(POV Jamie)Shakira. Wanita itu ... cinta pertamaku. Setelah sekian lama kami terpisah oleh jarak dan waktu, hari ini aku dipertemukan kembali dengan perempuan yang hingga kini masih saja menyapa dalam mimpi.Wajah manis Shakira yang sedap dipandang tidak pernah berubah. Masih setia sederhana tanpa polesan. Tubuhnya juga tetap ramping sama seperti waktu gadis dulu.Hanya saja sinar matanya tampak begitu sendu. Redup tanpa kebahagiaan. Seakan hidupnya penuh dengan kehampaan. Seperti diriku yang juga amat merana saat pertama kalinya meninggalkan dia.Keadaan Shakira juga tampak memprihatinkan. Lekuk tubuhnya yang indah harus terbungkus dengan pakaian lusuh. Sementara bibirnya yang kering, seakan menjadi penanda kalau dia sering menahan makan.Hati ini kian tergerus perih saat Sandrina berujar jika Shakira adalah seorang single mom. Benarkah Shakira sudah pernah membina biduk rumah tangga lagi? Jika benar, kenapa juga bercerai kembali?Apakah suami keduamu juga tidak mampu memberikan keb
(POV Jamie)"Pagi, Jamie." Mama menyapa hangat. Aku yang sudah rapi dengan kemeja putih berdasi garis-garis hitam mendekat. Kedua orang tuaku tengah makan pagi bersama. "Lihat, Pa! Putra kita dari hari ke hari makin tampan saja," puji Mama sambil mengigit sandwich-nya.Aku hanya mengulum senyum mendengar pujian dari Mama. Lalu mulai ikut menikmati sarapan pagi yang berupa roti tawar berlapis daging asap dan sayuran."Bagaimana dengan cabang distro yang baru kamu buka, Jam?" tanya Papa datar. Pria itu bertanya, tetapi pandangan tidak tertuju padaku. Matanya fokus pada roti yang tengah ia iris itu."Lancar, Pa." Aku menjawab usai menenggak jus jeruk dalam gelas panjang."Bagus. Lalu bagaimana hubunganmu dengan Nina?" Kali ini Papa serius menatapku yang duduk tepat di hadapannya.Paling malas jika Papa sudah mulai mengungkit hubunganku dengan Sandrina. Sambil mengelap bibir dengan tisu, otak ini sibuk mencari jawaban yang tepat untuk pertanyaan yang dilontarkan Papa."Eum ... aku belum b
(POV Jamie)Semenjak pertemuan kembali dengan Shakira, otak dan hatiku selalu menyebut namanya. Tiba-tiba aku didera rindu pada Ibu, Salwa, dan Ayahnya Shakira. Mereka adalah keluarga yang amat baik padaku.Ibu yang selalu lembut. Memperlakukan aku seperti anak laki-lakinya sendiri. Sedangkan Ayah, pria itu memang lemah. Namun, nasihatnya amat bijak. Menyentuh dan selalu berkharisma.Sementara Salwa, remaja itu ... mungkin dia sudah menjelma menjadi wanita dewasa kini. Entah seperti apa mukanya sekarang, tapi aku yakin pasti Salwa tumbuh menjadi gadis yang cantik.Dia sedikit lebih supel dari pada Shakira. Bisa mudah memulai obrolan terlebih dahulu. Dan dulu Salwa begitu menghormati aku sebagai kakak iparnya.Bagaimana kehidupan mereka sekarang? Apakah sakit lumpuh Ayah sudah bisa disembuhkan?Awal-awal menetap di negeri singa, aku begitu sulit melupakan kehangatan keluarga itu. Butuh waktu bertahun-tahun untuk melupakannya. Dan hanya karena bertemu dengan Shakira yang mungkin hanya s
Rasanya tidak sabar untuk menemui Aldi. Seperti biasa lelaki itu menolak ajakan untuk bertemu denganku. Namun, aku tidak kehilangan akal. Akan kudatangi Aldi ke rumahnya. Kebetulan rumahnya belum pindah. Jika Aldi benar-benar sibuk, akan kutanyakan pada keluarganya kapan lelaki itu ada di rumah. Karena jika menanyakan langsung ke Aldi pasti tidak akan dijawab.Pucuk dicinta ulam pun tiba. Tampak mobil Aldi tengah terparkir di halaman rumah. Kediaman Aldi sudah sedikit berubah. Lebih rapi dan kini telah berlantai dua. "Ja-Jamie?" Seketika Aldi mematung ketika membukakan pintu untukku."Hai! Aku boleh masuk?" Aku menyapa dengan santai.Bibir Aldi meringis kaku. "Silahkan!" Dia mundur memberi jalan untukku masuk. Ruang tamu ruang Aldi tampak begitu berbeda dari terakhir aku bertandang. Kursi tua telah berganti dengan sofa minimalis berwarna putih. Serupa lantai keramik yang tengah kupijak ini."Aku buatkan minuman dulu." Aldi pamit ke belakang. Sambil menunggu Aldi membuat minuman, m
(Pov Shakira)"Om Aldi!"Kimie berseru gembira melihat kedatangan lelaki yang sudah ia anggap seperti Paman kesayangannya. Ketika tangan Aldi menyerahkan sebuah boneka panda besar, Kimie melonjak girang."Terima kasih banyak, Om. Kimie sayaaang banget sama, Om," ucap anakku sambil memeluk pria yang sudah delapan tahun ini menemani kami."Om, juga sayang Kimie," balas Aldi sambil mengecup kilat pipi mulus Kimie."Kok cuma Kimie doang yang dibawakan oleh-oleh. Buat aku mana, Kak?" tanya Salwa dengan sedikit manja."Nih!" Aldi menyerahkan bungkusan yang kuketahui itu adalah martabak manis."Wahhh ... makasih banyak ya, Kak." Salwa menerima bungkusan itu dengan cengiran senang. Kemudian gadis itu menggandeng tangan Kimie masuk untuk menikmati panganan manis tersebut."Kamu lagi ngapain, Ki?" tanya Aldi begitu Kimie dan Salwa berlalu."Biasa lagi nyari kerjaan," sahutku tanpa mengalihkan perhatian dari koran. Aku tengah melingkari lowongan pekerjaan pada surat kabar tersebut."Bisa kita bi
(Pov Shakira)Entah kenapa ada sekelumit rasa kecewa yang bercokol di hati. Namun, aku langsung menggeleng tegas. Aku dan Jamie sudah lama tidak ada ikatan. Wajar jika dia menjaga sikap. Aku saja yang teramat bodoh dengan masih berharap lebih.Langkah gontai kuayun. Walau pun dingin, setidaknya Jamie memberiku kesempatan untuk bekerja. Dan ini cukup untuk menenangkan Salwa.Kimie menyambut kepulanganku dengan ceria. Seperti biasa dia menunjukkan nilainya yang sempurna. Aku tersenyum samar. Aku tidak bahagia. Tatapan dingin Jamie membuat hatiku mati rasa.Aku masuk ke kamar. Berbaring. Wajah Jamie dan Aldi bergantian memenuhi alam pikiran. Jamie cinta sejatiku, sedangkan Aldi lelaki paling baik yang pernah kukenal.Aku membuka lemari. Mengambil kotak kecil. Cincin emas putih dengan permata merah hadiah ulang tahun dari Jamie.Air mataku menitik. Jamie bekerja keras demi bisa membeli kado ini dulu. Namun, aku tidak menghargainya. Aku yang amat frustasi karena kematian Gibran justru melu
Aku menghela napas panjang. Galau berat membuat aku membisu untuk beberapa saat. Sementara sorot mata Jamie menuntutku untuk lekas berbicara.Baiklah ... aku harus jujur. Ibu benar, Jamie adalah ayah kandung dari Kimie. Dia berhak tahu keberadaan anak itu.Lagian aku kenal wataknya. Jamie bukan tipe pria jahat. Pastinya dia tidak akan merampas Kimie dari tanganku. Jika pun itu terjadi aku akan siap pasang badan sampai titik darah penghabisan."Kira?""Iya, Jam." Aku menyahut pelan, "jadi gini ...." Kutata hati sekuat mungkin. "Dulu sewaktu kita resmi bercerai, ternyata aku tengah me--""Selamat siang, Mas Jamie." Pengakuanku harus tertunda minat kedatangan Sandrina. Wanita itu menyelenong masuk tanpa mengetuk pintu terlebih dahulu. "Hei! Ada Mbak Kira. Apa kabar, Mbak?" Gadis yang hari ini tampak modis dengan outfit kekinian. Celana Khaki warna cream ia padu padan dengan kemeja hijau tosca yang ia masukan ke dalam celana. Tangannya menjijing bungkusan."Baik." Aku membalas pelan denga
(POV Jamie)Kurasa mempekerjakan Shakira adalah keputusan yang tepat. Dia wanita yang super. Biar pun sudah punya calon suami yang siap sedia menanggung segala beban. Shakira tidak mau hanya sekedar berpangku tangan. Walau pada akhirnya, aku kena tegur Aldi."Kenapa harus nerima Kira kerja sih, Jam?" sungut Aldi tanpa mau memandangku.Lelaki itu mengunjungiku untuk tanda tangan kontrak usai mengantar Shakira. Usai membubuhkan paraf tidak kusangka Aldi mengajukan pertanyaan seperti itu. Wajah keruh dan gesturenya menandakan jika dia tengah termakan cemburu."Ya, karena dia butuh perkerjaan." Aku menjawab tenang. Aku sendiri sedang fokus memeriksa laporan."Bukan karena ingin balikan sama dia lagi?"Tebakan asal dari Aldi membuatku mengangkat wajah dari layar monitor. "Maksud kamu apa?" Tatapan tajam dariku membuat Aldi salah tingkah."Jam ... aku sangat mencintai Kira. Delapan tahun aku menunggu dia.""Aku gak akan ngerebut Kira darimu. Percaya deh!" janjiku tegas. Melihat Aldi terdiam
Pov author"Alhamdulillah!"Shakira meraupkan kedua tangannya pada wajah. Air matanya merembes. Namun, ini air mata kebahagiaan dan haru. Anaknya baru saja lolos dari maut."Aku ingin ketemu bayiku, W*." Shakira merengek. Ia ingin sekali melihat rupa putrinya. Dalam mimpi wajah sang putri terlihat samar."Nanti kalo Mbak Kira pulih, kita lihat bareng, ya." Salwa membujuk lembut.Shakira mengangguk manut. Pengaruh anastesi sudah mulai menghilang. Wanita itu meringis menahan perih di perut bekas sayatan operasi. Untuk menyamarkan sakit, dirinya memilih memejam kembali.Sementara itu Ibu yang kepayahan dari tadi siang merasa amat lelah. Wanita itu merebahkan tubuh pada sofa kecil yang tersedia di ruang itu. Tidak sampai lima menit dirinya sudah menyelami alam mimpi.Di sisi lain Salwa merasakan lapar yang menghebat. Terakhir kali ia makan tujuh jam lalu di kampusnya. Dia ingin mengajak Ibu. Namun, melihat sang Ibu tertidur dengan lelapnya, Salwa memilih pergi sendiri. Gadis itu meninggalk
Pov Jamieidaaak!"Aku berseru takut. Sementara Ibu Siti dan Salwa pun sudah pecah tangisnya. Beruntung ada dokter didampingi perawat yang masuk untuk memeriksa bayi lain."Dokter, tolong bayi saya," mohonku dengan suara yang bergetar."Iya, Bapak mohon tenang dan tunggu di luar, ya." Pria berseragam itu mengangguk pelan."Tolong lakukan yang terbaik untuk anak saya, Dok. Berapa pun biayanya akan saya bayar," desakku saking ketakutannya."Iya, Bapak tunggu di luar, ya!"Perawat pendamping dokter pun mendorong tubuhku untuk ke luar ruangan. Salwa dan Ibu Siti cukup patuh untuk beranjak sebelum disuruh. Sementara beberapa tenaga medis masuk untuk ikut melakukan tindakan.Aku yang merasa tidak bertenaga bersandar pada dinding. "Kamu harus kuat putraku," kataku pada diri sendiri.Mata ini kembali menatap ruangan di depan. Rasanya tidak sanggup jika harus melihat putriku kecilku yang tengah mendapatkan penanganan.Tiba-tiba saja aku teringat Allah. Aku perlu menghadap Sang Pencipta. Akan k
Lampu di atas pintu kamar operasi telah padam. Pertanda jika operasi telah usai. Hati ini kian dag dig dug rasanya. Harap-harap cemas. Ketika pintu terbuka, aku, Aldi, dan Sandrina langsung bangkit berdiri. Aku sendiri lekas beranjak menemui dokter pria yang sedang membuka masker wajahnya. "Dok, bagaimana keadaan istri saya?" Aku bertanya dengan penasaran."Seperti yang sudah sangat saya jelaskan. Ibu dan anak sama-sama dalam keadaan bahaya," tutur Pak Dokter terdengar hati-hati. "Dan sesuai persetujuan jika kami harus memprioritaskan ibunya dulu--""Jadi anak saya gak selamat?" Aku menyambar karena takut. Rasanya tubuh ini terasa lemas. Dokter itu membetulkan letak kacamatanya. "Beruntungnya kami bisa menyelamatkan keduanya."Ucapan dokter tersebut laksana air es yang mengguyur kekeringan di hati ini. "Alhamdulillah!" Aku, Aldi dan Sandrina lagi-lagi kompak berseru karena lega. Tidak lupa aku langsung sujud syukur. "Terima kasih banyak ya Allah ...." Tangan ini meraup wajah deng
(Pov Jamie) "Shakira?!"Seseorang memanggil nama istriku. Shakira sendiri mengangkat wajah. Wajahnya yang pucat menjadi pertanda jika dia teramat kesakitan."Kamu gak papa, Kira?"Ternyata yang memanggil Shakira adalah Aldi. Pemuda itu datang bersama Sandrina. Keduanya gegas jongkok untuk menolong Shakira. Sedangkan aku masih membeku melihat darah merembes dari paha Shakira."Ini sakit banget, Nina," desis Shakira dengan tangan mencengkeram lengan Sandrina."Jamie, kok kamu cuma diam saja sih?" tegur Aldi tampak gemas, "cepetantolong selamatkan istri kamu!" desak Aldi sambil mengguncang lenganku.Aku tergagap. Syok membuat aku tidak mampu berpikir panjang. Dan sebenarnya diri ini sangat takut jika melihat darah. Namun, demi melihat wajah pucat Shakira aku harus kuat."Sa-kiiit ...." Shakirara merintih."Tolong jangan bicara lagi, Kira. Ini hanya akan membuatku semakin panik," pintaku kalut.Tanganku gemetar meraih pundak Shakira. Perlahan kuangkat tubuh wanita yang terus saja mendes
Malam minggu ini aku di rumah berdua saja sama Jamie. Kimie dari kemarin dibawa mama dan papanya Jamie untuk menginap di rumah mereka. "Jam, pergi nonton film di bioskop, yuk!" ajakku pada pria yang sedang asyik bermain game pada gadgetnya. Jamie menatapku dengan lekat. "Nonton film di bioskop?" Dia justru mengulangi perkataanku. "Iya nih, aku pengen banget nonton film KKN Di Desa Penari. Lagi sibuk banget nih di media sosial," jawabaku dengan wajah yang mupeng. "Jangan aneh-aneh deh, Kira." Mata Jamie kembali tertuju pada layar ipadnya. "Anehnya di mana? Orang istri pengen nonton film kok dibilang aneh," sahutku sedikit sewot. "Bukannya hari perkiraan lahir anak kita sebentar lagi?" tukas Jamie masih setia memainkan jarinya pada layar sentuh tersebut. "Lagian bukannya kamu paling anti sama film horor," imbuhnya sambil sedikit melirik padaku. "HPL anak kita masih dua minggu lagi kok." Aku mendekati pria yang malam ini begitu wangi itu. Padahal kemarin-kemarin aku justru membenc
(POV Jamie) Yesss!" Aku meninju udara. "Terima kasih ya Allah," ucapku tulus sembari meraup wajahnya. "Yeahhh!"Aku kembali berseru gembira usai menerima telepon dari Shakira. Istri tercintaku mengabarkan habis test pack dan hasilnya positif.Tanpa berpikir panjang, aku bangkit dari kursi bersandaran tinggi ini. Blazer yang menyampir pada sandaran kursi lekas kukenakan. Setelah rapi kuraih ponsel dan kunci mobil baru melangkah ke luar menuju meja Tia, sekretarisku."Saya izin pulang, ya. Mau temani Shakira ke dokter," pamitku pada perempuan berkaca mata itu."Memang Bu Kira sakit apa, Pak Jamie?" tanya Tia tampak serius.Aku tersenyum kecil. "Kami mau cek ke dokter kandungan."Mulut Tia terbuka. "Ibu Shakira hamil?"Aku mengangguk pelan. "Barusan dites sih positif, tapi kami butuh kejelasan dari dokter. Doakan semoga berita ini benar, ya.""Aamiin." Tia langsung meraup wajahnya dengan kedua tangan. "Sebelumnta selamat ya, Pak.""Sama-sama."Aku pun beranjak meninggalkan perempuan itu
Selain beribadah, Jamie juga membawaku jalan-jalan ke tempat yang romantis yaitu Jabal Rahmah atau bukit kasih sayang. Jabal Rahmah adalah bukit kecil dengan ketinggian sekitar tujuh puluh meter.Tempat itu diyakini sebagai tempat bertemunya kembali Adam dan Hawa setelah berpisah ratusan tahun. Usai mereka diturunkan ke bumi dari surga karena mereka memakan buah terlarang yakni buah khuldi. Padahal Allah SWT sudah melarang tetapi setan terus menggoda.Bagi umat Islam sendiri Jabal Rahmah memiliki nilai sejarah yang cukup penting. Sebab di tempat tersebutlah Nabi Muhammad SAW menerima wahyu terakhir. Yakni pada saat beliau menunaikan Haji Wada atau Haji terakhir dan sedang melakukan wukuf.Tempat ini terletak persis di padang Arafah, pinggiran timur kota Makkah. Sengatan terik matahari yang tajam tidak menyurutkan niat kami untuk mendaki bukit tersebut. Di atas bukit pemerintah Arab Saudi sudah membangun sebuah Tugu. Tugu tersebut diyakini sebagai tempat bertemunya Nabi Adam dan Hawa.
Keesokan harinya aku dan Lutfi mengisi waktu masih untuk bersantai di dalam hotel. Tujuan kami datang ke tanah suci selain untuk umroh juga memang ingin berbulan madu. Apalagi kami masih merasakan lelah setelah perjalanan panjang kemarin.Pukul delapan pagi waktu setempat aku dan Jamie turun untuk sarapan. Kebetulan kami mendapatkan fasilitas breakfast buffet. Di mana restoran tersebut menyajikan aneka makanan dan minuman.Berbagai sajian mulai dari hidangan pembuka sampai hidangan penutup tepah disediakan, ditata, dan diatur di atas meja buffet atau meja panjang. Pengunjung bisa bebas memilih dan mengambil makanan sendiri sesuai dengan selera makan mereka.Kebetulan pagi itu menu sarapannya adalah English breakfast. Pilihan aku jatuh pada sepotong roti bakar dengan olesan cokelat, telor omelet, sosis bakar, segelas cokelat hangat, dan beberapa potong buah semangka dan melon. Sementara Jamie mengambil roti panggang dengan olesan butter, daging asap, kacang yang dimasak dengan saos tom
Setelah puas berlibur dan menenangkan diri di vila Jamie selama seminggu, kami pun kembali ke Jakarta. Jamie langsung membawaku dan Kimie ke rumahnya sendiri. Rumah yang ia tinggali beberapa bulan terakhir saat ia memutuskan untuk hidup mandiri.Hal itu tentu saja membuat Kimie senang. Karena akhirnya mempunyai kamar pribadi sendiri. Selama ini dia harus berbagi ranjang denganku atau Ibu. Anak itu berulang kali mengucap terima kasih pada ayahnya karena kamarnya dikonsep laksana kamar seorang putri raja.Tujuh hari kemudian, jadwal keberangkatan ke tanah suci pun tiba. Sempat terjadi drama. Kimie memaksa ikut. Bocah itu nangis diajak serta."Bunda jahat! Bunda gak sayang aku! Kenapa aku gak boleh ikut," rajuknya dengan bibir yang maju sepuluh centi."Bukannya gak boleh, Sayang, tapi ini perjalanan khusus," jawabku mencoba memberi pemahaman."Perjalanan khusus apa?" tukas Kimie masih manyun. "Banyak kok teman-teman Kimie yang ikutan umroh. Jadi haji kecil," tuturnya kian jadi."Kimie ..