekeliling, mungkin benar apa yang dikatakan Mehmet. Pohon-pohon di sini terlihat tidak biasa. Ukuran batang yang besar-besar dengan serat yang menjuntai ke tanah persis seperti rambut gimbal menjadikan pohon berusia puluhan tahun itu tampak memiliki roh, aura yang berbeda juga ia rasakan menerpa tengkuknya. Namun, ia segera menepisnya.“Tidak ada tempat semacam itu, Mehmet!”“Apa kau sungguh tidak mempercayai adanya makhluk tak kasat mata?”“Itu semua hanya ada di negeri dongeng!”“Bagaima—"“Cukup, Mehmet! Hentikan bualanmu itu, kau bisa mendongengkannya pada anakmu nanti. Yang harus kita pikirkan sekarang adalah ke mana mereka semua pergi dan bagaimana cara kita keluar dari tempat ini.” Mehmet menarik napas dalam-dalam, berusaha mencerna kalimat Nick yang mengusik tempramennya.“Bagaimana kalau kita mencari jalan yang benar sambil mencari mereka.” Nick terdiam, menyerap keanehan dari kata-kata yang terlontar dari pria brewok di sampingnya. Namun, akhirnya ia mengangguk walau ada sedikit keraguan. ***Sejauh Youvee berpijak meninggalkan tempat keremangan di siang hari, ia baru menyadari bahwa dirinya telah terpisah dari rombongan sejauh ini. Kabut putih yang membayang di tengah pekatnya malam membuat pemuda itu tak mengira bahwa ia akan sampai ke bukit. Youvee melepas sneaker, warna hitamnya membuat telapak kakinya terasa panas. Mata sipitnya memicing, ada sekelebat bayangan yang melintas di hadapannya. Rasa penasaran mendorongnya untuk segera mengikuti. Sesosok makhluk berambut panjang berjalan di setapak yang bersisian dengan jurang, Youvee dapat melihatnya dengan jelas.“Apakah itu perempuan yang sama, yang tadi kulihat saat masih bersama anak-anak? Mungkinkah itu .…”Youvee terkesiap ketika perempuan itu memalingkan wajah ke arah dia mengintai. Sorot rembulan mempertegas lekuk tubuh yang ada. Youvee menelan saliva, jiwa lelakinya tiba-tiba bergejolak. Matanya tertuju pada dada yang terbungkus sehelai kain, matanya semakin liar menelanjangi semua bagian perut yang terbuka juga kain panjang yang melilit pinggang. Wanita itu melesat ke hutan ketika ia sampai ke puncak angan-angan.Youvee berlari mengikuti perempuan misterius itu, tak ingin menyia-nyiakan kesempatan yang ada. Apa pun caranya, ia harus segera mendapatkannya. Hilang tanpa jejak, Youvee mencebik. Ia memutuskan untuk kembali ke lintasan kecil di sana dengan kesal. Setidaknya di sana lebih aman walau diapit jurang dan tanah yang tinggi. Lima langkah berlalu, telinganya menangkap lolongan binatang yang tak asing di sekitarnya.“Kenapa aku harus berurusan dengannya?” Sadar diri dalam bahaya, Youvee berlari sekencang-kencangnya ke sembarang arah. Tanpa alas, kakinya berdarah-darah karena menginjak materi-materi yang tajam. Alih-alih mendapatkan wanita cantik, justru bertemu serigala jelmaan malaikat maut.“Aaauuu!”Hewan buas berbulu hitam memekik keras kemudian berjalan ringan sambil menyeringai. Youvee terbelalak, memindai hewan yang memiliki ukuran lebih besar darinya itu dengan mudah mengepung dirinya. Youvee melihat gusar di sekeliling, kesadarannya baru pulih, ternyata ia telah terjebak di tengah hutan. Pemuda itu melangkah mundur. Namun, tidak diduga-duga, serigala malam itu langsung menancapkan cakarnya ke kaki Youvee.“Buyao! Mama!” Satu gigitan membentuk lubang-lubang yang mengucurkan darah.Youvee tumbang, rontanya tak berguna. Serigala itu terus membuat sumur-sumur merah di bagian tubuh yang lain. Youvee sekarat hingga taring itu menembus daging-daging yang membungkus tulang rusuknya.
“Aaaa!”“Aaaa!” Suara teriakan membuat orang tergopoh-gopoh ingin mencari tahu apa yang terjadi. Seorang lelaki masuk dengan sangat terpaksa. Bill, pria itu melihat panik kondisi Jess. Ia mengambil segelas air, gadis itu masih berusaha mengendalikan napasnya yang memburu. Butuh waktu lima menit sebelum air mineral itu berpindah tangan, Jess meneguknya bersama butiran pil berwarna putih yang diambilnya dari sebuah botol transparan. “Terima kasih!” Jess melempar senyum kecil pada Bill, pria itu menaruh gelas yang sudah kosong di atas nakas. “Kau memimpikannya lagi?” tanya Bill sambil merapikan perkakas ranjang yang berhamburan di lantai marmer. “Maaf, kalau aku selalu merepotkanmu!” Jemari Jess menyisir poni yang terlihat memanjang. “Bukankah aku dibayar untuk itu?” Bill berujar tanpa melihat wajah Jess, mata elangnya masih melekat di lantai. Jess menarik satu sudut bibirnya kemudian mencebik ketika tangis bayi mengisi kamarnya. Mala
Di sisi sungai, Nick membasuh wajahnya. Ia melihat pantulan wajahnya di air keruh yang sudah koyak, ia melihat kegagalan dan masa depannya yang buruk. Tiga puluh hari, Nick mengembara bersama Mehmet, mencari jalan juga teman-temannya. Seringkali ia mengingat Jess juga buah hati mereka. Penampilannya kini nyaris tak dikenali. Ia dan Mehmet bertahan hidup dengan memakan buah-buahan yang tumbuh di hutan, tiga puluh hari bukan sesuatu yang mudah. Berbagai macam kesulitan datang bertubi-tubi, dan hal itulah yang membuat mereka terlihat lebih kuat. “Nick!” Suara Mehmet membuyarkan lamunannya, ia berjalan mendekati Mehmet. “Kau mendapatkannya?” Nick melihat sesuatu di tangan Mehmet. “Yeah, ini yang ke lima puluh kali setelah aku mendapatkan piranha lebih dari dua puluh kali.” Mehmet mengangkat kayu yang berhasil menusuk buruannya. “Baguslah, setidaknya kau mendapatkan ikan gabus walau cuma satu!” “Ya, setidaknya ini bisa menjadi t
Aroma lili menyeruak ke sudut-sudut ruang. Jess mematut dirinya di cermin hias, gaun hitam sepanjang lutut melekat apik di tubuhnya. Gaun ketat tanpa lengan dengan kualitas super itu melekat sesuai pahatan tubuhnya yang indah tanpa memberi efek panas dan alergi. Jess terlihat sempurna dengan sapuan lipstik glossy berwarna karamel. Rambut ikalnya digelung, memamerkan leher jenjang berhiaskan berlian kecil yang cantik. Tanpa penebal alis dan maskara, warna alis dan bulu matanya tampak tegas dan menyala. Jess berputar, memindai pantulan dirinya di cermin, raut wajahnya berubah redup. Ia mengelus bagian tangannya yang berotot. Sebelum melahirkan, bahkan urat halus pun tak terlihat. Beruntung, badannya yang sempat kurus kini mulai berisi sehingga ia tak perlu malu mengenakan pakaian-pakaian seksinya kembali. Jess menyambar kunci mobil setelah selesai mengenakan sepatu hak tinggi berwarna serupa dengan pakaiannya. Tak lupa, kacamata hitam bertengger di pangkal hidungnya yang t
Nick dengan kesendiriannya melawan rasa putus asa yang semakin kronis. Dia berjalan terseok-seok karena kehabisan tenaga. Sengatan matahari membuatnya sedikit terhuyung. Ia sangat haus dan kelaparan. Sepanjang perjalanan ia tak menjumpai makanan, hutan tropis itu seakan kering. Nick terjatuh dan kesadarannya menghilang, jiwanya terbang ke sebuah sungai. Seorang perempuan cantik bermata biru mengajaknya bermain air. Gadis itu menarik Nick ke dalam air dan pada saat ia akan tenggelam, kelopak matanya terbuka diiringi deru napas yang tak beraturan.Nick mengangkat beban tubuhnya, mimpi buruk yang baru terjadi menyuntikkan tenaga baru ditubuhnya. Ia berjalan menaiki bukit, ada gumpalan asap yang menarik perhatiannya. Susah payah melewati medan ekstrem, akhirnya ia menemukan sumber asap yang dilihatnya. Nick berjalan menembus kepulan yang membuat perih kedua aksanya, bahkan pemuda itu sama sekali tak ingat dengan peringatan pemimpin suku waktu itu.Nick terus be
Jess duduk di balkon, menyesap gulungan putih yang mengandung tar dan nikotin. Sebuah potret dilihatnya berkali-kali dengan gelisah. Elfara kecil tiba-tiba berlari ke arahnya, gadis itu tersenyum membawa sebuah lukisan di hvs. Jess menaruh foto Nick di sisi kopi panasnya. Sejak Nick pergi, kopilah yang menemani hari-harinya, tidak ada lagi cokelat panas yang menenangkan pikirannya. “Mommy!” Jess melihat kertas yang diberikan Elfara, anak itu menggambar dirinya yang diapit oleh Jess dan Nick dengan sematan sebuah kalimat “perfect family”. Jess tersenyum miris, lima tahun tumbuh menjadi gadis cantik, anak itu menginginkan hal yang sama, sosok ayah dan tentu saja kasih sayang darinya. Jess mengulurkan kembali lukisan itu tetapi ketika belum sempat diraih, kertas itu terbawa angin. Elfara berusaha meraihnya lalu tak sengaja menyenggol kopi ibunya yang masih mengepul. Pecahan gelas terdengar, cairan hitam mengenai kulitnya yang lembut. Ia segera menunduk mendapati
Bayu bertiup menyingsing dedaunan, menjalanankan tugas di alam semesta. Mehmet menyembulkan sedikit kepala dari lubang kecil yang tertutup balok, memindai keadaan sekeliling. Setelah memastikan keadaan aman, Mehmet keluar dari terowongan kecil bawah tanah. Ia berjalan ke arah sungai dengan menggenggam sebuah kapak yang terbuat dari batu yang diruncingkan dan bambu yang ujungnya juga diruncingkan.Mehmet memusatkan bola mata ke target incarannya dan dengan gerakan cepat, ia menangkap dua ekor ikan dalam waktu yang singkat. Ia membakar hasil buruannya menggunakan api yang ia hasilkan dari tenaga surya. Hidup di hutan selama beberapa tahun mengajarkannya banyak hal, terutama dalam perihal pertahanan diri.Mehmet melahap buruan tak seberapanya seraya menajamkan indera pendengaran. Pengalaman hidup menuntunnya untuk selalu mawas diri. Suara gemericik air yang tersamar di balik desau angin mengalir ke lubang telinganya. Suaranya yang sedikit berbeda dengan suara arus pad
Di kediaman Erhan, tampak seorang gadis kecil keluar dari gedung tinggi bernuansa putih tulang. Ia berjalan menuju taman kecil di samping rumah. Melihat aneka kupu-kupu yang terbang beriringan menghinggapi bunga-bunga. Senyum mengembang sekilas kemudian pupus. Bola matanya lurus, memandang kosong objek yang ada. Mendung berarak meredupkan wajah putihnya. “Elfara! Kau di sini? Aku mencarimu ke mana-mana.” Seorang wanita berusia tiga puluh tujuh tahun berlari kecil menghampiri gadis kecil yang dipanggilnya. Elfara menoleh sekilas, kemudian meneruskan aktivitasnya kembali. “Kau suka kupu-kupu itu?” Elfara diam, tak tertarik untuk menjawab pertanyaan basi wanita yang merawatnya sejak bayi itu. “Misca, apa mommy akan pulang malam lagi hari ini?” Perempuan berambut pirang itu tampak bingung dengan pertanyaan Elfara. “Em, Tante kurang tahu, sayang. Sekarang, Elfara masuk dulu, yuk! Tante sudah menyiapkan sarapan enak untuk Elfara.”
Di bawah desir bayu, pikiran Nick melayang mengelilingi sebuah memori. Nick terbelenggu dalam sebuah nama, “Jess”. Ia hanyut dalam denyut kesetiaan yang lemah. Tanpa diduga, mendung berarak di pelupuk matanya, ia tercabik dalam ruang rindu yang terasing. Mengapa ia bisa melupakan cinta sucinya setiap kali bersanding dengan wanita yang selama ini membasuh kegersangan hatinya? Berkhianat adalah ciri khas seorang pecundang bermuka dua. Dan itulah wajahnya saat ini. Gejolak di hatinya memberi efek getar di bahunya hingga sentuhan lembut seseorang tak mampu membuatnya tersadar. Tiba-tiba, pelukan lembut menghangatkan tubuhnya, menghentikan gelombang yang mengoyak kalbunya. Nick tersenyum, menatap wajah teduh wanita yang merengkuhnya. “Masma, kau belum tidur?” “Aku melihatmu sedang bersedih. Bagaimana aku bisa tidur?” “Kau harus banyak istirahat, sebentar lagi kau akan melahirkan.” “Nick!” Masma memegangi perutnya. “Apa sudah wak
“Callin?” Dev tersenyum miring mendengar suara gelisah Ezhar.“Kau menyentuh bonekaku?”“Tenanglah, aku hanya sebentar saja memainkannya!” Ezhar menjawab.“Tinggalkan kami, Ezhar! Aku ingin memainkannya sendiri.” Setelah berkata demikian, Ezhar mulai menghitung langkah dengan sorot mata penuh pertanyaan.Beberapa saat setelah kepergian Ezhar, Callin memulai aksinya. Ruangan 3x4 meter itu penuh dengan raungannya. Tidak ada apa pun yang bisa menjadi tempat pelampiasannya kecuali Dev. Callin menjadikan adiknya seperti mainan yang tidak diinginkan. Sesekali, tinju-tinjunya dilayangkan pada wajahnya sendiri. Hal itu membuat kepala Dev dipenuhi tanda tanya.“Apakah dia sedang mengingat penderitaannya?” gumam Dev.“Cih, untuk apa aku peduli soal dia!” Dev menggeliatkan sedikit badannya yang dipenuhi darah. Walaupun sedikit, pergerakannya membuat besi rantai yang membelenggu tangannya bergemerincing. Callin yang tengah berusaha untuk tenang seketika menoleh. Membalik badan dan menusuk Dev den
Boom!Dentuman menggelegar meriuhkan jagat. Angin berdebu mengaburkan penglihatan dalam sejenak. Dalam satu pukulan itu, Callin berhasil membuat seluruh tempat menjadi porak-poranda."Dev!" Michele kembali berteriak saat dia melihat Dev bertelengkup dan mengangkat kepala dengan lemah."Jika kau ingin selamat, diam dan pergilah!" Callin berkata dingin kepada Michele. Dia kemudian menyeru semua anggota yang tersisa dan mengisyaratkan Ezhar untuk pergi."Dev!" Teriakan Michele terdengar pilu. Dia harus menyaksikan Callin menyeret Dev seperti menyeret babi hutan.Di sebuah tempat tersembunyi di São Paulo, Dev diasingkan. Rumah kayu yang tak bersekat di sana akan menjadi tempat baru yang sangat mengerikan untuk Dev. Bayangan Callin akan mengulitinya hidup-hidup terus berputar di kepala dan mungkin itu akan terwujud saat Callin muncul dengan tombak bermata tiga di tangannya."Apa kau merasa lelah dengan perjalanan kita sampai kau harus tidak sadarkan diri dalam waktu selama itu?" Callin ber
"Dasar anak bodoh!" Elios membuka mata dan melihat Dev sudah ada di depannya."Kau? Apa kau berubah pikiran?" Elios menebak. Dev mendecak. Tidak bisa memahami jalan pikiran pemuda latin itu."Ikut aku!""Tidak! Aku harus mencari Devada.""Lupakan dia!""Hei, apa kau sudah gila?" Elios mendecih. Terlihat sangat tidak suka dengan perkataan Dev."Ikut aku jika kau ingin selamat." Elios memberi tanda penolakan dengan menggeleng."Kau bukan Tuhan yang menjamin keselamatanku. Bagaimana mungkin aku mengikuti orang yang tidak kukenal sementara gadis yang aku cintai sedang dalam bahaya?" Dada Dev kembang kempis. Ingin memukul Elios, tetapi pemuda itu tidak sepenuhnya salah."Kau terlalu banyak membual, Elios!" Dev berkata dingin."Membual? Apa kau tidak pernah mencintai seseorang sehingga kau bertindak seperti orang yang tidak punya hati?""Hei ... dia sudah mati!" Seketika, bentakan Dev membuat tangan Elios melayang keras ke pipi Dev."Dev! Sudah!" Michele menahan tangan Dev yang sudah terkep
"Devada? Di mana Devada?" Seorang pemuda terbangun cemas setelah pingsan dari perjalanan menuju tempat tersembunyi."Diamlah, Elios!" Dev menghentikan aktivitas tangannya. Elios terhenyak, tetapi bukan karena suara dingin Dev melainkan laki-laki yang tergeletak tak berdaya di depan Dev."Siapa kau? Apa yang kau lakukan pada orang itu?" Elios tersudut pada dipan yang menjadi dinding rumah yang mereka singgahi.Dev memutar badannya, lalu menumpahi Elios dengan tatapan kesal. Selanjutnya sebuah tanggapan dia haturkan, "Seharusnya aku meninggalkanmu saja di tempat terkutuk itu!"Dev mengangkat beban tubuhnya meninggalkan Elios yang belum pulih dari rasa syok. Hanya sebentar saja mengambil secawan air putih dia ambil dari mata air di area yang tidak jauh, lalu kembali lagi ke ruangan di mana Elios berada."Minumlah!" Dev mengulurkan gelas bambu pada Elios."Terima kasih!" balas Elios, keruh di wajahnya sudah hilang."Katakan kalau kau merasa lebih baik." Dev membalas."Maaf, aku sudah sala
"Apa hasilnya?" Dev menatap punggung seorang dokter yang baru saja memeriksa keadaannya. Dia beringsut dari brankar, lalu duduk."Tunggulah! Kau pasti akan mengetahuinya. Sekarang, kau hanya perlu pulang dan istirahat." Dokter perempuan itu berkata sambil berkutat dengan pekerjaannya."Aku tidak memiliki banyak waktu, Dokter!""Sepertinya kau tidak kalah sibuk dengan Jair Bolsonaro yang seorang pria nomor satu di Brazil." Dokter itu kemudian terbahak. Namun, keadaan menjadi hening ketika Dev menghentakkan telapak tangannya di meja."Ternyata kau sama keras kepalanya dengan ayahmu!""Jika aku menjadi pemilik rumah sakit ini, aku tidak akan membiarkan orang sepertimu menjadi tenaga kerja." Ucapan Dev membuat dokter itu mengunci tatapannya dalam sekejap."Apa kau benar-benar siap untuk mengetahui kenyataan yang sebenarnya, Dev Sasaka Erhan?" Mata tajam Dev seketika jatuh pada perempuan berseragam di seberangnya. Tidak disangka, dokter itu sudah terlebih dahulu menusuknya.Ketegangan meng
"Siapa kau?" Perempuan telanjang itu bergeming dan terus mendekati Dev dengan membawa ular di tubuhnya. Dev mengelak saat perempuan aneh itu mengendusnya."Menyingkir dariku, Jalang!" Dev terlihat marah. Akan tetapi, lawan bicaranya hanya tersenyum, memamerkan gigi taring. Saat melihat itu, seketika Dev mengerti bahwa dia sedang berhadapan dengan iblis. "Apakah kau yang mereka panggil dengan sebutan dewi?" Dev mengejek."Jika kau makin banyak bicara maka aku akan makin tertarik. Mulutmu sangat wangi dengan bau Asmodeus. Kau sudah memakan jatahku malam ini dan kau harus menggantinya." Perempuan itu berkata sambil mengendus leher Dev. Jilatan lidahnya membuat Dev merasa sedikit terlena."Apa maksudmu?" tanya Dev."Raja Asmodeus, kau adalah raja kegelapan. Setiap tatapanmu adalah mutiara. Engkau Bapak penguasa singgasana neraka. Birahi dan napsu tunduk di bawah kakimu. Aku datang sebagai kekasihmu, naungi aku dengan geloramu. Berkati aku dengan keringatmu. Aku mempersembahkan seluruh ke
Dev masih menunggu orang-orang itu melepas topeng. Dengan sabar, dia menyimak obrolan yang mungkin akan memberinya petunjuk. Seseorang datang menduduki kursi agung. Sepertinya ia adalah pemimpin kelompok. Ia berkata, "Apa kalian sudah menjalankan tugas dengan baik?" Dari suaranya Dev tahu bahwa orang itu adalah perempuan."Tentu. Semua berjalan seperti yang kau inginkan. Jess sudah mati setelah melewati penderitaan yang pantas." Seorang laki-laki menjawab. Dev merasa tidak asing dengan suara tersebut."Bagus. Semua berkat Dewi Lilith. Haimm untuknya." Wanita itu menyeru."Wanita cantik, Lilith! Kau adalah angin malam. Ketika rambut panjangmu mengalir tanpa suara, tatapanmu menusuk hati para pria. Dalam kegelapan bayanganmu tumbuh. Dark Moon Lilith, ular yang menyiksa. Aku mengagumimu tanpa rasa takut. Dewi, kau penting dan kaulah yang aku hormati. Ibu Lilith yang selamat dari sisa-sisa waktu, roh dari semua yang liar. Perwujudanmu kematian Ilahi. Aku datang sebagai anakmu. Lindungi aku
"Kau pikir aku tertarik dengan dunia sihir?" Elfara memandang gusar pada Dev."Aku tidak bertanya seperti itu, kan? Aku menemukannya di kamarmu.""Terserah kau, aku tidak peduli." Elfara berkata dingin dan Dev memilih diam. Tidak ingin memperburuk suasana hati Elfara.Sesampainya di rumah, keduanya saling diam hingga malam menjelang. Keanehan pun kembali terjadi. Dev di dalam kamarnya beberapa kali mendengar eraman naga, tetapi tidak bisa melihat wujudnya.Dalam keresahan, Dev menutup kedua lubang telinganya. Entah mengapa, tiba-tiba rasa panas mulai mengalir ke seluruh tubuhnya. Keringat mulai lolos dari pori-pori. Tetiba, Dev sangat membenci audio yang Mehmet setting putar otomatis setiap pagi, siang, dan malam. "Argh!" Dev mulai menggelinjang dan mulai merasakan listrik bertegangan rendah menyengat kakinya."Asmodeus!" gumamnya. Dia melihat makhluk berkepala tiga pada pantulan lemari kaca dengan wajah yang sangat murka."Mehmet é um inimigo em um cobertor! Você tem que matá-lo!" A
"Elfara!" Dev tergopoh-gopoh ke kamar rawat kakaknya. Gadis itu tampak sangat ketakutan."Apa ada yang menyakitimu?" Dev berusaha menenangkan Elfara."Nania! Nania menerorku!" Elfara menjawab setelah beberapa lama terpaku sejak kedatangan Dev. Genggaman Dev terlepas dari bahu kakaknya."Tenanglah! Aku akan memastikan dia tidak akan mengganggumu lagi." Sekeluarnya Dev dari kamar rawat Elfara, dia memutuskan keluar dari gedung rumah sakit."Cari tahu kebenarannya terlebih dahulu sebelum kau melakukan sesuatu." Langkah Dev terhenti di halaman depan rumah sakit."Kau mendengar semuanya. Apa kau tidak percaya pada Elfara?" Dev bertanya dengan tatapan lurus ke depan."Orang cerdas akan bersikap bijak, bukan?""Ya, aku mengamati Nania sejak lama. Aku harap kau tidak keberatan, Paman Mehmet!""Tentu. Aku selalu berpihak pada kebenaran."Dev menyiram tubuhnya yang lengket di bawah shower. Sejak dikejutkan oleh perubahan bentuk fisiknya, dia belum merasakan segarnya sentuhan air. Di bawah guyur