Sementara Arjuna tersenyum sinis. Sesekali matanya menatap spion, memperhatikan sebuah mobil alphard putih yang mengikutinya. Jiwanya bersorak, untuk kali ini dia sudah memenangkan garis start.
Setelah beberapa ratus meter jarak yang ditempuhnya. Alphard putih itu berbelok arah. Arjuna hanya tersenyum menikmati kemenangan sementaranya.
Tak berapa lama, terdengar percakapan telepon gadis yang ada di sampingnya. Rupanya Bisma menghubungi sekretarisnya.
Ck, masih saja berulah.
Namun hanya sebatas umpatan dalam dada. Bagaimanapun egonya masih bertengger lebih tinggi daripada perasaannya.
Dia melirik Srikandi yang baru saja menutup telepon. Gadis itu kembali fokus pada ponselnya. Perubahan jadwal mendadak, membuatnya harus mengatur ulang semua agenda hari itu.
Dasar, Bos menyebalkan! Batin Srikandi.
Dia dari tadi diam saja, apa dia tidak senang aku menjemputnya? Arjuna berbicara dalam dada.
Me
“Hai, Kak Juna!”Emily tengah berdiri dan tersenyum manis ke arahnya. Wajah Arjuna terkesiap, hari macam apa ini. Sudah bahagia dia memenangkan start dari Bisma, namun semua akan hancur begitu saja dengan kedatangan wanita ini. Arjuna tersenyum kaku, menatap gadis cantik yang masih berdiri di dekat kursinya.Emily menatap Srikandi dan mengangguk melempar senyum, Srikandi membalasnya. Arjuna menarik napas panjang, kemudian dia bangkit dan mengajak Emily untuk meninggalkan tempat itu. Sesekali dia melirik Srikandi yang terlihat tak acuh.“Kamu kenapa ada di sini?” Mereka berdiri beberapa meter lebih jauh dari tempat duduknya tadi.“Ini hotel papa aku, Kak, kebetulan hari ini ada hal yang harus aku cek di bagian keuangan,” jawabnya sambil memasang senyum termanisnya. Arjuna menarik napas, dia lupa kalau om Arnold memiliki beberapa hotel di sekitar situ.“Oh, ok, saya meeting dulu kalo gitu.” Arj
Bisma hendak melangkah menyusuri lorong menuju ke parkiran. Namun suara announcement dari receptionis membuat langkahnya terhenti.“Mohon perhatian ... mohon perhatian ... kepada seluruh peserta manajemen of review meeting, di tunggu segera kehadirannya di meeting room utama. Terima kasih.”“Mohon perhatian ... mohon perhatian ... kepada seluruh peserta manajemen of review meeting, di tunggu segera kehadirannya di meeting room utama. Terima kasih.”Dua kali resepsionis memanggil para peserta meeting yang terdiri dari semua manager level ke atas. Srikandi yang baru saja tiba mengelus dada. Namun dia harus segera menyiapkan segalanya.Srikandi bergegas ke meeting room utama. Pastinya dia harus mengecek dan memastikan kondisi ruang meeting sebelum bos besarnya masuk ke sana. Waktu masih tersisa lima belas menit lagi. Srikandi segera membuka laptop dan memeriksa se
“Hallo, Ben. Tolong cari tahu identitas seseorang, nanti gue kirimkan informasinya lewat WA, segera!” ucapannya penuh penekanan. Matanya membulat kesal menatap mobil yang ditumpangi Srikandi meninggalkan area perusahaan.Benny Simanjuntak, lelaki berusia tiga puluh tahun yang merupakan kaki tangan Arjuna. Lelaki berambut plontos itu sudah terbiasa menangani permasalahan di lapangan. Arjuna sudah mengirimkan plat nomor mobil yang terekam oleh CCTV, foto Srikandi dan juga mengirimkan nomor ponsel Srikandi. Arjuna meminta Benny untuk segera menyelidiki tentang lelaki yang kini tengah bersama sekretarisnya.Arjuna melempar ponselnya ke atas meja kerja hingga menimbulkan bunyi nyaring. Dia bergegas mematikan laptop dan memutuskan pulang cepat. Diambilnya kembali ponsel yang tadi di lempar, kini dimasukkan ke dalam tasnya. Langkah-langkah panjang membuat dirinya begerak cepat meninggalkan ruangan.Sementara itu, Benny yang sudah mendapatkan perintah, langs
Cantika mengelus dadanya pelan. Ternyata walaupun dia sudah tahu jika Ridho sudah memiliki calon tunangan, tetap saja ada perasaan terbakar. Cantika tidak sengaja melihat lelaki yang selama ini menjadi obat sepinya sedang berdua dengan seorang wanita. Dia baru saja hendak pulang setelah membungkus makanan kesukaannya. Rasa sakit itu menjadi dua kali lipat karena alasan Ridho yang berdalih sibuk sehingga tidak bisa menemaninya. Namun nyatanya, seratus delapan puluh derajat berbeda. Tangan wanita itu mengepal. Entah perasaan seperti apa yang ada di hatinya. Padahal selama ini dirinya memang tidak pernah menjalin komitmen apapun dengan lelaki itu. Hanya sebatas teman tidur dan mencari kesenangan. Namun semenjak Arjuna membuangnya, perasaan kesepian itu menggelayuti hari-harinya. Dia membutuhkan Ridho, lebih dari sekedar teman. Cantika yang di landa amarah segera mengambil gawai dan menekan nomor yang tak asing di sana. “Hallo,” jawab seseorang dari sebe
“Pak, buat apa sekolah tinggi-tinggi kalau hanya bisa mengedepankan emosi daripada ini?” Mata Srikandi menatap tajam kepada bosnya yang masih mengatur napas. Satu telunjuknya menunjuk kepala sebagai simbol kedewasaan berpikir.“Ayo, Bang!”Srikandi memapah Ridho menuju mobil yang mereka tumpangi tadi. Arjuna menatap punggung lelaki yang berlalu. Hatinya semakin tercabik melihat perlakuan Srikandi kepada lelaki itu.“Boss ....” Benny menyodorkan satu botol air mineral pada Arjuna. Lelaki itu menerimanya dan segera meneguknya sampai habis. Di lemparnya botol air mineral itu sembarang.Sementara matanya masih mengikuti arah kemana mobil yang di tumpangi Ridho dan Srkandi pergi. Untuk kali pertamanya, terlihat olehnya Srikandi duduk di balik kemudi. Kenapa terlihat menjadi semakin keren, pikirnya.“Pantau terus mereka, pastikan dia aman dari buaya itu.”Arjuna menoleh sekilas pada Benny. Kemu
“Iy-iya Den, ada apa, ya? Apa mamang pernah berbuat salah sama, Den Arjun?”Mang Karyo menghentikan langkahnya. Wajahnya mendadak pucat. Kedua tangan gemetar saling bertaut.Hening beberapa menit. Arjuna masih memijat pelipisnya yang terasa berdenyut. Dia tak memperhatikan si penjaga villa yang gemetar ketakutan. Mang Karyo menggeser langkahnya mendekat dan memilih satu kursi yang berjarak dari majikannya. Pikiran mang Karyo sedang menerka-nerka, apa kesalahannya sampai di panggil oleh Arjuna. Biasanya setiap datang berkunjung, lelaki itu hanya menyapa seperlunya.“Mang Karyo pernah jatuh cinta?” Sebuah pertanyaan, akhirnya lolos dari mulut Arjuna. Lelaki paruh baya itu hanya melongo, tidak menyangka akan mendapat pertanyaan seperti itu. Detak jantung yang sudah memburu karena takut, perlahan kembali ke detakan normal.“Oh, Den Arjun sedang jatuh cinta, ya? Kalau waktu muda sih, mamang sering, Den, jatuh cinta, tapi ... serin
“Hallo, siang! Mba Sri, kami dari rumah sakit XXX , Bapak Arjuna Bagaskara mengalami kecelakaan tunggal, sekarang sedang tidak sadarkan diri di rumah sakit kami.” Srikandi terkesiap mendengar berita mengejutkan itu. Dalam beberapa detik dia belum membalas apapun yang di sampaikan oleh petugas rumah sakit itu. Yang pertama kali terlintas dalam pikirannya, bagaimana nasib meeting dengan Mr. Florez siang ini?“Apakah sudah ada keluarganya yang datang? Berikan alamat lengkapnya, Mbak.”“Belum ada, Mbak, kami hanya menemukan kartu nama ini, tidak ada nomor orang terdekatnya yang Kami tahu.”“Ok, di tunggu alamat lengkapnya segera, ya, Mbak, biar saya yang menghubungi keluarganya.”Petugas rumah sakit itu kemudian menyebutkan alamat lengkap dan di ruang mana Arjuna berada sekarang. Setelah menutup telepon, Srikandi mematung. Otaknya kalut, semrawut dan bercabang. Dia mengurungkan sementara niatny
“Emily, Kamu boleh pulang, saya sudah ada mereka.” Belum sempat gadis itu menyapa tamunya. Arjuna secara halus sudah mengusirnya. Mata wanita itu membulat, merasa tidak terima.Gadis itu berjalan menghampiri Bisma dan Srikandi tanpa mengindahkan perkataan Arjuna.“Hai, Saya Emily.”“Bisma.”“Saya, Srikandi.”Mereka berjabat tangan. Namun sejurus kemudian Emily menatap Bisma dan Srikandi bergantian.“Mas Bisma sama Mbak Srikandi serasi banget, aku jadi iri,” ucapnya sambil mengulum senyum. Membuat Arjuna membuang muka.“Kami hanya rekan kerja,” tutur Srikandi. Membuat rona di wajah Bisma menghilang seketika.“Doain saja, kami ke depannya bisa lebih dari sekedar rekan kerja.” Bisma tak mau kalah menimpali Emliy. Alhasil mendapat senggolan siku dari Srikandi. Namun lelaki itu malah terkekeh dan mengangkat tangannya membuat huruf v.“Ah
BAB 46 –MENIKAH Tidak berapa lama Arjuna dan Tuan Bagaskara beserta Nyonya Arimbi datang kembali ke kamar Srikandi. Gadis itu tampak masih terduduk dan mencoba mencerna semua keadaan yang terjadi. Rasa trauma kejadian semalam belum hilang. Tubuhnya masih luka-luka dan terasa sakit semua. Pagi-pagi sudah ditangkap basah harus menikah. Kepalanya berdenyut hebat dan tidak bisa berpikir jernih lagi. “Saya sudah memutuskan kalian untuk menikah hari ini!” Srikandi masih duduk menunduk. Dia tidak merespon apapun ucapan ayah dari Arjuna itu. “Saya tidak tahu harus berkata apa? Menolak atau menerima? Tapi saya pun tidak tahu apa yang telah terjadi pada kami malam tadi,” ucap Srikandi setelah terdiam beberapa lama. “Ini demi kebaikanmu juga, Sri! Lelaki itu bisa bebas kapan saja dan mencarimu, dia bisa lebih brutal lagi setelah tidak berhasil mendapatkanmu!” ucap Tuan Bagaskara dengan tenang. “Meskipun kita menuntut dan memasukkan
BAB 45 –Tertangkap BasahDi tengah keseruan mereka. Tiba-tiba pintu kamar terbuka. Nyonya Arimbi datang membawakan dua gelas susu cokelat. Dia meletakkannya di atas nakas di samping tempat tidur yang sedang diduduki bertiga.“Juna, Sri, ini diminum dulu susunya mumpung masih hangat.” Wanita itu menyodorkan satu gelas susu kepada Srikandi.“Makasih, Bu!” Srikandi menerimanya. Gadis itu segera meneguk susu hangat tersebut hingga sisa setengah gelas.Bi Ikah menyimpan kembali gelas dengan susu yang masih setengah sisa. Dia melanjutkan memijit lengan Srikandi.Nyonya Arimbi menghampiri putranya yang baru saja menutup kotak P3K. Lelaki itu masih duduk di ujung dipan tempat Srikandi bersandar.“Sini kotak P3K-nya Jun, ini kamu minum dulu mumpung masih hangat!” Nyonya Arimbi menyodorkan segelas susu lainnya pada Arjuna.“Tumben, biasanya Bi Ikah yang buatin?” Arjuna mencebik
BAB 44 –Pulang Ke Rumah Arjuna Arjuna menghampiri Benny dan menepuk pundaknya. “Saya akan urus kamu setelahnya, ikut dulu saja ke kantor polisi buat kesaksian yang memberatkan dia!” Mata Arjuna memicing ke arah Ridho. Kemudian dia melanjutkan memapah Srikandi yang terpincang-pincang menuju mobilnya. Wanita itu masih terlihat syok. Air mata masih sesekali menggenang di matanya. Arjuna membukakan pintu depan. Srikandi menatapnya merasa sungkan. Bagaimanapun kondisinya kotor dan berantakan. “Nanti mobilnya kotor, Pak!” Arjuna terdiam sebentar. Dia melihat pakaian Srikandi yang basah kuyup. Kemudian lelaki itu membuka pintu belakang mobilnya dan mengambil jas yang menggantung di sana. “Pakailah, nanti kedinginan! Jangan pikirkan mobil saya, pikirkan dirimu sendiri!” Dia menyodorkannya pada Srikandi. Wanita itu masih diam mematung. Arjuna segera melepas hunger dan menyamp
BAB 43 – PENANGKAPANSrikandi perlahan melepas heel-nya. Satu tangannya merogoh ke dalam tasnya dan mengambil sesuatu. Dadanya sudah bergemuruh hebat. Dia sama sekali tidak menyangka lelaki yang akan dijodohkan dengannya akan berbuat senekat ini.“Bang, sadar Bang! Kamu akan merusak hubungan kedua orang tua kita, kalau kamu melakukan ini?” Srikandi mencoba mengulur waktu.Lelaki itu semakin mendekatkan wajahnya. Jemarinya mulai menyentuh pipi Srikandi, tetapi wanita itu menepisnya.“Sri, jangan jual mahal! Nggak ada siapapun yang bisa menolongmu di sini! Pilihannya cuma dua, mau dipaksa atau suka rela?” Matanya menatap penuh hasrat.Wajah Srikandi semakin memerah. Darahnya mengalir berdesir hebat. Ketakutan menyelimuti dirinya. Dia mencoba menarik napas beberapa kali. Matanya mengintip ke dalam tas untuk mencari benda pipih miliknya.Dia mengusap layar ponselnya dan mencari nama sese
BAB 42 – Kau Akan Jadi MilikkuTidak lama, terlihat Srikandi keluar dari gerbang menuju mobilnya. Ridho menyambutnya dengan senyuman ramah ketika gadis itu sudah duduk di sampingnya. Mobil melaju sedang meninggalkan perusahaan Bagaskara Group.Mobil yang mereka tumpangi melesat membelah keramaian. Menuju sebuah kafe yang sudah Ridho booking terlebih dulu.“Sri, akhir-akhir ini kamu jarang banget bales pesan aku? Ada apa, ya?” Lelaki itu menelisik.“Aku sibuk, Bang! Sejak bos aku kecelakaan, banyak banget urusan yang harus aku selesaikan.”“Sekarang bisa ketemu, berarti bos kamu udah sembuh?”“Iya, Bang.”Hanya percakapan-percakapan singkat yang terjadi antara mereka. Srikandi terlihat tidak seperti biasa. Senyum yang indah itu sudah tidak lagi tampak pada raut wajahnya. Ridho benar-benar yakin, jika sudah terjadi sesuatu.Apakah lelaki itu sudah mence
BAB 41 – Bertemu RidhoAkhir pekan yang melelahkan. Begitulah kira-kira kesan yang diperoleh wanita kelahiran Garut itu. Mereka tiba menjelang malam. Minggu malam yang harusnya digunakan untuk istirahat maksimal, menjadi malam yang menyita waktu.Senin pagi akhirnya tiba. Srikandi sedang berdiri di depan gerbang kost paviliunnya menunggu ojek online yang dipesannya. Wanita itu menenteng satu bag besar berisi oleh-oleh untuk rekan-rekan kantornya.Baru saja ojol datang. Sebuah Chevrolet menepi. Mobilnya diparkirkan di depan tukang ojol yang baru saja menyerahkan helm pada Srikandi.Arjuna turun dari Chevrolet miliknya. Lelaki itu berjalan menghampiri Srikandi yang tengah mengenakan helm."Pagi, Pak! Ngapain ke sini dulu, semalem ada yang ketinggalan?" Akhirnya dia berhasil mengunci helmnya. Menoleh ke arah Arjuna yang mendekat ke arahnya."Iya, ada! Ayo berangkat!"Arjuna mengambil alih tentengan dari tangannya.
BAB 40 - Ke Makam Ayah"Ah, akhirnya bisa kubuka,” gumamnya sambil tiduran kembali. Dia membaca halaman demi halaman buku catatan harian sekretarisnya tanpa permisi.Arjuna segera merapikan kembali semua keadaan kamar yang sudah dibuatnya berantakan. Meskipun demikian, jika dilihat dengan seksama maka akan bisa di pastikan ada perbedaan sebelum dan sesudah dibereskan.Lembar demi lembar buku harian itu dia baca. Lancang memang, tapi karena penasaran akhirnya lelaki itu mengabaikan tata krama. Toh, semua kondisi sudah dirapikan seperti semula. Tidak akan ketahuan, pikirnya.Waktu sudah semakin malam, namun masih banyak lembaran yang belum dia selesaikan. Kantuk menyerang tanpa kompromi, sehingga Arjuna terlelap dengan buku masih dalam genggaman.Subuh akhirnya menjelang.Gedoran pada pintu tidak lekas membuat mata Arjuna terbuka. Lelaki itu benar-benar terlelap. Setelah menyetir untuk perjalanan panjang
BAB 39 – Lampu HijauArjuna menarik koper Srikandi dan meletakkannya di dekat TV. Kemudian dia duduk di sofa yang tersedia di sana. Tidak lama Srikandi datang dengan secangkir kopi hitam kesukaannya. Arjuna menatap lekat gadis itu, rona bahagia terlihat begitu terpancar menambah aura kecantikannya.“Bapak, kenapa lihatin saya seperti itu? Naksir?”Srikandi melirik sekilas, kemudian meletakkan secangkir kopi pada meja di depan lelaki itu. Arjuna baru sadar jika dia sedang menatap sekretarisnya itu dengan tidak berkedip. Dia memalingkan wajah. Beruntung Bu Sartika datang. Wanita itu memilih duduk lesehan pada gelaran karpet yang tidak jauh dari sofa.Srikandi ikut duduk lesehan sambil menggelendoti tangan ibunya. Sementara wanita paruh baya itu tak henti mengusap pucuk kepala putrinya.“Nak Juna, maaf ya, sekalinya berkunjung ke sini nggak ada apa-apa, habisnya ini nih, ngasih taunya dadakan,” ucap bu Sarti
BAB 38 – Ketemu Calon Mertua“Ayo cepetan ganti baju, malah diem, nanti kemaleman di jalan!” tukas Arjuna. Sudut matanya melirik ke arah Srikandi yang masih mematung sambil mengerucutkan bibirnya.“Mana bisa, Pak! Emang saya cewek apaan maen ganti baju aja di depan lelaki sembarangan,” jawab Srikandi.“Eh, apa kamu bilang, saya lelaki sembarangan?”“B-Bukan duh ... maksudnya sembarangan ganti bajunya.”“Ayo cepetan, mumpung saya berbaik hati mau nganterin Kamu!” perintahnya.“B-Bapak keluar dulu lah! Ayo Pak ... ih ... cepetan!”Srikandi kembali menggoyang-goyangkan kaki Arjuna yang terjulur ke lantai. Lelaki itu masih tak bergeming. Akhirnya Srikandi mengambil kemoceng yang tergantung dekat jendela. Tanpa disangka, gadis itu menggunakan bulu-bulu ayam itu untuk menggelitiki pinggang bosnya.“Duh! Apaan Sri, geli! Itu kotor tahu!&r