Liona mengepalkan tangannya tak berdaya. Wanita itu cuma bisa menatap Lia dengan kebenciannya tanpa bisa melakukan apapun untuk melampiaskannya, sebab Davin sudah membuatnya pasrah.
"Tubuhnya panas sekali, tapi panasnya sangat aneh," ungkap Lia setelah merasakan suhu tubuh Ares dengan telapak tangannya.
"Dia demam bodoh, apa kau tidak lihat?!" ujar Liona mengeram kesal.
Davin menatapnya dan segera memperingatkan Liona lewat tatapan itu. Melihat itu Liona memutar bola matanya jengah dan mendengus kasar.
'Sial habis sudah rencanaku. Gagal total gara-gara kehadiran wanita membosankan ini!' batin Liona kesal.
Sementara itu Lia segera tersenyum senang menatap Liona, dengan tatapan mengejeknya. "Aku tahu Ares demam, tapi sepertinya ini bukan sakit biasa. Suhunya lebih tinggi dari anak yang demam pada umumnya," jelas Lia memberikan keterangan, dan Davin setuju dengan itu.
<
Davin mengeras mengetahui hasil pemeriksaan dari dokter. Memar biru memang diduga bekas tamparan dan juga perkiraan sementara dokter, ada yang kurang beres dengan demam yang Ares alami. Mengetahui itu, Davin jadi marah dan tak habis pikir. Bagaimana mungkin seorang ibu kandung begitu buruk memperlakukan anaknya sendiri."Kamu pikir mudah merawat anak sendirian?" tanya Liona menuntut. "Aku selalu kesulitan, dan Ares dia itu anak nakal juga banyak maunya. Jadi bagaimana mungkin aku tak emosi?!" ujar Liona melakukan pembelaan seolah tak ada yang salah dengan yang dilakukan olehnya.Sehingga hal itupun membuat Davin naik pitam, dia selanjutnya menatap Liona dengan geram. Bahkan karena Davin pun akhirnya mengambil keputusan. Membawa Ares ikut bersamanya. Tak perduli jika Liona tak setuju dengan keputusannya."Jangan perdulikan wanita itu, cepat bawa Ares dari sini!" perintah Davin pada asisten dan juga anak buahnya yang diper
Davin dan Lia tetap menemui dokter kandungan, meski setelah bertengkar. Mereka memeriksakan kondisi calon anak mereka dan hasil lumayan mengecewakan. Lia tentu saja tak bisa tenang apalagi setelah beberapa masalah yang terjadi, hal itu berdampak buruk pada kandungannya. Membuat Davin sebagai seorang suami mendapat teguran dari dokter."Istri anda sedang mengandung dan kandungannya sedang lemah. Tolong jangan membuatnya banyak pikiran, ataupun merasa stress. Karena jika begini terus, kehamilannya bisa mengalami pendarahan lagi, atau paling parah mengalami keguguran," jelas Sang Dokter menatap Davin dengan serius.Namun Dokter belum selesai sampai di sana. Dia terlihat mengerutkan dahi sebelum kembali melanjutkan ucapannya. "Satu lagi, hal umum yang kita ketahui soal wanita hamil muda, mengenai nafsu makannya yang menurun atau bahkan tidak mau makan sama sekali. Anda juga harus pastikan itu tak terjadi dengan istri anda. Berikan suplemen yang
Lia menghabiskan waktu weekendnya dengan Amel dan juga Raka. Sementara Davin pria itu sudah pergi sejak pagi menengok kondisi Ares. Lia tak masalah dengan itu, selagi Davin, Lia takkan melarang. Lagipula dia bukan orang tanpa perasaan yang sampai hati memisahkan ayah dari anaknya.Lia juga merasa tak perlu memperingatkan Davin untuk adil, sebab Lia percaya pria itu bisa melakukannya. Selama ini Davin sudah menunjukkan seperti apa sosoknya saat menjadi seorang ayah. Dia penyayang dan penuh perhatian, melebihi Lia sebagai orang tua, Davin sangat penyabar.Meski ceritanya akan berbeda saat pria itu menjadi suaminya. Lia pikir perbandingannya sangat kontraks. Mungkin seperti malaikat dan siluman."Bagaimana kandunganmu, Nak? Apakah ada keluhan atau sesuatu yang membuatmu sedikit tidak nyaman?" tanya Amel membuka suara.Lia menatap ibu mertuanya, kali ini perasaan benci dan sulit memaafkannya sudah mulai
Lia menatap beberapa potong pakaian baru untuknya. Terlihat sangat indah dan bahannya sangat nyaman dipakai. Lia bahkan berpikir itu mungkin saja adalah rancangan khusus dan eksklusif. Menatap ke arah Davin, Lia menatap dengan serius juga menuntut penjelasan."Itu semua untukmu istriku. Aku paham dengan baik dan bahkan sudah berkonsultasi soal menangani wanita hamil mulai dengan hal terkecil, termasuk pakaian. Ternyata itu juga penting untuk menciptakan kenyamanan, jadi aku pesan khusus untuk kamu," jelas Davin dengan sungguh-sungguh dan penuh ketulusan."Tapi tidak harus seberlebihan ini. Buang-buang duit," ujar Lia mendesah kasar.Davin menggelengkan kepala seraya menghampiri Lia, lalu duduk di sebelahnya dan merangkul bahunya. "Ini sudah seharusnya, ini kewajiban ku dan kamu harus menerimanya.""Aku paham kamu sangat peduli dengan calon anak kita, tapi memakai pakaian lama juga tidak masalah. Liha
"Mas!!" teriak Lia dengan begitu keras dan juga cukup syok.Tidak, bukan pipinya yang baru ditampar tapi Liona. Davin sudah terlihat seperti kesetanan dan membuat Lia sangat syok. Debar jantungnya bergemuruh hebat, apalagi karena tamparan itu sampai membuat Liona mundur beberapa langkah dan hampir jatuh. Bibirnya bahkan berdarah.Namun, belum juga pulih dari keterjutannya, Davin tiba-tiba menyentak ponsel yang di pegang Lia. Ponselnya Liona. Lalu dengan tak terduga Davin membantingnya cukup keras. Ponsel itu akhirnya harus berakhir dengan miris dan juga hancur."Aku masih diam soal ini Liona, aku tidak menuntutmu bahkan setelah aku tahu segalanya dari ibuku. Kau tahu kenapa?" Davin menatap penuh amarah dan kebencian lewat sorot matanya yang tajam. "Itu karena sampai sekarang aku masih cukup sabar, dan juga sadar kau itu ibunya Ares. Akan tetapi keputusanku salah, kau ternyata berulah dan melakukan cara murah*nmu untuk me
Davin terbangun dari tidurnya kemudian menemukan tak Ada Lia disebelahnya. Awalnya Davin terlihat biasa saja, dan tak berpikiran buruk sama sekali. Sampai kemudian dia melakukan sedikit peregangan, dan meraih gelas minum yang terisi penuh serta tersedia di nakas samping tempat tidur.Davin mengerut, sedikit heran menatap segepok uang dan selembar kertas di sana."Lia!" panggil Davil setengah berteriak. Dia belum membaca tulisan kertasnya, dan selanjutnya Davin malah minum terlebih dahulu. Saat belum mendapatkan jawaban, barulah kembali berteriak."Apa ini Lia, kenapa ada uang di sini dan kertas ini kenapa di sini jug--" Davin segera menghentikan ucapannya lalu meneguk ludahnya kasar menemukan tulisan yang tidak pernah dia bayangkan sama sekali."Sial!" umpat Davin cukup frustasi melihat tulisan, 'bayaranmu untuk semalam,' di dalam selembar kertas itu.Buru-buru Davin pun bangkit
Liona mendesah kasar, setelah dari restoran dia menyeret kopernya ke tempat lain. Sial. Uangnya kini tinggal tiga juta. "Hahh, cukup untuk apa ini, sedikit sekali!"Liona memijat kepalanya yang berdenyut nyeri. Tak ada yang bisa diandalkan olehnya sekarang, bahkan jika itu keluarganya. Mengangkat kartu debitnya, Liona menjadi lebih pusing lagi."Sepertinya aku akan menjadi gembel sebentar lagi!" ujarnya sambil meringis ngeri.Namun di saat itu, dia masih tak berpikir untuk berhemat. Wanita itu bahkan saat akan ke ATM untuk mencairkan sisa uangnya, masih saja naik taksi dengan biaya pengantaran yang lebih mahal dari kendaraan lainnya.Memang selain dalam ATM sisa tiga juta, dia masih mempunyai uang cash beberapa ratus ribu rupiah. Namun tentu saja nominal itu tidak bisa dijadikan penyelamat untuknya. Uang sekecil itu tak ada harganya bagi seorang Liona yang biasa hidup wah dan poya-poya.
Liona sedang bersantai di kamarnya ketika tamu istimewa dari orang tuanya tiba. Wanita itu segera dipanggil turun dan dia segera mengerutkan dahinya heran."Siapa mereka, Ma?" tanya Liona heran pada ibunya yang bernama Sarah."Calon suamimu," jelas Sarah ibunya dengan santai.Membuat Liona kaget, tapi saat dirinya akan bertanya lebih lanjut. Ibunya Sarah pamit sebentar dan menariknya ke dapur."Aku tidak mau menikah dengan pria lain jika itu bukan Davin, Ma. Apalagi tampangnya itu, lihatlah dia seperti monster!" protes Liona dengan tak terima.Sarah langsung geleng-geleng kepala dan berdecak. "Ckckck, Liona-Liona, mau sampai kapan kamu mengejar Davin yang tak jelas itu. Lebih baik Mahendra, setidaknya dengan menikahinya kamu bisa mendapatkan hartanya dan juga melunasi hutang judi papamu!" jelas Sarah memberitahu.Liona sedikit kaget mendengar fakta itu kemudi
"Tidak ada yang perlu dikhawatirkan. Perempuan itu sudah menjerumuskan dirinya sendiri ke dalam masalah. Dia menikah dengan salah satu CEO yang perusahaannya pernah bekerjasama sama dengan kita, Pak," jelas Kevin memberitahu.Davin menganggukkan kepala, lalu tanpa menyela. Dia menggunakan gesture tubuh yang meminta agar asistennya itu melanjutkan ucapannya."Pak Mahendra pebisnis di bidang properti yang istrinya itu sedang sakit parah, dan di rawat di rumah sakit Singapore. Dia dan saudaranya sengaja menjebak nona Liona, karena wanita itu merupakan saudara seayah dari istrinya.""Bagus. Aku suka kerjamu! Teruslah seperti itu dan dapatkan bonusmu. Hm, tapi mulai sekarang Kau bisa menghentikan pengawasan terhadap perempuan itu. Aku yakin seorang Mahendra tidak akan melepaskannya lagi, sehingga Dia tidak akan bisa lagi menjadi pengacau dalam keluargaku," jawab Davin puas, dan Kevin mengangguk senang.
“Apa yang Tante katakan, bukankah Kita sudah setuju dan setuju?!” Juga terlihat prajurit berkuda dan kecewa. Sementara ibu Linda Lia justru terlihat merasa bersalah."Maafkan Tante, Nak. Semua ini murni kesalahanku. Aku terlalu terpengaruh oleh balas dendam dan juga emosi. Sampai tidak berpikir panjang. Lia masih punya suami dan sekarang Dia sudah mempunyai dua orang anak. Sangat egois jika Aku memaksamu terus bersama dengan putriku. Terlebih lagi Kamu ini lajang dan pantas mendapatkan wanita yang lebih baik dari Lia."Alsen mengusap rambut kasar.
Sejak hari di mana Amel bersujud di kaki besannya, kehidupan pernikahan anak dan menantunya mulai membaik. Hari ini tepat saat hasil tes DNA antara Davin dan Ares akan keluar, setelah dua minggu lalu mereka melakukan tes. Amel harap setelah ini semua masalah dan kesusahan anak juga menantunya akan berakhir.Hari yang sama di saat suaminya Linda keluar dari rumah sakit. Kesempatan yang tepat untuk memberitahu hasil tes dan meluruskan segalanya."Ares memang bukan anaknya Davin, syukurlah Mama senang mendengar hal ini. Setidaknya anakku tidak bersama orang yang pernah berani menghianatinya!" ujar Linda merasa senang, tapi tidak dengan suaminya yang terduduk di kursi roda. Meski tak mengatakan apapun, tapi Dia tak menunjukkan reaksi apapun.Davin merasa lega, begitu juga Lia dan Amel merasa senang karena merasa inilah akhir dari drama yang membuat anak juga menantunya terpisah. Sementara Kiandra tak ada di
"Selama ini aku sudah tahu Ares bukan cucuku. Aku tahu Liona berbohong dan memalsukan kelahirannya. Dia mendapatkan Ares dari panti asuhan. Namun Aku diam saja, dan terus saja egois berpikir mungkin dengan itu dia akan memberiku cucu yang nyata. Anaknya Davin sendiri.Namun, kemudian Aku mulai menyadari saat aku mulai menyayangi Ares. Selama ini aku memang membutuhkan cucu, pewaris keluargaku, tapi anak asing juga tak masalah. Bukan karena Aku tak mau cucu kandung sendiri, tapi untuk apa cucu kandung jika karena itu anakku tidak pernah tidur lagi dengan nyenyak, tidak pernah menikmati hidupnya lagi dan paling buruk harus dibayangi wanita benalu yang cuma ingin uangnya saja," jelas Amel dengan sangat serius sambil kemudian mengusap air matanya yang terus turun.Dia benar-benar sangat menyesali perbuatannya. Meski selama ini, Lia tak melakukan apapun untuk membalasnya, tapi penyesalannya adalah rasa sakit yang mungkin tidak akan pe
Linda terlihat sangat marah, saat Lia baru saja pulang. Ibunya itu langsung menghadang dan menginterogasinya. "Dari mana saja kamu? Habis bersenang-senang dengan suamimu yang tidak punya hati itu?!""Ma, dia itu ayah dari anak-anakku. Lagipula sudah seharusnya kami bersama. Setelah papa pulang dari rumah sakit, aku juga akan kembali padanya!" jelas Lia dengan tegas."Apa kamu bilang? Jadi kamu tidak mau meninggalkan pria tak tahu diuntung itu? Dimana akal pikiran kamu Lia, mudah sekali kamu putuskan itu? Dia sudah menyakitimu!" tegas Linda tak habis pikir."Mama juga sudah menyakiti aku, Ma. Bukan hanya Mas Davin!" ujar Lia kelepasan. Dia sudah lelah meladeni ibunya, bukannya tidak hormat, tapi kehidupannya juga adalah miliknya. Dia berhak memutuskannya."Papa, Mama dan bahkan Kiandra. Kalian sama sekali tak mendengarkan aku, kalian membuangku tanpa belas kasih. Memangnya kenapa jika aku
"Maaf ... ak-aku tidak bermaksud menyembunyikan ini darimu. Aku tidak ingin kamu salah paham," ujar Lia sedikit trauma lima tahun lalu di mana Davin meragukannya."Jangan mengatakan hal seperti itu lagi," jawab Davin serius, sambil kemudian mengangkat dagu istrinya, sebab wajah itu sempat menunduk dan terlihat takut.Jujur saja, perasaan Davin cukup tercubit melihat Lia demikian. Penyesalan datang, dan Davin sesak mengingat bagaimana dirinya sudah tidak mempercayai perempuan yang bahkan sudah seperti budak cintanya itu. Bahkan dirinya sampai hati menyakiti dan berulang kali menyiksanya.Namun apa yang didapatkan olehnya sekarang, itu semua seakan tak adil. Lia sungguh pemaaf atau mungkin keibuan wanita itu yang lebih mementingkan kebahagiaan anak-anaknya, sehingga tetap bertahan di sisi Davin. Entahlah, apapun itu yang pasti selanjutnya Davin hanya ingin membahagiakannya."Aku
Lia masuk ke kamarnya saat Davin baru saja keluar dari kamar mandi. Pria itu tak mengenakan apapun selain selembar handuk yang melingkari pinggang sampai lututnya. Melihat itu Lia segera meneguk ludahnya kasar, sambil kemudian dengan cepat meletakkan nampan makanan di atas meja.Davin tersenyum menyeringai, gemas melihat aksi salah tingkah istrinya. "Kamu masih aja kayak anak perawan, masa kamu masih nggak biasa gitu sih ngeliatin aku yang seperti ini?""Ch, apaan sih Mas?!" Lia memelototi Davin dengan tajam."Padahal udah bulat gitu loh, perut kamu Sayang," ujar Davin melanjutkan dan menggoda istrinya."Udah! Jangan bicara lagi. Lebih baik pakai sana pakaian kamu Mas, atau mau masuk angin saja nanti?!" ujar Lia memperingatkan, sambil kemudian buang muka.Davin mengangguk patuh, tapi kemudian dia malah bicara dengan sesuatu yang membuat Lia jengkel. "Baju aku nggak ada, Sayang ..
Davin terbangun lebih dahulu dan menemukan Lia pulas dalam pelukannya. Pria itu lantas tersenyum lalu mendaratkan kecupannya. Sayangnya hal itu malah membuat Lia istrinya terganggu dan bahkan terbangun."Mas ....""Iya, Sayang," jawab Davin dengan lembut sambil mengusap pipinya Lia, kemudian beralih pada perut istrinya yang lumayan buncit karena hamil itu."Kamu kok masih disini, nanti mama dan Kiandra tahu bagaimana?" tanya Lia sedikit khawatir sambil dirinya berupaya bangkit dibantu Davin yang sigap untuk duduk. Wanita itu memang agak kesulitan melakukan hal semacam itu sekarang, tapi bukan hal yang aneh, itu hal yang biasa yang dialami ibu hamil."Tidak akan kenapa-napa Sayang. Tidak akan ada yang tahu aku di sini dan lagipula semalam kamu juga tidak lupa mengunci pintunya bukan?" jawab Davin menenangkan Lia supaya tak panik."Aku tahu, tapi ... hm, Mas maafkan aku, maafkan ke
Kiandra pulang dengan wajah kusutnya, tapi sepertinya itu bukan karena kurang tidur atau karena harus menjaga ayahnya semalaman di rumah sakit. Hal itu bahkan tak pernah jadi masalah untuknya, meski letih dan lelahnya cukup menguras tenaganya."Kamu kenapa, Kiandra?" ujar Lia bertanya, karena merasakan perbedaan pada adiknya itu.Menghela nafasnya kasar, Kiandra menggelengkan kepalanya. Kemudian menghampiri rak gelas dan mengambil salah satu gelas, mengisinya dengan air minum kemudian meneguknya."Apa kamu punya masalah, kamu bisa ceritakan padaku Kia. Aku kakakmu, siap berbagi masalah denganmu!" tegur Lia dengan serius.Wanita itu cukup peka akan sesuatu yang diperlihatkan oleh tatapan adiknya yang tidak bisa ditutupi."Jangan cemaskan aku dan menikah dengan Kak--" Kiandra terlihat meneguk ludahnya kasar sebelum kemudian dia melanjutkan ucapannya dengan segera. "Kak Alsen secepa