" ... Mama juga udah kangen banget sama calon menantu Mama."
Ucapan itu samar tertangkap oleh indra pendengaran Adora tatkala Adora baru saja keluar dari perusahaan.Tertarik dengan pembicaraan tersebut, Adora mengangkat pandangannya dan dirinya justru menemukan Benjamin juga ada di sana, mematung saat memerhatikan Adora keluar dari perusahaan.Adora kemudian mengalihkan pandangannya dari Benjamin dan dalam sepersekian detik Adora dikejutkan oleh pemandangan di depan matanya.Tampak Thalita sedang merangkul Moira dalam pelukannya.Jantung Adora seketika berdebar keras saat menemukan pemandangan itu. Lidahnya kelu dan keringat dingin membajuri seluruh tubuhnya. Adora tidak bisa mengalihkan pandangannya dari pemandangan itu, tetapi saat Adora berhasil menyadarkan dirinya sendiri, Adora segera menundukkan kepalanya, terlebih lagi Thalita juga tanpa sengaja melihat ke arahnya."Selamat sore, Bu Thalita," Adora memutuskan untuk menyDalam satu tegukan Adora menghabiskan minuman yang ada di hadapannya. Kala itu daging asap di hadapannya tidak Adora hiraukan sama sekali. Aroma daging itu bahkan tidak mampu mengalihkan perhatian Adora dari minuman yang ada di hadapannya. Adora melanjutkan acara minumnya dengan beralih pada botol berikutnya yang sudah berdiri rapi di atas meja.Damian yang duduk di sebrang Adora pun sedikit terkekeh ketika melihat Adora tampak lihai menggunakan sikutnya untuk mengetuk-ngetuk bagian bawah botol yang ada di tangannya. Setelah beberapa kali ketukan, Adora lantas menggoyangkan botolnya beberapa kali ke arah kanan dan kiri, hingga membuat pusaran air berputar di dalam minumannya. Itu adalah trik minuman yang sangat menarik mata."Wow, kamu bisa melakukan hal seperti itu, Adora?" Ujar Damian, setengah terpana dengan keahlian Adora menyuguhkan minuman alkohol di tangannya tersebut.Adora sedikit tersenyum malu ketika menerima pujian dari Dami
Kabar mengenai Moira menjadi calon menantu keluarga Maghani sudah merebak di kantor seharian ini. Entah siapa yang pada awalnya menyebarkan berita itu, tetapi sekarang setiap orang di perusahaan sudah mulai heboh membicarakannya.Adora sebenarnya tidak peduli dengan kejadian yang tengah heboh di kantor saat ini, tetapi panggilan Benjamin pagi itu berhasil menyalakan alarm berbahaya dalam kepala Adora. Adora merasa hal buruk akan datang padanya karena masalah ini.Setelah Benjamin memutuskan sambungan telepon, Adora lantas melangkahkan tungkainya, berjalan menuju ruangan Benjamin. Sesampainya ia di sana, Adora segera mengetuk pintu ruangan Benjamin beberapa kali dan mendorong pintu tersebut. Betapa terkejutnya Adora saat dirinya justru disuguhkan oleh penampakan Benjamin yang tengah berdiri menyandar pada meja seakan sedang menunggu kedatangan Adora."Ada yang bisa saya bantu, Pak?" Tanya Adora setelah ia menutup kembali pintu ruangan Be
Pecundang, satu kata itu terus berputar dalam benak Benjamin. Jawaban yang diberikan Adora pagi tadi nyatanya berhasil memberi beribu pertanyaan dalam kepala Benjamin. Kenapa Adora tidak ingin menjadi pecundang? Apakah Adora tengah menyindir Benjamin karena bungkam perihal perjodohan kemarin? Atau bukan?Sebenarnya apa maksud dari perkataan Adora itu?Saat Benjamin terus mencari makna dari satu kata itu dan tiba-tiba saja pikiran Benjamin bermuara pada satu ingatan yang sempat terlintas dalam kepalanya. Detik itu juga, Benjamin mulai merangkai bagian-bagian puzzle yang hilang selama ini, yang tidak pernah ia anggap selama ini."... Mari kita lanjutkan hubungan ini dengan dua syarat, Adora. Keamanan, dan seperti katamu tadi, hubungan ini tak boleh terdapat perasaan emosional di dalamnya. Kalau salah satu dari kita melanggarnya, hubungan ini akan berhenti detik itu juga ...."Mungkinkah ....? Apa mungkin maksud dari kata pecundang itu adal
Setelah membaca deretan pesan yang dikirimkan oleh Damian, Adora semakin memantapkan dirinya untuk memberikan jawaban pada Damian hari ini juga. Tentu Adora tidak ingin menggantung perasaan Damian lebih lama lagi.Usai menyelesaikan beberapa pekerjaannya, Adora mengecek jam di desktop komputernya dan jam sudah menunjukkan pukul hampir delapan malam. Sontak, Adora menolehkan kepalanya ke ruangan Benjamin, tampak Benjamin masih bergeming di tempatnya.Adora yang merasa sudah menuntaskan urusannya dengan Benjamin pun memutuskan untuk tidak memedulikan apa yang sedang dilakukan atasannya itu. Adora memilih untuk merapihkan barang-barangnya dan mengetuk pintu ruangan Benjamin, bermaksud izin pulang.Pada ketukan yang dilancarkan Adora untuk kedua kalinya, Adora tetap tidak mendapati sambutan yang datang dari Benjamin. Hal itu membuat Adora lantas membuka pintu ruangan Benjamin secara perlahan. Tidak butuh waktu lama bagi Adora menemukan Benjamin yang sedang ter
Segera setelah turun dari taksi yang membawanya, Adora bergegas masuk ke dalam kantor kepolisian. Saking kacaunya ia malam ini, Adora bahkan belum membersihkan tubuhnya yang lengket saat ini. Pikiran Adora hanya tertuju pada satu orang---ya, siapa lagi kalau bukan Benjamin, si biang masalah malam ini.Dengan napas yang sedikit terengah-engah, Adora berusaha memfokuskan pandangannya, mencari satu sosok di antara kerumunan orang yang tengah disibukkan di dalam kantor pengaduan. Tepat saat itu juga Adora berhasil menemukan Benjamin yang sedang terduduk di salah satu kursi dengan kepalanya yang menunduk di hadapan seorang polisi, layaknya anak kecil yang tengah dimarahi oleh gurunya.Tanpa babibu, Adora segera menghampiri Benjamin dan menyapa polisi yang ada di hadapan laki-laki itu, "Selamat malam, Pak."Sapaan Adora berhasil membuat Benjamin sedikit mendongakkan kepalanya ke arah Adora, begitu pula polisi yang ada di hadapan Benjamin."Apa
"Kak Moira, Kak Moira," Fara memanggil Moira saat Moira tengah menyelimutinya.Moira tersenyum kepada Fara sembari sesekali mengusap pucuk kepala anak perempuan itu, "Kenapa, Fara?""Kata Bu Guru, hari Jumat Minggu besok nanti Fara bisa maju ke depan.""Maju ke depan?"Fara mengangguk, "Kata Bu Guru, puisi tentang Ibu milik Fara begitu indah, jadi Fara diminta maju ke depan untuk membacakannya."Moira hanya terdiam saat mendengar cerita Fara serata mempertahankan senyuman di bibirnya, membuat Fara kembali berujar, "Bukan hanya puisi milik Fara saja yang tampil, tetapi nanti akan ada musik yang dipentaskan oleh teman sekelas. Banyak anak-anak akan mengambil peran. Hari itu semua akan membuat perayaan istimewa tentang hari Ibu."Fara bercerita tentang kegiatan di sekolahnya dengan nada antusias, membuat Moira yang mendengar hal itu pun tersenyum puas saat melihat ekspresi keponakannya itu.Moira tentu merasa senang saat me
"Abis dari mana kamu, Benjamin? Kenapa baru pulang jam segini?" Pertanyaan datang dari Thalita saat melihat anak satu-satunya itu masuk yang kemudian disusul Moira di belakangnya.Thalita yang tadinya merasa khawatir dengan keadaan Moira dan Benjamin pun memutuskan untuk mengintip keluar dan ia sedikit terkejut saat mendapati Adora juga ada di sana, ditambah Benjamin lebih memilih mengejar Adora dibandingkan bersama Moira. Hal itu membuat emosi merangkak naik ke atas kepala Thalita. Berani-beraninya sekretaris anaknya itu.Sementara itu, Benjamin yang mendapatkan tatapan intimidasi dari ibunya pun segera menjawab pertanyaan Thalita sembari menahan emosinya yang sedari tadi meletup-letup dalam dada, "Benjamin ada urusan, Ma."Mendengar jawaban Benjamin, suara Thalita lantas menggelegar, "Apa urusanmu itu dengan wanita penggoda itu?!"Benjamin yang tadinya ingin segera kembali ke kamarnya pun harus menahan langkahnya, ia kemudian menolehkan kepalany
"Jadi gimana, Ra? Lu sudah mikirin omongan gua semalam? Lu mau 'kan terima kencan buta Sabtu malam nanti?" Saat itu Irish membuka pembicaraan dengan melemparkan pertanyaan yang berhasil menarik atensi Adora yang sedang terduduk di depannya. Sedari tadi Adora memang sibuk mengaduk nasi yang menjadi santapan siangnya kala itu. Pertanyaan Irish tentu mengingatkan Adora pada kejadian tadi malam. Irish memang menawarkan opsi kencan buta kepada Adora setelah Irish mendengar cerita Adora yang menolak ajakan kencan Damian, ditambah lagi Irish juga mendapati Adora yang terus-menerus diganggu oleh Benjamin. Sebagai teman, Irish tentu ingin membantu Adora lepas dari permasalahannya."Gua ..., belum siap, Rish," ujar Adora terdengar ragu."Pikir-pikir dulu, Rin. Cowok yang mau gua jodohin sama lu itu mantep lho. Ganteng, tinggi, kerjaannya juga mapan. Doi kayaknya juga nyari yang serius. Kenalan dulu aja. Sayang kalau ditolak," bujuk Irish yang sayangnya me
Diari FaraHari ini Fara tahu akhir cerita dari Peri dalam kisah dongeng CinderellaMereka tidak menghilangMereka justru mendapatkan kebahagiaan milik merekaHari ini Peri Fara, Kak Fai-Rina, berbahagia dengan PapaFara senang sekali karena Kak Fai-Rina menjadi Mama Fara"Fara!!"Fara menutup buku diarinya saat mendengar Thalita memanggil namanya."Iya, Nek!""Sini, Sayang! Kita foto bersama!"Mendengar hal itu Fara membawa kaki kecilnya ke luar kamar, sedikit berlari ke arah Adora dan Benjamin yang berada di tengah kapal. Fara kemudian berdiri di antara Benjamin dan Adora.Fotografer yang ada tepat di hadapan Fara pun mengambil jepret gambar. Dalam hitungan ketiga, gambar-gambar terus diambil. Tak ada satupun momen yang terlewati.Setelah beberapa menit kemudian, para keluarga berhamburan. Fara dapat melihat Nenek Thalita dan Nenek Yuni sedang bercengkrama. Mereka terlihat bahagia ketika melemparkan tawa."Fara! Ayok, main!"Kak Nindy menepuk bahu Fara menyadarkan Fara dari lamunann
Saat ini jam sudah menunjukkan pukul Sembilan malam, acara panggang dan makan bersama juga telah berakhir empat puluh menit lalu. Semua orang yang tadi berpartisipasi dalam acara tersebut juga sudah tertidur di kamar masing-masing dengan perut yang penuh dan perasaan gembira.Namun, hal itu justru berbeda dengan Benjamin dan Adora yang masih betah berada di luar. Keduanya duduk bersama di depan teras rumah Nenek Yuni, menikmati secangkir jahe panas untuk mengusir angin malam yang dingin.Benjamin lantas melirik ke arah Adora yang duduk di sebelahnya, tampak gadis itu sedang menikmati menyeruput jahe hangat yang ada di tangannya. Sesekali Benjamin juga mengedarkan matanya ke arah lain, memandangi langit malam yang kini berhamburan banyaknya bintang yang kelap-kelip, seakan mendukung keadaannya malam ini."Ini adalah malam terakhirku di sini," kata Benjamin yang berhasil menarik perhatian Adora.Adora memandang lirih ke arah Benjamin. Kedua tangannya menggenggam erat gelas, merasakan pa
Selama dua hari belakang ini, Jason baru merasa untuk pertama kalinya tidak aman di rumahnya sendiri. Bukan karena apa-apa, keberadaan Benjamin begitu mengintimidasinya. Benjamin kerap kali memandangi wajah Jason, bahkan juga tubuh ataupun otot lengan Jason. Jason pikir Jason salah mengira atau sudah melakukan kesalahan kepada Benjamin, maka dari itu Jason menegur Benjamin saat Benjamin sibuk memandanginya."Kenapa? Ada yang salah?"Benjamin hanya memalingkan wajahnya, bersikap seperti ia tidak pernah memandangi tubuh Jason, tetapi beberapa detik setelahnya Benjamin akan kembali sibuk memandangi Jason.Pertama, kedua, ketiga, masih oke. Tapi, kejadian itu terus berulang dalam rentan waktu yang sering, membuat Jason nyaris gila karenanya. Satu-satunya cara hanyalah Jason tidak mengacuhkan keberadaan Benjamin, tetapi Nenek Yuni yang mampir ke toko menegur menarik perhatian Benjamin."Nak Jason, apa boleh Nenek minta tolong untuk membawakan
Benjamin berjalan beriringan dengan Adora. Cuaca siang itu tidak begitu terik sebab pepohonan besar yang menjulang ada di sepanjang bahu jalan, dedaunan yang rimbun dari pohon-pohon itu tentu tidak memberikan celah untuk sinar mentari menembus kulit.Musim panas membiarkan semilir angin menerpa wajah Benjamin, terkadang juga memainkan surai panjang milik Adora, sehingga mereka berkibar di udara—menggoda Benjamin dengan aroma sampo yang digunakan Adora.Lamunan Benjamin buyar kala Adora menghentikan langkahnya di depan sebuah toko. Benjamin melirik sebentar ke arah toko itu. Sekilas toko itu memiliki penampilan toko yang sederhana, tetapi berhasil menciptakan kesan khas keluarga. Adora lantas masuk ke dalam toko bertuliskan Toko Keluarga Jun itu yang tentunya diikuti Benjamin di belakangnya."Permisi~~" Adora menyapa saat tidak ada seorang pun di balik meja kasir.Butuh beberapa menit bagi Benjamin dan Adora menunggu sampai akhirnya figure seorang
"Oh iya—" Nenek Yuni melirik ke arah Adora, berusaha mengamati reaksi Adora. Adora memiliki reaksi yang sebelas dua belas dengan milik Nenek Yuni. Keduanya sama-sama bingung ketika menemukan keberadaan Benjamin yang begitu tiba-tiba di hadapan mereka.Akan tetapi, Nenek Yuni menutupi kebingungannya dengan menyambut hangat kedatangan Benjamin."—silakan duduk, Nak Benjamin."Mendengar Nenek Yuni mempersilakannya, Benjamin kemudian menuntun Fara untuk duduk berdekatan dengan Jason yang juga berada di rumah Nenek Yuni. Semua orang di rumah Nenek Yuni menampakkan ekspresi bingung, kecuali Benjamin, Fara, dan Nindy.Adora yang merasa atmosfer canggung pun mendekat ke arah Nenek Yuni dan berbisik, "... Nek, Adora mau ngomong dulu bentar ya sama Pak Benjamin.""Iya."Adora segera berjalan mendekati Benjamin, kemudian melingkarkan tangannya ke lengan Benjamin. Benjamin tampak tersentak sejenak sebelum akhirnya ia menerima sentu
Keesokkan harinya,Setelah menempuh enam jam perjalanan, mobil yang kini membawa Benjamin sudah memasuki area pedesaan yang terasa asing bagi Benjamin dan Fara. Dari dalam mobil, Benjamin dapat melihat beberapa anak-anak yang sedang bermain di jalanan memutuskan untuk menepi kala mobil Benjamin menyusuri jalanan. Anak-anak itu memandang bingung saat melihat mobil Benjamin melintas melewati mereka.Fara yang duduk di sebelah Benjamin pun terpukau saat melihat anak-anak yang tengah bermain di jalanan desa. Kisaran usia anak-anak itu beragam, mulai dari remaja dewasa sampai juga seusia Fara. Mereka tampak senang bermain permainan sederhana. Pemandangan yang jauh berbeda dengan teman sebaya Fara di sekolah yang sibuk dengan gadget masing-masing ataupun berkutat dengan buku teks yang sangat tebal."Papa, lihat," tunjuk Fara. Benjamin mengikuti arah pandang Fara. "Fara nanti boleh main ya Pah?"Benjamin terdiam sebentar, menimang-nimang sebelum akhirnya
Irish sebenarnya malas sekali menghampiri meja Benjamin saat ini, tetapi mau bagaimana lagi, kalau tidak karena Benjamin kemarin, mungkin hubungan Irish dan Noah tidak akan membaik dengan cepat, ditambah karena jasa Benjamin juga lah Noah melamar Irish kemarin. Ya, Irish memang tidak bisa menyangkal adanya tangan Benjamin yang kemarin membantu kisah asmaranya. Jadi, sebagai balasan dari utang budinya, Irish bermaksud mengundang Benjamin ke pernikahannya, meski dalam hati Irish sudah dongkol setengah mati pada atasannya itu.Saat jam istirahat, dengan setengah terpaksa Irish mendekati meja tempat Benjamin makan siang. Benjamin yang menyadari keberadaan Irish pun mengangkat pandangannya, membuat Irish sedikit tersentak kala menemukan pandangan Benjamin begitu datar seakan tidak memiliki kehidupan."P-permisi, Pak—saya ingin memberikan ini," ujar Irish sembari mengulurkan undangan yang ada di tangannya ke Benjamin.Benjamin hanya melirik tanpa penuh
Dua minggu telah berlalu, tentunya banyak hal yang telah berubah seiring berjalannya waktu, tetapi Adora merasa dirinya masih tetap sama. Pikirannya masih jauh nan di sana, meski raganya berada di tempat lain. Adora terus memikirkan kejadian yang sudah lama berlalu. Kejadian yang membuatnya sedikit bingung harus membawa kemana hatinya pergi dan berlabuh."Adora."Di tengah lamunannya yang tak berujung, Adora tersadarkan oleh suara sang nenek yang memanggil namanya.Adora menoleh dan mengulas senyum tipis ke arah neneknya, "Iya, Nek."Nenek Yuni yang baru keluar dari ruang peristirahatannya pun ikut duduk bergabung dengan Adora di depan teras rumah. Sore hari kala itu Adora dan Neneknya memilih untuk menikmati waktu santainya dengan melihat anak-anak yang tengah bermain di jalanan. Anak-anak itu bercanda, berlari, dan berbagi tawa satu sama lain. Adora dapat melihat masa kecil yang indah tercetak jelas pada wajah anak-anak itu."Nenek perh
Malam harinya,Adora memandangi ponsel di tangannya dengan tatapan gelisah. Berjam-jam sudah berlalu dari kejadian siang tadi, tetapi belum ada satu pun panggilan yang datang dari Benjamin. Jangankan panggilan, pesan pun tidak ada. Hal ini tentu membuat Adora merasa tak karuan. Dadanya berdegup kencang hanya untuk menunggu Benjamin menghubunginya.Kriet ..."Ngapain lo?" Tanya Irish, menyembulkan kepalanya dari balik pintu. Adora menoleh sebentar sebelum akhirnya melambaikan tangannya, mengusir keberadaan Irish dari kamarnya."Yeh, ya udah gua keluar dulu. Mau ngedate sama Noah. Hati-hati lho sendirian di apartemen, hiiihhh~~ ada hantuu, tatut!"Alih-alih ketakutan dengan jokes receh yang dilempar oleh Irish, Adora lebih memilih mengambil bantal dan melemparnya ke pintu.Duk!Bunyi bantal jatuh diiringi suara pintu ditutup kencang menyambut telinga Adora. Sudah tidak kena Irish, Adora juga harus memungut kembali bantalny