Adora tidak dapat melepaskan senyuman di bibirnya tatkala dirinya mengingat kembali reka kejadian di restoran tadi, kala Noah melamar Irish. Irish tampak begitu menikmati waktunya dalam perasaan senang bersama Noah, membuat Adora merasa ikut bahagia dengan temannya itu.Setelah menghabiskan makanan malamnya, Adora dan Benjamin pergi terlebih dahulu meninggalkan Irish dan Noah, sengaja membiarkan kedua sejoli itu menikmati waktu berdua. Dan seperti biasa, Benjamin mengantarkan Adora ke apartemennya seperti hari-hari sebelumnya. Pun kala mobil hitam milik Benjamin berpijak dan berhenti tepat di depan gedung apartemen Adora, gadis itu segera bersiap untuk melepaskan seatbelt yang sedari tadi mengungkung dirinya. Namun, gerakan Adora terhenti saat Benjamin memanggil namanya. "Adora ..."Adora mengalihkan pandangannya ke arah Benjamin yang kini sebagian wajahnya tidak terlihat jelas akibat pencahayaan lampu yang tidak sepenuhnya mengarah ke laki-laki itu, tetapi Ad
Irish hampir menyemburkan makan siangnya saat itu kala dirinya mendengar ucapan yang baru saja dilontaekan oleh Adora. Melihat reaksi Irish yang berlebihan terhadap perkataannya membuat Adora sontak melihat sekeliling, memastikan apakah orang-orang di sekitar, apakah sedang memerhatikan mereka atau tidak. Beruntungnya, jam makan siang kala itu membuat para pegawai berfokus dengan kegiatan mereka masing-masing. "Apa benar yang baru saja kudengar tadi, Adora? Pak Benjamin, dia ....""Ssst! Kecilkan suaramu.""Tenang saja, semua orang tahu bahwa aku memang seperti ini. Tidak akan ada orang yang peduli sekalipun aku berteriak seperti orang kesetanan juga."Adora terdiam, membenarkan perkataan Irish dalam hati. Irish memang selalu memberikan reaksi heboh pada setiap sesuatu yang dia dengar dan suaranya juga menggelegar, tetapi masalahnya, topik yang saat ini mereka sedang bicarakan adalah Benjamin, si pusat perhatian. "Jadi, kau dan Pak Benjamin akan pergi hari ini untuk membeli hadiah a
1 Pesan MasukDari: Irish Ayyara Silakan nikmati waktu kalian berkencan. Aku tahu kalian sedang fase yang sedang panas-panasnya, tapi tolong tahan gejolak kalian nanti. Jangan sampai aku mendapatkan keponakanku lebih dulu dari pernikahanku. Adora tertawa saat melihat rentetan pesan yang dikirimkan oleh Irish kepadanya. Sedikit merasa geli dengan apa yang dikatakan Irish. Irish, temannya itu, berpura-pura seakan tidak tahu apa yang sebenarnya terjadi, padahal kenyataannya justru sebaliknya, Irishlah satu-satunya orang yang tahu mengenai hubungan khusus Benjamin dan Adora. "Apakah ponselmu itu sekarang lebih penting daripada aku, hm?" Suara berat dan bariton yang terasa familiar itu berhasil menarik perhatian Adora dan membuat gadis itu menjauh dari ponselnya. Mendengar perkataan yang dilontarkan oleh Benjamin, laki-laki yang kini duduk di sebelah Adora, membuat Adora segera mematikan ponselnya dan berfokus kembali pada Benjamin yang tengah menyetir menuju tempat tujuan mereka. "
"Oh, kebetulan sekali Anda menanyakan gaun ini, Nona." Pegawai di outlet baju itu tersenyum lebar saat mendengar pertanyaan Adora mengenai spanduk gaun yang dipajang oleh toko itu."Gaun ini adalah gaun edisi spesial dari toko kami. Kami memasukkannya ke dalam fairytale edition, dan banyak orang tua yang membelinya. Kalo boleh tau, ukuran baju anaknya berapa, Nona?"Adora hanya tersenyum ringan saat pegawai outlet itu mengira Adora yang ingin membelikan gaun mereka untuk anaknya. Ia kemudian menoleh ke arah Benjamin.Benjamin yang mengerti arti tatapan Adora pun menjawab pertanyaannya, "Ukuran 10.""Baik, Tuan. Mari dilihat-lihat dulu. Kami memiliki beberapa koleksi di sini."Pegawai toko itu menuntun Benjamin dan Adora ke display baju yang ada di sana.Ada tiga pakaian yang menarik perhatian Adora.Pakaian pertama adalah gaun berwarna salem tanpa lengan yang memiliki border bunga penuh di bagian atasnya, sedangkan bagian bawahnya polos dengan ciri khas kain sifon. Gaun ini memiliki c
Adora menutup tirai ruang tempatnya berganti baju, kemudian membuka pakaian yang dikenakannya dan menggantinya dengan gaun yang dipilihkan Benjamin untuknya. Dalam sekejap, Adora dapat melihat cermin panjang di depannya kini memantulkan cerminan dirinya yang saat ini tengah menampakkan kulit telanjang bagian atas dadanya.Lantas hal itu tak membuat Adora berhenti untuk menggerakkan kedua tangannya. Ia melanjutkan kembali kegiatannya membuka satu-per satu kancing pakaiannya seraya menghela napas kala kedua netranya menatap ke arah gaun-gaun yang tergantung di belakangnya.Pada akhirnya Adora membawa kedua gaun yang dipilih Benjamin untuknya atas permintaan paksa atasannya itu.Benjamin bilang dia tidak bisa memilih antara kedua gaun itu, karena mereka tampak cantik di tubuh Adora.Adora juga setuju, kedua gaun yang dipilih Benjamin itu memang sangat cantik. Wajar saja Benjamin sampai kebingungan memilih salah satu di antara keduanya.Tunggu sebentar, dua gaun? Benjamin benar-benar memb
Setelah mengantar Adora pulang, Benjamin segera mengemudikan mobilnya ke rumah. Sesekali Benjamin melirikkan matanya ke arah bangku penumpang yang ada di belakang. Setiap kali ia melakukan hal itu, senyum selalu mengembang di kedua sudut bibirnya.Perasaan menggelitik selalu saja menghampiri Benjamin setiap dia mengingat Adora yang baru saja memberi bantuan dalam memilih hadiah untuk Fara.Benjamin ingin cepat-cepat membawa hadiah pertama yang disiapkannya itu ke hadapan Fara dan melihat reaksi anak perempuannya itu. Apakah Fara akan sama senangnya seperti Benjamin?Tanpa sadar Benjamin menekan pedal gas mobilnya dengan kekuatan lebih dan membawa kendaraannya berpacu dan membelah jalan.Fara, tunggu Papa, Sayang.***Sesampainya Benjamin di rumah, Fara yang mengetahui suara mesin mobil Benjamin memasuki perkarangan rumah pun segera keluar dan menyambut ayahnya."PAPAAAA!!!"Seru Fara saat menyapa Benjamin yang baru saja mematikan mesin mobilnya di halaman depan rumah. Melihat senyum Fa
"Benjamin, hari ini kamu jadi mengantar Fara ke Dokter Vania, Nak?" Adalah pertanyaan yang datang dari Thalita saat mereka bertiga sedang menyantap sarapan pagi di meja makan.Benjamin yang ditanya pun segera menjawab pertanyaan sang ibu, "Jadi, Ma.""Perlu Mama anterin juga enggak?" Thalita menawarkan, biasanya memang Thalitalah yang menemani Benjamin saat memeriksa keadaan Fara ke rumah sakit.Semenjak Benjamin menjadi orang tua tunggal Fara, sosok Thalita lah yang memang kerap kali membantu Benjamin mengurus Fara. Thalita sangat perhatian dengan tumbuh kembang Fara, cucu satu-satunya itu.Selain itu, Thalita juga turut andil dalam memilihkan sekolah tempat Fara mengenyam pendidikan, bahkan pakaian, hadiah, berikut juga dokter langganan, dan lain sebagainya untuk cucunya itu. Peranan Thalita memang begitu besar dan kuat dalam hidup Fara dan sejujurnya Benjamin sangat terbantu untuk hal yang satu itu. Menjadi orang tua tunggal di usia muda merupakan pengalaman yang tak mudah bagi Ben
"Kak Fai-Rina! Kak Fai-Rina!"Adora menoleh saat suara manis Fara memanggil namanya, lantas ia tersenyum pada Fara, anak perempuan yang tangan mungilnya itu kini sedang berada dalam genggaman tangan Adora.Posisi Fara kini tengah digandeng oleh Benjamin dan Adora. Potret ketiganya yang mesra itu tampaknya sudah mampu membuat siapapun di rumah sakit yang melihat mereka bisa menarik kesimpulan bahwa mereka bertiga adalah keluarga kecil yang tengah diliputi kebahagiaan.Bagaimana tidak? Fara di posisi tengah di antara kedua orang dewasa itu terlihat seperti anak kecil yang bahagia melihat kedua orang tuanya menggandeng tangannya tanpa berniat melepaskan mereka.Sementara itu, sebagai informasi, sudah 30 menit lebih Fara memanggil Adora dengan sebutan Kak Fai-Rina. Tentu saja nama itu tidak muncul tiba-tiba dalam kepala mungil Fara, melainkan itu adalah buah pikiran Benjamin yang mengusulkan Fara untuk memanggil Adora dengan sebutan itu.Awalnya bermula dari kejadian 30 menit lalu di mobi
Diari FaraHari ini Fara tahu akhir cerita dari Peri dalam kisah dongeng CinderellaMereka tidak menghilangMereka justru mendapatkan kebahagiaan milik merekaHari ini Peri Fara, Kak Fai-Rina, berbahagia dengan PapaFara senang sekali karena Kak Fai-Rina menjadi Mama Fara"Fara!!"Fara menutup buku diarinya saat mendengar Thalita memanggil namanya."Iya, Nek!""Sini, Sayang! Kita foto bersama!"Mendengar hal itu Fara membawa kaki kecilnya ke luar kamar, sedikit berlari ke arah Adora dan Benjamin yang berada di tengah kapal. Fara kemudian berdiri di antara Benjamin dan Adora.Fotografer yang ada tepat di hadapan Fara pun mengambil jepret gambar. Dalam hitungan ketiga, gambar-gambar terus diambil. Tak ada satupun momen yang terlewati.Setelah beberapa menit kemudian, para keluarga berhamburan. Fara dapat melihat Nenek Thalita dan Nenek Yuni sedang bercengkrama. Mereka terlihat bahagia ketika melemparkan tawa."Fara! Ayok, main!"Kak Nindy menepuk bahu Fara menyadarkan Fara dari lamunann
Saat ini jam sudah menunjukkan pukul Sembilan malam, acara panggang dan makan bersama juga telah berakhir empat puluh menit lalu. Semua orang yang tadi berpartisipasi dalam acara tersebut juga sudah tertidur di kamar masing-masing dengan perut yang penuh dan perasaan gembira.Namun, hal itu justru berbeda dengan Benjamin dan Adora yang masih betah berada di luar. Keduanya duduk bersama di depan teras rumah Nenek Yuni, menikmati secangkir jahe panas untuk mengusir angin malam yang dingin.Benjamin lantas melirik ke arah Adora yang duduk di sebelahnya, tampak gadis itu sedang menikmati menyeruput jahe hangat yang ada di tangannya. Sesekali Benjamin juga mengedarkan matanya ke arah lain, memandangi langit malam yang kini berhamburan banyaknya bintang yang kelap-kelip, seakan mendukung keadaannya malam ini."Ini adalah malam terakhirku di sini," kata Benjamin yang berhasil menarik perhatian Adora.Adora memandang lirih ke arah Benjamin. Kedua tangannya menggenggam erat gelas, merasakan pa
Selama dua hari belakang ini, Jason baru merasa untuk pertama kalinya tidak aman di rumahnya sendiri. Bukan karena apa-apa, keberadaan Benjamin begitu mengintimidasinya. Benjamin kerap kali memandangi wajah Jason, bahkan juga tubuh ataupun otot lengan Jason. Jason pikir Jason salah mengira atau sudah melakukan kesalahan kepada Benjamin, maka dari itu Jason menegur Benjamin saat Benjamin sibuk memandanginya."Kenapa? Ada yang salah?"Benjamin hanya memalingkan wajahnya, bersikap seperti ia tidak pernah memandangi tubuh Jason, tetapi beberapa detik setelahnya Benjamin akan kembali sibuk memandangi Jason.Pertama, kedua, ketiga, masih oke. Tapi, kejadian itu terus berulang dalam rentan waktu yang sering, membuat Jason nyaris gila karenanya. Satu-satunya cara hanyalah Jason tidak mengacuhkan keberadaan Benjamin, tetapi Nenek Yuni yang mampir ke toko menegur menarik perhatian Benjamin."Nak Jason, apa boleh Nenek minta tolong untuk membawakan
Benjamin berjalan beriringan dengan Adora. Cuaca siang itu tidak begitu terik sebab pepohonan besar yang menjulang ada di sepanjang bahu jalan, dedaunan yang rimbun dari pohon-pohon itu tentu tidak memberikan celah untuk sinar mentari menembus kulit.Musim panas membiarkan semilir angin menerpa wajah Benjamin, terkadang juga memainkan surai panjang milik Adora, sehingga mereka berkibar di udara—menggoda Benjamin dengan aroma sampo yang digunakan Adora.Lamunan Benjamin buyar kala Adora menghentikan langkahnya di depan sebuah toko. Benjamin melirik sebentar ke arah toko itu. Sekilas toko itu memiliki penampilan toko yang sederhana, tetapi berhasil menciptakan kesan khas keluarga. Adora lantas masuk ke dalam toko bertuliskan Toko Keluarga Jun itu yang tentunya diikuti Benjamin di belakangnya."Permisi~~" Adora menyapa saat tidak ada seorang pun di balik meja kasir.Butuh beberapa menit bagi Benjamin dan Adora menunggu sampai akhirnya figure seorang
"Oh iya—" Nenek Yuni melirik ke arah Adora, berusaha mengamati reaksi Adora. Adora memiliki reaksi yang sebelas dua belas dengan milik Nenek Yuni. Keduanya sama-sama bingung ketika menemukan keberadaan Benjamin yang begitu tiba-tiba di hadapan mereka.Akan tetapi, Nenek Yuni menutupi kebingungannya dengan menyambut hangat kedatangan Benjamin."—silakan duduk, Nak Benjamin."Mendengar Nenek Yuni mempersilakannya, Benjamin kemudian menuntun Fara untuk duduk berdekatan dengan Jason yang juga berada di rumah Nenek Yuni. Semua orang di rumah Nenek Yuni menampakkan ekspresi bingung, kecuali Benjamin, Fara, dan Nindy.Adora yang merasa atmosfer canggung pun mendekat ke arah Nenek Yuni dan berbisik, "... Nek, Adora mau ngomong dulu bentar ya sama Pak Benjamin.""Iya."Adora segera berjalan mendekati Benjamin, kemudian melingkarkan tangannya ke lengan Benjamin. Benjamin tampak tersentak sejenak sebelum akhirnya ia menerima sentu
Keesokkan harinya,Setelah menempuh enam jam perjalanan, mobil yang kini membawa Benjamin sudah memasuki area pedesaan yang terasa asing bagi Benjamin dan Fara. Dari dalam mobil, Benjamin dapat melihat beberapa anak-anak yang sedang bermain di jalanan memutuskan untuk menepi kala mobil Benjamin menyusuri jalanan. Anak-anak itu memandang bingung saat melihat mobil Benjamin melintas melewati mereka.Fara yang duduk di sebelah Benjamin pun terpukau saat melihat anak-anak yang tengah bermain di jalanan desa. Kisaran usia anak-anak itu beragam, mulai dari remaja dewasa sampai juga seusia Fara. Mereka tampak senang bermain permainan sederhana. Pemandangan yang jauh berbeda dengan teman sebaya Fara di sekolah yang sibuk dengan gadget masing-masing ataupun berkutat dengan buku teks yang sangat tebal."Papa, lihat," tunjuk Fara. Benjamin mengikuti arah pandang Fara. "Fara nanti boleh main ya Pah?"Benjamin terdiam sebentar, menimang-nimang sebelum akhirnya
Irish sebenarnya malas sekali menghampiri meja Benjamin saat ini, tetapi mau bagaimana lagi, kalau tidak karena Benjamin kemarin, mungkin hubungan Irish dan Noah tidak akan membaik dengan cepat, ditambah karena jasa Benjamin juga lah Noah melamar Irish kemarin. Ya, Irish memang tidak bisa menyangkal adanya tangan Benjamin yang kemarin membantu kisah asmaranya. Jadi, sebagai balasan dari utang budinya, Irish bermaksud mengundang Benjamin ke pernikahannya, meski dalam hati Irish sudah dongkol setengah mati pada atasannya itu.Saat jam istirahat, dengan setengah terpaksa Irish mendekati meja tempat Benjamin makan siang. Benjamin yang menyadari keberadaan Irish pun mengangkat pandangannya, membuat Irish sedikit tersentak kala menemukan pandangan Benjamin begitu datar seakan tidak memiliki kehidupan."P-permisi, Pak—saya ingin memberikan ini," ujar Irish sembari mengulurkan undangan yang ada di tangannya ke Benjamin.Benjamin hanya melirik tanpa penuh
Dua minggu telah berlalu, tentunya banyak hal yang telah berubah seiring berjalannya waktu, tetapi Adora merasa dirinya masih tetap sama. Pikirannya masih jauh nan di sana, meski raganya berada di tempat lain. Adora terus memikirkan kejadian yang sudah lama berlalu. Kejadian yang membuatnya sedikit bingung harus membawa kemana hatinya pergi dan berlabuh."Adora."Di tengah lamunannya yang tak berujung, Adora tersadarkan oleh suara sang nenek yang memanggil namanya.Adora menoleh dan mengulas senyum tipis ke arah neneknya, "Iya, Nek."Nenek Yuni yang baru keluar dari ruang peristirahatannya pun ikut duduk bergabung dengan Adora di depan teras rumah. Sore hari kala itu Adora dan Neneknya memilih untuk menikmati waktu santainya dengan melihat anak-anak yang tengah bermain di jalanan. Anak-anak itu bercanda, berlari, dan berbagi tawa satu sama lain. Adora dapat melihat masa kecil yang indah tercetak jelas pada wajah anak-anak itu."Nenek perh
Malam harinya,Adora memandangi ponsel di tangannya dengan tatapan gelisah. Berjam-jam sudah berlalu dari kejadian siang tadi, tetapi belum ada satu pun panggilan yang datang dari Benjamin. Jangankan panggilan, pesan pun tidak ada. Hal ini tentu membuat Adora merasa tak karuan. Dadanya berdegup kencang hanya untuk menunggu Benjamin menghubunginya.Kriet ..."Ngapain lo?" Tanya Irish, menyembulkan kepalanya dari balik pintu. Adora menoleh sebentar sebelum akhirnya melambaikan tangannya, mengusir keberadaan Irish dari kamarnya."Yeh, ya udah gua keluar dulu. Mau ngedate sama Noah. Hati-hati lho sendirian di apartemen, hiiihhh~~ ada hantuu, tatut!"Alih-alih ketakutan dengan jokes receh yang dilempar oleh Irish, Adora lebih memilih mengambil bantal dan melemparnya ke pintu.Duk!Bunyi bantal jatuh diiringi suara pintu ditutup kencang menyambut telinga Adora. Sudah tidak kena Irish, Adora juga harus memungut kembali bantalny