“Emily, Kamu boleh pulang, saya sudah ada mereka.” Belum sempat gadis itu menyapa tamunya. Arjuna secara halus sudah mengusirnya. Mata wanita itu membulat, merasa tidak terima.
Gadis itu berjalan menghampiri Bisma dan Srikandi tanpa mengindahkan perkataan Arjuna.
“Hai, Saya Emily.”
“Bisma.”
“Saya, Srikandi.”
Mereka berjabat tangan. Namun sejurus kemudian Emily menatap Bisma dan Srikandi bergantian.
“Mas Bisma sama Mbak Srikandi serasi banget, aku jadi iri,” ucapnya sambil mengulum senyum. Membuat Arjuna membuang muka.
“Kami hanya rekan kerja,” tutur Srikandi. Membuat rona di wajah Bisma menghilang seketika.
“Doain saja, kami ke depannya bisa lebih dari sekedar rekan kerja.” Bisma tak mau kalah menimpali Emliy. Alhasil mendapat senggolan siku dari Srikandi. Namun lelaki itu malah terkekeh dan mengangkat tangannya membuat huruf v.
“Ah
Kini di ruangan itu hanya tinggal Arjuna dengan Srikandi. Lelaki itu sudah mengirimkan pesan kepada Tuan Bagaskara agar tidak ada yang menjenguknya. Arjuna hanya mengirim foto Srikandi pada papanya dan menulis dua kata. Challenge and opportunity.“Mau buah potong.” Arjuna berbicara monolog. Srikandi menatapnya.“Bapak, bicara sama saya?”“Bukan,”“Lalu?”“Sama nyamuk.”“Kok?”“Ya, sama kamu, emang ada orang lain lagi di sini?” Arjuna kembali dengan egonya meski hatinya merutukinya.Dasar bodoh, ayo bersikap lembutlah. Bisikan hati baik mengawali.Eh, jangan keliatan lemah dan cengeng, yang ada wanita akan ilfeel, tetap jaga image justru lebih keren. Bisikan sudut hati lainnya.“Pak.” Srikandi mengulangkan telapak tangan pada wajah Arjuna. Piring buah potong sudah di pegang dan di sodorkannya.
Dengan nada berat, akhirnya Arjuna menceritakan kejadian yang di saksikan sendiri dengan mata kepalanya. Malam di mana dirinya mendapati Cantika sedang bergumul dengan lelaki bejat yang kini menjadi calon tunangan sekretarisnya. Hati Srikandi gemetar, antara terkejut dan kaget luar biasa.Setelah Arjuna selesai bercerita, Srikandi berasa ada di dua alam, antara mimpi dan nyata. Dia berpindah dari tepi ranjang bos nya dan kembali ke kursi penunggu. Butuh kekuatan mental untuk menghadapi kenyataan ini. Meskipun dia belum merasakan cinta dengan lelaki itu, namun hatinya sudah mulai terbuka akan sikap sopan dan ramahnya. Apakah betul semenjijikan itu lelaki yang akan menjadi calon tunangannya?“Pak, saya permisi ke luar dulu, Pak.”Srikandi meninggalkan Arjuna tanpa menunggu persetujuan. Kini dirinya harus segera mengabari ibunya untuk menunda dulu peresmian pertunangan dengan lelaki itu. Bagaimanapun, dia tidak bisa serta merta menyelesaikan hubungan me
Tiba-tiba pandangannya teralihkan pada gawainya yang masih menyala. Ternyata ada beberapa kali dialling number ke nomor sekretarisnya. Dia mengerutkan dahi dan mengaitkan satu kejadian. Nama yang muncul pada layar ponsel sekretarisnya tadi apakah dari nomornya.“Iron Man?”“Iron Man?”Arjuna dengan susah payah menurunkan tubuhnya. Dia mendorong kembali tiang infus. Dengan terpincang, kini dia sudah berada dekat tempat tidur srikandi. Arjuna mengambil gawainya dan menekan nomor telepon sekretarisnya.Iron Man.Sontak Arjuna berjengkit merasa kesal. Kenapa namanya ditulis seperti itu. Namun rasa geram dan kesalnya dia luluh ketika menatap wajah lelah yang tengah terlelap itu. Arjuna menatapnya sambil tersenyum-senyum sendiri. Reflek, tangannya menyibakkan rambut-rambut halus yang berjatuhan pada wajah Srikandi.Gadis itu menepis tanpa sadar dan hanya menggeliat. Kemudian melanjutkan kembali den
Pagi akhirnya menjelang. Suster sudah datang untuk memeriksa kondisi Arjuna. Mereka dengan telaten mengecek kondisi pasiennya tersebut sekalian mencuri-curi pandang wajah rupawan yang jarang tersenyum itu. Meski terkesan dingin dan angkuh, namun parasnya membuat semua orang betah berlama-lama memandangnya.“Ehm ....” Arjuna berdehem ketika menyadari sejak tadi suster itu tidak fokus.“M-mari, Pak, permisi ... setelah sarapan, obatnya jangan lupa diminum, ya.” Seorang suster menepuk bahu temannya yang terlihat masih terkesima.Kemudian keduanya pergi sambil mengangguk. Namun sesekali masih saja suster itu mencuri pandang dengan sudut matanya.Srikandi baru saja ke luar dari kamar mandi. Dia mengikat rambutnya yang tergerai. Kini blezer yang sejak kemarin di kenakan sudah di lepasnya. Gadis itu hanya memakai kemeja lengan pendek dan terlihat lebih santai. Dia mengambil gawainya dan mengirim pesan pada seseorang.[
“Apa kamu tidak tanya papa saya? Saya tidak suka siapapun menjenguk saya saat ini. Lebih baik kamu pulang,” ucapnya dingin. Mata Emily menatapnya dengan berkaca-kaca. Hatinya ternyata tidak sekuat yang dia pikirkan.Emily tidak menjawab apapun. Bagaimanapun, hati lembutnya akan terluka karena tidak terbiasa dengan penolakan. Setelah beberapa saat terdiam dia berdiri dan berjalan tergesa.“Aku ke sini cuma ngasihin titipan mama, dia khawatir mendengar kabar Kak Juna, kecelakaan tapi belum sempat jenguk. Aku pergi kalau emang kedatanganku hanya mengganggu.”Emily mengambil tas dan berjalan tergesa sambil menunduk. Punggung tangannya dipakai untuk menyeka genangan air mata yang tiba-tiba berjatuhan tanpa komando. Dibukanya sekuat tenaga pintu ruangan melampiaskan kekesalan.“Awww!” Suaranya di iringi oleh suara orang terjatuh dan barang pecah. Arjuna menoleh.Terlihat olehnya Bisma dan Emily sedang terduduk di lanta
BAB 36 - Bisma lagiMalam akhirnya menjelang. Srikandi sudah menyelesaikan makan malamnya ketika gawainya beruntun menerima notifikasi pesan masuk. Srikandi baru mengaktifkan lagi gawainya setelah tadi sibuk membantu menyiapkan keperluan Arjuna. Setelah meminum obat, Srikandi membantu memapahnya ke kamar mandi dan menyiapkan handuk kecil dan sabun cair. Setelah selesai membersihkan diri, Srikandi menghubungi suster untuk mengganti perban di tangan bosnya.[Sri, met malem.][Sri, kamu sibuk banget, ya?][Besok siang kita ketemuan makan siang, yuck.][Bales dong Sri, aku berasa ada yang kurang ketika nggak berkomunikasi sama kamu, aku butuh kamu. Kita akan saling berbagi sampai tua nanti, ya!]Srikandi membaca pesan itu, sambil meremas kotak stereoform beserta plastiknya dengan penuh kekesalan. Lelaki tidak tahu diri itu,
Bab 37 - Rebahan“Jun, kok Lu?”“Gue masih hidup, emang keliatan kayak setan?”Arjuna menjawab pertanyaan Bisma dengan jutek. Sementara itu Srikandi membuka pintu belakang mobil dan mendaratkan tubuhnya di sana. Bisma menoleh.“Rute mana dulu, Sri?” tanyanya tanpa menghiraukan Arjuna.“Aku langsung pulang aja, Mas pengen tidur,” ucapnya. Memang terlihat jelas dari wajahnya jika dia kurang tidur.“Ok, tapi ntar sore jadi, ya?” Bisma melirik ke kaca penumpang, mulai melajukan mobilnya.“Okeee.” Srikandi membuat lingkaran antara telunjuk dengan jempolnya sambil tersenyum.Alphard putih itu mulai meninggalkan area parkiran rumah sakit. Setelah memberikan uang selembar sepuluh ribuan kepada penjaga parkir, Bisma melajukakan mobilnya, perlahan membelah keramaian.Tidak ada percakapan yang terjadi, Bisma benar-benar merasa tergan
BAB 38 – Ketemu Calon Mertua“Ayo cepetan ganti baju, malah diem, nanti kemaleman di jalan!” tukas Arjuna. Sudut matanya melirik ke arah Srikandi yang masih mematung sambil mengerucutkan bibirnya.“Mana bisa, Pak! Emang saya cewek apaan maen ganti baju aja di depan lelaki sembarangan,” jawab Srikandi.“Eh, apa kamu bilang, saya lelaki sembarangan?”“B-Bukan duh ... maksudnya sembarangan ganti bajunya.”“Ayo cepetan, mumpung saya berbaik hati mau nganterin Kamu!” perintahnya.“B-Bapak keluar dulu lah! Ayo Pak ... ih ... cepetan!”Srikandi kembali menggoyang-goyangkan kaki Arjuna yang terjulur ke lantai. Lelaki itu masih tak bergeming. Akhirnya Srikandi mengambil kemoceng yang tergantung dekat jendela. Tanpa disangka, gadis itu menggunakan bulu-bulu ayam itu untuk menggelitiki pinggang bosnya.“Duh! Apaan Sri, geli! Itu kotor tahu!&r
BAB 46 –MENIKAH Tidak berapa lama Arjuna dan Tuan Bagaskara beserta Nyonya Arimbi datang kembali ke kamar Srikandi. Gadis itu tampak masih terduduk dan mencoba mencerna semua keadaan yang terjadi. Rasa trauma kejadian semalam belum hilang. Tubuhnya masih luka-luka dan terasa sakit semua. Pagi-pagi sudah ditangkap basah harus menikah. Kepalanya berdenyut hebat dan tidak bisa berpikir jernih lagi. “Saya sudah memutuskan kalian untuk menikah hari ini!” Srikandi masih duduk menunduk. Dia tidak merespon apapun ucapan ayah dari Arjuna itu. “Saya tidak tahu harus berkata apa? Menolak atau menerima? Tapi saya pun tidak tahu apa yang telah terjadi pada kami malam tadi,” ucap Srikandi setelah terdiam beberapa lama. “Ini demi kebaikanmu juga, Sri! Lelaki itu bisa bebas kapan saja dan mencarimu, dia bisa lebih brutal lagi setelah tidak berhasil mendapatkanmu!” ucap Tuan Bagaskara dengan tenang. “Meskipun kita menuntut dan memasukkan
BAB 45 –Tertangkap BasahDi tengah keseruan mereka. Tiba-tiba pintu kamar terbuka. Nyonya Arimbi datang membawakan dua gelas susu cokelat. Dia meletakkannya di atas nakas di samping tempat tidur yang sedang diduduki bertiga.“Juna, Sri, ini diminum dulu susunya mumpung masih hangat.” Wanita itu menyodorkan satu gelas susu kepada Srikandi.“Makasih, Bu!” Srikandi menerimanya. Gadis itu segera meneguk susu hangat tersebut hingga sisa setengah gelas.Bi Ikah menyimpan kembali gelas dengan susu yang masih setengah sisa. Dia melanjutkan memijit lengan Srikandi.Nyonya Arimbi menghampiri putranya yang baru saja menutup kotak P3K. Lelaki itu masih duduk di ujung dipan tempat Srikandi bersandar.“Sini kotak P3K-nya Jun, ini kamu minum dulu mumpung masih hangat!” Nyonya Arimbi menyodorkan segelas susu lainnya pada Arjuna.“Tumben, biasanya Bi Ikah yang buatin?” Arjuna mencebik
BAB 44 –Pulang Ke Rumah Arjuna Arjuna menghampiri Benny dan menepuk pundaknya. “Saya akan urus kamu setelahnya, ikut dulu saja ke kantor polisi buat kesaksian yang memberatkan dia!” Mata Arjuna memicing ke arah Ridho. Kemudian dia melanjutkan memapah Srikandi yang terpincang-pincang menuju mobilnya. Wanita itu masih terlihat syok. Air mata masih sesekali menggenang di matanya. Arjuna membukakan pintu depan. Srikandi menatapnya merasa sungkan. Bagaimanapun kondisinya kotor dan berantakan. “Nanti mobilnya kotor, Pak!” Arjuna terdiam sebentar. Dia melihat pakaian Srikandi yang basah kuyup. Kemudian lelaki itu membuka pintu belakang mobilnya dan mengambil jas yang menggantung di sana. “Pakailah, nanti kedinginan! Jangan pikirkan mobil saya, pikirkan dirimu sendiri!” Dia menyodorkannya pada Srikandi. Wanita itu masih diam mematung. Arjuna segera melepas hunger dan menyamp
BAB 43 – PENANGKAPANSrikandi perlahan melepas heel-nya. Satu tangannya merogoh ke dalam tasnya dan mengambil sesuatu. Dadanya sudah bergemuruh hebat. Dia sama sekali tidak menyangka lelaki yang akan dijodohkan dengannya akan berbuat senekat ini.“Bang, sadar Bang! Kamu akan merusak hubungan kedua orang tua kita, kalau kamu melakukan ini?” Srikandi mencoba mengulur waktu.Lelaki itu semakin mendekatkan wajahnya. Jemarinya mulai menyentuh pipi Srikandi, tetapi wanita itu menepisnya.“Sri, jangan jual mahal! Nggak ada siapapun yang bisa menolongmu di sini! Pilihannya cuma dua, mau dipaksa atau suka rela?” Matanya menatap penuh hasrat.Wajah Srikandi semakin memerah. Darahnya mengalir berdesir hebat. Ketakutan menyelimuti dirinya. Dia mencoba menarik napas beberapa kali. Matanya mengintip ke dalam tas untuk mencari benda pipih miliknya.Dia mengusap layar ponselnya dan mencari nama sese
BAB 42 – Kau Akan Jadi MilikkuTidak lama, terlihat Srikandi keluar dari gerbang menuju mobilnya. Ridho menyambutnya dengan senyuman ramah ketika gadis itu sudah duduk di sampingnya. Mobil melaju sedang meninggalkan perusahaan Bagaskara Group.Mobil yang mereka tumpangi melesat membelah keramaian. Menuju sebuah kafe yang sudah Ridho booking terlebih dulu.“Sri, akhir-akhir ini kamu jarang banget bales pesan aku? Ada apa, ya?” Lelaki itu menelisik.“Aku sibuk, Bang! Sejak bos aku kecelakaan, banyak banget urusan yang harus aku selesaikan.”“Sekarang bisa ketemu, berarti bos kamu udah sembuh?”“Iya, Bang.”Hanya percakapan-percakapan singkat yang terjadi antara mereka. Srikandi terlihat tidak seperti biasa. Senyum yang indah itu sudah tidak lagi tampak pada raut wajahnya. Ridho benar-benar yakin, jika sudah terjadi sesuatu.Apakah lelaki itu sudah mence
BAB 41 – Bertemu RidhoAkhir pekan yang melelahkan. Begitulah kira-kira kesan yang diperoleh wanita kelahiran Garut itu. Mereka tiba menjelang malam. Minggu malam yang harusnya digunakan untuk istirahat maksimal, menjadi malam yang menyita waktu.Senin pagi akhirnya tiba. Srikandi sedang berdiri di depan gerbang kost paviliunnya menunggu ojek online yang dipesannya. Wanita itu menenteng satu bag besar berisi oleh-oleh untuk rekan-rekan kantornya.Baru saja ojol datang. Sebuah Chevrolet menepi. Mobilnya diparkirkan di depan tukang ojol yang baru saja menyerahkan helm pada Srikandi.Arjuna turun dari Chevrolet miliknya. Lelaki itu berjalan menghampiri Srikandi yang tengah mengenakan helm."Pagi, Pak! Ngapain ke sini dulu, semalem ada yang ketinggalan?" Akhirnya dia berhasil mengunci helmnya. Menoleh ke arah Arjuna yang mendekat ke arahnya."Iya, ada! Ayo berangkat!"Arjuna mengambil alih tentengan dari tangannya.
BAB 40 - Ke Makam Ayah"Ah, akhirnya bisa kubuka,” gumamnya sambil tiduran kembali. Dia membaca halaman demi halaman buku catatan harian sekretarisnya tanpa permisi.Arjuna segera merapikan kembali semua keadaan kamar yang sudah dibuatnya berantakan. Meskipun demikian, jika dilihat dengan seksama maka akan bisa di pastikan ada perbedaan sebelum dan sesudah dibereskan.Lembar demi lembar buku harian itu dia baca. Lancang memang, tapi karena penasaran akhirnya lelaki itu mengabaikan tata krama. Toh, semua kondisi sudah dirapikan seperti semula. Tidak akan ketahuan, pikirnya.Waktu sudah semakin malam, namun masih banyak lembaran yang belum dia selesaikan. Kantuk menyerang tanpa kompromi, sehingga Arjuna terlelap dengan buku masih dalam genggaman.Subuh akhirnya menjelang.Gedoran pada pintu tidak lekas membuat mata Arjuna terbuka. Lelaki itu benar-benar terlelap. Setelah menyetir untuk perjalanan panjang
BAB 39 – Lampu HijauArjuna menarik koper Srikandi dan meletakkannya di dekat TV. Kemudian dia duduk di sofa yang tersedia di sana. Tidak lama Srikandi datang dengan secangkir kopi hitam kesukaannya. Arjuna menatap lekat gadis itu, rona bahagia terlihat begitu terpancar menambah aura kecantikannya.“Bapak, kenapa lihatin saya seperti itu? Naksir?”Srikandi melirik sekilas, kemudian meletakkan secangkir kopi pada meja di depan lelaki itu. Arjuna baru sadar jika dia sedang menatap sekretarisnya itu dengan tidak berkedip. Dia memalingkan wajah. Beruntung Bu Sartika datang. Wanita itu memilih duduk lesehan pada gelaran karpet yang tidak jauh dari sofa.Srikandi ikut duduk lesehan sambil menggelendoti tangan ibunya. Sementara wanita paruh baya itu tak henti mengusap pucuk kepala putrinya.“Nak Juna, maaf ya, sekalinya berkunjung ke sini nggak ada apa-apa, habisnya ini nih, ngasih taunya dadakan,” ucap bu Sarti
BAB 38 – Ketemu Calon Mertua“Ayo cepetan ganti baju, malah diem, nanti kemaleman di jalan!” tukas Arjuna. Sudut matanya melirik ke arah Srikandi yang masih mematung sambil mengerucutkan bibirnya.“Mana bisa, Pak! Emang saya cewek apaan maen ganti baju aja di depan lelaki sembarangan,” jawab Srikandi.“Eh, apa kamu bilang, saya lelaki sembarangan?”“B-Bukan duh ... maksudnya sembarangan ganti bajunya.”“Ayo cepetan, mumpung saya berbaik hati mau nganterin Kamu!” perintahnya.“B-Bapak keluar dulu lah! Ayo Pak ... ih ... cepetan!”Srikandi kembali menggoyang-goyangkan kaki Arjuna yang terjulur ke lantai. Lelaki itu masih tak bergeming. Akhirnya Srikandi mengambil kemoceng yang tergantung dekat jendela. Tanpa disangka, gadis itu menggunakan bulu-bulu ayam itu untuk menggelitiki pinggang bosnya.“Duh! Apaan Sri, geli! Itu kotor tahu!&r