*** Part ini adalah part sudut pandang Adora beberapa hari sebelumnya ******"Tolong siapkan sushi untuk makan siangku. Aku tidak akan makan siang di kantin nanti," adalah kalimat pertama yang keluar dari mulut Benjamin setelah Adora kembali ke mejanya usai menyelesaikan izin untuk Moira pada Pak Frans."Baik, Ben," Adora mencatat permintaan Benjamin pada tab yang dibawanya. Adora harus memesan dua set sushi kesukaan Benjamin ke restoran langganan laki-laki itu.Setelah mencatat keperluannya, Adora bersiap ingin keluar dari ruangan Benjamin. Akan tetapi, langkah Adora tertahan di tempat sebab tiba-tiba saja Benjamin melayangkan pertanyaan padanya, "Kudengar kamu ke ruangan Pak Frans tadi, apa yang kamu lakukan di sana, Adora?""Oh ... aku hanya meminta izin untuk Moira, Ben."Tangan Benjamin yang sedari tadi sibuk dengan dokumen di depannya seketika tertahan di udara tatkala dirinya mendengar jawaban yang dilontarkan oleh Adora.Beberapa detik kemudian Benjamin hanya menganggukkan ke
Namun, sebelum punggung Benjamin menghilang dari pandangan, Adora lebih dulu mengejarnya. Jari-jemari Adora mencengkram ujung jas yang dikenakan Benjamin hingga laki-laki itu menghentikan langkahnya."Apa semua ini karena Minggu kemarin? Apa aku melakukan kesalahan padamu dan Fara, Ben?"Benjamin melepaskan genggaman tangan Adora pada jasnya dan sedikit menolehkan kepalanya, "Tidak. Tidak ada yang salah, Adora.""Aku hanya tidak ingin membuat orang lain salah paham dengan kedekatan kita."***Hahh ... Adora menghela napasnya saat mengingat kejadian tempo hari saat Adora menanyakan isi kepalanya kepada Benjamin. Matanya kemudian melirik ke arah kiri, memperhatikan kendaraan yang juga berlaju di sampingnya. Sejujurnya saat ini Adora tidak mengerti dengan tindakan Benjamin dan apa mau laki-laki itu sebenarnya.Kemarin Benjamin mengisyaratkan bahwa Benjamin tidak ingin menimbulkan kesalahpahaman atas hubungan mereka di mata orang lai
Damian[ Apabila kamu tidak sibuk, apa kita bisa bertemu lagi sore ini? Ada sesuatu yang ingin aku bicarakan denganmu.Beritahu aku, nanti aku akan menjemputmu, Adora ]Adalah sederet pesan yang dikirimkan Damian ke nomor pribadi Adora. Adora menutup kembali layar ponselnya, tidak berniat langsung membalas pesan yang dikirimkan Damian kepadanya.Setelah makan malam kemarin, Adora tahu Damian adalah laki-laki yang baik, sopan, dan ramah. Pembicaraan mereka juga nyambung satu sama lain, ditambah selera humor mereka juga sama.Kalau kata Irish, Damian sudah sangat pas menggantikan Benjamin di sisi Adora. Namun, tetap saja, hati Adora yang belum sepenuhnya sembuh itu belum siap menerima kehadiran Damian di sampingnya, apalagi menjadikan Damian sebagai pelarian semata dari pergumulan hatinya.Adora tentu tidak setega itu pada Damian. Adora tidak ingin datang memberikan harapan pada Damian lalu pergi menghancurkannya begitu saja seperti tid
" ... Mama juga udah kangen banget sama calon menantu Mama."Ucapan itu samar tertangkap oleh indra pendengaran Adora tatkala Adora baru saja keluar dari perusahaan. Tertarik dengan pembicaraan tersebut, Adora mengangkat pandangannya dan dirinya justru menemukan Benjamin juga ada di sana, mematung saat memerhatikan Adora keluar dari perusahaan.Adora kemudian mengalihkan pandangannya dari Benjamin dan dalam sepersekian detik Adora dikejutkan oleh pemandangan di depan matanya. Tampak Thalita sedang merangkul Moira dalam pelukannya.Jantung Adora seketika berdebar keras saat menemukan pemandangan itu. Lidahnya kelu dan keringat dingin membajuri seluruh tubuhnya. Adora tidak bisa mengalihkan pandangannya dari pemandangan itu, tetapi saat Adora berhasil menyadarkan dirinya sendiri, Adora segera menundukkan kepalanya, terlebih lagi Thalita juga tanpa sengaja melihat ke arahnya."Selamat sore, Bu Thalita," Adora memutuskan untuk meny
Dalam satu tegukan Adora menghabiskan minuman yang ada di hadapannya. Kala itu daging asap di hadapannya tidak Adora hiraukan sama sekali. Aroma daging itu bahkan tidak mampu mengalihkan perhatian Adora dari minuman yang ada di hadapannya. Adora melanjutkan acara minumnya dengan beralih pada botol berikutnya yang sudah berdiri rapi di atas meja.Damian yang duduk di sebrang Adora pun sedikit terkekeh ketika melihat Adora tampak lihai menggunakan sikutnya untuk mengetuk-ngetuk bagian bawah botol yang ada di tangannya. Setelah beberapa kali ketukan, Adora lantas menggoyangkan botolnya beberapa kali ke arah kanan dan kiri, hingga membuat pusaran air berputar di dalam minumannya. Itu adalah trik minuman yang sangat menarik mata."Wow, kamu bisa melakukan hal seperti itu, Adora?" Ujar Damian, setengah terpana dengan keahlian Adora menyuguhkan minuman alkohol di tangannya tersebut.Adora sedikit tersenyum malu ketika menerima pujian dari Dami
Kabar mengenai Moira menjadi calon menantu keluarga Maghani sudah merebak di kantor seharian ini. Entah siapa yang pada awalnya menyebarkan berita itu, tetapi sekarang setiap orang di perusahaan sudah mulai heboh membicarakannya.Adora sebenarnya tidak peduli dengan kejadian yang tengah heboh di kantor saat ini, tetapi panggilan Benjamin pagi itu berhasil menyalakan alarm berbahaya dalam kepala Adora. Adora merasa hal buruk akan datang padanya karena masalah ini.Setelah Benjamin memutuskan sambungan telepon, Adora lantas melangkahkan tungkainya, berjalan menuju ruangan Benjamin. Sesampainya ia di sana, Adora segera mengetuk pintu ruangan Benjamin beberapa kali dan mendorong pintu tersebut. Betapa terkejutnya Adora saat dirinya justru disuguhkan oleh penampakan Benjamin yang tengah berdiri menyandar pada meja seakan sedang menunggu kedatangan Adora."Ada yang bisa saya bantu, Pak?" Tanya Adora setelah ia menutup kembali pintu ruangan Be
Pecundang, satu kata itu terus berputar dalam benak Benjamin. Jawaban yang diberikan Adora pagi tadi nyatanya berhasil memberi beribu pertanyaan dalam kepala Benjamin. Kenapa Adora tidak ingin menjadi pecundang? Apakah Adora tengah menyindir Benjamin karena bungkam perihal perjodohan kemarin? Atau bukan?Sebenarnya apa maksud dari perkataan Adora itu?Saat Benjamin terus mencari makna dari satu kata itu dan tiba-tiba saja pikiran Benjamin bermuara pada satu ingatan yang sempat terlintas dalam kepalanya. Detik itu juga, Benjamin mulai merangkai bagian-bagian puzzle yang hilang selama ini, yang tidak pernah ia anggap selama ini."... Mari kita lanjutkan hubungan ini dengan dua syarat, Adora. Keamanan, dan seperti katamu tadi, hubungan ini tak boleh terdapat perasaan emosional di dalamnya. Kalau salah satu dari kita melanggarnya, hubungan ini akan berhenti detik itu juga ...."Mungkinkah ....? Apa mungkin maksud dari kata pecundang itu adal
Setelah membaca deretan pesan yang dikirimkan oleh Damian, Adora semakin memantapkan dirinya untuk memberikan jawaban pada Damian hari ini juga. Tentu Adora tidak ingin menggantung perasaan Damian lebih lama lagi.Usai menyelesaikan beberapa pekerjaannya, Adora mengecek jam di desktop komputernya dan jam sudah menunjukkan pukul hampir delapan malam. Sontak, Adora menolehkan kepalanya ke ruangan Benjamin, tampak Benjamin masih bergeming di tempatnya.Adora yang merasa sudah menuntaskan urusannya dengan Benjamin pun memutuskan untuk tidak memedulikan apa yang sedang dilakukan atasannya itu. Adora memilih untuk merapihkan barang-barangnya dan mengetuk pintu ruangan Benjamin, bermaksud izin pulang.Pada ketukan yang dilancarkan Adora untuk kedua kalinya, Adora tetap tidak mendapati sambutan yang datang dari Benjamin. Hal itu membuat Adora lantas membuka pintu ruangan Benjamin secara perlahan. Tidak butuh waktu lama bagi Adora menemukan Benjamin yang sedang ter
Diari FaraHari ini Fara tahu akhir cerita dari Peri dalam kisah dongeng CinderellaMereka tidak menghilangMereka justru mendapatkan kebahagiaan milik merekaHari ini Peri Fara, Kak Fai-Rina, berbahagia dengan PapaFara senang sekali karena Kak Fai-Rina menjadi Mama Fara"Fara!!"Fara menutup buku diarinya saat mendengar Thalita memanggil namanya."Iya, Nek!""Sini, Sayang! Kita foto bersama!"Mendengar hal itu Fara membawa kaki kecilnya ke luar kamar, sedikit berlari ke arah Adora dan Benjamin yang berada di tengah kapal. Fara kemudian berdiri di antara Benjamin dan Adora.Fotografer yang ada tepat di hadapan Fara pun mengambil jepret gambar. Dalam hitungan ketiga, gambar-gambar terus diambil. Tak ada satupun momen yang terlewati.Setelah beberapa menit kemudian, para keluarga berhamburan. Fara dapat melihat Nenek Thalita dan Nenek Yuni sedang bercengkrama. Mereka terlihat bahagia ketika melemparkan tawa."Fara! Ayok, main!"Kak Nindy menepuk bahu Fara menyadarkan Fara dari lamunann
Saat ini jam sudah menunjukkan pukul Sembilan malam, acara panggang dan makan bersama juga telah berakhir empat puluh menit lalu. Semua orang yang tadi berpartisipasi dalam acara tersebut juga sudah tertidur di kamar masing-masing dengan perut yang penuh dan perasaan gembira.Namun, hal itu justru berbeda dengan Benjamin dan Adora yang masih betah berada di luar. Keduanya duduk bersama di depan teras rumah Nenek Yuni, menikmati secangkir jahe panas untuk mengusir angin malam yang dingin.Benjamin lantas melirik ke arah Adora yang duduk di sebelahnya, tampak gadis itu sedang menikmati menyeruput jahe hangat yang ada di tangannya. Sesekali Benjamin juga mengedarkan matanya ke arah lain, memandangi langit malam yang kini berhamburan banyaknya bintang yang kelap-kelip, seakan mendukung keadaannya malam ini."Ini adalah malam terakhirku di sini," kata Benjamin yang berhasil menarik perhatian Adora.Adora memandang lirih ke arah Benjamin. Kedua tangannya menggenggam erat gelas, merasakan pa
Selama dua hari belakang ini, Jason baru merasa untuk pertama kalinya tidak aman di rumahnya sendiri. Bukan karena apa-apa, keberadaan Benjamin begitu mengintimidasinya. Benjamin kerap kali memandangi wajah Jason, bahkan juga tubuh ataupun otot lengan Jason. Jason pikir Jason salah mengira atau sudah melakukan kesalahan kepada Benjamin, maka dari itu Jason menegur Benjamin saat Benjamin sibuk memandanginya."Kenapa? Ada yang salah?"Benjamin hanya memalingkan wajahnya, bersikap seperti ia tidak pernah memandangi tubuh Jason, tetapi beberapa detik setelahnya Benjamin akan kembali sibuk memandangi Jason.Pertama, kedua, ketiga, masih oke. Tapi, kejadian itu terus berulang dalam rentan waktu yang sering, membuat Jason nyaris gila karenanya. Satu-satunya cara hanyalah Jason tidak mengacuhkan keberadaan Benjamin, tetapi Nenek Yuni yang mampir ke toko menegur menarik perhatian Benjamin."Nak Jason, apa boleh Nenek minta tolong untuk membawakan
Benjamin berjalan beriringan dengan Adora. Cuaca siang itu tidak begitu terik sebab pepohonan besar yang menjulang ada di sepanjang bahu jalan, dedaunan yang rimbun dari pohon-pohon itu tentu tidak memberikan celah untuk sinar mentari menembus kulit.Musim panas membiarkan semilir angin menerpa wajah Benjamin, terkadang juga memainkan surai panjang milik Adora, sehingga mereka berkibar di udara—menggoda Benjamin dengan aroma sampo yang digunakan Adora.Lamunan Benjamin buyar kala Adora menghentikan langkahnya di depan sebuah toko. Benjamin melirik sebentar ke arah toko itu. Sekilas toko itu memiliki penampilan toko yang sederhana, tetapi berhasil menciptakan kesan khas keluarga. Adora lantas masuk ke dalam toko bertuliskan Toko Keluarga Jun itu yang tentunya diikuti Benjamin di belakangnya."Permisi~~" Adora menyapa saat tidak ada seorang pun di balik meja kasir.Butuh beberapa menit bagi Benjamin dan Adora menunggu sampai akhirnya figure seorang
"Oh iya—" Nenek Yuni melirik ke arah Adora, berusaha mengamati reaksi Adora. Adora memiliki reaksi yang sebelas dua belas dengan milik Nenek Yuni. Keduanya sama-sama bingung ketika menemukan keberadaan Benjamin yang begitu tiba-tiba di hadapan mereka.Akan tetapi, Nenek Yuni menutupi kebingungannya dengan menyambut hangat kedatangan Benjamin."—silakan duduk, Nak Benjamin."Mendengar Nenek Yuni mempersilakannya, Benjamin kemudian menuntun Fara untuk duduk berdekatan dengan Jason yang juga berada di rumah Nenek Yuni. Semua orang di rumah Nenek Yuni menampakkan ekspresi bingung, kecuali Benjamin, Fara, dan Nindy.Adora yang merasa atmosfer canggung pun mendekat ke arah Nenek Yuni dan berbisik, "... Nek, Adora mau ngomong dulu bentar ya sama Pak Benjamin.""Iya."Adora segera berjalan mendekati Benjamin, kemudian melingkarkan tangannya ke lengan Benjamin. Benjamin tampak tersentak sejenak sebelum akhirnya ia menerima sentu
Keesokkan harinya,Setelah menempuh enam jam perjalanan, mobil yang kini membawa Benjamin sudah memasuki area pedesaan yang terasa asing bagi Benjamin dan Fara. Dari dalam mobil, Benjamin dapat melihat beberapa anak-anak yang sedang bermain di jalanan memutuskan untuk menepi kala mobil Benjamin menyusuri jalanan. Anak-anak itu memandang bingung saat melihat mobil Benjamin melintas melewati mereka.Fara yang duduk di sebelah Benjamin pun terpukau saat melihat anak-anak yang tengah bermain di jalanan desa. Kisaran usia anak-anak itu beragam, mulai dari remaja dewasa sampai juga seusia Fara. Mereka tampak senang bermain permainan sederhana. Pemandangan yang jauh berbeda dengan teman sebaya Fara di sekolah yang sibuk dengan gadget masing-masing ataupun berkutat dengan buku teks yang sangat tebal."Papa, lihat," tunjuk Fara. Benjamin mengikuti arah pandang Fara. "Fara nanti boleh main ya Pah?"Benjamin terdiam sebentar, menimang-nimang sebelum akhirnya
Irish sebenarnya malas sekali menghampiri meja Benjamin saat ini, tetapi mau bagaimana lagi, kalau tidak karena Benjamin kemarin, mungkin hubungan Irish dan Noah tidak akan membaik dengan cepat, ditambah karena jasa Benjamin juga lah Noah melamar Irish kemarin. Ya, Irish memang tidak bisa menyangkal adanya tangan Benjamin yang kemarin membantu kisah asmaranya. Jadi, sebagai balasan dari utang budinya, Irish bermaksud mengundang Benjamin ke pernikahannya, meski dalam hati Irish sudah dongkol setengah mati pada atasannya itu.Saat jam istirahat, dengan setengah terpaksa Irish mendekati meja tempat Benjamin makan siang. Benjamin yang menyadari keberadaan Irish pun mengangkat pandangannya, membuat Irish sedikit tersentak kala menemukan pandangan Benjamin begitu datar seakan tidak memiliki kehidupan."P-permisi, Pak—saya ingin memberikan ini," ujar Irish sembari mengulurkan undangan yang ada di tangannya ke Benjamin.Benjamin hanya melirik tanpa penuh
Dua minggu telah berlalu, tentunya banyak hal yang telah berubah seiring berjalannya waktu, tetapi Adora merasa dirinya masih tetap sama. Pikirannya masih jauh nan di sana, meski raganya berada di tempat lain. Adora terus memikirkan kejadian yang sudah lama berlalu. Kejadian yang membuatnya sedikit bingung harus membawa kemana hatinya pergi dan berlabuh."Adora."Di tengah lamunannya yang tak berujung, Adora tersadarkan oleh suara sang nenek yang memanggil namanya.Adora menoleh dan mengulas senyum tipis ke arah neneknya, "Iya, Nek."Nenek Yuni yang baru keluar dari ruang peristirahatannya pun ikut duduk bergabung dengan Adora di depan teras rumah. Sore hari kala itu Adora dan Neneknya memilih untuk menikmati waktu santainya dengan melihat anak-anak yang tengah bermain di jalanan. Anak-anak itu bercanda, berlari, dan berbagi tawa satu sama lain. Adora dapat melihat masa kecil yang indah tercetak jelas pada wajah anak-anak itu."Nenek perh
Malam harinya,Adora memandangi ponsel di tangannya dengan tatapan gelisah. Berjam-jam sudah berlalu dari kejadian siang tadi, tetapi belum ada satu pun panggilan yang datang dari Benjamin. Jangankan panggilan, pesan pun tidak ada. Hal ini tentu membuat Adora merasa tak karuan. Dadanya berdegup kencang hanya untuk menunggu Benjamin menghubunginya.Kriet ..."Ngapain lo?" Tanya Irish, menyembulkan kepalanya dari balik pintu. Adora menoleh sebentar sebelum akhirnya melambaikan tangannya, mengusir keberadaan Irish dari kamarnya."Yeh, ya udah gua keluar dulu. Mau ngedate sama Noah. Hati-hati lho sendirian di apartemen, hiiihhh~~ ada hantuu, tatut!"Alih-alih ketakutan dengan jokes receh yang dilempar oleh Irish, Adora lebih memilih mengambil bantal dan melemparnya ke pintu.Duk!Bunyi bantal jatuh diiringi suara pintu ditutup kencang menyambut telinga Adora. Sudah tidak kena Irish, Adora juga harus memungut kembali bantalny